Like Wind on A Dry Branch - Special 2
“Anda ingin saya meresmikan pernikahan Anda?” Vetere menatap kaget pada Killian, kemudian tertawa. “Saya sungguh merasa terhormat, Yang Mulia. Tetapi saya ini seorang pria tua lajang. Saya tak tahu apa-apa tentang pernikahan. Saya ragu apakah saya orang yang tepat.”
Duke Agung Axias adalah bangsawan berperingkat tertinggi di benua ini setelah sang Kaisar. Akan tampak kurang baik jika seorang pendeta dari rakyat jelata yang meresmikan pernikahannya. Axias memiliki banyak pendeta bangsawan pendatang baru yang tinggal di sini dan bekerja untuk kediaman. Beberapa di antaranya sudah mengenal Killian selama bertahun-tahun.
Meski baik mempelai pria maupun wanita tidak ada yang peduli soal perbedaan kasta semacam itu, Vetere hanya menginginkan kebahagiaan dan keberuntungan bagi pasangan itu. Mereka telah melalui cukup banyak kesukaran.
“Bruder Gilius akan lebih dari sekedar bersedia untuk meresmikannya,” Vetere berkata. “Kenapa Anda tidak meminta dia saja?”
Killian menggelengkan kepalanya. “Terlalu merepotkan. Juga, urusannya akan jadi tak terkendali kalau Gilius yang meresmikan. Kami menginginkan pernikahan pribadi, tak usah rumit-rumit. Cukup seorang saksi ketika kami bertukar janji.”
Vetere bergerak-gerak gelisah. Tidak sulit untuk menebak yang mana dari mereka yang menginginkan pernikahan pribadi. “Kalau Anda berkata demikian, maka saya bersedia, Yang Mulia.”
Killian mengangguk dan menautkan jemarinya, bersandar ke punggung kursi.
Dia sudah membuat banyak kelonggaran untuk Rietta. Bagaimanapun juga, dia menginginkan yang terbaik untuk Rietta. Vetere terkesan pada berapa lama Killian telah menunggu untuk menikahi Rietta – setahun penuh sejak Adel kembali.
“Selamat, Yang Mulia,” dia menambahkan. “Anda sudah menunggu lama untuk ini.”
Killian memberi senyuman miringnya yang biasa. Namun dia tampak benar-benar gembira, pandangannya menerawang jauh dan menutupi senyumannya dengan berpura-pura menyangga dagunya.
****
Kabar itu mengejutkan para kesatrianya.
“Beliau menginginkan upacara pribadi,” salah seorang berkata. “Kurasa kita tidak diundang.”
“Kita juga tidak? Kuharap kau salah.” Kelompok itu saling berpandangan dengan gelisah.
“Kenapa mereka tak menginginkan pesta pernikahan besar-besaran dan heboh dengan tamu sebanyak mungkin?” Bagaimanapun juga, ini adalah acara sekali seumur hidup. Ini akan menjadi kesempatan pertama dan terakhir bagi semua orang untuk menghadiri pernikahan sang duke agung.
Para kesatria mempertimbangkan satu sama lain dengan sungguh-sungguh sebagian besar dari mereka tak mengerti kenapa pasangan pria dan wanita rupawan tidak mau merayakan pernikahan mereka dengan semua teman mereka.
“Mungkin mereka khawatir kalau orang-orang akan bergosip tentang Nona Tristi karena dia adalah janda?” salah seorang mengusulkan.
Kesatria lain menjentikkan jarinya. “Benar. Kurasa memang begitu alasannya.”
“Dan Yang Mulia akan selalu melakukan apa yang Nona Tristi inginkan.”
“Tepat sekali.”
“Jadi… Beliau benar-benar takkan mengundang kita?” yang lainnya menggumam.
Kesatria ketiga menyilangkan lengannya. “Yah, kita kan sebenarnya tidak membutuhkan undangan. Kita ini adalah para kesatria sang duke agung. Sudah seharusnya kita melindungi Beliau.” Semua orang menoleh ke arahnya dan si kesatria mengangkat bahu. “Apa pun bisa terjadi kepada Beliau di mana saja. Pernikahan Beliau juga bukan pengecualian. Kita tak bisa meninggalkan Beliau sendirian.”
Kesadaran itu pun menerpa mereka. Para kesatria saling menyeringai pada satu sama lain.
“Kau benar,” Kesatria lainnya berkata. “Kita hampir mengabaikan tugas-tugas kita! Siapa lagi yang bisa melindungi pasangan itu pada hari sepenting itu?”
Para kesatria pun mengangguk dan terkikik. “Kita akan pastikan mereka mendapatkan upacara pribadi yang aman.”
****
“Martin, kita harus pergi!” Nella berseru, melontarkan tinjuannya ke udara. “Ini pernikahan mereka.”
Martin meraih bahu istrinya. “Nella, tunggu dulu. Tentu saja, aku juga ingin berada di sana. Mereka sudah banyak membantu kita. Aku ingin sekali datang dengan membawa hadiah besar, tapi….”
“Tapi apa?”
“Kupikir mereka akan mengadakan pernikahan pribadi.”
Nella menangkupkan kedua tangannya. “Martin, dengar ya.” Semenjak Nella menyadari bahwa Rietta hanya menonton pernikahan mereka dari kejauhan, cemas kalau orang-orang akan berpikir bahwa seorang janda muda akan membawa sial. Dia tak mau ada orang yang mengasihani Rietta, bahkan suaminya sendiri.
“Ya?”
“Kita adalah teman pertama yang didapatkan Rietta setelah dia tinggal di Axias. Apa kau ingat bagaimana dia mengundang kita ke kastel langsung setelah dia kembali?”
“Aku ingat, tapi -”
“Kalau kita tidak ada di sana untuk merayakan pernikahan Rietta, maka siapa lagi? Akan sedih sekali kalau menggelar pernikahan tanpa teman-teman terdekatmu.”
“Nella, kau benar. Tapi mereka bilang mereka menginginkan pernikahan pribadi.”
Nella menjentikkan jarinya. “Oh! Kita juga harus mengundang Nyonya Fennel.” Nyonya Fennel telah melalui sesuatu yang serupa. Mungkin wanita itu bisa membuat mempelai wanitanya jadi lebih ceria.
“Nella, kau dengar tidak? Kita tak boleh menyombongkan persahabatan kita dengan Rietta.”
“Memangnya ada yang bilang sesuatu soal menyombong? Kita cuma akan setor muka di sana untuk menyapa Rietta dan membuatnya merasa lebih baik.”
Martin memberinya tatapan tajam.
Persis pada saat itulah, seseorang mengetuk pintu. Martin berbalik dan berdiri. Aroma lezat dari roti yang baru dipanggang menguar lewat pintu ketika Nyonya Fennel membukanya.
“Halo, Martin. Apa Nella ada di rumah?”
Nella melompat berdiri. “Nyonya Fennel! Baru saja aku berniat pergi mencarimu.”
Fennel berbisik, “Nella, Martin, aku punya kabar. Rahasia besar! Tebak apa? Kalian akan kaget sekali.” Dia merendahkan suaranya lebih jauh lagi. “Tebak siapa yang akan menikah pada musim semi ini?”
****
“Perhatian semuanya! Naskah untuk sandiwara yang baru sudah keluar,” panggil si pengarang sandiwara.
“Apa judulnya?” seseorang berseru.
“Judulnya Pengantin Bulan Mei!”
Semua orang bersorak. “Waah. Kau sungguh seorang pengarang yang luar biasa!”
“Aku yakin semua penduduk Axias sama bersemangatnya dengan kita tentang hal ini.” Dia menyeringai. “Aku tahu kalau sandiwara ini akan sukses besar!”
“Eh eh,” seseorang yang lain mendesis. “Ini kan seharusnya adalah rahasia. Harap perhatikan mulut kalian.”
Seluruh auditorium pun memberi hormat. “Siap!”
****
Musim semi berikutnya, Gilius melakukan perjalanan rahasia ke Axias setelah menyerahkan izin cuti. Dia datang untuk meresmikan sebuah pernikahan penting, pernikahan yang sudah dia minta untuk resmikan bertahun-tahun yang lalu.
Satu-satunya masalah kecil adalah bahwa mempelai pria dan wanitanya belum meminta dirinya untuk datang.
“Vetere….” Killian mengusap wajahnya ketika dia menatap Pendeta Tinggi Gilius, berbusana sempurna dalam jubah putih bersih, memegang kitab suci dan tongkat pendeta.
Sang Kepala Biara menyeringai. “Apakah ini penglihatan masa depan?”
“Mungkin,” Gilius menjawab.
“Bagaimana kabarmu, Bruder.”
“Baik, terima kasih. Aku senang sekali melihatmu sehat-sehat saja, Bruder.”
Di samping mereka, Damian dan Colbryn bertukar tatapan heran. Kedua pendeta itu menyeringai tak tahu malu pada satu sama lain.
Apa di kastel ini tak ada yang namanya rahasia? Killian bertanya-tanya. Dia telah membiarkan rubah masuk ke dalam kandang ayam.
Untung saja, Rietta mengklarifikasi kalau ‘pernikahan pribadi’ bukan berarti sebuah pernikahan yang tidak dihadiri tamu. Dia menantikan untuk menjadikan Adel sebagai gadis penabur bunga mereka, dan dia sudah meminta Kepala Biara Viter untuk mendampinginya menyusuri lorong alih-alih meresmikan pernikahan.
Dia tidak berharap untuk mengadakan pernikahan pribadi yang sebenarnya. Dia meminta acara pernikahan yang lebih kecil demi kepentingan Killian – jika dia membiarkan Killian berbuat sesukanya, pria itu akan lepas kendali.
Tetap saja, tak satu pun dari mereka yang menerka kalau sang Kaisar sendiri akan datang dalam penyamaran.
“Kau sinting,” Killian memberitahu yang bersangkutan.
“Hati-hati dengan bahasamu, Kak,” Halstead menjawab ramah. “Aku masih seorang Kaisar.”
“Dan sang Kaisar mengambil risiko meninggalkan istananya kosong demi ini?” Killian menggelengkan kepalanya dan berjalan pergi. Bahkan Ern, pengurus kediaman yang biasanya tak tergoyahkan, jelas tampak terguncang.
Para kesatria Killian menatap tuan mereka dan adiknya, berusaha mati-matian menahan senyum. Mereka memang kakak beradik.
Kaisar yang berusia sembilan belas tahun itu tergelak ketika dia menyerahkan tali kekang kudanya pada pelayan. Gilius bergegas menemuinya, dibuat sama tercengangnya oleh kedatangan sang Kaisar. dia diikuti oleh beberapa orang kawan lama dari masa lalu Killian: para pendeta, bangsawan, dan pejabat.
Halstead tersenyum pada mereka semua. “Lihatlah diri kalian. Apa kalian semua ambil cuti untuk bisa datang kemari?”
Beberapa orang berpaling dengan kikuk.
“Wah, di sini aku jadi lebih merasa lebih seperti di rumah ketimbang ketika di istana.” Dia mendengus. “Kalian semua kan bisa berkata sejujurnya padaku.”
“Anda juga tidak memberitahu kami kalau Anda akan datang, Baginda Kaisar,” seseorang memprotes.
Halstead mengangkat bahu. “Aku harus merahasiakan kunjunganku, atau setengah dunia akan mengikutiku. Tapi semua yang kalian butuhkan adalah izin dariku.”
“Saat ini bisakah Anda menghindar dari dunia?” tanya pejabat lainnya.
Halstead mengubah subyeknya. “Di mana kakak iparku? Aku harus menyapanya.”
Gilius memijit pelipisnya. “Baginda Kaisar, ini tetap saja -”
“Sudah cukup bawelnya. Jangan sampai merusak hari istimewa kakakku.”
“Apa Anda sadar kalau Andalah orang yang punya kemungkinan paling besar untuk mengacaukannya?”
“Aku akan menjauh dari pusat perhatian. Sungguh.” Halstead mengangkat tangannya ke depan dada. Upacara pernikahan ‘pribadi’nya sudah hampir dimulai.
****
“Yang Mulia bilang padaku kalau Beliau menginginkan pernikahan pribadi!” Leonard memprotes ketika Giselle menyeretnya menuju kuil.
“Yah, semua orang sudah muncul kecuali kamu, idiot.” Giselle menyeringai.
****
Upacara pernikahan pribadinya berakhir dengan berlangsung cukup besar. Pada malam musim semi itu, semua orang berkumpul, sudah mengundang diri mereka sendiri. Kuil Axias ramai dengan tamu. Orang-orang saling berpelukan dan melambai kepada kawan-kawan lama.
Lilin menerangi tempat upacara. Karpet perak menjulur di tengah-tengah lorong, dan para pendeta melemparkan kelopak-kelopak bunga yang sudah diberkati ke atasnya.
Sang kepala koki sudah menghabiskan waktu satu bulan untuk mempersiapkan acara ini. Lebih banyak lagi meja ditambahkan ke aula perjamuan resepsi, dan para pelayan pria dan wanita bergegas-gegas menuruni tangga untuk memberitahu sang koki agar mempersiapkan lebih banyak makanan lagi.
Kemudian Adel muncul dengan gaun putih berkilauan, membawa keranjang bunga. Orang-orang terpesona pada gadis kecil nan menggemaskan itu dan mengikuti dirinya ke dalam kuil.
Seira hampir pingsan ketika dia melihat pita besar di pinggang Adel. “Lihatlah dia! Dia mirip dengan kupu-kupu,” pekiknya.
Kegirangan mendengar pujian itu, Adel pun mulai melemparkan kelopak-kelopak bunganya lebih awal.
“Adel,” Seira memanggil. “Lemparkan kelopak bunganya begitu Ibu ada di sini. Setelah musiknya dimulai. Kemudian kau berjalan ke tempat Ayah, ya?”
Adel menyeringai dan melemparkan segenggam kelopak bunga lagi ke atas kepalanya. Dia mengambil lebih banyak lagi saat kelopak-kelopak bunga menghujani lantai di sekelilingnya.
****
“Halo, Bruder Vetere.”
Vetere tampak benar-benar gembira melihat Rietta dalam balutan gaun pengantin.“Nona Tristi, Anda bahkan tampak lebih cantik daripada sebelum-sebelumnya. Yang Mulia pasti akan sangat kaget.”
Rietta tersenyum tersipu. “Terima kasih. Anda juga tampak baik malam ini. Terima kasih telah bergabung dengan kami.”
Vetere balas tersenyum. Dahulu dia pernah menjadi sosok yang jauh di Sevitas, tapi kini Rietta menghormati dirinya dari dasar hati. Rietta berterima kasih ketika Vetere setuju untuk mendampinginya menyusuri lorong untuk mewakili ayah wanita itu.
Sang Kepala Biara telah mengurus anak-anak di tanah yang keras ini selama bertahun-tahun. Walaupun tidak setenar Santa Tania, Vetere sungguh adalah seorang pahlawan rahasia. Namun kemudian Vetere berkata, “Sayangnya, saya ada di sini tidak lebih sebagai tamu biasa.”
“Ya?” Rietta mengerjap, tercengang.
Sang Kepala Biara bersandar pada tongkatnya. “Saya agak terlalu tua untuk mengambil peran sebagai ayah Anda. Pergerakan saya cukup terbatas.”
Rietta memberinya tatapan tercengang. Kemudian, dia menyadari kalau Vetere sedang menatap seseorang yang ada di belakangnya. Perlahan, Rietta berbalik.
****
“Ada kupu-kupu!” Adel berseru. Kupu-kupu berwarna coklat dan biru kehijauan mengepak terbang dari keranjangnya untuk memutari pelaminan.
Persis pada saat itulah, prosesinya dimulai.
****
Rietta menatap pria pirang yang menjulang di depan pintu. Dia tampak sangat mirip dengannya. Namun pria ini jelas-jelas adalah manusia. Dia tak memiliki sepasang tanduk yang khas bagi sesosok iblis.
“Aku mengerti kalau aku memang cukup rupawan,” pria itu memberitahunya seraya tersenyum miring. “Tapi ini adalah pernikahanmu. Mempelai wanitanya harus fokus pada mempelai pria.”
Rietta terus menatap. “Kau -”
“Ya?”
“Kau mirip dengan ayahku.”
Pria itu tersenyum samar. “Aku tersanjung. Tapi aku baru belajar.”
Sekarang Rietta semakin yakin. “Jangan menghilang. Kau tak perlu pergi demi aku.” Dia menelan dengan susah payah. “Jangan membuatku menyesali saat ini. Kaalu tidak, aku akan mencarimu untuk seumur hidupku.”
Pria itu tidak menanggapi.
Rietta mengulurkan sebelah tangannya, sedikit gemetar. “Untuk saat ini aku akan fokus pada pernikahannya. Tapi apa kau bersedia untuk tinggal, setelah pernikahan?”
Pria itu meraih tangannya.
Rietta menggenggam tangannya erat-erat. “Berjanjilah padaku.”
Kesunyian itu tak berlangsung lama. “Aku janji,” pria itu berbisik. “Sekarang, jangan kacaukan pernikahannya.”
Mata Rietta yang penuh air mata berkilauan. Kemudian dia berpaling untuk menatap ke depan.
Pintu terbuka. Cahaya yang menyilaukan menerpa matanya. Cinta dalam hidupnya menatap dirinya dari ujung lorong yang lain.