My Husband With Scholar Syndrome - Chapter 18
Meski sebelumnya Mu Xiaoya berkata kalau dia akan pulang ke rumah untuk berkemas, Shen Qingyi telah membantu putrinya berkemas lebih dahulu. Mu Xiaoya jadi tak ada yang dikerjakan, jadi dia menemani ibunya menegrjalan pekerjaan rumah tangga. Saat Bai Chuan melihat Mu Xiaoya telah kembali ke rumah orangtua dan tidak memerhatikan dirinya, dia pun jadi diam dan duduk patuh di sofa sambil terbengong-bengong. Lagipula, saat dirinya dalam kondisi bengong, merupakan hal lumrah baginya untuk tetap seperti itu sepanjang hari.
Pemandangan ini terlihat di mata ayah mertuanya dan pria itu jadi tak tahan lagi. Sebelumnya saat Bai Chuan hanya anak tetangga, Mu Ruozhou akan sering mencarinya untuk mengerjakan masalah-masalah matematika. Di satu segi Bai Chuan bisa menyelesaikan masalah matematika itu dengan mudah dan di sisi lain dia ingin menemukan metode bagi Bai Chuan untuk berkomunikasi lebih banyak. Sekarang karena Bai Chuan adalah menantunya, dia pun tak membutuhkan alasan untuk mengurusnya.
‘Bahkan dalam hatiku, mau tak mau aku jadi merasa agak tertekan. Menantu orang lain buru-buru berusaha mengakrabkan diri dengan ayah mertua mereka’. Namun saat Bai Chuan datang, malah Mu Ruozhou yang harus mengakraban diri dengan menantunya.
“Xiao Chuan, kemari dan bantu aku melihat soal-soal ini.” Mu Ruozhou mengambil beberapa soal matematika untuk Olimpiade dan meletakkannya di depan Bai Chuan.
Bai Chuan meliriknya dan mulai menulis. Segera dia menuliskan seluruh rumusnya dan menyelesaikan soalnya dengan metode perhitungan yang paling sederhana dan mudah untuk dimengerti.
“Ternyata bisa diselesaikan dengan cara seperti ini dan dihitung dengan rumus sesederhana ini.” Setelah menyelesaikan dua soal, Mu Ruozhou sekali lagi dibuat yakin oleh bakat matematika Bai Chuan, dan langsung membuang identitas seorang ayah mertua serta berubah menjadi fanboy.
Bai Chuan mengabaikannya dan lanjut menyelesaikan soal-soalnya, kemudian menghitung masalah matematika yang tersisa bersama-sama, masih memakai rumus yang awal.
“Jadi rumus ini bisa dipakai di sini? Tapi kalau formula ini diganti di sini,” MU Ruozhou memutari sebuah bagian besar dari proses hitungan yang dituliskan oleh Bai Chuan di kertas coret-coretan dengan pulpen merah dan menyliskan sebuah rumus yang benar-benar baru di sebelahnya. “Dengan rumus ini, kau bisa menghemat banyak langkah ah.”
Metode-metode penyelesaian masalah Bai Chuan sederhana serta jelas, dan dia tak pernah membuat kesalahan, namun memang aneh karena dia hanya memakai rumus paling sederhana saat menyelesaikan masalah. Ada banyak penyelesaian jelas yang bisa dicapai dengan satu langkah, tapi dia harus memakai tiga hingga empat langkah. Meski caranya memang benar, namun bukan merupakan metodologi yang terbaik. Hingga titik ini, Mu Ruozhou mersa sangat aneh. Pada akhirnya, dia hanya bisa menyalahkan perilaku Bai Chuan ini pada sindrom cendekianya.
Mu Ruozhou telah membaca beberapa artikel di internet, yang berkata bahwa banyak orang dengan sindrom cendekia yang bila melihat sebuah masalah di mata mereka, dan otaknya secara otomatis mengeluarkan rumus dan proses perhitungan. Mungkin hanya rumus yang paling sederhana yang bisa keluar dari otak Bai Chuan?
“Aku nggak mengerti,” Bai Chuan tiba-tiba berkata.
“Apa?” Mu Ruozhou mendongak.
“Ini terlalu rumit untuk dipahami Xiaoya.” Bai Chuan menjawab bahwa agar Mu Xiaoya bisa mengerti proses pemecahan masalahnya, dia telah menyelidiki dan memakai rumus matematika yang dipelajari dari sekolah dasar. Dia menghabiskan lebih banyak energi daripada yang dia butuhkan untuk menyelesaikan masalah matematikanya.
“….” Mu Ruozhou teringat bahwa putrinya tak terlalu bagus dalam matematika sejak gadis itu kanak-kanak, namun dia tak belajar dari ayahnya yang mengajari matematika. Alih-alih Mu Xiaoya suka pergi ke tempat Bai Chuan di sebelah untuk belajar matematika. Alasan dia melakukan hal itu adalah karena bila dia tak mengerti, Bai Chuan takkan memarahinya karena bodoh.
Karenanya, teknik-teknik pemecahan masalah dari Bai Chan hanya memakai rumus-rumus yang paling sederhana. Apakah ini demi putrinya?
Sudut mulut Mu Ruozhou tertarik, dan dia tak tahu apakah sekarang adalah waktu untuk memarahi putrinya karena bodoh, atau memarahi gadis itu karena memanfaatkan Bai Chuan seperti memakai pisau untuk membunuh ayam. (T/N: Di Asia, untuk membunuh ayam, kau cukup mematahkan lehernya dengan tanganmu dan tidak membutuhkan peralatan)
Gara-gara hal ini, Mu Ruozhou memelototi putrinya beberapa kali sepanjang makan malam, membuat Mu Xiaoya merasa kebingungan dan tak tahu kesalahan apa yang telah dilakukannya.
Setelah makan malam, Mu Xiaoya mengobrol sebentar dengan orangtuanya sebelum membawa Bai Chuan kembali ke vila Keluarga Bai. Menolak niat baik Li Rong untuk mencarikan pelayan demi membantunya membongkar barang, Mu Xiaoya menyeret tas bawaannya dan langsung menghampiri lemari Bai Chuan.
Lemari Bai Chuan ukurannya besar, tapi tak ada banyak pakaian juga tak banyak gaya. Pada mulanya, Mu Xiaoya bertanya-tanya kenapa ibu Bai Chuan tak membelikan lebih banyak pakaian untuk Bai Chuan, namun saat dipikir kembali, sifat Bai Chuan-lah yang membuatnya tak memakai baju-baju itu. Dan bila ada terlalu banyak barang di dalam kamarnya, Bai Chuan takkan merasa senang.
Paruh yang ini adalah lemariku.” Mu Xiaoya menyeret kopernya ke depan lemari.
“Semuanya untukmu,” Bai Chuan berkata murah hati.
Mu Xiaoya tertawa, “Tidak, lemarimu terlalu besar. Aku tak punya baju sebanyak itu.”
Bai Chuan berkedip dan tak bicara. Dia berdiri di samping dan menonton Mu Xiaoya membuka kopernya dan menggantungkan baju-bajunya satu persatu ke dalam lemari. Saat Mu Xiaoya selesai menggantungkannya, barulah kemudian dia mengerti maksud kata-kata Mu Xiaoya.
Baju Xiaoya benar-benar sedikit, tidak sebanyak miliknya.
“Jangan berdiri saja di sana. Pergi dan mandilah,” Mu Xiaoya berkata dan mengambil piyama dari lemari lalu melemparkannya pada Bai Chuan, “Kau mandilah duluan, aku akan mandi setelahmu.”
Bai Chuan menunduk pada baju di tangannya, kemudian dengan patuh berbalik dan pergi. Sesgera, Mu Xiaoya mendengar suara air keluar dari kamar mandi.
Mu Xiaoya tak membawa banyak baju kali ini, hanya baju-baju musim panas. Pakaian musimannya yang lain ditinggal di rumah. Dia tak terburu-buru untuk pindah kemari. Lagipula, dia akan sering pulang ke rumah untuk mengunjungi orangtuanya dan mengambil barang-barangnya pelan-pelan.
Setelah selesai membongkar pakaiannya, Mu Xiaoya kembali ke kamar mandi, meletakkan komputer dan beberapa alat gambar yang telah dia bawa bersamanya ke atas satu-satunya meja di dalam kamar, kemudian mulai mengutak-atik produk-produk perawatan kulitnya. Sejujurnya saja, produk-produk perawatan kulit yang dia pakai sekarang ini secara signifikan kalah efektif ketimbang produk-produk yang dia pakai empat tahun kemudian, namun harganya jauh lebih murah. Unutng saja, dia baru saja lulus kuliah dan Milk Muscle belum populer di komputer dan tak membuat kulitnya menghasilkan minyak berlebih, jadi dia tak perlu mengeluarkan banyak uang untuk membeli produk-produk perawatan kulit.
Bukankah dia adalah wanita? Kecantikan seharusnya dianggap sebagai yang nomor satu dan dia harus selalu bersedia merawat dirinya sendiri.
“Yah, aku harus bekerja keras untuk menghasilkan uang ah.”
Saat dia mengesah, pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka. Yang membukanya adalah Bai Chuan dalam piyama yang baru saja selesai mandi dan berjalan keluar.
“Aku sudah selesai mandi,” Bai Chuan berkata dan menatap Mu Xiaoya
“Kalau begitu aku akan mandi.” Mu Xiaoya pergi ke kamar mandi sambil membawa produk-produk perawatan kulit di tangannya, dan tiba-tiba teringat sesuatu sebelum memasuki pintu. Dia berbalik dan berkata pada Bai Chuan, “Kalau aku meletakkan sesuatu dengan tidak benar, kau katakanlah padaku, dan aku akan membetulkannya.”
Di siang hari, Profesor Feng berkata bahwa beberapa pasien autisme memiliki gangguan obsesif-kompulsif dalam hal penempatan barang-barang di ruangan mereka. Mu Xiaoya telah mengambil ruang dalam jumlah besar untuk dirinya sendiri dan tak tahu apakah Bai Chuan akan merasa tidak nyaman.
“Nggak,” Bai Chuan menggelengkan kepalanya.
“Apa?”
“Barang-barangmu tidak tak benar.” Selama barang itu adalah milik Mu Xiaoya, dia pikir merupakan hal yang benar bila meletakkannya di mana saja.
Tampaknya gangguan obsesif-kompulsif dalam diri Bai Chuan tidak terlalu serius. Tidak perlu baginya untuk memindahkan barang-barangnya, Mu Xioya begitu gembira hingga dia pergi ke kamar mandi dengan gembira.
Suara air mengalir di kamar mandi terdengar. Ada banyak barang yang bukan merupakan milik Bai Chuan di dalam kamar ini. Bai Chuan tidak merasa terlalu nyaman, namun ketidaknyamanan ini ditutupi oleh kepuasan dari dalam hatinya. Bai Chuan pergi ke mejanya dan memindahkan lampunya kembali ke tempat asalnya yang berjarak satu sentimeter, namun dia tak memindahkan barang-barang Mu Xiaoya yang ada di sampingnya.
Setelah mengedarkan pandangan kembali ke kamar, dia mendapati kalau tak ada benda lain yang dipindahkan. Bai Chuan menghembuskan desahan lega perlahan, membuka pintu, meninggalkan kamar tidur dan berjalan ke lantai tiga.
Vila Keluarga Bai memiliki tiga lantai, lantai pertama adalah ruang keluarga, ruang makan, dan dapur. Lantai kedua dan ketiga adalah kamar-kamar tidur dan kamar tamu. Namun karena keistimewaan Bai Chuan, semua orang di keluarga Bai Chuan meninggalkan seluruh lantai kedua untuk Bai Chuan demi memberi dia ruang yang nyaman. Ketiga orang lainnya dari Keluarga Bai menempati kamar tidur di lantai tiga, namun Bai Chuan nyaris tak pernah naik ke sana.
Di kamar yang terletak di sisi kanan jauh pada lantai tiga, ketika Bai Zheng baru saja mandi dan hendak menuangkan secangkir air dingin untuk dirinya sendiri, dia sudah akan membaca buku sebelum tidur saat pintunya tiba-tiba diketuk.
Siapa yang mencari dirinya pada jam segini?
Bai Zheng mengernyit. Ada ketukan di pintu tapi tak ada suara. Tak mungkin orangtua atau pelayan. Apakah… Mu Xiaoya?
Dugaan ini membuat ekspresi Bai Zheng jadi agak tidak jeas, namun dia masih berjalan menghampiri dan membuka pintu.
“Xiao Chuan?!” Bai Zheng menatap kosong pada Bai Chuan yang muncul di pintu.
“Aku mencarimu,” Bai Chuan berkata tanpa ekspresi.
“Ah? Oh, masuk dan bicaralah.” Bai Zheng buru-buru menyingkir dari jalan sehingga Bai Chuan bisa masuk.
Bai Chuan masuk sesuai dengan kata-katanya dan berdiri diam di tengah-tengah kamar tidur.
“Itu… kau duduk dan katakanlah, kalau kau ingin sesuatu untuk dimakan, akan kusuruh Paman Li membawakannya.” Adiknya mengunjungi kamarnya untuk pertama kalinya, dan Bai Zheng jadi gelagapan dan tak tahu bagaimana harus menyapanya.
“Nggak usah, aku akan pergi setelah bicara,” Bai Chuan menggelengkan kepalanya.
“Uh, apa yang ingin kau bicarakan?” Bai Zheng bertanya dengan penasaran. Masalah apa yang membuat Bai Chuan datang menemui dirinya malam ini.
“Aku mau gaji.”
“?!” Bai Zheng melongo. Apa yang dikatakan oleh adiknya itu barusan tadi? “Apa katamu?”
“Aku mau gaji,” Bai Chuan mengulang, dan kali ini suaranya jelas lebih keras daripada sebelumnya.
“….” Bai Zheng memastikan kalau dia tak salah dengar barusan tadi. Adiknya benar-benar meminta gaji darinya. “Kenapa?”
“Semua orang di perusahaan punya gaji. Gajinya dibayar bulanan. Aku sudah bekerja selama tiga tahun, enam bulan dan tujuh hari….” Bai Chuan mulai menghitung masa kerjanya di perusahaan.
“Tunggu sebentar….” Bai Zheng memegangi dahinya. Siapa yang mau hitung-hitugan gaji denganmu? “Aku tanya padamu kenapa kau tiba-tiba menginginkan gaji. Sebelumnya kau tak menginginkannya.”
“Xiaoya tak punya uang.” Bai Chuan berkata terang-terangan. Ya, Xiaoya tak punya uang, dan gadis itu harus meminjam uang pada orang lain untuk membeli hadiah.
“….” Setelah mendengar jawaban ini, Bai Zheng jadi benar-benar tak tahu harus bilang apa. Mu Xiaoya tak punya uang, jadi Bai Chuan datang menemuinya untuk minta gaji. Apakah itu salah? Ya, tentu saja. Mu Xiaoya, seorang murid kuliah yang baru saja lulus, tak punya uang. Itu masuk akal. Alih-alih, Keluarga Bai mereka tak cukup memikirkannya, dan mereka tak berpikir untuk memberi pasangan itu biaya hidup, sampai-sampai memaksa adiknya untuk datang ke kamarnya di tengah malam untuk minta gaji.
“Aku akan suruh akuntan mengatur gajimu besok.” Bai Zheng benar-benar merasa kalau dirinya telah membuat kesalahan.
Bai Chuan mengangguk dan mengingatkan dirinya, “Tiga tahun, enam bulan, dan tujuh hari.”
“Jangan khawatir, kau takkan kehilangan satu sen pun.” Ada garis-garis hitam di wajah Bai Zheng. Mana bisa dia mengurangi gaji adiknya?
Bai Chuan langsung merasa puas, berbalik, membuka pintu, dan pergi. Tindakan itu dilakukan dalam satu gerakan tanpa berpamitan kepada ‘bos’-nya.
Bai Zheng: “….”
Saat Bai Chuan kembali ke kamarnya, Mu Xiaoya sudah keluar dari kamar mandi dan sedang duduk di atas ranjang sambil menyeka rambutnya dengan handuk.
Bai Chuan mengedarkan pandang, berjalan ke kamar mandi untuk mengambil pengering rambut sebelum berjalan menghampiri Mu Xiaoya.
“Kau sudah kembali?” Mu Xiaoya tersenyum pada Bai Chuan. Dia baru saja keluar dan tak melihat Bai Chuan serta merasa kaget.
“En, aku akan bantu kamu mengeringkan rambutmu.” Pasangan saling membantu satu sama lain. Kemarin Xiaoya telah membantu mengeringkan rambutnya. Hari ini, dia juga ingin membantu Xiaoya mengeringkan rambut.
“Kau akan membantuku mengeringkannya?” Mu Xiaoya mengangkat alisnya. “Rambutku sangat panjang dan tebal, dan akan butuh waktu lama untuk mengeringkannya.”
“Aku akan keringkan,” Bai Chuan bersikeras.
Setelah mem-blow dry selama sesaat, Bai Chuan mendapati kalau Mu Xiaoya memang benar, rambut gadis itu sungguh sulit untuk dikeringkan. Rambut Mu Xiaoya kira-kira 29 kali lebih panjang dari rambutnya, yang menjuntai dari kulit kepalanya lapis demi lapis. Sulit bagi udara panasnya untuk masuk. Bai Chuan perlu mengangkat rambut Mu Xiaoya dengan jemarinya, kemudian perlahan mem-blow dry-nya hingga kering. Butuh waktu sekitar enam hingga tujuh kali lebih lama daripada ketika dia biasanya mengeringkan rambutnya sendiri.
Namun Bai Chuan tak merasa kalau hal itu merepotkan. Dia menyukai perasaan rambut panjang Mu Xiaoya menggelincir di ujung-ujung jemarinya.
“Apa yang kau lakukan?” Mu Xiaoya menolehkan wajahnya dengan bingung, rambutnya sudah kering, jadi kenapa Bai Chuan masih memegangi rambutnya?
“Sebelumnya…,” Bai Chuan tersenyum. “Kamu memegang rambutmu dan menusukkannya ke wajahku.”
Dengan perkataan itu, Bai Chuan lalu mengangkat rambut panjang tersebut dan menusukkannya ke pipi.
Gatal, tidak seperti waktu itu, tapi sangat nyaman. Memikirkan tentang hal itu, senyum Bai Chuan tanpa sadar jadi semakin dalam, dan dua lesung pipit tiba-tiba muncul, menyapa Mu Xiaoya dengan gembira.
‘Jedug!‘
Mu Xiaoya mendengar jantungnya berdebar.
====
Teater kecil:
Mu Xiaoya dengan kepangan rambut: “Kakak Bai Chuan, kenapa kau mengabaikan aku?”
Bai Chuan terus membaca tanpa mendongak.
Mu Xiaoya menggerutu marah, kemudian memakai kedua kepangan hitam dan tebalnya untuk menampar wajah Bai Chuan satu demi satu.
Bai Chuan merasa gatal dan akhirnya mengangkat kepala.
Mu Xiaoya mengibaskan satu kepangannya dan berkata pongah: “Abaikan aku, akan kutusuk kau.”
——————
Versi Inggris bisa dibaca di: www.novicetranslations.com/my-husband-with-scholar-syndrome-chapter-18/