Life After Marriage - Chapter 6
Rencana menggoda suami tak kunjung berhasil, Xia Ying harus bekerja lebih keras.
Proses dalam menggoda Han Lei sangat tragis, namun masih membuahkan beberapa hasil, yaitu pada dasarnya Han Lei masih bisa menerima sedikit sentuhan skala kecil dariku seperti bergandengan tangan dan rangkulan pada bahu.
Saat aku diam-diam bersembunyi dari Han Lei dan kembali ke Kediaman Han untuk menyampaikan ‘berita baik’ pada ibu mertua, dia tertawa dengan sangat gembira dan senang.
Ibu mertua memegang tanganku dengan antusias, matanya bersinar dan mengeluarkan senyum sinis sambil berkata, “Menantu yang baik, berusahalah sedikit lagi. Tunggu sampai Ibu dapatkan obat itu yang membuat anak sialan itu dengan sukarela membuka pakaiannya, hehehehe…”
Aku melihat wajah ibu mertua yang seakan tenggelam dalam khayalannya sendiri, tidak bisa menahan diri untuk melengkungkan bibirku.
Obat yang akan membuatnya membuka pakaiannya dengan sukarela… mungkinkah itu afrodisiak yang legendaris?
Lihat, orang seperti apa ibu mertua kita?
“Pada saat itu, tunggu sampai dia minum obat itu, dia tidak akan bisa menahan diri untuk mengeluh bahwa tubuhnya kepanasan. Lalu, kamu sarankan dia untuk membuka pakaiannya. Cara membukanya juga perlu keterampilan, seperti XXXX, lalu XXXX, setelah itu XXXX, dan akhirnya XXOO! Hahahaha! Misi berhasil diselesaikan! Akhir yang sempurna!”
Ibu mertua dengan penuh kasih sayang memberikan ‘pengetahuan’ kepadaku. Aku tidak berani dengan gegabah membuat catatan di buku catatanku.
Aku harus mengakui, ternyata ibu mertua begitu kaya akan pengalaman.
Ayah mertua, tampaknya Anda sangat puas secara seksual!
Sudah malam ketika aku kembali ke rumah. Menemukan bahwa tidak ada seseorang pun di ruang tamu, tidak ada orang di dapur, tidak ada orang di ruang kerja, bahkan kamar Han Lei juga tertutup. Aku adalah satu-satunya orang di rumah dan aku masuk ke kamarku untuk berganti dengan piyama.
Aku punya kebiasaan, hal yang pertama kali aku lakukan saat pulang ke rumah adalah berganti dengan piyama.
Saat aku melepaskan seluruh pakaian kecuali pakaian dalamku, tiba-tiba aku mendengar suara Han Lei di pintu kamarku, aku berbalik dan melihat…
Sebuah gambar hidup dari pria setengah telanjang yang indah dengan air menetes turun dari tubuhnya di hadapanku, pemandangan itu secara intens menyerang penglihatan dan indera-ku.
Hai Lei berdiri di pintu dengan hanya mengenakan celana pendek rumahan, dadanya telanjang dan rambut hitamnya itu masih meneteskan air, terutama dari poni di dahinya. Air itu menetes dari jambangnya, mengalir turun ke pipinya dan terus turun melalui leher sampai ke dadanya…
Oh! Sungguh sangat menarik!
Aku diam-diam menelan air liurku, berbaik hati untuk berbalik dan menghadapnya hanya dengan memakai pakaian dalam.
Aku melihat tatapan Han Lei yang lekat di wajahku dan berkata tanpa terburu-buru, “Aku hanya ingin bertanya, hari ini kamu yang masak atau aku?”
Omong-omong, kamu berdua mengadopsi sistem untuk memasak secara bergantian…
“Aku, nanti setelah aku berganti dengan piyamaku.” Aku berpura-pura menjawab dengan tenang, namun mataku secara tidak terkendali terus melirik ke dadanya. Berpikir tentang hari itu, aku juga sudah menyentuhnya.
Setelah Han Lei berlalu, aku sembarangan memakai kaus panjang berkerah lebar yang panjangnya hanya dapat menutupi setengah dari paha. Aku merenung sesaat sebelum akhirnya memutuskan untuk memakai celana pendek, karena malam ini tidak akan ada serangan darinya dan dia tidak mengabaikan pesonaku.
Aku menyeberangi ruang tamu dan masuk ke dalam dapur, menemukan Han Lei sedang duduk di sofa untuk menonton TV. Dia sudah memakai kausnya, jadi aku mengeluarkan bahan makanan malam ini dari dalam lemari es.
Aku sangat menyukai dapur Han Lei, luas, bersih dan terutama meja dapurnya. Tidak peduli dilihat seperti apapun, terlihat sangat cantik.
Meja dapurnya sangat panjang, bersih dan tertata rapi. Walau aku sedang memotong sayuran di sana, tetapi masih banyak ruang yang tersisa.
Aku berpikir, bagaimana rasanya duduk di atasnya?
Aku tidak bisa menahan diri untuk berfantasi beberapa saat sambil memotong sayuran, mataku tidak dapat membantu untuk melirik ke samping.
Pada saat ini, aku tiba-tiba merasakan benda tajam yang menimbulkan pendarahan, aku segera melihat kembali dan ternyata pisau dapur tanpa sengaja mengiris jari telunjukku. Lukanya tampak tidak dalam, tetapi darahnya terus mengalir keluar.
Melihat adegan ini, secara refleks aku berteriak karena terkejut. Tiba-tiba aku mendengarkan sederetan langkah cemas dari belakang. Saat aku masih kebingungan, sebuah kekuatan membalikkan tubuhku dan jariku yang berdarah telah tersedot oleh mulut yang hangat.
Aku menatap mata Han Lei, menemukan bahwa tatapan menyalahkan tampak di sana.
Han Lei menggenggam tanganku dan memasukkannya ke dalam mulutnya untuk menghentikan pendarahan. Dia mengerutkan alisnya sedikit, ada sedikit noda darah di kacamatanya yang tak berbingkai. Sepertinya saat dia membalikkan tubuhku, ada beberapa tetes darah dari jariku yang terpercik ke kacamatanya.
Beberapa menit kemudian, dia mengeluarkan jariku dari mulutnya dan melihatnya, hmm, pendarahannya sudah berhenti. Dia masih belum merasa yakin, sehingga dia mencari sebuah plester dan membantuku memasangnya. Sampai dia tidak dapat melihat luka itu lagi, barulah dia mengungkapkan sebuah senyum.
Senyum itu membuat jantungku berdetak lebih cepat, bahkan jariku yang terluka saja terasa panas dan tidak normal.
Aku melihat noda darah pada kacamatanya, mengusulkan untuk membantunya membersihkan, Jadi, aku mengambil inisiatif untuk melepas kacamatanya dan pergi ke wastafel untuk mencucinya.
Aku membuka keran air dan berhati-hati untuk menghindari jariku yang terluka.
Saat aku sedang membersihkan, tiba-tiba aku merasakan tekanan dari belakang. Di kedua sisi pinggangku ada kedua tangannya. Dengan kata lain, Han Lei sedang membuatku tersudut antara dirinya dan wastafel pada saat ini.
Han Lei berdiri sangat dekat denganku, aku seperti dapat merasakan napasnya yang hangat dan terengah-engah di atas kepalaku.
Setelah membersihkan kacamatanya, aku menutup keran dan berbalik.
Han Lei yang tanpa kacamata membuat tubuhnya memancarkan aura jahat, terlihat sedikit nakal nan seksi, matanya begitu dalam dan mengandung keinginan yang sudah sangat kukenal dengan akrab.
Perubahannya membuatku tidak siap, jadi selama otakku dalam keadaan kosong, aku menyerahkan kembali kacamata itu padanya. Dia mengambil kacamata dan melihatnya, akhirnya memutuskan untuk meletakkannya di samping wastafel.
Han Lei menatapku lekat, perlahan mengulurkan tangannya untuk membelai pipiku. Tangannya dengan penuh kasih sayang membela pipiku dan semakin ke bawah, melewati leherku dan menuju ke dada.
Aku tidak bisa membantu untuk menjilat bibirku, dadaku yang dibelai olehnya terasa berdetak keras tanpa henti.
Melihat senyumnya, aku menguatkan hatiku, menarik kepalanya untuk menunduk dan mencium bibirnya. Melihat matanya yang terkejut, aku tersenyum puas.
Aku membuka bibir dan giginya, menyelipkan lidahku ke dalamnya, menemukan miliknya dan bermain dengan itu. Satu tanganku mencengkeram pakaiannya dan yang satu lagi menjelajah di dalam kausnya. Saat aku menyentuh dadanya, tubuhnya sangat panas, sama denganku.
Pada awalnya, dia masih pasif dengan ciumanku. Sampai aku membelai kulitnya, dia mengerang dengan seksi, lalu mendapatkan kembali dominasinya. Dia memaksakan lidahnya ke dalam mulutku dan mengambil keuntungan untuk menekan tubuhku ke belakang, memberikan ciuman panas yang bergairah dan berkepanjangan.
Dia melingkari pinggangku dengan satu tangan dan membiarkan tubuhku menempel padanya, satu tangannya lagi membelai dadaku yang lembut dan hanya dipisahkan oleh kausku.
Sangat cepat, Han Lei tampak tidak lagi puas dengan sebuah ciuman, bibirnya perlahan meninggalkanku dan mencium leherku. Dia tampak menggigit dan menghisap di sana, dan kemanapun bibirnya pergi membuatku merasa lemas dan mati rasa.
Aku menggigit bibirku dan mengerang dengan menyenangkan.
Hanya ketika aku berada dalam keadaan pikiran yang berantakan, aku merasa bahwa tubuhku tiba-tiba diangkat dan aku tanpa sadar memeluk Han Lei erat.
Han Lei mengangkat kakiku dan meletakkan mereka di samping pinggangnya, membiarkanku menjepit pinggangnya. Kemudian dia pindah beberapa langkah ke samping dan membawaku ke meja dapur yang terang dan memantulkan cahaya.
Duduk di atas permukaan itu dengan kaki terbuka, Han Lei berdiri di antara kedua kakiku dan berdiri di depanku. Ketinggian kami cukup kontras untuk saat ini, dadaku kebetulan berada di depan kepalanya.
Han Lei menguburkan kepalanya di dadaku, menciumnya melalui bajuku. Satu tangannya di atas meja dapur dan yang lainnya mengangkat ujung kausku, menyelipkan tangannya ke dalamnya untuk membelai punggungku dan terus meraba-raba sampai menemukan kait bra-ku. Dia ‘berkomunikasi’ dengan cepat dengan kait bra dan berhasil melepaskannya dengan cepat.
Tangannya meluncur dari punggungku ke dadaku, melepaskan bra-ku dan langsung membelai dadaku dengan lembut. Dia menggunakan jari-jarinya untuk bermain dengan ‘buah ceri’ di dadaku, terkadang sedikit mencubit dan terkadang menggeseknya.
Aku mengerang dengan hebat, dia mendorong kepalaku dengan tangannya yang ada di meja dapur untuk bertemu dengan wajahnya, kedua bibir itu kembali berciuman dan diikuti dengan eranganku.
Aku tidak ingin hanya dipermainkan olehnya, jadi tanganku berjuang untuk melepaskan kausnya sampai bagian atas tubuhnya terungkap. Aku berjuang untuk meninggalkan bibirnya, mengerutkan kening saat melepaskan pakaiannya. Dia tersenyum dan membantuku sampai aku berhasil melepaskannya dari pakaiannya. Aku melemparkan pakaiannya ke belakang dan tanganku kembali ke dadanya, meniru metodenya saat menggoda ‘ceri kecil’ di dadanya.
Dia tidak membiarkannya begitu saja, dia mengangkat kausku sepanjang dada dan dengan bibirnya yang terbakar itu dia mencium, menghisap, menggoda, dan bermain dengannya.
Aku dibuat pusing dengan kenikmatan yang aneh namun tak asing ini, seluruh tubuhku seakan kehilangan kekuatan. Aku hanya bisa bertumpu pada bahunya untuk menyangga tubuhku sendiri.
Ciumannya dan napasnya yang panas beralih dari dadaku ke pinggang, kemudian dengan nakal berhenti di pusar.
Tubuhku tiba-tiba berubah menjadi lebih panas, kehangatan di bawah perutku, kemudian seakan ada sebuah gelombang panas yang menyembur keluar.
Aku menepuk bahunya secara ringan, membuatnya mengangkat kepalanya dan menatap mataku yang penuh dengan hasrat dan keinginan.
Dia menatapku dengan wajah yang seksi dan tampan, menyunggingkan senyum menggoda. Aku menatapnya dengan wajah merah merona, kedua tangannya perlahan masuk ke dalam celana pendekku.
Tepat pada saat ini, terutama di momen kritis ini, telepon di ruang tamu tiba-tiba berdering.
Suara tajam dari telepon itu membuat tubuh kami berdua kaku. Han Lei sekali lagi memegang kedua sisi tubuhku dengan tangannya, mengubur kepalanya di antara leher dan rambutku.
Aku hanya mendengar geramannya yang bagai umpatan, kemudian seluruh tubuhnya meninggalkanku, pergi ke arah wastafel dan memakai kembali kacamatanya. Dia kemudian berjalan dengan cepat ke ruang tamu untuk menjawab telepon.
Aku sedikit membuka bibirku, wajahku penuh dengan rasa tidak percaya dan tidak terima atas kejadian tidak terduga ini. Bagaimana bisa begini, jelas-jelas tadi sudah hampir berhasil.
Aku masih mempertahankan penampilanku yang kusut dan tenggelam dalam pikiranku, sampai sekali lagi Han Lei berada di depanku.
Gairah yang beberapa saat lalu telah hilang setelah dia mengenakan kacamatanya, rasionalitas segera muncul di matanya dan dengan wajah tampan yang merona merah, dia membantuku mengikatkan bra, menurunkan pakaianku, menurunkanku dari atas meja dapur.
Melihat keadaanku yang linglung, dia terbatuk lembut di atas kepalaku dengan suara yang jernih, “Eh, itu, temanku tiba-tiba mengajakku keluar. Kamu, eh, maksudku, aku tidak akan makan di rumah. Aku akan pergi sebentar lagi, itu, hmm, kamu urus makan malammu sendiri.”
Aku menundukkan kepalaku dan mengangguk, tidak menatapnya.
Melihatku mengangguk, Han Lei terlihat lega, lalu dia dengan santai berbalik dan pergi.
Melihat punggungnya yang tenang dan memikirkan tentang rasionalitasnya beberapa saat lalu, aku tidak bisa menahan diri untuk memeluk diriku sendiri. Sentuhannya yang sempat begitu bergairah di tubuhku, namun dia yang sekarang seakan membuatku merasa bahwa semangat dan sentuhan tadi hanya kesalahpahamanku sendiri saja.
Bagaimana ini bisa terjadi…
Siapa yang bisa katakan padaku apa alasannya! Ah! Ah! Ah! Ah! Ah…