Living Leisurely in Tang Dynasty - Chapter 151
Kelompok itu penasaran tentang semua puisi yang ditulis oleh para menteri.
Yuanying tak suka berburu dengan Kaisar karena dia merasa seperti pengikut dan hal itu membosankan, jadi dia pun menolak.
Sambil tersenyum dia berkata pada kelompoknya: “Kalau kalian penasaran, sana giling tinta dan aku akan menuliskannya!”
Wei Shu melihat wajah gembira Yuanying dengan ‘Adik Shu datang dan melayaniku’ tertulis di situ dan rasanya dia ingin mencubitnya. Namun teman-teman mereka ada di sekeliling mereka jadi dia pun menympan pemikirannya menjadi sekedar pemikiran saja. Dia toh sangat menyukai kaligrafi, jadi menggiling tinta sungguh mudah baginya. Dia mengambil batu tinta dan balok tinta yang telah dibawa masuk oleh Huang Ying dan Huang Li lalu menggilingnya dengan mahir.
Yuanying tampak bangga dan tersenyum cerah pada Di Renjie serta yang lainnya. Senyuman itu berarti ‘Lihat, istriku hebat sekali! Kalian bergegaslah cari istri juga.’
Tak ada seorang pun yang mau berdebat dengannya. Apa hebatnya tunangan dini?!
Di Renjie bahkan memutar matanya. Siapa yang begitu kekanakan sampai harus cemburu pada dua bocah remaja yang memamerkan sisi kasmarannya? Dia adalah pria penuh ambisi, dia tidak akan membuat kesalahan disusahkan oleh urusan percintaan!
Yuanying cuma ingin sedikit menggoda, dan setelahnya dia pun menuliskan puisi-puisinya. Butuh upaya cukup banyak baginya untuk menuliskan apa yang dia ingat tetapi karena ini cuma coretan, dia menulis dengan cepat tanpa terlalu peduli soal gaya kaligrafinya.
Ketika dia menulis satu puisi, yang lainnya membaca dengan cepat dan bisa membayangkan betapa megahnya perjamuan itu bahkan meski mereka tidak bisa menghadirinya.
Setelah selesai menulis, Yuanying mengurut pergelangan tangannya dan lalu lanjut mengkritik puisi-puisi itu.
“Sejujurnya saja, menurutku puisi yang ditulis oleh Kakanda dan orang-orangnya itu biasa saja. Tetapi karena mereka memuji PAviliun dan Istana, aku tetap akan mencetak salinannya!”
Wei Shu membacanya dan mengangguk, bergabung dalam pemikiran-pemikiran memberontak itu. Puisi-puisinya memang indah namun semuanya sama saja dan tidak menawarkan sesuatu yang baru. Setelah membacanya, isinya cuma puji-pujian.
“Bukankah sudah kuminta kalian agar bergabung dalam perjamuan? Ini kan proyekku, kenapa teman-temanku tak bisa bergabung? Pak Tua Fang membawa seluruh keluarganya dan ada beberapa yang masih kecil yang seumuran dengan kita, mereka menulis puisinya dengan sangat bagus.”
Yuanying lalu menarik keluar hasil karya mereka untuk dibaca oleh yang lainnya.
Puisinya menyegarkan dan penuh makna, cukup menarik, dan benar-benar berbeda dari ‘puisi pemandangan’ yang dibuat dengan indah dan teliti barusan tadi. Seperti yang diharapkan dari anak muda, dia belum diusangkan oleh status pejabat dan berubah menjadi pak tua yang licin!
Wu Mei melihat tanda tangannya: “Lu Zhaolin?”
Di Renjie yang memiliki sedikit pengetahuan tentang banyak keluarga bangsawan: “Keluarga Lu dari Fanyang?”
Yuanying berpikir lalu mengangguk: “Kurasa salah seorang istri Fang Tua berasal dari Keluarga Lu di Fanyang. Lu Zhaolin ini cukup hebat, tampan, dan cepat tanggap. Kaisar memuji dia karena menulis puisi yang bagus.”
Di Renjie dan yang lainnya semua sepakat dengan Li Yuanying bahwa yang ini adalah hasil karya terbaik.
Yuanying langsung jadi tertarik: “Bagaimana kalau kita cari dia dan ajak dia bermain!”
Karena semua orang pergi berburu, tak seharusnya mereka cuma duduk-duduk untuk membaca puisi. Semua orang pun mengangguk setuju. Yuanying menyuruh Huang Ying dan Huang Li membawa naskahnya dan menyimpannya. Dia lalu membawa teman-temannya bermain di lahan perburuan.
Para orang dewasa pergi berburu, namun wanita dan anak-anak juga memiliki hiburan. Gaoyang sungguh aktif dan mengatur dua tim untuk bermain polo.
Yuanying dan kelompoknya berjalan memasuki lapangan polo dan melihat sebuah pemandangan yang tak disangka-sangka: Gaoyang sedang duduk di atas punggung kuda sambil menggenggam tongkat polo, menatap nanar pada seorang pemuda yang sedang berdiri di luar lapangan.
Pemuda itu memiliki paras tampan dan tampak seperti pria terhormat. Dia memegang bola polo yang baru saja dipungutnya. Ada tanah di bola polo itu, yang membuat orang-orang merasa kalau bola itu telah mengotori tangannya!
Gaoyang tertegun sejenak sebelum kesadarannya kembali. Dia merasa agak tidak nyaman dan tanpa sadar telinganya memerah.
Gadis itu berseru marah: “Itu bolaku. Kembalikan!”
Si pemuda juga tersadar dan buru-buru mengembalikan bolanya.
Li Yuanying mengenali pemuda itu dan berlari menghampiri dengan penuh minat.
“Kakak Lu!”
Si pemuda adalah Lu Zhaolin.
“Yang Mulia.”
“Tak usah terlalu formal. Kita kan sebaya. Cukup perlakukan sebagai teman biasa saja.”
Lu Zhaolin sudah mendengar dari Lu-shi agar jauh-jauh dari Li Yuanying. Tetapi ketika dia bertemu sendiri dengan orangnya, dia merasa kalau yang bersangkutan ramah dan baik, sangat berbeda dari desas-desusnya.
Gaoyang turun dari kudanya: “Paman, kenapa Paman tidak pergi berburu dengan Ayahanda?”
Kata-kata Yuanying sungguh penuh pengkhianatan: “Aku tak mau pergi sebagai pengiring.” Dia tak suka berburu dan tak berminat mengejar buruan. Lagipula, sungguh melelahkan mengejar buruan yang lebih kuat dari dirinya, dan tak ada rasa pencapaian ketika dia membunuh buruan yang lebih lemah darinya. Membosankan!
Dibandingkan dengan berburu, bertemu teman baru itu lebih penting!
Yuanying membawa Lu Zhaolin ke tempat teman-temannya dan memperkenalkan Di Renjie serta yang lainnya satu demi satu.
Barulah saat itu Lu Zhaolin menyadari kalau gadis ceria dan jelita yang telah membuatnya tertegun tadi adalah mantan tunangan sepupunya, Putri Gaoyang. Pembatalan pertunangan itu sama sekali tak memengaruhi dirinya dan gadis itu tampak ceria luar dalam, dan bermain polo dengan riang serta bebas.
Walaupun Lu-shi sudah memperingatkannya, dia tak bisa menahan godaan bisa mengenal orang-orang sebaya dan dalam waktu singkat dia pun menjadi bagian dari kelompok pertemanan itu. Melihat kalau Lu Zhaolin tidak pergi berburu, Yuanying berkata: “Kau juga berpikir kalau berburu itu membosankan, kan? Melelahkan! Tapi bermain polo untuk bersantai setelah belajar itu bagus, ayo main dengan Gaoyang!”
Kecuali Sizi yang lemah, Li Xiang dan Hengyang yang terlalu kecil, yang lainnya ikut serta dalam permainan polo. Sebagai satu-satunya anak laki-laki yang tertinggal sebagai penonton, dengan gagah berani Li Xiang menjadi pemandu sorak dan memimpin kelompok untuk bersorak: “Manman, bolanya ada di sana! Kalahkan mereka, kalahkan mereka!”
Gaoyang marah. Li Xiang, berandal cilik ini, cuma menyemangati Manman, padahal aku ini juga bibinya!
Gaoyang bukan orang yang mudah menyerah. Dia mengerahkan segenap kekuatannya, bertekad mengalahkan Li Yuanying.
Ketika Baginda Kaisar kembali dari berburu, Beliau mendengar lapangan polo yang sangat ramai. Di satu pihak, Li Xiang menyoraki Li Yuanying, dan di pihak lain, para pengikut Gaoyang. Ini cuma permainan polo yang dimainkan oleh anak-anak, tetapi mereka sangat heboh sampai-sampai orang akan mengira kalau tawuran besar-besaran akan pecah kapan saja!
Li Xiang berteriak-teriak sampai wajahnya memerah dan lehernya menebal. Ketika dia melihat kelompok Kaisar mendekat, dipimpin oleh Kakenda dan ayahandanya, Li Chengqian, dia pun langsung kelihatan seperti kalau seseorang telah mencengkeram lehernya. Dia menutup mulutnya dan dengan wajah merah melangkah maju untuk memberi salam kepada Baginda Kaisar.
Karena mereka semua keluar untuk bermain, tak ada yang salah dengan Li Xiang memimpin sorakan. Li Er cuma bertanya siapa yang lebih unggul.
Li Xiang berkata jujur: “Saya tidak tahu.”
Yuanying bermain polo dengan banyak trik. Dia membingungkan penonton dan membuat lawannya mengentak-entakkan kaki dengan marah. Lalu untuk siapa yang menang atau kalah, tak ada yang peduli. Mereka semua ingin melihat trik baru apa yang sedang dipertunjukkan dan bagaiana kedua belah pihak saling meneriaki.
Ketika Baginda Kaisar melihat kalau Li Xiang sibuk memimpin kerumunan penonton unntuk mendukung paman kecil bahkan tanpa melihat hasilnya, Beliau langsung merasa kalau anak itu terlalu lengket dengan Li Yuanying dan mungkin akan dibuat sesat.
“Suaramu cocok untuk memimpin pasukan. Mungkin kau bisa mengagetkan orang dengan auman.”
Li Xiang merona dengan wajah merah mendengar pernyataan itu.
Yuanying juga lelah bermain. Mendengar kalau sekelilingnya sudah berubah senyap, dia berbalik dan melihat sang Kaisar. Dia pun langsung memberi isyarat pada timnya: “Aku lelah. Aku akan berhenti main.” Dia bermain polo karena seru, bukan supaya dia bisa ditonton sebagai hiburan oleh orang-orang.
Semua orang mengikuti dan turun dari kuda mereka untuk memberi hormat kepada Kaisar.
Di perjalanan menuju peternakan kuda, Fang Xuanling bertanya: “Kudengar kau sudah berjanji pada para peternak bahwa kau akan memberi mereka seekor kuda untuk setiap sepuluh ekor kuda bagus yang mereka besarkan?”
“Ya.” (Li Yuanying)
Melihat wajah pilu Fang Xuanling, dia langsung membujuk pria itu dengan sepenuh hati: “Fang Tua, orang tak boleh selalu langsung memperhitungkan untung ruginya. Mana bisa kau ingin kudanya berlari tanpa memberinya rumput untuk dimakan? Kalau ada keuntungan bersama, para peternak akan berusaha sebaik mungkin untuk membesarkan kuda bagi kita. Ada pengalaman yang tak bisa diperoleh tanpa menunggu selama delapan atau sepuluh tahun. Ambillah pembuatan kertas sebagai contohnya. Sekarang harga kertas murah, tapi aku harus menyuruh orang mencari cara untuk menurunkan biaya dan aku sudah menginvestasikan banyak uang. Dengan kondisi sekarang, takutnya aku takkan bisa mendapatkan kembali uang yang sudah kukeluarkan bahkan meski aku menjual kertas selama dua puluh tahun. Ini juga berkat pertemuanku dengan orang-orang pintar seperti Mei Niang dan Deng Qing. Jadi, bakat itu sangat penting!”
Fang Xuanling tak mampu berkata-kata.
Tentu saja dia tahu kalau bakat itu sangat penting, kalau tidak, kenapa pula semua penguasa bijak ingin sekali mencari orang berbakat?
Akan tetapi, dia masih cemas soal memberikan kuda kepada orang-orang Suku Tibet ini secara cuma-cuma, takut kalau-kalau mereka akan balik menyerang Kekaisaran Tang.
Yuanying melihat kecemasan Fang Xuanling dan dia pun berbisik pada pria itu: “Dai Ting memberitahuku kalau sebagian besar dari orang-orang itu memiliki dendam terhadap Songtsen Gampo dan Lu Dongzan. Kita memberi mereka kuda. Dalam hati mereka, kita adalah teman serta penolong mereka yang bersedia membantu mereka ketika mereka sedang dalam kondisi hampir tanpa harapan. Semakin baik kita memperlakukan mereka, semakin mereka berpikir kalau Songtsen Gampo dan Lu Dongzan tidak ada artinya. Selama mereka punya kesempatan, mereka pasti akan menggigit Songtsen Gampo habis-habisan, dan takkan pernah berbalik serta menggabungkan kekuatan dengan dia. Menurut pendapatku, kita bisa diam-diam menjual senjata dan zirah yang sudah tak lagi dipakai oleh prajurit Tang kepada mereka!”
Walaupun Songtsen Gampo adalah keponakan menantunya, Li Yuanying tak merasa bersalah untuk menyerang kekaisarannya. Dia merasa kalau Wencheng telah menikah terlalu jauh. Akan lebih baik kalau menjadikan mereka bagian dari Tang. Dengan demikian, kehidupan Wencheng akan jadi lebih nyaman dan Wencheng bisa kembali ke Chang’an kapan pun dirinya mau serta melakukan apa pun yang disukainya.
Li Yuanying mengucapkannya dengan kesadaran penuh dan sebagai fakta, namun kulit kepala Fang Xuanling terasa menggelenyar ketika dia mendengarnya.
“Apa ini adalah idemu?”
Trik ini juga dipakai oleh Kaisar Wen dari Dinasti Sui. Demi memecah belah suku-suku padang rumput, Kaisar Wen mendukung suku yang lemah dan menentang yang kuat. Diam-diam dia membantu pihak yang lemah sehingga mereka bisa bertarung satu sama lain! Kemudian, baik Kaisar Yang dari Dinasti Sui maupun Baginda Kaisar Li Er memakai trik ini secara diam-diam, tetapi apakah cara ini berhasil atau tidak adalah urusan lain. Pokoknya, trik ini tidak baru, namun sangat berguna jika dipakai dengan baik!
“Pada saat itu aku tak memikirkannya. Aku cuma merasa kalau orang-orang yang keluarganya dihancurkan itu sungguh kasihan, jadi aku berjanji pada mereka. Kemudian, ketika aku berdiskusi dengan Dai Ting, aku merasa kalau cara ini bisa diterapkan. Pokoknya, tak jadi masalah kalau orang-orang tahu soal ini. Tak bisakah kita, orang Tang, bersikap baik kepada orang-orang? Kita selalu menjadi yang paling toleran dan ramah!” (Li Yuanying)
Fang Xuanling tak berkata apa-apa lagi.
Li Er sedang berjalan dan mendapati kalau Li Yuanying menghilang. Beliau berbalik dan melihat anak itu sedang bisik-bisik pada Fang Xuanling. Beliau melambai pada Yuanying dan menanyakan apa yang sedang anak itu bicarakan dengan Fang Xuanling.
“Aku sedang berbagi pada Fang Tua tentang bagaimana Tang harus bersikap ramah kepada para tetangga.”
Fang Xuanling nyaris tergelincir ketika dia mendengar perkataan Li Yuanying.
Buset, ramah kepada para tetangga!
Dengan raut penuh percaya diri, Li Yuanying juga menjelaskan kepada Li Er tentang bagaimana harus bersikap ramah kepada para tetangga. Yang disebut-sebut sebagai keramahan berarti bahwa Dinasti Tang harus mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan keponakan menantunya Songtsen Gampo, seperti menjadikannya sebagai wilayah kekuasaan. Bukankah ini persis seperti sebuah keluarga sungguhan? Yang disebut sebagai keramahan dengan tetangga ini berarti bahwa meskipun orang-orang miskin ini punya konflik dengan keluarga, kita harus membantu pihak yang benar bukan pilih kasih pada kerabat. Mereka sungguh tak bersalah dan kasihan. Bukankah kita harus membantu mereka?!
Li Er: “….”
—————
Catatan Pengarang:
Pangeran Kecil: Memang ada yang salah dengan kata-kataku? Memang ada yang salah dengan kata-kataku? Memang ada yang salah dengan kata-kataku?