Mimizuku And The King of Night - Epilog
Sama seperti saat pertama kali dia datang, Kegelapan hutan berbisik dan angin membelah udara seperti arit.
Mimizuku, yang belum pernah melangkah ke dalam Hutan Malam sejak beberapa waktu sebelumnya, berpikir bahwa ada sesuatu yang tampaknya agak aneh. Dia langsung tahu apa itu. Itu adalah perasaan ketika dia melangkah di tanah. Dia mengenakan sepatu.
Dia tak terlalu yakin apakah normal atau tidak baginya untuk mengenakan sepatu itu.
“Apa yang harus kulakukan dengan sepatu ini? Aku tak terlalu membutuhkannya…,” dia mendesah keras pada dirinya sendiri. Dia mendapati bahwa seharusnya dialah yang memutuskan apa yang normal baginya. “Aku merindukan tempat ini!” Menghirup udara di sekitar tumbuhan hijau yang indah, Mimizuku merentangkan tangannya. Tak peduli seberapa banyak pun dia melambaikan pergelangan tangan atau kakinya, tak ada suara yang terdengar. Bukannya dia pernah membenci suara itu. “Aku merasa kalau seperti kita akhirnya sudah pulang! Tidakkah kamu berpikir begitu?” Mimizuku berkata, menoleh pada Fukurou.
Dia ingin mengucapka begitu banyak hal pada Fukurou, bahwa dia menyesal karena lukisan Fukurou telah terbakar, berterima aksih kepadanya karena menunjukkan lukisan itu kepadanya, bahwa Fukurou adalah seorang yang bodoh karena menghapus ingatannya. Namun, Mmimizuku memutuskan bahwa banyak hal yang telah terjadi malam itu, dan dia akan mengatakan semuanya besok.
Besok.
Dia bahagia karena ada hari esok untuk dinantikan.
“… Apa kamu sungguh menganggap tempat ini sebagai rumahmu?”
Hal pertama yang Fukurou katakan padanya adalah sesuatu yang seperti itu. Mimizuku memiringkan lehernya pada kata-kata Fukurou tersebut, namun kemudian tesenyum.
“Ya, benar. Di sinilah tempat aku ingin kembali, benar kan?” Dia kemudian melangkah lebih dekat pada Fukurou dan mendongak menatapnya. Mata Fukurou perlahan-lahan berubah menjadi perak. Langit juga sebentar lagi akan memutih oleh fajar. “Kalau Fukurou ingin tinggal di dalam negara itu, dengan Andy dan yang lainnya, maka ke sanalah aku ingin pergi. Tetapi kamu tak ingin tinggal di sana, kan?”
“….”
“Aku akan pergi ke manapun kamu pergi! Kita akan selalu, selalu bersama!” Mimizuku berkata ceria.
“… Apa kamu paham?”
“Huh? Paham apa?”
Fukurou menghela napas pelan.
“Arti dari kata-katamu. Apa kamu memahaminya? Tak peduli berapa lamapun kamu hidup, kamu takkan pernah bisa hidup melampauiku. Kamu akan mati, meninggalkanku.”
“Ya, itu benar, kurasa,” Mimizuku mengangguk, tersenyum. Dia memahami perbedaan dalam jangka hidup mereka. Dia tahu bahwa mereka tak bisa hidup bersama selama-lamanya. Tapi tetap saja…. “Meski demikian, aku akan selalu berada di sisimu.” Mimizuku lalu tersenyum bersimpati. “Aku takkan memaksamu untuk memakanku, tapi… kalau kamu membiarkanku sampai menjadi seorang nenek, maka rasaku pasti tidak akan enak. Tetapi bila kelak aku mati, maka aku akan kembali ke tanah.” Mimizuku mendongak pada mata Fukurou yang cantik. “Kalau aku mati, aku akan kembali pada tanah hutan ini. Aku akan menjadi tanah, lalu menjadi bunga, dan aku akan selalu mekar di sisimu…. Kita akan selalu, selalu bersama…,” dia bersumpah, berpisik.
Fukurou menatap Mimizuku tanpa bersuara dalam waktu lama.
“… Lakukan sesukamu,” ujarnya singkat dalam suara rendah.
Hanya dengan kata-kata itu, Mimizuku merasa gembira.
Inilah yang dia maksud sebagai ‘kelonggaran’, kan?
Akhirnya dia mengerti semua yang telah Kuro katakan.
Pada akhirnya, Fukurou berhenti dan duduk pada akar sebuah pohon raksasa untuk mengistirahatkan sayap besarnya.
“Hm? Fukurou, apa yang kamu lakukan?”
“… Aku akan tidur sebentar.”
“Ti-tidur?! A… aku akan tidur juga…,” Mimizuku memutuskan, meringkuk menjadi bola di sisi Fukurou. Dia menjadi sekecil yang pernah dia lakukan lama sebelumnya, namun sayap-sayap Fukurou berperan sebagai bantalan untuknya, dan dia pun bisa tidur dengan kenyamanan yang sama dengan ranjang raksasa di dalam kastel.
Mimizuku sangat lelah, dan dia langsung tertidur nyaris begitu dirinya berbaring.
Dia tak peduli kapan dirinya akan terbangun. Kalau dia bangun, maka dia akan bicara pada Fukurou tentang membangun kediaman yang baru, dan membuat lukisan yang baru.
Lalu, dia akan memanggil Kuro, dan semuanya akan bahagia bersama-sama.
Saat dia memikirkan hal-hal tersebut, Mimizuku pun semakin dekat dan semakin dekat pada alam tidur.
Tepat saat dia akan tertidur, Dia merasakan sayap-sayap Fukurou melingkupi di sekitarnya seperti kasur.
Hal itu membuatnya amat sangat gembira.
Mungkin semua ini memang mimpi, Mimizuku membatin.