My Husband With Scholar Syndrome - Chapter 17
Sudah tiba waktu untuk makan siang ketika mereka keluar dari rumah perawatan. Mu Xiaoya tidak makan banyak saat sarapan dan sudah merasa lapar. Dia melihat penunjuk arah dan menemukan sebuah mall perbelanjaan di dekat situ untuk makan siang sebelum pulang ke rumah untuk berkemas.
“Xiao Chuan, kau mau makan apa?” Mu Xiaoya memarkir mobil dan bertanya pada Bai Chuan seraya mencari restoran di mall ini dengan ponselnya.
“Aku nggak lapar,” Bai Chuan menjawab.
“Meski kau nggak lapar, kau tetap harus makan ah. Makan tepat waktu takkan merusak lambungmu,” Mu Xiaoya berkata santai.
“Oh.” Bai Chuan membeku lalu mengangguk.
“Kau ingin makan apa?” Mu Xiaoya memandangi jumlah restoran yang mencengangkan di ponselnya, tak mampu membuat keputusan pada saat itu. Dia selalu merasa kalau restoran-restoran itu hampir sama semua dan tak ada makanan yang lezat.
“Kapan aku harus makan?” Bai Chuan bertanya tiba-tiba.
“Apa?”
“Makan tepat waktu, kapan aku harus makan sehingga dianggap tepat waktu?” Bai Chuan bertanya.
“….” Mu Xiaoya tak mengerti bagaimana topiknya menjadi seperti ini, namun setelah memikirkannya, dia tiba-tiba merespon, “Kapan kamu… biasanya makan?”
“Makan saat aku lapar,” Bai Chuan menjawab.
“Dan kapan kamu lapar?” Mu Xiaoya bertanya.
“….” Bai Chuan mengingat-ingat dengan serius dan akhirnya menemukan kalau dia tak memerhatikan waktu kapan dirinya lapar, jadi dia pun menggelengkan kepalanya dengan jujur, “Aku nggak memperhatikan kapannya.”
Mu Xiaoya tertegun, kemudian mendadak emosi-emosi tidak nyaman membuncah dari dasar hatinya. Lama kemudian, dia bertanya, “Sekarang jam berapa?”
Bai Chuan mengeluarkan ponselnya dan menatap benda itu. “12:31.”
“Baiklah. Kalau begitu, pada jam ini setiap harinya, kau harus ingat untuk makan siang. Kalau makanmu tertunda, kau tak boleh menunggu selama lebih dari satu jam sebelum atau sesudahnya, kau harus makan.”
Bai Chuan untuk sejenak mengerti, kemudian mengangguk untuk mengindikasikan kalau dia mengerti.
“Untuk sarapan, kau harus makan sebelum jam delapan pagi.”
“Sebelum jam delapan pagi, jam berapa?” Bai Chuan membutuhkan waktu spesifik.
“….” Mu Xiaoya harus menyesuaikan kata-katanya. “Antara jam tujuh hingga delapan pagi, kau harus sarapan.”
Bai Chuan mengangguk lagi.
“Untuk makan malam, antara 6:30 dan 7:30. Makan tiga kali sehari dan makan yang banyak, cukup ingatlah agar makan tepat waktu, oke?” Mu Xiaoya mendesak.
“Akan ingat,” Bai Chuan mengangguk serius.
“Ingatlah untuk melakukannya.”
“En.” Bai Chuan mengangguk. “Sudah waktunya untuk makan siang, ayo kita makan.”
Apa kau sedang mengingatkanku?
Mu Xiaoya tak tahan untuk tersenyum, mematikan ponselnya, dan berhenti memilih-milih restoran. “Ayo pergi, kita akan makan di restoran mana pun yang kita lihat pertama kali.”
Mereka pergi ke lantai atas dan menemukan restoran yang berada paling dekat dengan pintu lift lalu menyantap makan siang yang sederhana.
Keluar dari bangunan itu, Mu Xiaoya berencana untuk pergi ke meja pelayanan dengan bon restoran untuk mendapatkan voucher parkir gratis. Saat dia tiba di meja pelayanan, dirinya tiba-tiba dibuat tertarik oleh iklan yang ada di sampingnya.
Ada tanda iklan untuk headphone. Mu Xiaoya pernah dengar kalau merknya terkenal secara internasional dan bisa dianggap kelas atas bila dibandingkan dengan headphone-headphone lainnya. Di kampus, Fang Hui membeli satu dan Mu Xiaoya pernah memakainya beberapa kali serta mendapati kalau kualitas suaranya benar-benar bagus. Tapi yang menarik perhatian Mu Xiaoya bukanlah kualitas suara dari headphone itu, melainkan fungsi lain darinya.
“Nikmati musik tanpa gangguan suara.”
“Menurunkan gangguan suara hingga 90%.”
Menghilangkan gangguan suara? Sejak waktu itu, situasi dari masalah lampu yang sebelumnya bisa saja muncul lagi. Bisakah Bai Chuan memakai headphone untuk menutupi suara itu? Benak Mu Xiaoya berpacu. Setelah mengambil voucher parkir, dia mengajak Bai Chuan ke konter headphone di lantai dua.
“Halo, headphone jenis apa yang Anda butuhkan?” Karena ini adalah headphone high-end, tak terlalu banyak pelanggan di toko itu. Begitu Mu Xiaoya berjalan masuk, ada beberapa orang pramuniaga yang mengelilingi dirinya.
“Aku mau headphone yang bisa mengurangi gangguan suara,” Mu Xiaoya berkata.
“Silakan sebelah sini.” Si pramuniaga mengantar mereka ke konter di mana headphone-headphone dengan fungsi mengurangi gangguan suara berada dan menjelaskan, “Headphone-headphone ini memiliki kemampuan mengurangi gangguan suara yang sangat bagus. Midnight Phantom ini adalah headphone untuk mengurangi gangguan suara yang paling hemat biaya. Dengan teknologi pengurang gangguan suara terkini, gangguan suaranya diisolasikan secara sempurna sementara kualitas suara yang dihasilkannya sangat bagus. Anda bisa mencobanya dulu.”
Mata Mu Xiaoya berbinar. Dia mengambil headphone yang baru saja disebutkan oleh si pramuniaga, kemudian berbalik untuk memasangnya menutupi telinga Bai Chuan.
Tiba-tiba dirinya mengenakan headphone, Bai Chuan pun menatap Mu Xiaoya dengan bingung.
“Apa kau bisa mendengarku?” Mu Xiaoya bertanya.
Bai Chuan mengangguk.
Mu Xiaoya tiba-tiba menatap pada si pramuniaga dengan kecewa, “Kau, bukankah kau bilang kalau fungsi mengurangi gangguan suaranya bagus? Kenapa dia masih bisa mendengarku?”
Si pramuniaga langsung tampak malu, “Nona, mengurangi gangguan suara berarti sebagian besar ‘white noise’-nya dikurangi, sehingga efek audionya jadi lebih baik, namun pada saat bersamaan, mustahil untuk sepenuhnya mengisolasi suara.”
(T/N: white noise adalah suara-suara yang terdengar di latar belakang, biasanya cenderung pelan dan monoton. Contoh white noise adalah suara hujan)
“Bukankah iklan kalian menyatakan bahwa headphone ini bisa mengisolasi 90% suara?”
“Yang itu juga mengacu pada white noise, dan Anda berdiri di sebelah headphone-nya. Mana bisa tuan ini tak mendengar Anda saat Anda ada di sini?” Si pramuniaga menjelaskan dengan seulas senyum masam.
Mu Xiaoya melepaskan headphone di kepala Bai Chuan dan mengenakannya pada dirinya sendiri. Suara naik turun musik langsung mengalir keluar dari headphone itu. Dalam hal kualitas suara, headphone ini bagus, namun Mu Xiaoya masih merasa kalau efek pengurangan gangguan suaranya tidak cukup bagus. Karena bahkan saat dia mengenakan headphone-nya, samar-samar dia masih bisa mendengar suara-suara di dalam mall.
Mu Xiaoya mengernyit. Ini berbeda dengan apa yang dia harapkan.
“Apa ada headphone yang bisa mengurangi gangguan suara lebih baik daripada ini?” Mu Xiaoya bertanya.
“Yang ini.” Si pramuniaga mengambil sebuah headset merah besar dan menyerahkannya pada Mu Xiaoya. “Headset ini adalah yang terbaik di merk kami. Bahan dari headsetnya adalah serat karbon dan bobot keseluruhannya setara dengan earphone yang dipakai dengan ponsel, tidak terasa berat sama sekali.”
Mu Xiaoya menatap headphone di tangannya dan mendapati kalau benda itu luar biasa ringan.
“Bahan yang menutupi telinganya adalah spons insulasi suara terbaik yang bisa mengisolasikan suara-suara di luar hingga taraf tertinggi. Kalau Anda menaikkan suara dari headphonenya, Anda takkan bisa mendengar suara di luar.” Si pramuniaga mengisyaratkan pada Mu Xiaoya untuk mencobanya.
Mu Xiaoya mengenakan headsetnya, dan dengan perbandingan sebelumnya, keunggulan dari headset ini langsung terungkap. Dia baru saja mengenakannya dan tidak memainkan musiknya, namun sudah merasa kalau semuanya jadi jauh lebih sunyi.
Mu Xiaoya tiba-tiba merasa kalau headset ini bagus, jadi dia berbalik dan memberikannya lagi pada Bai Chuan.
Setelah Bai Chuan mengenakan headphone itu, matanya berbinar dan dia jelas-jelas juga menyukai insulasi suara dari headphone itu.
“Apa kau menyukainya?” Mu Xiaoya bertanya.
Bai Chuan mengangguk.
Mu Xiaoya langsung kegirangan dan bertanya, “Berapa harga headset ini?”
“Toko kami sedang promosi hari ini. Dengan diskonnya, headset ini hanya seharga 9.999,” si pramuniaga menjawab.
“Berapa?” Mu Xiaoya mengira kalau dia salah dengar.
“Sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan,” si pramuniaga mengulang dengan sabar.
“Mahal sekali ah.” Mu Xiaoya tertegun. Apakah headset sekarang ini benar-benar senilai sepuluh ribu yuan?
“Headset ini memang sedikit lebih mahal. Sebenarnya, kalau Anda punya persyaratan lebih rendah untuk fungsi pengurangan gangguan suara, headset yang baru saya tunjukkan pada Anda tadi cukup bagus. Hanya akan seharga 2.888 sudah termasuk diskon,” si pramuniaga menyarankan.
“….” Bagaimana istilahnya, takkan ada masalah bila tanpa perbandingan. Siapa yang bisa melihat 2.888 setelah merasakan yang 9.999.
Mu Xiaoya menatap Bai Chuan dan mendapati kalau pria itu sedang mendengarkan musik dengan tenang dan matanya sedikit berbinar serta seluruh tubuhnya jadi tampak jauh lebih santai. Ditambah lagi, headphone merah besar yang ada di telinga Bai Chuan tampak luar biasa bagus.
Mu Xiaoya menggertakkan giginya dan berkata, “Aku akan membelinya.”
“Yang mana?”
“Yang 9.999,” Mu Xiaoya berkata pilu.
“Oke, saya akan beri Anda tiketnya. Silakan ke kasir untuk membayar.” Si pramuniaga dengan cepat memberi tiket pada Mu Xiaoya.
Mu Xiaoya mengambil tiketnya dan mengajak Bai Chuan pergi ke kasir lalu membuka Alipay sebagai pembayaran.
“Tidak bisa ah,” Si kasir berkata, menatap pada koputer.
Mu Xiaoya tertegun dan tanpa sadar menatap ponselnya. Sebuah pesan teks melompat keluar dari ponselnya: nilai pembelian Anda 9.999 yuan. Karena melebihi batasan kartu kredit, transaksi Anda gagal.
“….” Aku lupa kalau kartu kreditku batasannya tak sebesar empat tahun kemudian.
“Permisi, tunggu sebentar.” Mu Xiaoya menarik Bai Chuan ke samping dan mulai mencari orang-orang untuk meminjam uang.
Deposit 300.000 yuan-nya yang semula sudah dipakai untuk memulai studio bersama Fang Hui, dan uang Fang Hui sendiri juga secara mendasar suda diinvestasikan juga, jadi mustahil bertanya pada Fang Hui untuk meminjam uang.
Bagaimana dengan orangtuaku? Tidak bisa. Pada hari pertama pernikahan, aku membeli hadiah untuk suamiku dan kemudian meminta uang pada orangtuaku. Itu terlalu memalukan.
Bahkan lebih mustahil lagi untuk meminta kepada Keluarga Bai. Dengan memperhitungkan koneksinya, di antara orang-orang yang dia kenal Liang Nuonuo adalah satu-satunya orang yang bisa meminjami dia uang sepuluh ribu yuan seketika.
Liang Nuonuo adalah teman sekamar Mu Xiaoya di kampus. Liang Nuonuo mempelajari administrasi bisnis dan Mu Xiaoya bukan merupakan bagian dari jurusan itu. Namun karena asrama wanita jurusan manajemen bisnis sudah penuh, Liang Nuonuo tak bisa tinggal di sana. Dan asrama Mu Xiaoya kebetulan saja sudah buka, jadi pihak sekolah mengaturkan Liang Nuonuo ke sana. Meski keduanya tak memiliki jurusan yang sama, mereka ditakdirkan untuk membangun persahabatan yang baik selama empat tahun mereka di kuliah.
Setelah lulus kuliah, semua orang mencari pekerjaan dan pergi ke luar negeri. Hanya Liang Nuonuo yang kembali ke kampung halamannya untuk membantu ayahnya menanam ceri.
Mu Xiaoya menelepon Liang Nuonuo, dan telepon itu dengan cepat tersambung.
Mu Xiaoya: “Nuonuo, kau sibuk?”
Liang Nuonuo: “Nggak sibuk, apa yang bisa kubantu ah?”
“Itu….” Mu Xiaoya agak malu, “Apa kau bisa meminjamiku uang?”
Bai Chuan, yang sudah menunggui Mu Xiaoya menelepon dengan tenang, tiba-tiba menatap Mu Xiaoya dan matanya berkilat.
“Berapa?” Liang Nuonuo langsung menanyakan jumlahnya.
“Sepuluh ribu, aku akan mengembalikannya padamu secepat mungkin,” Mu Xiaoya buru-buru berkata.
“Oke, kau dan Fang Hui baru saja membuka studio bersama-sama. Ini adalah waktunya untuk memakai uang, kau bisa membayarku kembali saat kau telah mendapatkan uang. Aku akan mentransferkannya ke Alipay-mu,” Liang Nuonuo berkata cepat.
“Terima kasih ya,” Mu Xiaoya mengekspresikan rasa terima kasihnya.
“Kau masih begitu sungkan padaku. Omong-omong, ceri kami sudah masak. Nanti aku akan memberimu alamat dan aku akan mengirimkan sedikit cerinya padamu dan Fang Hui untuk kalian cicipi,” Liang Nuonuo berkata.
“Ceri-cerimu sudah masak?” Mu Xiaoya terkejut.
“Iya dong, bunga-bunga ceri di gunung sangat cantik dan merah. Saat kau dan Fang Hui senggang, akan kutunjukkan pada kalian.”
Saat Mu Xiaoya tiba-tiba teringat pada kehidupannya yang lampau, pesan terakhir yang Liang Nuonuo kirimkan kepadanya adalah untuk mengundang dirinya mengunjungi perkebunan ceri. Sebenarnya, ceri-ceri itu masak setiap tahun dan Nuonuo akan mengundang mereka pergi ke sana. Sayangnya, Mu Xiaoya telah berada di luar negeri selama bertahun-tahun dan tak pernah pergi ke sana sekali pun dalam waktu empat tahun itu.
“Aku akan ke sana begitu kami senggang.” Mu Xiaoya berjanji dalam kehidupan ini, dia harus pergi untuk bertemu dengan temannya yang telah dia lewatkan selama empat tahun itu meski sekali saja.
“Kalau begitu aku akan menunggumu. Omong-omong, bawa suamimu saat kau datang ah. Aku belum pernah melihat dia.” Liang Nuonuo tahu kalau Mu Xiaoya sudah menikah, tapi dia hanya melihat fotonya seperti Fang Hui dan merasa penasaran tentang Bai Chuan.
Mu Xiaoya melirik ke belakang pada Bai Chuan dan berkata seraya tersenyum, “Oke deh.”
Dia menutup teleponnya dan segera Liang Nuonuo mengirimkan uangnya. Mu Xiaoya membayar dan pergi ke toko untuk mengambil headsetnya.
“Headphone ini juga berfungsi sebagai radio, dan juga bisa merekam….” Si pramuniaga dengan sungguh-sungguh memperkenalkan fitur tambahan headphone itu kepada keduanya, namun Mu Xiaoya tak bisa mengingat kata-katanya dan akhirnya dengan sambil lalu berkata bahwa dia akan kembali dan membaca manualnya.
Bilangnya begitu, tapi siapa yang benar-benar akan membaca hal-hal menjemukan seperti buku manual. Dia berbalik dan memberi tugas kepada Bai Chuan: “Ingatlah untuk membaca instruksinya.”
Bai Chuan mengenakan headphone itu, mengeluarkan buku instruksinya dengan patuh dan membacanya. Saat Mu Xiaoya kembali ke rumah, Bai Chuan telah menguasai semua fungsi dari headphone itu.
“Aku sudah selesai.” Bai Chuan melaporkan.
“Apa?” Mu Xiaoya sudah lupa soal manualnya.
“Headphone.” Bai Chuan menunjuk pada headphone yang menggelantung di lehernya.
Ingatan Xiaoya masih sama buruk dengan sebelumnya. Yang telah dia katakan akan terlupakan. Namun itu tak masalah, Bai Chuan mengingatnya.
Bai Chuan meletakkan buku instruksinya, meletakkannya kembali ke dalam kotak, kemudian menyentuh headphone yang melingkari lehernya.
Ini adalah hadiah yang Xiaoya belikan untukku….
————-
Versi Inggris bisa dibaca di: www.novicetranslations.com/my-husband-with-scholar-syndrome-chapter-17/