Like Wind on A Dry Branch - Special 1
Giselle tak sepenuhnya yakin apakah anak itu adalah Adel yang benar hingga Rietta berlari menyongsongnya. Ada cukup banyak anak bernama Adel di Yayasan Schuffelman, dan gadis kecil itu bilang dirinya bukan berasal dari Sevitas.
Namun Irene telah bersikeras kalau inilah putri Rietta. Kalau tidak, Giselle mungkin akan sudah melewatkannya.
Seseorang pasti telah menempatkan Adel dalam perlindungannya setelah si pedagang budak mati karena wabah. Kemungkinan besar mereka telah memperingatkan Adel agar jangan bilang apa-apa soal Sevitas – sebagian besar orang tidak akan bersikap baik kepada seorang anak dari wilayah yang terjangkit wabah.
Adel tampaknya telah menganggap semua kejadian ini sebagai permainan petak umpet. Untung saja, dia tak kelihatan telah mengalami trauma besar apa pun. Giselle telah berusaha mencari tahu siapa yang telah membantu Adel, tapi dia tak bisa menemukannya.
Beberapa orang melakukan kejalanan tanpa alasan, dia berpikir, tapi masih ada juga orang-orang yang memilih untuk melakukan kebajikan.
“Bisa-bisanya kau tak memberitahuku?” Rietta terisak. “Kau seharusnya memberitahuku….” Dia melontarkan dirinya pada Killian, kemudian membenamkan wajahnya di bahu pria itu, memeluknya.
Killian membalas pelukannya erat-erat, membelai punggungnya.
Rietta memukulinya dengan tinju, namun amarahnya tidak bertahan lama. Killian memberitahu Rietta kenapa dia tidak memberitahu wanita itu: karena dia takut memberi harapan kosong kepada Rietta. Pada akhirnya, Rietta teringat pada janjinya untuk memaafkan Killian satu kali.
Kini dia memahami apa yang Killian maksudkan. Jadi dia memaafkan pria itu.
Untuk waktu yang lama setelahnya, kehidupan Rietta terasa seperti dalam mimpi. Siang dan malam Rietta terus menempel di sisi putrinya, takut memejamkan matanya, kalau-kalau kemudian putrinya menghilang.
Ketika memikirkannya kembali, Rietta menyadari kalau petunjuk-petunjuknya memang ada. Killian bersikeras untuk mengurus makam Jade, tapi pria itu tak pernah menyebutkan apa-apa soal nisan ataupun makam untuk Adel. Giselle dan para kesatria terus-terusan pergi dalam waktu lama untuk menjalankan misi.
Dia tahu kalau Killian telah menyembunyikan sesuatu, namun tak pernah dia bayangkan kalau yang disembunyikan adalah hal ini.
****
“Kalian berdua mulai kelihatan mirip satu sama lain,” Viter berkata.
“Aku dan Rietta?” Killian menatap sang Kepala Biara seakan dirinya sedang dihina. Kemudian dia menggelengkan kepala dan mengayunkan Adel ke atas bahunya. “Ayo kita pergi cari ibu.”
Si gadis kecil terkikik ketika mereka berjalan pergi.
Secara mengejutkan, Killian ternyata cepat akrab dengan anak-anak. Pada mulanya, dia menjaga jarak, pura-pura tak tertarik. Tetapi setiap kali Adel menatap ke arahnya, dia akan melakukan trik kecil untuk gadis itu. Terkadang, bersama-sama mereka akan melakukan kejahilan kecil-kecilan pada Rietta.
Setiap kali Adel menatap dirinya, Killian akan melengos dan menunggu gadis kecil itu menyelinap ke belakangnya. Dia akan selalu pura-pura kaget ketika adel mengagetinya.
Tidak butuh waktu lama bagi Adel untuk menyukai Killian. Adel, Killian, dan Rietta telah membuat banyak sekali manusia salju bersama-sama setelah terjadi badai salju di awal musim semi. Pada hari itu, Rietta harus berusaha menahan air matanya.
Semuanya terasa sedih, indah, dan tidak nyata.
Karena Killian tidak membiarkan apa pun melukai Rietta, butuh waktu cukup lama bagi Rietta untuk menyadari kalau kemampuannya untuk menyembuhkan dirinya sendiri telah kembali.
Sementara itu, bencana yang melibatkan iblis telah mempengaruhi seluruh benua. Ketika begitu banyak sub ruang iblis mimpi bercampur dengan dunia nyata, hal itu menyebabkan distorsi luar biasa besar. Bencana-bencana dari Ibu Kota telah menyebar ke seantero benua.
Satu-satunya tempat yang aman adalah Axias. Axias berdiri di dekat Lembah Naga dan di atas tanah keramat. Mendadak, wilayah utara yang dulunya terpencil kini menjadi tujuan populer untuk para imigran.
Bahkan meski masuknya pendatang secara tiba-tiba menyebabkan beberapa masalah, Killian dan Rietta menangani situasi itu dengan baik.
“Aneh sekali. Itu kan menara lonceng Kuil Havitas,” ujar seorang arsitek yang mempelajari menara itu.
Seorang pendeta mengangguk. “Memang. Saya kira menara semacam itu hanya bisa ditemukan di legenda-legenda kuno.”
Menara itu sepertinya muncul entah dari mana ketika sub ruang para iblis mimpi memelintir dunia nyata. Nyaris seperti mukjizat, menara lonceng dari Kuil Agung Havitas telah pindah ke dalam halaman depan Kuil Axias.
“Lonceng yang lama sudah hilang,” si pendeta meneruskan. “Haruskah kita menggantinya dengan hasil kerajinan Axias?”
“Saya yakin memang itulah yang orang-orang mau.” Si Arsitek menyeringai. “Kita harus menambahkan ukiran naga di permukaan loncengnya.”
“Jenius!” pekik sang pendeta.
Si arsitek membuka denahnya. “Bagaimanapun juga, menara itu memberi kita titik utama baru untuk rencana konstruksi kuilnya. Kita punya biara di sebelah sini, dan menara di sini, jadi kita bisa membuat kuilnya mengelilingi menara seperti ini, dan….”
Dan demikianlah, Kuil Axias menjadi penerus tidak resmi dari Kuil Agung Havitas. Para pendeta dan pemberi berkat berkumpul ke Axias, yang sudah disebut sebagai ‘Kuil Agung Axias’, sebelum satu bongkah batu pun diletakkan.
****
Setelah kutukannya dilepaskan, sang Kaisar sembuh dari serangan-serangan iblis mimpi dan luka-luka akibat penghancuran benda suci. Namun penyakit fisiknya telah melewati tahap untuk bisa dipulihkan.
Ketika tabib istana menyatakan kalau sakit Beliau sudah tak bisa disembuhkan, para pendeta pun berputus asa. Namun sang Kaisar hanya tersenyum. “Aku akan bisa melihat musim semi datang.” Beliau hanya ingin melihat bunga-bunga mekar satu kali lagi. Itu saja sudah cukup.
“Baginda….”
“Jangan bersedih. Aku sudah tahu sebesar apa kesetiaanmu padaku.” Sudah sangat lama sekali, semua yang ingin Kaisar lakukan adalah melewatkan satu hari penuh dalam kondisi terjaga dengan pikiran yang jernih. Kini, Beliau sedang menjalani impiannya. “Waktu tambahan ini adalah berkah. Bagaimana bisa aku mengeluhkan soal berkah yang tidak pantas kuterima?” Beliau bertanya seraya tersenyum.
****
Terkadang Putra Mahkota akan menulis surat untuk Killian lewat Nocturne. Walaupun dia tak pernah bertanya secara terang-terangan, dia menghargai saran Killian dalam hal politik dan cara menangani situasi-situasi sulit di Ibu Kota.
Killian menawarkan bantuan apa pun yang dibutuhkan oleh adiknya, meskipun tidak cuma-cuma.
Sang Putra Mahkota selalu dengan menggerutu menyetujui persyaratannya. Baik. Peras aku sesukamu.
Jadi Ibu Kota menghapuskan kuota perdagangan kerajinannya. Killian tersenyum licik ketika dia menanggapinya.
Axias mengalami ledakan terbesar dalam sejarah. Tanah-tanahnya yang tandus dan lokasinya yang jauh tidak lagi menjadi masalah. Hasil kerajinan meledak, membawa perkembangan pada jalan-jalan kereta. Negara-negara lain dengan senang hati memperdagangkan makanan dengan barang-barang kerajinan Axias, dan tiap harinya, lebih banyak lagi orang yang menetap di Axias.
Segera, Kaisar turun tahta untuk sang Putra Mahkota, dan Halstead Liefheim pun menjadi Kaisar kedua dalam sejarah. Dia mengira semuanya akan jadi lebih mudah begitu dirinya naik tahta, tapi ternyata dia salah.
Halstead lagi-lagi menulis surat pada Killian, memaki dunia karena memberinya sakit kepala. Killian tertawa dan menulis balasannya.
****
Pada musim gugur, Killian dan Rietta duduk saling bersandar, membaca surat yang diantarkan oleh Nocturne. Rietta tersenyum. “Haruskah kita mengunjungi Ibu Kota bersama-sama tahun depan?”
“Mari kita tunggu hingga Adel sedikit lebih besar lagi,” Killian berkata.
Rietta menepuk-nepuk kepala Killian. Kaisar terdahulu telah mangkat. Tidak butuh waktu lama, tetapi mangkatnya Beliau bukan karena kutukannya, ujar kabar tersebut.
Killian menuliskan surat lainnya kepada sang Kaisar muda. Kini Halstead harus berdiri di atas kakinya sendiri, jadi surat Killian pun lebih panjang daripada biasanya.
****
Semua orang yang tinggal di Kastel Axias menyayangi Adel. Satu-satunya masalah adalah bahwa anak itu terus memanggil Killian dengan nama kecilnya, membuat para kesatria setia Killian kelabakan. Adel mungkin meniru ibunya, tetapi para kesatria tidak menganggap kalau bentuk panggilan ini pantas.
“Adel, kau harus memanggil Beliau dengan sebutan ‘Ayah’,” seorang kesatria berkata. “Ugh!” dia menambahkan karena Giselle telah menendang tulang keringnya.
“Panggil dia ‘nona’, dasar idiot,” kesatria lainnya menyalak.
Rachel membekapkan tangannya ke mulut si kesatria lain itu dan menyeretnya pergi.
Mengabaikan ribut-ribut itu, Killian berlutut pada satu kaki dan mengangkat Adel ke atas bahunya. Adel melingkarkan tangannya ke kepala Killian dan terkikik. “Ayah,” dia berkata penuh percaya diri.
Langkah Killian terhenti.
Rieta, yang sedang berjalan ke arah mereka dengan keranjang piknik, membeku. Mata mereka bertemu.
Adel menyeringai ke arah ibunya. “Bukankah dia ayahku?”
Killian terdiam, tampak bersalah, bahkan meski dia tak melakukan kesalahan sedikit pun.
Rietta tersenyum. “Ya, Adel. Dia adalah ayahmu.”
****
Malam itu, Killian melamar Rietta untuk yang ketiga kalinya. Rietta telah menerimanya pada kali kedua, tetapi pernikahannya telah ditunda ketika mereka menunggu untuk menyambut anggota keluarga yang ketiga.
Pernikahan dengan seorang anak yang sudah cukup besar akan jadi sedikit berbeda, jadi kali ini, Killian melamar dengan gaya berbeda. Suatu malam dia memojokkan Rietta dan menceplos, “Berhentilah main-main dan berkomitmenlah.”
Rietta mengerjap, kaget.
Killian berpaling, menghindari tatapan Rietta. “Berhentilah mengabaikan hal yang sudah jelas begini. Sekarang kita sudah punya anak. Kita harus menikah.”
Rietta terbahak.
Killian berusaha mempertahankan wajah serius, tapi tak lama kemudian dia pun kehilangan kendali. Rietta tertawa begitu keras sampai-sampai mulai menangis dan memukuli bahu Killian. Sebagai tanggapannya, Killian menggendongnya.
“Bersikaplah yang tegas dan berkeluargalah. Mau kan, kumohon?” Dia mengecup dahi Rietta dan berjalan menuju ranjang. Walaupun kata-katanya terdengar putus asa, dia tak bisa tampak lebih gembira lagi – atau lebih menarik lagi.
Rietta bersandar ke dadanya dan mengusapkan dahinya pada Killian.
“Apa kau cuma tertarik pada tubuhku?” Killian mendengus.
Rietta mulai tertawa lagi. Dia telah memperkirakan adanya lamaran lagi, tapi tidak seperti ini. Dia tak bisa terus-terusan membuat Killian menunggu. Terutama karena Killian telah begitu menerima Adel dengan sepenuh hati.
Satu tahun terakhir ini, Axias sudah terlalu sibuk untuk menangani pernikahan. Namun sepanjang waktu ini Killian telah menunggu dengan sabar. Kini mereka semua patut merayakannya. “Aku bersedia. Kali ini sungguhan.”
Killian tersenyum dan menurunkan Rietta ke ranjang. “Sungguh?” Dia melingkarkan kedua tangannya ke kedua sisi tubuh Rietta.
“Bagaimana aku bisa meyakinkanmu agar memercayaiku?” Rietta berbisik, menangkupkan kedua tangannya ke wajah Killian.
Killian terkekeh dan menurunkan pandangannya. “Tidak bisa,” dia berkata. “Aku sudah terpikat olehmu.”
Di luar, bintang-bintang berkelap-kelip di balik jendela nan jernih.