I Raised A Sick And Weak Prince - Chapter 56 (Part 1)
Lu Huan tak mengerti mekanisme di balik kemunculan ‘gelembung’, dia hanya menerka bahwa gelembung-gelembung ini semestinya muncul ketika emosi-emosi dalam hatinya lebih kacau.
Su Xi baru saja melihat gelembung-gelembung di atas kepalanya dan tertawa habis-habisan di atas meja. Gadis itu sama sekali tidak kaget, sudah terbiasa malah. Tampaknya gelembung-gelembung ini sudah sering muncul.
… Aku tak tahu pemikiran-pemikiran aneh apa yang tampak setiap kali gelembung-gelembungnya muncul.
Berpikir demikian, wajah Lu Huan jadi semakin buruk saja.
Su Xi tak mencintai dirinya.
Sebenarnya, seperti semua remaja di dunia yang naksir seseorang, dia lebih berharap kalau Xiao Xi mengetahui pemikiran yang membuatnya terus dan terus terjaga sepanjang malam.
Namun pada saat bersamaan, dia takut memberitahu gadis itu.
Dia takut bahwa begitu Su Xi tahu, gadis itu akan merasa tidak nyaman, merasa aneh, dan akan melepaskan bata di tangannya lalu tak pernah kembali lagi. Dinastinya dan dunia Su Xi terpisah sejauh ribuan tahun, dan dirinya lebih takut kehilangan Su Xi ketimbang siapa pun.
Terlebih lagi, dia takut kalau bahkan suasana yang santai dan hangat saat ini takkan bisa lagi ada di antara mereka berdua.
…
Akan tetapi, menilai dari sikap Xiao Xi saat ini yang masih menganggapnya hanya sebagai tokoh kartun, gelembung-gelembung yang muncul di atas kepalanya seharusnya tak pernah menyebutkan kata-kata seperti ‘suka’ atau ‘kagum’.
Berpikir demikian, suasana hati Lu Huan menjadi rumit, tapi dia merasa agak lega.
Namun setiap kali Su Xi mengambil bata itu untuk bertemu dengannya, Lu Huan hampir tak bisa menahan kegembiraannya. Ketika Su Xi tidak datang mencarinya, dia tak tahan untuk merindukannya. Ketika sudah tiba waktunya untuk tidur, walaupun dia mendesak Su Xi agar tidur, dia masih punya ribuan rasa enggan di dalam hatinya…. Ada begitu banyak emosi yang berhubungan dengan Su Xi yang sulit untuk dikendalikan.
Lu Huan takut bahwa pada suatu hari dirinya akan jadi kurang berhati-hati, dan gelembung di atas kepalanya tanpa disengaja akan menampakkan sendiri apa yang tak bisa dia ucapkan.
Jadi ketika Su Xi datang untuk menemuinya lagi, dia menarik napas dalam-dalam dan berusaha sebaik mungkin untuk fokus pada apa yang ada di depannya dan apa yang dia katakan kepada gadis itu, berusaha menyimpan emosi-emosi terdalamnya supaya tidak terlalu bergejolak.
****
Su Xi juga bukan orang bodoh. Segera dia menemukan kalau si Anak bersikap agak aneh.
Biasanya gelembung-gelembung di atas kepala si Anak akan muncul setiap tiga hingga lima menit sekali. Bahkan jika tak ada tulisan dalam gelembung itu, matahari kecil, hati merah kecil, dan selembar daun kecil akan muncul untuk mengekspresikan perasaan-perasaan anak itu. Tapi sejak kali terakhir, setelah pemikiran tentang ‘aku ingin kembali ke Ibu Kota’, tak ada gelembung lagi dalam waktu lama.
Ini bukan hal yang paling aneh.
Dahulu, Lu Huan tak tahu Su Xi ada di arah mana, jadi ketika dia bicara pada Su Xi, tanpa sadar Lu Huan menatap ke udara kosong. Tapi akhir-akhir ini, Lu Huan telah menatap ke arah yang tetap, melihat tepat ke depannya – bahkan meski ada meja di depannya. Mungkinkah si Anak berpikir kalau Su Xi akan berdiri di atas meja dan bicara kepadanya?
Buka hanya itu, tapi kadang-kadang ekspresi si anak juga akan jadi agak aneh. Contohnya saja, ketika Su Xi memukul meja dan tertawa keras, semestinya si Anak tidak melihatnya, tapi ekspresi di wajah si Anak jadi agak kesal dan kaku.
Su Xi kebingungan dan tanpa sadar menafsirkan ini sebagai si Anak mungkin punya sesuatu yang disembunyikan darinya, sesuatu yang si Anak tidak ingin dia ketahui. Aneh sekali.
Mereka membicarakan tentang semua hal, bisa ada rahasia apa lagi?
Apakah ini tentang kabar latar belakang si Anak dan sang Kaisar? Si Anak tak bisa mengatakannya secara langsung kepadanya? Atau mungkin bencana di wilayah Utara menjadi sangat serius dan si anak jadi begitu khawatir sehingga tak bisa memikirkan hal lainnya? Atau apakah si Anak merasa malu untuk membicarakan soal cinta monyet kepada neneknya? Tapi si anak ada di barak, dikelilingi oleh pejabat-pejabat kartun jenggotan, di mana ada kesempatan untuk cinta monyet?!
Su Xi kena sakit kepala dan memutuskan untuk tidak berspekulasi.
Tapi dengan demikian, setelah dia membuka game-nya, dia tak bisa menahan diri untuk tetap bersama si Anak dalam waktu lama.
Sebelumnya, dia mungkin sudah melihat-lihat sekitar untuk mengamati petugas-petugas kecil lainnya berjalan-jalan di sekitar layar, tapi kini dia tak bisa menahan diri untuk menatap wajah si Anak untuk melihat ada masalah apa dengan anak itu.
Tapi setelah terlalu banyak memandangi, perlahan-lahan Su Xi mulai merasakan bahwa – ‘Si Anak tidak lagi kelihatan seperti si Anak.’
Sebelumnya, dari Ning Wangfu hingga ke Kementerian Perang, gambar si anak selalu berupa kartun. Di matanya, si Anak selalu merupakan roti kukus susu bertangan pendek. Tak peduli gerakan apa pun, ekspresi wajah apa pun, semuanya imut dan kekanakan.
Bahkan ketika si Anak sedang marah, di pihak Su Xi selalu hanya ada baozi dengan wajah bundar dan tak ada kewibawaan sama sekali.
Tapi kini si Anak yang ada di hadapannya setiap hari ditempeli julukan ‘Lu Huan 17 tahun, yang sudah bisa menikah dan punya anak di Negara Yan’ — ya, entah kenapa, begitu ulangtahun keenam belas Lu Huan berlalu, julukannya langsung berubah. Sistem game ini sungguh amat pintar.
Ditambah lagi, si Anak mengenakan zirah perak, sabuk berbentuk hewan buas dari emas melingkari pinggangnya, dan pelat dada perunggu terpasang di bagian depan dan belakang. Si Anak seringkali tidak sempat melepaskan zirahnya, rambutnya selalu agak berantakan dan pipinya kemerahan, sesosok pemuda tampak yang membuat Su Xi tak bisa mengalihkan pandangannya.
Sebelumnya si anak juga secara khusus telah menekankan tinggi tubuhnya yang lebih dari delapan kaki, jadi kini Su Xi tidak memakai sudut pandang dari atas, melainkan membukanya dari sudut pandang mendatar.
Sebagai hasilnya, setiap kali Su Xi dibuat tercengang oleh tinggi badan remaja tinggi ini. Karakter-karakter kartun di sekitar si Anak yang belum dibuka lukisan aslinya dibuat jadi kelihatan seperti kurcaci oleh Lu Huan.
Si Anak selalu mempertahankan lukisan aslinya. Semua kernyitan dan senyuman yang terkadang muncul tampak sangat nyata di mata Su Xi. Mau tak mau Su Xi memegangi dadanya dan berpikir. Tak heran waktu itu putri dari Menteri Perang sampai keluar dan ingin mengantarnya pergi.
Dan ketika si anak berdiskusi dengan Jenderal Zhenyuan dan memikirkan rencana pengaturan, ada suatu pembawaan dari sosok yang lebih tua dalam tiap gerakannya.
Kini, si Anak yang berusia tujuh belas tahun itu tampan tak tertandingi, benar-benar berbeda dari roti kukus susu sebelumnya yang lebih pendek daripada kaki Su Xi.
Su Xi telah memandangi model ini dalam waktu lama, dan dia hampir melamun. Setiap kali dia menyebut ‘Nak’ dalam hatinya, dia akan tercekat, dan selalu merasa agak malu.
Tapi itu semua gara-gara game sampah ini! Dia ingin berganti dengan mode kartun yang sebelumnya, tapi game ini tak bisa diubah kembali!
Apakah ini yang disebut dengan ‘sulit untuk mengubah gaya hidup mewah menjadi hemat’?!
Su Xi merasa agak depresi. Rasanya seperti kalau si Anak yang telah dia besarkan dengan tangannya sendiri tiba-tiba tumbuh besar dalam waktu satu hari. Dia menatap wajah tampak si remaja dan sama sekali tak bisa lagi menyebutnya ‘Anak’.
Sebelum ulangtahun keenam belas si Anak, si Anak lebih muda daripada Su Xi, sehingga Su Xi masih bisa tertawa dan menyebutnya ‘Huan Kecil’. Tapi sekarang, melihat kalau si anak sudah berusia tujuh belas tahun, dan bahkan lebih tua tiga bulan ketimbang Su Xi kalau menurut tanggal, Su Xi bahkan tak bisa lagi menyebut ‘Huan Kecil’.
Apakah ada orang yang tingginya 1,8 meter dan masih bisa disebut sebagai ‘Anak’?
Perasaan gundah dan rumit macam ini, mulanya Su Xi hanya sedikit merasakannya. Lagipula, dia bertemu si Anak setiap hari, jadi dia takkan merasakan keanehan sedikit pun.
Dulunya ini hanya suatu perasaan yang sedikit tidak nyaman, tapi hari ini, begitu dia online, dia melihat si anak yang sedang melepaskan zirah dan jubahnya. Seketika perasaan itu pun memuncak.
Sebelum Su Xi bisa memejamkan matanya, dia melihat tubuh telanjang bagian atas si pemuda di dalam tenda.
Setelah Lu Huan menyelesaikan patrolinya, dia turun dari kudanya dan menyuruh dua orang prajurit berjaga di luar tenda. Kemudian dia berdiri di samping ranjang, melepaskan zirahnya dengan punggung menghadap Su Xi, melepaskan separuh jubahnya, mengambil obat Jinchuang di atas meja dan mulai mengoleskannya pada luka.
Kulit si pemuda bagaikan selapis kaca putih, mulus dan halus. Setelah hampir setahun menjalani latihan dan pertempuran, dia memiliki otot-otot yang kurus dan tidak berlebihan, menampakkan kesan antara semangat anak muda dan ketenangan pria dewasa. Sepertinya ada luka tusukan panah di bahunya, masih mengalirkan darah, menghancurkan keindahan tubuhnya seperti air mata, dan memberinya kesan sebagai keindahan yang dirusak oleh perang.
Su Xi: Sial!
Su Xi pernah melihat tubuh si Anak ketika dia mengganti pakaian basah si anak saat yang bersangkutan masih sesosok roti kukus putih, tapi pada waktu itu tubuh dari si wajah baozi juga putih dan lembut, dan dia tak bisa melihat apa-apa sama sekali.
Dia tak tahu kalau ternyata si Anak sebenarnya sangat gaya!
Dia dibuat begitu terpana ketika melihat seluruh tubuh si Anak!
Walaupun Su Xi tak memiliki pemikiran macam itu tentang si Anak, pertama-tama dia tidak terlalu sering melihat gambar-gambar dewasa, dan kedua, dia tak punya kesempatan untuk menonton adegan-adegan intim di serial TV. Dia masih memiliki pemikiran yang relatif sederhana dan tak pernah melihat tubuh orang lain. Dia tak pernah mengira kalau kali pertama dia melihatnya adalah pada si Anak dalam game. Tiba-tiba wajahnya serasa terbakar.
Su Xi menggosok wajahnya dan berusaha sebaik mungkin untuk tenang. Si Anak masih terluka.
Buru-buru Su Xi membeli obat Jinchuang 100% mujarab dari toko, menarik baju si anak yang menggelantung hingga tersibak, dan berkata cemas, “Kenapa kau terluka lagi?”
Ketika Lu Huan tidak sedang di medan perang, dia akan terus membuka tirai setiap saat. Begitu dia mendongak dan mendapati bahwa Su Xi telah membuka bata di tangannya, sudut mulutnya menyunggingkan senyum dan berkata, “Ini cuma tergores.”
Su Xi memperbesar gambar lengan Lu Huan pada layar dan dia merasa lega ketika melihat bahwa luka ini memang cuma tergores dan bukan merupakan masalah besar.
Ada lebam di bagian belakang lengan si Anak, dan sulit bagi si Anak untuk membalutnya sendiri, tapi Su Xi juga agak kikuk ketika harus melakukannya lewat layar, karena cukup sulit untuk menjalankannya. Dia takut dirinya akan membuat si Anak kesakitan, jadi dia tak mengambil inisiatif untuk membantu dengan perbannya.
Tapi untung saja, tangan dan kaki si Anak cukup tangkas dan dia membalut lukanya dengan cekatan. Kemudian dia menundukkan kepala dan mengenakan bajunya.
Begitu Lu Huan melakukannya, rambut hitam panjangnya yang bagaikan air terjun menjuntai jatuh pada tulang selangkanya yang mulus dan kokoh, membuat Su Xi kelabakan harus melihat ke mana.
Rasanya Su Xi ingin menangis tapi tak ada air mata yang keluar.
Kenapa? Kenapa game ini tak bisa kembali saja ke mode roti kukus putih yang semula? Sekarang wajahnya terasa luar biasa panas, dan dia tak berani lagi mempertahankan antarmukanya tetap berada di dalam tenda.
Buru-buru Su Xi mengganti antarmukanya, terbatuk pada si Anak, dan berkata, “Tiba-tiba aku baru ingat kalau ada sesuatu yang mendesak. Aku akan kembali nanti.”
Lu Huan merasa agak kehilangan. Dia juga berencana hendak mendiskusikan hal-hal lain dengan Su Xi, tapi dia tak menyangka kalau Su Xi akan pergi dalam sekejap mata. Tapi pasti memang ada sesuatu yang mendesak, jadi dia tak bisa menghentikan gadis itu.
Dia mengangguk, berusaha sebaik mungkin agar tidak membiarkan kekecewaannya terlihat, dan berkata seraya tersenyum, “Baiklah, sampai jumpa nanti.”
Buru-buru Su Xi mematikan layarnya. Adegan di mana dia tanpa disengaja melihat si pemuda melepas pakaian masih bercokol dalam benaknya.
Dia menggelengkan kepalanya, melompat turun dari sofa, dan dengan panik melakukan gerakan senam radio. Kemudian dia berpikir bahwa dirinya telah membakar lemak dan tidak merasa takut lagi. Dia mengeluarkan dua bungkus keripik kentang dari kabinet TV dan mengunyah dengan suara ‘kriuk kriuk’.
Sementara itu Lu Huan, yang mengira kalau Su Xi memang punya urusan mendesak: “….”
****
Akhir-akhir ini Lu Huan juga mendapati kalau sikap Su Xi agak aneh. Gadis itu menutup batanya dengan terburu-buru karena bilang bahwa telah terjadi sesuatu, tapi kemudian Su Xi terus diam di rumah dan makan keripik kentang seperti orang kurang kerjaan. Tidak kelihatan seperti telah terjadi sesuatu.
Mau tak mau Lu Huan mulai bertanya-tanya apakah dirinya telah melakukan kesalahan, menyebabkan Su Xi tak mau melihat dirinya sesering sebelumnya.
Lu Huan ingin mencari waktu untuk bicara pada Su Xi, tapi urusan militer sungguh mendesak dan tugas untuk menyelamatkan lebih dari seratus orang tua, wanita, dan anak-anak sudah ada di depan mata, jadi dia harus mengesampingkan urusan ini untuk sementara. Ketika situasi perang di sini sudah tak terlalu mendesak, dia akan bertanya pada Su Xi ada masalah apa.
Ngarai Gunung Huaiyan mudah untuk dipertahankan dan sulit untuk diserang. Kalau kau langsung memimpin pasukan untuk mendekat, takutnya para tawanan itu akan langsung dibantai.
Untuk rencana saat ini, mereka hanya bisa memenangkannya dengan akal. Jenderal Zhenyuan memutuskan untuk menyerahkan masalah ini kepada Lu Huan dan memintanya memilih sepuluh orang untuk membentuk kelompok yang terdiri dari sebelas orang. Mereka akan berpura-pura menjadi ‘mata-mata’ dan ‘kebetulan’ ditangkap oleh musuh.
Hanya dengan cara inilah mereka bisa masuk ke dalam perkemahan musuh dan menyelamatkan para tawanan.
Cara ini berbahaya, tapi cuma ini satu-satunya.
Pihak musuh sudah mengetahui wajah Lu Huan. Setelah Lu Huan tertangkap, musuh pasti akan melakukan pembalasan kepadanya. Pembalasan ini tak mungkin sekedar luka di kulit. Karena itu, setelah mereka memasuki perkemahan musuh, mereka harus secepatnya membawa keluar lebih dari seratus orang tawanan itu, kalau tidak keselamatannya takkan bisa diperkirakan.
Perjalanan ini luar biasa berbahaya, dan justru karena ini berbahaya, Lu Huan tak mau Su Xi melihat proses dari luka yang akan dialaminya. Su Xi pasti akan ketakutan.
Lu Huan memikirkannya dan menetapkan waktu untuk bertindak di tengah malam ketika salju turun.
Barak di utara begitu sunyi, selain dari suara tangisan beberapa orang di dalam kota yang kehilangan orang-orang tercintanya. Lu Huan dan beberapa orang bawahan Jenderal Zhenyuan, menyamar dengan mengenakan zirah musuh, melintasi gunung dan pergi ke Ngarai Gunung Huaiyan.
Lu Huan mulai berkata dengan suara rendah: “Bereskan urusannya sesegera mungkin. Setelah tertangkap, berusahalah membakar makanan dan rumput milik batalion, jangan sampai lebih lambat dari saat ini besok.”
Kesepuluh orang lain yang bersamanya mengangguk sungguh-sungguh.
Lu Huan telah memperhitungkan dengan jelas bahwa Su Xi baru saja pergi tidur, dan besok gadis itu akan bersekolah, dan karenanya tidak akan membuka batanya hingga pulang sekolah. Yah, di pihak Lu Huan, menurut aliran waktu yang berjalan dengan kecepatan dua kali lipat, seharusnya berarti persis dua malam satu hari.
Besok pada saat ini, di tengah malam, dia bisa kembali ke tendanya.
Pasukan musuh sudah mundur ke Gunung Huaiyan. Walaupun saat ini merasa kelelahan, tapi ini juga saat untuk bertahan hingga titik penghabisan. Semua prajurit yang datang dan pergi dari Ngarai Gunung Huaiyan diawasi dengan ketat.
Pasukan musuh tentu saja cemas kalau pasukan Negara Yan akan melewati Gunung Huaiyan, jadi mereka mengumpulkan semua tawanan di ngarai, mengubah ngarai itu menjadi dinding besi.
Ketika Lu Huan dan yang lainnya menyamar dan menyelinap masuk, sungguh sulit untuk tidak ketahuan oleh musuh.
Pihak musuh sudah ditemukan, tapi tetaplah tenang, tunggu saja hingga mereka mendekati ngarai, dan kemudian tangkap mereka semua.
Tapi seperti yang sudah diketahui oleh semua orang, justru inilah perangkap dari pasukan Yan.
Semuanya berjalan sesuai dengan rencana. Tim yang terdiri dari sebelas orang itu dengan cepat tertangkap. Hanya sepuluh orang yang tertangkap di ngarai, tapi pihak musuh tak tahu kalau sebenarnya ada sebelas orang yang berangkat. Pada saat ini, perhatian pimpinan pasukan yang menjaga ngarai benar-benar terpusat pada Lu Huan dan sang Zhongliang Jiang, bawahan langsung dari Jenderal Zhenyuan, serta yang lainnya.
Pimpinan musuh mengenali orang-orang ini sebagai para tokoh kesatria pada pertempuran sebelumnya, terutama seorang kapten pasukan berkuda bermarga Lu yang kabarnya adalah pewaris Jenderal Zhenyuan!
Akan tetapi, ketika Lu Huan dan yang lainnya disiksa dengan seratus kali cambukan di ngarai, di sisi lain, persediaan makanan dan pakan kuda yang berada di pedalaman ngarai tiba-tiba terbakar!
Pihak musuh tidak siap menghadapi taktik ini, dan buru-buru memberangkatkan tentara untuk memadamkan api.
Lu Huan dan sembilan orang lainnya mengambil kesempatan ini untuk melonggarkan ikatan mereka dan pergi ke penjara untuk menolong orang.
Semua aksi harus dilakukan dengan cepat.
Setelah orang-orang diselamatkan dan pihak musuh tak bisa lagi mengancam pasukan Yan dengan nyawa para tawanan, para pemanah terbaik menyerbu Gunung Huaiyan dengan panah-panah api. Sepuluh ribu anak panah ditembakkan bersamaan, dan menghadang jalan dengan bongkahan-bongkahan batu besar untuk menyapu bersih orang-orang yang terjebak di dalam Ngarai Gunung Huaiyan dengan sekali serangan!
Ketika Lu Huan dan yang lainnya kabur dari Ngarai Gunung Huaiyan bersama lebih dari seratus orang warga sipil, di luar orang-orang Jenderal Zhenyyan sudah bersiaga.
Sebagian besar dari para tawanan ini adalah kerabat para warga kota. Kerabat-kerabat mereka sudah lama menunggu di luar kota bersama pasukan. Ketika mereka melihat rombongan itu mendekat dari kejauhan, orang-orang itu pun hampir tak bisa mengendalikan kegembiraan mereka. Tangis mereka pecah dan mereka pun berlari untuk menjemput kerabat mereka.
Akan tetapi, pada akhirnya, mereka gagal menyelamatkan semua orang, dan beberapa tawanan yang sudah lemah tidak berhasil menunggu hingga pasukan dari kota yang jauh datang menyelamatkan mereka akibat siksaan musuh selama mereka ditawan.
Pada saat ini, banyak orang yang telah bertahan pada napas terakhir mereka. Setelah kembali ke kota, mereka langsung jatuh tak sadarkan diri ke tanah, sehingga tabib-tabib yang ada di kota harus bergegas datang untuk mengobati mereka.
Orang-orang terselamatkan lainnya yang masih sadar berlutut bersama-sama dan berkowtow untuk mengucapkan terima kasih kepada Pasukan Zhenyuan karena telah berjasa menyelamatkan nyawa mereka.
Ada kobaran api di luar kota dan kekacauan di dalam kota, tapi bagaimanapun juga, setelah lewat hari ini, perang di utara kurang lebih akan berhasil dipadamkan, dan pihak musuh akan mengalami kerugian besar serta untuk sementara waktu takkan berani melakukan apa-apa. Setidaknya selama setengah bulan, pasukan bisa beristirahat dan memulihkan diri.
“Kapten Pasukan Berkuda!” Seorang tabib di perkemahan militer berniat mendekatinya dengan membawa kotak obat untuk memeriksa luka-luka di tubuh Lu Huan, tapi pada saat ini di kota kekurangan tabib, jadi Lu Huan menyuruhnya merawat luka-luka orang lain dulu, apalagi Lu Huan tidak terbiasa dengan tubuhnya disentuh orang lain. Karena itu dia buru-buru mengundurkan diri pada Jenderal Zhenyuan dan kembali ke tendanya, ingin mengurus lukanya sebelum Su Xi datang.
Tak ada luka serius pada tubuh Lu Huan, tapi setelah berpura-pura ditangkap, ada beberapa bekas cambukan lagi pada punggung dan lehernya. Luka-luka bekas cambukan ini masih bisa ditahannya, tapi setelah dia jatuh ke tangan musuh yang berada di Gunung Huaiyan, demi memaksanya buka mulut dan mendapatkan peta topografis Utara, pasukan musuh telah menaburkan garam di lukanya.
Alhasil, luka-lukanya kini mengalirkan darah.
Sebelum melepaskan jubahnya, kau hanya bisa melihat kalau mantel putihnya bernoda darah, dan kini setelah dilepaskan, maka bisa terlihat luka-luka pada kulit dan dagingnya.
Lu Huan menyuruh orang mengambilkan air, dan setelah membersihkan lukanya dengan cekatan, dia menaburkan obat Jinchuang. Walaupun tubuhnya sampai terasa kebas akibat rasa sakit, samar-samar hati Lu Huan merasa gembira. Setelah berhasil menyelesaikan tugas ini, seharusnya dia sudah menambah lebih dari sepuluh poin, jadi dia akan semakin dan semakin dekat dengan hari ketika dirinya bisa bertemu dengan Su Xi.
Berpikir demikian, dia jadi tak memerhatikan kekuatan di tangannya. Luka di bahunya kembali terbuka, dan Lu Huan pun tak bisa menahan kernyitannya.
Dia ingin mengobati lukanya secepat mungkin, tapi ada begitu banyak luka cambukan di tubuhnya sehingga dia harus sedikit memelankan gerakannya. Ketika jam di dinding rumah Su Xi menunjukkan pukul 5:30, Lu Huan buru-buru mengenakan pakaiannya dan mengencangkan sabuknya, menyingkirkan perban-perban bernoda darah di lantai, lalu menyuruh orang di luar tenda untuk membuangnya.
Dia duduk di depan meja dan mulai menulis laporan militer. Kecuali luka pada lehernya yang sulit untuk disembunyikan, orang sama sekali tak bisa melihat kalau dirinya telah terluka parah.