Legend of Concubine’s Daughter Minglan - Chapter 231
Tingkat popularisasi pendidikan di masa kuno sangatlah rendah, tak seperti di masa modern ketika iklan-iklan untuk guru privat di rumah dipajang di mana-mana. Karenanya, sungguh sulit bagi orang luar untuk mengetahui guru mana yang mengajar dengan baik. Ambil Tuan Zhuang sebagai contoh. Pria itu hidup seperti pertapa. Dia tinggal di sebuah gang kecil di mana bahkan tak ada plat nomor rumah. Sheng Hong telah dengan amat susah payah menemukan Tuan Zhuang dan memutar otak untuk mengundang yang bersangkutan ke Perfektur Deng.
Minglan menimbang-nimbang selama sesaat dan kemudian mengangguk, “Aku bisa minta Kakak Lelaki Pertamaku (Changbai) untuk membantu mencarikan guru. Tetap saja, itu tergantung pada keberuntungan Nian.”
Minglan sudah mengerti niat Momo Chang, namun tidak merasa enggan untuk membantu. Bahkan di masa modern, orangtua akan melakukan apa pun supaya anak-anak mereka bisa mendapatkan pendidikan yang lebih baik.
Momo Chang, jemari gemetar, menggumamkan sesuatu dengan penuh semangat. Minglan tersenyum dan berkata lembut, “Bagaimana kalau aku memberikan sebuah tema untuk Nian? Setelah dia menulis sebuah artikel, aku akan membawakannya pada kakakku untuk diperiksa. Kemudian kita akan melihat apa yang akan kakakku lakukan. Apa itu bisa?”
Momo Chang berkata ragu, “Sekarang? Bisakah kita menyuruh dia menulis artikelnya nanti di rumah kami?”
Untuk pertama kalinya, Chang Nian kecil tampak agak gelisah. Dia pun buru-buru berkata, “Tidak menjadi masalah. Aku bisa menulisnya sekarang juga.”
Minglan tersenyum kepadanya. Kemudian dia berpikir sejenak dan berkata, “Melalui pemahaman atas segala yang ada di dunia, orang bisa memperoleh pengetahuan. Setelah memperoleh pengetahuan, orang bisa menjadi tulus. Setelah menjadi tulus, orang bisa memperoleh integritas. Setelah memperoleh integritas, orang bisa mengembangkan pikirannya. Setelah mengembangkan pikiran, orang bisa mengurus keluarganya dengan baik. Setelah mengurus keluarganya dengan baik, orang bisa memeirntah sebuah negara dengan baik. Pada akhirnya, semua akan menjadi damai. Inilah temamu. Apakah setengah jam sudah cukup?”
Dengan rona merah melintas samar di wajah agak gelap Chang Nian, dia pun membungkuk penuh hormat pada Minglan dan berkata, “Diterima, Nyonya.”
Minglan sekarang sedang dalam suasana hati yang baik. Setelah berada di masa ini di mana kaum wanita selalu didiskriminasi dalam waktu terlalu lama, terkadang bahkan dia juga jadi mulai mempertanyakan intelijensinya sendiri. Dia pun sedikit menaikkan suaranya dan berkata, “Danju, antar Nian ke mejaku. Gilingkan tinta untuknya.”
Danju melangkah maju dengan penuh senyum dan mengantar Chang Nian ke kamar lain.
Tes dadakan ini dimaksudkan bukan hanya untuk memeriksa kaligrafi dan keahlian menulis dasar dari Chang Nian, tetapi juga kualitas psikologinya. Kalau dia bisa menulis sebuah artikel yang mampu membuat Changbai terkesan, maka anak ini benar-benar sebongkah berlian. Bukan merupakan hal buruk untuk menarik murid berbakat ke arah Keluarga Sheng. Mungkin Chang Nian bisa menjadi bantuan besar bagi Keluarga Sheng di lingkungan pejabat.
Bahkan bila artikel Chang Nian tidak terlalu bagus, tetap saja bukan merupakan masalah besar bagi Changbai untuk mencarikan sekolah yang lebih baik daripada sekolah pinggiran.
Pada periode waktu berikutnya, Momo Chang tak bisa duduk tenang lagi dan terus memandang ke luar. Chang-Hu-shi tak berani mengatakan apa-apa karena setiap kali dia membuka mulutnya, Momo Chang akan memelotot galak kepadanya. Sementara itu, Momo Chang hanya menggumamkan frase-frase yang tidak nyambung, yang dengan jelas menunjukkan kalau dirinya sedang gelisah saat ini.
Minglan tidak terburu-buru untuk bicara dengan mereka dan hanya mengucapkan beberapa patah kata dari waktu ke waktu seraya tersenyum. Pada titik ini, Gu Tingye akhirnya pulang.
Gu Tingye berjalan memasuki aula bahkan tanpa mengganti pakaian pejabatnya. Begitu sosok tingginya muncul di depan pintu, Momo Chang langsung berdiri dan berseru dengan suara gembira, “Tuan Ye!”
“Momo, silakan duduk!” Gu Tingye berjalan dengan langkah lebar dan tegap ke dalam aula. Setelah pria itu membantu Momo Chang duduk, Minglan langsung memintanya untuk duduk di kursi yang tadi diduduki Minglan agar Gu Tingye bisa duduk dekat dengan Momo Chang. Kemudian dia pun duduk di sisi lain.
Chang-Hu-shi mengajak putrinya dan Rong untuk memberikan penghormatan kepada Gu Tingye. Setelah mereka berdiri tegak, Chang Yan diam-diam melirik Gu Tingye dengan rona merah di wajahnya. Akan tetapi, Gu Tingye tampak tidak menyukai dirinya dan hanya mengangguk samar pada Chang-Hu-shi. Setelah itu, dia memalingkan kepala untuk bicara dengan Momo Chang.
“Tuan Ye, kamu tampak lebih bersemangat daripada sebelumnya!” Momo Chang menyentuh lengan baju Momo Chang seraya mengamatinya dengan air mata di mata, berkata, “Bagus, itu bagus. Setelah kau menikah, kau harus menganggap dirimu sendiri sebagai orang dewasa. Bersikaplah yang baik!”
Gu Tingye tertawa puas dan berkata, “Tentu saja!”
“Anakku!” Momo Chang memandanginya dan tersenyum pada Minglan, berkata, “Lihat, sekarang dia sudah dapat seorang istri yang manis, dia pasti merasa kalau aku sangat menyebalkan. Baiklah, aku harus pulang sekarang.”
“Itu tidak mungkin. Nian masih tertahan di mejaku. Momo, Momo tak menginginkan cucu Momo lagi?” Minglan menggoda.
Momo Chang berpura-pura marah dan berkata penuh senyum, “Sekarang aku tak bisa apa-apa.”
Chang-Hu-shi dan gadis-gadis lain dalam ruangan itu tertawa bersama-sama. Gu Tingye menatap istrinya dengan ragu. Minglan menjelaskan dengan tenang, “Aku mendapati kalau Nian bagus dalam belajar, jadi aku memintanya menulis sebuah artikel. Nanti aku akan membawa artikel ini kepada kakak Changbai-ku dan bertanya apa dia bisa mencarikan guru yang bagus untuk Nian.”
Mendengar hal itu, Gu Tingye memuji Minglan dengan gembira dan berkata pada Momo Chang, “Itu hebat! Momo, lihatlah betapa hebatnya istriku!”
Minglan langsung jadi malu dan merona. Momo Chang menuding Gu Tingye dan mencemoohnya, “Terus saja menyombongkan dia! Semua orang tahu kalau kau dapat istri yang luar biasa!”
Aula itu pun penuh dengan tawa gembira dan suara-suara ceria. Momo Chang melihat menantunya yang menyebalkan ingin mengatakan sesuatu lagi, kemudian dia pun langsung berkata pada Minglan, “Ini adalah kali pertama mereka kemari, kenapa tak menyuruh seseorang untuk membawa mereka berkeliling melihat-lihat kebun? Kemudian kita bisa mengobrol.”
Minglan melirik pada Gu Tingye dan kemudian mengangguk, berkata, “Boleh juga. Istri Wang Gui adalah orang yang pintar bicara. Aku bisa menyuruh dia menemani Kakak Ipar Chang dan Yan untuk berkeliling melihat kebun. Rong, kau bisa pergi bersama mereka kalau kau mau.”
Chang-Hu-shi benar-benar ingin mengobrol dengan mereka sedikit lebih lama lagi. Akan tetapi, setelah melihat sorot galak di mata ibu mertuanya, dia pun jadi tak punya pilihan selain membawa putrinya dan Rong keluar dari aula.
Setelah mereka pergi, Momo Chang akhirnya bisa menanyakan tentang kesehatan Gu Tingye dengan tenang serta memberi banyak instruksi kepada Minglan, “Aih, Nyonya, Tuan Ye akan mengandalkanmu di masa mendatang. Dia tak pernah mengurus dirinya sendiri dengan baik saat dia jadi emosional. Ada beberapa bekas luka di bahunya. Nyonya, kamu harus memperhatikan hal itu. Jangan lupa untuk memberinya obat dan mengoleskan salep pada bekas lukanya. Dia masih butuh waktu untuk memulihkan diri.”
Gu Tingye menyeringai dan berseloroh, “Momo, Momo begini lagi. Aku dapat luka-luka ini sudah sejak lama. Yang Mulia Kaisar telah meminta Tabib Istana untuk memeriksa tubuhku. Sekarang lukanya sudah hampir sembuh. Ini bukan masalah besar.”
“Omong kosong.” Momo Chang memelototinya dan berkata, “Pada musim dingin tahun lalu, luka-lukamu jadi sangat menyakitkan gara-gara hawa dingin sehingga kau jadi berkeringat sepanjang waktu. Barulah setelah aku mengoleskan jahe segar dan minyak obat pada lukamu setiap hari selama setengah bulan kau bisa membaik. Jangan lupakan rasa sakitnya setelah kau pulih!”
Minglan menimbang-nimbang dengan kepala tertunduk. Memang benar ada beberapa bekas luka pada bahu dan punggung Gu Tingye. Salah satu dari luka itu memanjang dari bahu kiri hingga punggungnya, tampak amat menakutkan. Dia teringat pada kata-kata Momo Chang dan memutuskan untuk membeli Pasta Tulang Harimau dan minyak obat nanti.
Minglan berharap dia bisa menuliskan semua yang Momo Chang katakan. Melihat dirinya yang seperti ini, Gu Tingye merasa geli dan tersentuh. Kemudian dia pun berkata, “Ingat saat terakhir kau bilang kau ingin memeriksa perkebunan?”
“Ya.” Membaca buku catatan keuangan setiap hari tidaklah praktis. Masih ada beberapa perkebunan di bawah nama Minglan. Meski pendapatan dan pengeluaran tercatat dengan jelas di atas kertas, dia masih merasa tidak aman karena dia tak pernah melihat perkebunan-perkebunan itu.
“Aku akan pergi bersamamu. Ayo kita kunjungi semua perkebunan itu.” Gu Tingye mengatakannya dengan santai dalam nada ceria, “Momo, apa Momo mau pergi bersama kami?”
Akan tetapi, Momo Chang langsung menolaknya, “Kalian kaum bangsawan selalu menyukai lahan pertanian dan perkebunan. Aku baru saja pindah ke Ibu Kota dari daerah pinggiran, gunung dan hutan telah membuatku sangat bosan.”
Minglan terkejut dan gembira, “Jadi kamu dapat liburan?” Sistem liburan di masa kuno begitu buruk.
“Tidak, aku tak punya,” Gu Tingye berkata seraya tersenyum, “Yang Mulia menyatakan bahwa Beliau akan memeriksa pelatihan militer di kamp di daerah perbatasan barat. Selama beberapa hari ini aku harus pergi ke sana untuk mempersiapkan sesuatu. Karena kampnya dekat dengan perkebunan-perkebunan itu, kita bisa beristirahat di perkebunan pada malam hatinya. Aku ingat kalau kau ingin membawa buku-buku catatan keuangan ke sana untuk memeriksa lahan pertanian dan menanyai para petani? Pelan-pelan saja. Setelah Yang Mulia selesai dengan inspeksinya, aku akan dapat libur dua hati. Kemudian kita bisa mandi di sumber air panas di Gunung Barat.”
Begitu mendengar hal ini, Momo Chang membuka mulutnya dan mengesah seraya tersenyum, “Tuan Ye, kamu akhirnya tahu tentang memperhatikan istrimu! Itu bagus sekali. Kalian harus pergi keluar untuk bersantai. Beban kerja pasti telah membuat kalian lelah.”
Mendengar rencana menyeluruh Gu Tingye, Minglan tahu kalau pria itu pasti telah memikirkan hal ini lagi dan lagi. Merasa tersentuh, dia pun memasang raut gembira dan menatap penuh senyum pada Gu Tingye dengan ekspresi lembut di matanya.
Momo Chang merasa cukup lega saat melihat pasangan itu sangat mesra antara satu sama lain.