Like Wind on A Dry Branch - Chapter 222
Semburan sihir dan energi suci yang luar biasa besar meledak ketika sabit Morbidus akhirnya memecahkan Mahkota Lamenta.
Kepingan-kepingan benda suci itu tebang ke segala penjuru.
“Baginda!” seseorang berteriak.
Para pendeta berlari maju. Beberapa menutupi Kaisar yang tak sadarkan diri untuk melindungi Beliau dari energi itu. Yang lainnya mengerahkan energi suci untuk menahan badainya.
Sang Kaisar berdarah ketika energi sihir nan hebat berpusar di dalam dirinya.
“Baginda?”
Benda suci itu, yang telah melahap belasan manusia hidup-hidup, kini telah menusuk sang Kaisar. Tak ada seorang pun yang tahu apa yang terjadi berikutnya, terutama menilik pada tubuh Kaisar yang sudah lemah.
Seluruh istana bergemuruh. Penglihatan orang-orang terdistorsi dan mengambang.
Dunia tampak seakan mengerut dan melebar pada interval tetap, berdenyar seperti denyut nadi. Energi iblis mimpi berpusar di dalam tubuh Kaisar yang tak sadarkan diri.
Besania, iblis mimpi yang bercokol di dalam tubuh Kaisar selama sembilan belas tahun, terbangun dengan marah pada gangguan ini. Suatu pekikan misterius bergema di angkasa. Udara berguncang, kembali mendistorsikan ruan dan waktu.
****
Santa Tania membeku di tengah jalan menuju istana kekaisaran. Di sampingnya, Mordes mendongakkan kepala, merasakan adanya iblis mimpi yang luar biasa kuat. Dia memejamkan matanya. “Itu adalah…?”
Tania juga mengenalinya. Iblis mimpi yang sama dengan yang telah bertempur dengan sang Kaisar selama sembilan belas tahun. Kini iblis mimpi itu sedang menyatakan wilayah kekuasaannya.
Sesosok iblis yang menempatkan akarnya di dalam tubuh manusia memiliki kekuatan mutlak atas inangnya. Energi suci tak bekerja seperti itu, karena tubuh manusia kebal pada rasukannya.
“Tetapi para iblis bisa bertanding antara satu sama lain ketika menancapkan akar pada tubuh yang sama,” Mordes berkata.
Tania merasakan apa yang hendak dilakukan oleh si iblis. Dia membuka mulutnya, persis ketika Mordes meluaskan sub ruangnya dan memasuki tubuh sang Kaisar.
****
Rietta tersentak bangkit, terengah seakan dirinya tadi tenggelam. Sekitarnya gelap, dan dirinya ada di bawah air. Cahaya rembulan terpantul pada dinding-dinding di sekelilingnya.
Dia mengaktifkan energi sucinya sebagai sumber cahaya dan melihat sekeliling. Istana yang banjir kehilangan atap. Air tertumpah lewat dinding-dindingnya yang runtuh, dan lebih banyak lagi hujan yang jatuh dari langit.
Rietta menatap ke depan untuk mendapati Morbidus ada di sebelahnya. Napasnya tercekat. Setelah bertemu dengan Beatrice, dia tahu apa arti dari bentuk setengah-setengah ini. Morbidus telah meninggalkan secercah dari tubuh spiritualnya, untuk melindungi dirinya.
“Morbidus.”
Gambaran samar Morbidus tersenyum kepadanya. Barulah kemudian Rietta menyadari adanya kupu-kupu pada tanah di samping iblis itu, mengepak-ngepak.
Bibirnya bergetar. Kupu-kupu itu berpendar biru pudar tanpa henti. Dia melihat jejak-jejak api di sekelilingnya, di bagian selain dalam lingkaran di sekitar tubuhnya. Morbidus telah melindunginya.
Kini karena Rietta sudah terbangun, tugas Morbidus telah usai. Rietta melihat ketika roh Morbidus memejamkan matanya, berubah menjadi kupu-kupu, dan menghilang.
Mata Rietta melebar. “Terima kasih.”
Dia menggenggam tongkatnya, gemetaran. Tidak. Dia mendorong dirinya melawan arus air yang kian naik di sekitarnya. Bagaimana caraku keluar? Dia tak bisa menemukan jalan keluar.
Kemudian Rietta menyadari kalau dirinya sama sekali tidak berada di istana. Dia berada di dalam dinding pelindung iblis wabah – bukan di dalam ruang fisik, melainkan ruang yang terisolasi dari realitas.
Dia memusatkan energi sucinya dan melontarkan kilatan cahaya putih ke depan. Percikan api beterbangan. Sebuah pintu muncul di hadapannya. Bukan pintu sungguhan, melainkan sebuah saluran imajiner supaya dia bisa keluar.
Rietta tak berpikir dua kali. Dia mengulurkan tangan dan memutar kenop pintunya.
Petir menyambar, menerangi area. Halilintar mengikuti. Hujan badai nan deras datang.
Waktu berjalan mundur ketika Rietta berjalan.
Racionel mengulurkan tangan kepadanya ketika pria itu berjemur dalam ingatan-ingatan masa kecil mereka. Dia memikirkan seluruh waktu ketika dia mengambil risiko untuk melindungi Rietta dan melewatkan waktu bersamanya.
Dia telah mencintai dan menjaga Rietta. Mereka berbagi banyak kenangan – senang dan sedih – di biara dan asrama. Mereka telah belajar bersama-sama selama bertahun-tahun, dan dia bangga ketika Rietta menjadi seorang wanita yang luar biasa.
“Aku tak pernah menginginkan kekuatan hingga aku ingin …mu,” pria itu berkata.
Rietta tak bisa mendengar keseluruhan kalimatnya. Dia mengernyit, penasaran. Melindungimu? Membantumu? Atau memilikimu dan mendapatkanmu?
“Aku menjauh darimu karena terasa menyakitkan bagiku untuk melihatmu setelah… pergi. Aku tak tahu apa yang akan kau alami. Andai saja aku tahu apa yang akan terjadi, aku takkan pernah meninggalkanmu sendirian, tak peduli sebesar apa pun aku terluka. Aku akan ada untukmu, seperti yang telah … dan aku janjikan.”
Seperti yang telah kau dan siapa janjikan? Rietta tak bisa mendengarnya.
“Kau takkan perlu melalui hal-hal mengerikan itu.” Akulah yang semestinya menyelamatkanmu, bukan Killian.
Semua orang tahu betapa mengerikannya Killian Axias itu. Sumbu pendek, arogan, dan tak punya sopan santun. Tak ada manusia lain yang bisa lebih buruk darinya untuk pantas mendapat kesucian.
Yang lebih parah lagi, Killian adalah seorang mata keranjang dan pembunuh. Dia telah membunuh anggota keluarganya. Dia telah melemparkan kepala saudara-saudaranya ke kaki sang Permaisuri. Itulah sebabnya kenapa Permaisuri menjadi dirinya yang sekarang.
Bahkan Rietta juga tak tahan dengan pria seperti dia. Setidaknya aku menyetujui Jade. Aku menyukai Jade, jadi aku mundur. Aku tidak menyerah atas Rietta untuk membiarkan seseorang seperti ayahku mengambil keuntungan darinya. Aku tidak melepaskan Rietta supaya Killian bisa memanfaatkannya.
Sekarang aku punya kekuatan. Kali ini, aku akan memenangkan dia kembali.
“Tuan Ferdian, kau mau bermain bersama kami?” Rietta tersenyum. Dia telah menurunkan kewaspadaannya.
Racionel mendekati Rietta, bersuka cita. “Rietta, aku akan menyelamatkanmu. Ikutlah ke Caligo bersamaku.” Hatinya berdesir. Rietta tampak lebih cantik daripada sebelum-sebelumnya.
Di ruang yang lain, Ferdian menarik Rietta ke samping. “Kami berbagi kesadaranku. Keinginan-keinginanku dan dia berselaras. Aku akan mulai menginginkan apa yang dia inginkan, dan dia akan menginginkan apa yang kuinginkan.”
****
Ketika jiwa Racionel bertemu dengan Rietta kecil di dalam mimpi Rietta, tubuhnya berada di dalam ruang gelap bersama dengan belati itu. Dia melepaskan kekuatan iblis air dan mencengkeram belati yang telah menyegel iblis api di dalamnya itu.
Ini adalah hal terakhir yang dia perlukan. Setelah ini, dia akan memiliki semua energi iblis. Akan ada efek samping, tetapi ujian ini juga pada akhirnya akan berlalu.
Si iblis api memekik, melawan segelnya. Iblis itu mengayunkan cakarnya pada Racionel, namun yang bersangkutan menangkisnya dengan iblis air. Kemudian dia berputar untuk mencengkeram pergelangan kaki si iblis.
Si iblis api kembali memekik.
Akhirnya. Racionel membuka matanya dan melepaskan energi iblis air pada kekuatan penuhnya. Pada saat bersamaan, sihir yang Morbidus tinggalkan bersama Ferdian pun mulai bergerak.
****
“Rietta tidak tertarik menikahi seorang bangsawan hanya demi kehidupan yang nyaman. Aku yakin kau tahu itu,” Jade berkata. Pada saat-saat terakhirnya, Jade menggenggam tangan Ferdian, gemetar. “Ini bukan… salahmu. Ini adalah kecelakaan. Tolong jangan katakan pada Rietta. Jangan pernah katakan kepadanya.”
Kau tahu kalau kaulah satu-satunya sisa orang yang bisa Rietta andalkan. Kau tahu. Tapi bagaimana kau bisa menatap ke dalam matanya dan tidak mengakui kesalahanmu?
“Tolong, jagalah Rietta untukku,” Jade memohon.
Racionel tersenyum. Ternyata, Jade telah mengetahui sesuatu yang bahkan belum kusadari – aku memiliki dua kepribadian. Tapi Jade, apa kau benar-benar percaya kalau ini bukan salahku? Bahkan aku juga tak tahu apakah pelakunya adalah aku atau si iblis yang sedang mengamuk. Bagaimana bisa kau seyakin itu?
Bagaimanapun juga, dia akan menepati janjinya. “Jangan cemaskan soal Rietta.”
****
Racionel merintih, ttak mampu mengendalikan si iblis air. Si iblis api berbenturan dengan Abiditas, dan hujan badai yang ganas pun mulai turun. Si iblis api pasti takkan sanggup melawan iblis air, tetapi si iblis api ternyata bertahan, menyudutkan Racionel.
Racionel memegangi dadanya dan memekik tanpa suara. Energi biru bertonjolaan dari urat-uratnya. Murka, Racionel menggertakkan giginya. “Ferdian! Beraninya kau?”
****
“Tuan Ferdian, Anda mau bermain dengan kami?” Rietta tersenyum dan mengulurkan tangan kepadanya.
Ferdian tak bergerak. Dia hanya tersenyum pada Rietta.
“Tuan Ferdian?” Rietta bertanya. Hembusan angin mengangkat rambut gadis itu.
“A-aku harus pergi dan menemui seseorang….”
Rietta memberinya tatapan bingung.
“Dia telah menunggumu lama sekali.” Ferdian menunjuk. Di kejauhan, seorang wanita berambut hita menatap Rietta.
****
“Ferdian! Hentikan. Kita berdua akan mati kalau terus begini!”
Kekuatan Morbidus telah dikunci oleh iblis air hingga saat ini. Namun perlahan, dia mulai mengambil kendali atas tubuhnya.
Racionel mengurung iblis tingkat tinggi, namun iblis itu tidak mematuhi dirinya. Iblis itu justru tunduk kepada Morbidus, iblis wabah yang lebih kuat. Ferdian juga, kini telah mengakar dalam di benak Racionel, mulai melawan. Dia mengarahkan kekuatannya pada tubuhnya sendiri, melukai dirinya sendiri.
“Apa yang kau lakukan?” jerit Racionel.
Si iblis api juga melawannya. Iblis wabah membuatnya tak bisa bergerak dengan rasa sakit. Iblis air melawan arusnya sendiri, menggenangi tubuh Racionel dan memaksa es mengaliri nadinya.
Si iblis api meraung pada Racionel ketika dia merintih.
****
Di Benua Barat, tempatku tumbuh besar, kami meyakini kalau setiap anak membutuhkan ibu…. Yang Mulia, aku tahu kalau aku takkan pernah bisa menggantikan ibumu, tak peduli sekeras apa pun aku berusaha.
Killian telah memutuskan untuk tidak lagi mengabaikan sang Permaisuri. Dia harus melindungi orang-orang yang dia cintai. Dia tidak akan goyah sekarang – namun dia tak bisa menghindari duka ini.
Tunjukkan tanganmu padaku, Yang Mulia. Aku tahu kau terluka.
Killian menyesuaikan genggamannya pada pedang. Hujan menyirami sang Permaisuri. Waktu dan ruang bercampur baur, dan dia melihat sang Permaisuri dari masa lalu berlutut di samping dirinya pada masa kanak-kanak.
Aku belum menjadi ibu yang terbaik. Kuharap kau mengerti.
Dia tidak minta maaf, tetapi ini bukan karena dia tak merasa tidak enak. Dia tidak minta maaf karena… semua sudah terlambat. Dia tidak pantas menerima pemberian maaf.
Sang Permaisuri tersenyum. “Yang Mulia.” Permaisuri kembali mengayunkan pedangnya.
Killian menggertakkan giginya dan menangkis Permaisuri. Persis pada saat itulah, sub ruang yang kusut membelokkan dunia di antara mereka.
Aversati mengerjap. Dia mendapati dirinya sendiri menatap orang lain, menghadang jalannya menuju Killian. Siapa… kau? Apa ini adalah masa lalu, masa kini, atau masa depan?
“Kumohon, hentikan!” Halstead berseru. “Ibunda sudah melihat apa yang telah putra Ibunda lakukan kepada Permaisuri dan kakakku.”
“Oh, Halstead. Putra bungsuku. Benar, kau sudah dewasa.” Permaisuri memiringkan kepalanya ke belakang. Putranya sudah tumbuh jauh lebih tinggi. “Kapan kau jadi setinggi ini? Waktu berlalu seperti terbang….”
Permaisuri memejamkan matanya. Hembusan angin menggelitik pipinya. Kukira kau akan tetap berada dalam dekapanku selamanya. Seperti yang lainnya – William, Salerion, Hildelaine. Kukira aku akan melakukan semuanya untukmu. Tapi… sekarang kau sudah tumbuh dewasa sepenuhnya.
Genggamannya pada gagang scimitar yang membara sedikit melonggar.
Tak ada api yang bisa membara selamanya. Kekuatan paling ganas melahap paling cepat.
Sihir iblis mimpi, wabah, air dan api, serta juga kekuatan manusia dan dewa, bercampur baur di dalam ruang ini. Namun iblis api yang memudar lebih dahulu.
Benak Permaisuri kalah takhluk sepenuhnya pada iblis api. Dia memejamkan matanya dan menghembus dalam-dalam, membiarkan deru api terakhir terlolos dari bibirnya.
Waktunya sudah hampir berakhir. Demikianlah cara kontrak iblis api bekerja. Dia mengetahui hal itu ketika memilih ini. Menariknya, dia mendapati bahwa dirinya tak lagi memiliki perasaan benci.
Aversati mengerjap perlahan. Selama ini dirinya telah berjalan menyusuri terowongan gelap nan panjang, bergantung pada seberkas api kecil di tangannya, laksana pelita. Tapi kini, ujungnya sudah ada di depan mata.