My Husband With Scholar Syndrome - Chapter 21
“Begitu kalian turun dari kereta, seseorang akan menjemput kalian. Plat nomornya adalah Rong 888*9.”
Bai Chuan menarik tas bawaan mereka, dan Mu Xiaoya mengedarkan pandang ke pintu keluar stasiun untuk mencari mobil Liang Nuonuo. Nuonuo bilang dia akan mengirim mobil untuk menjemput mereka, tapi setelah lama waktu berlalu, dia tak melihat mobil yang seharusnya menjemput orang itu.
“Juga tak memberi nomor teleponnya,” Mu Xiaoya menggumam. Dia sudah akan menelepon Liang Nuonuo, tapi kemudian melihat seorang pria yang mengenakan topi jerami dan overall melambai kepadanya dari kejauhan.
“Apakah Anda adalah Mu Xiaoya?” Suara si pria begitu keras sehingga bisa terdengar dari seberang alun-alun.
Mu Xiaoya membeku, dan melihat si pria berlari menghampiri, “Nona kecil, apa kau adalah Mu Xiaoya?”
“Ya, dan Anda?”
“Nuonuo menyuruh saya menjemput kalian. Ayo pergi. Mobilnya ada di depan gerbang masuk.” Seraya mengatakan hal itu, si pria meraih dengan antusias untuk mengambil koper di tangan Bai Chuan. Tak dinyana, sebelum tangannya bisa menyentuh koper itu, Bai Chuan sudah mengelak menjauh.
Si pria menangkap udara, kemudian melontarkan tatapan ganjil pada Bai Chuan. Melihat kalau Bai Chuan memasang wajah tenang dan tak bicara, dia mengira kalau dirinya telah melakukan kesalahan.
Apakah karena dirinya baru saja mengantarkan barang ke kota dan bau keringatnya terlalu pekat dan orang-orang dari kota tak terbiasa menciumnya? Memikirkan tentang hal ini, si pria langsung meminta maaf, “Maafkan aku, bau keringat di tubuhku terlalu kuat. Pasti telah mengganggu penciumanmu.”
“Bukan begitu, Anda salah paham. Suami saya adalah orang yang tertutup dan tak menyukai kontak fisik dengan orang lain.” Mu Xiaoya tahu kalau pihak lain telah salah paham dan buru-buru menjelaskan.
“Oh, hehehe… oke.” Si pria tersenyum dan tak lagi menganggapnya serius. Saat dia melihat kalau pihak lain tak membutuhkan bantuan untuk membawa kopernya, dia pun memimpin mereka berdua untuk berjalan maju. “Namaku adalah Liang Cheng. Aku dari desa yang sama dengan Nuonuo. Kalian bisa memanggil aku Paman Liang. Aku baru saja membawa segerobak barang ke kota pagi ini dan baru saja selesai menjualnya kemudian sudah akan pulang. Kemudian Nuonuo bilang kalau dia punya dua orang teman yang secara khusus datang dari kota besar untuk menemui dirinya dan memintaku menjemput mereka.”
“Kami telah merepotkan Anda.”
“Nggak repot, nggak repot sama sekali.”
Mu Xiaoya tersenyum dan bertanya, “Bagaimana Anda mengenali kami barusan tadi?”
“Mana bisa tidak mengenali ah. Tidak biasanya kami melihat orang-orang berpakaian rapi seperti kalian di kota pinggiran kecil kami ini. Aku bisa dengan mudah menemukan kalian dalam sekali pandang saat kalian berhenti di alun-alun.” Liang Cheng tersenyum ceria, “Khususnya lelaki keluargamu itu, keluar dari stasiun itu seperti baru saja keluar dari TV.”
Lelaki keluargamu? Deskripsi ini terlalu langsung dan terang-terangan ah. Mu Xiaoya mau tak mau kembali merona.
Bagaimana bisa aku sekarang telah menikah, tapi masih merasa malu atas hal itu? Tidak, aku cuma harus punya kulit lebih tebal lagi. Mu Xiaoya menggelengkan kepalanya dan berusaha untuk ‘menceriakan diri’.
“Ada apa?” Bai Chuan bertanya dengan penuh perhatian.
“Nggak apa-apa, cuma agak panas.” Mu Xiaoya memakai cuaca panas untuk menutupi ronanya, meski Bai Chuan mungkin tak melihat apa-apa dari wajahnya.
Bai Chuan terdiam dan mendapati kalau wajah Mu Xiaoya mengucurkan banyak keringat, jadi dia menarik sapu tangan dari kantongnya untuk membantu Mu Xiaoya menyeka wajahnya.
“Aku… aku akan melakukannya sendiri.” Mu Xiaoya meraih sapu tangan itu dan menyeka keringatnya, namun jemarinya masih merasakan kesejukan dari ujung jemari Bai Chuan.
‘Kenapa suhuku jauh lebih tinggi daripada Bai Chuan?!!’ Mu Xiaoya berpikir nyalang.
“Oke, letakkan kopernya di belakang.” Pada saat ini, Liang Cheng tiba-tiba berteriak.
Mu Xiaoya menolehkan kepalanya dan mendapati kalau Liang Cheng sedang berdiri di depan sebuah truk, dan pria itu menuding ke arah belakang kendaraan tersebut, yang mana juga menampung setumpuk keranjang buah yang kosong.
“….” Tak heran dia tak bisa menemukan mobilnya sendiri. Ternyata truk-lah yang telah datang menjemput dirinya. Liang Nuonuo, gadis mati itu, tak mengatakannya lebih dulu, yang mana membuatnya hanya mencari-cari pelat nomor pada mobil.
Liang Cheng membantu keduanya dan meletakkan bawaan mereka ke dalam mobil, kemudian berkata pada Mu Xiaoya, “Ada ruang kecil di bagian depan mobil, jadi aku cuma bisa menampung satu orang. Atau kau mau lelakimu duduk di belakang?”
Mu Xiaoya mengintip pada bagian dalam mobil dan mendapati kalau hanya ada dua tempat duduk di bagian depan mobil. Tiba-tiba, dia sedikit mengernyit. Dirinya akan merasa gelisah bila Bai Chuan duduk sendirian di bagian belakang truk, tapi dia juga tetap akan merasa gelisah bila Bai Chuan duduk di kursi penumpang di bagian depan.
“Paman Liang, biar kami berdua sama-sama duduk di belakang.” Mu Xiaoya memutuskan untuk tidak terpisah dengan Bai Chuan.
“Di belakang akan terlonjak-lonjak, dan kita akan berada di jalanan pegunungan dalam waktu lama. Lonjakannya akan sangat parah.”
Kalau begitu Bai Chuan tak bisa ditinggalkan seorang diri.
“Nggak apa-apa. Nuonuo bilang pemandangan di sini sangat indah. Aku akan duduk di belakang dan melihat-lihat.” Mu Xiaoya membuat alasan sekenanya.
“Oke, baiklah.” Liang Cheng tak membujuknya lagi. “Kalian orang-orang dari kota ah, sudah terbiasa tinggal di kota, jadi ingin melihat gunung dan sungai kami di sini ah.” Pemandangan pegunungannya indah, dan kadang-kadang beberapa orang teman dari kota suka datang berkunjung, jadi Liang Cheng tak berpikir kalau ada masalah dengan alasan Mu Xiaoya.
Mu Xiaoya tersenyum dan tak bicara, kemudian memanjat ke dalam bak truk bersama Bai Chuan. Dia meletakkan koper mereka dan mereka pun lalu menduduki koper mereka dengan punggung bersandar pada kepala truk.
Butuh waktu lebih dari setengah jam untuk berkendara dari kota pinggiran ke rumah Liang Nuonuo dan sepanjang saat itu, mereka menghabiskan lebih dari sepuluh menit di jalan pegunungan. Pada paruh pertama, truknya bergerak dengan mulus. Saat mereka memasuki wilayah pegunungan, Liang Cheng berseru, “Jalannya akan berlonjak-lonjak, kalian harus menyeimbangkan diri kalian lho.”
“Oke,” Mu Xiaoya merespon lantang, kemudian menolehkan kepalanya untuk mengingatkan Bai Chuan, saat truknya tiba-tiba berbelok ke sudut. Dirinya pun terlempar gara-gara kelembaman itu dan mendarat ke dalam pelukan Bai Chuan.
Bai Chuan menyandar pada kompartemen barang truk tersebut dan memegangi Mu Xiaoya erat-erat dalam pelukannya.
“Itu… Paman Liang bilang, jalan di depan tidak bagus. Jadi, lebih baik jaga keseimbangan.” Mu Xiaoya mengatakan hal itu seakan menampar dirinya sendiri dan tak tahan untuk menambahkan, “Jangan sampai terlempar seperti aku.”
“En.” Bai Chuan mengangguk serius.
Mu Xiaoya menegakkan duduknya dari pelukan Bai Chuan, kemudian memegangi bagian belakang kompartemen barang erat-erat dengan kedua tangan bersiap untuk bagian jalan gunung selanjutnya yang belum terlintasi.
‘Klang, klang tang, klang tang tang~~’
Tubuh mereka terlonjak dan jatuh bersama dengan truknya dan bagian belakang pinggang mereka menempel pada kompartemen barangnya. Mereka terantuk beberapa kali dan kesakitan. Namun Mu Xiaoya tak berani mengulurkan tangan untuk menggosok bagian tubuh yang sakit, karena takut bila dia melepaskan pegangan, sekujur tubuhnya akan kehilangan keseimbangannya.
‘Klang tang~~’
Truknya terlonjak lagi, dan persis saat Mu Xiaoya menggertakkan giginya dan sudah akan menabrak permukaan lagi, sebuah tangan tanpa suara menyangga punggung Mu Xiaoya. Mu Xiaoya hanya merasa kalau bagian belakangnya terasa empuk dan tubuhnya berada dalam pelukan hangat.
“Bai Chuan?!” Mu Xiaoya berbalik.
“Sakit. Aku menghadangnya.” Suara Bai Chuan sangat lirih. Bila bukan karena berada di dekat telinga Mu Xiaoya, suara itu akan nyaris hilang di tengah suara siulan pada truk. Namun Bai Chuan tak perlu Mu Xiaoya mendengarnya, dia hanya tak mau Mu Xiaoya memiliki lebam yang sama di punggung seperti dirinya.
Xiaoya terlalu mudah geli dan tak membiarkan dirinya menyentuh. Kalau Xiaoya terluka, dia tak bisa memijat dan mengoleskan obat untuknya, jadi Xiaoya tak boleh terluka.
Mu Xiaoya menempel diam dalam pelukan Bai Chuan. Dengan setiap guncangan dari mobil, tubuh mereka berdua jadi lebih dekat. Mu Xiaoya tak tahu bagaimana menggambarkan perasaannya pada saat itu, namun dia merasa kalau pelukan ini terasa seperti selingkaran dunia kecil dan semua di sekitarnya jadi sunyi. Dia hanya bisa mendengar detak jantung dan hembusan napas yang lainnya. Dan semua perasaannya ada dalam lengan kuat Bai Chuan.
Dia tak tahu sudah berapa lama waktu berlalu setelahnya, namun mobil itu tiba-tiba berhenti. Liang Cheng melangkah keluar dari kokpit dan berkata pada keduanya seraya tersenyum, “Kita sudah sampai.”
“Kita sudah sampai?” Mu Xiaoya tiba-tiba kembali pada kesadarannya.
“Di sini adalah perkebunan ceri Keluarga Nuonuo,” Liang Cheng berkata, seraya membantu mengangkat bawaan yang diserahkan keduanya.
“Terima kasih, Paman Liang.” Setelah keluar dari truk, Mu Xiaoya mengeluarkan sekotak coklat dari ranselnya dan menyerahkannya, “Aku ada sekotak coklat, ini untuk Paman.”
“Ini nggak bisa, aku sudah bilang kalau perjalanan ini sambil lewat, jadi tidak merepotkan.” Liang Cheng melambaikan tangannya dan berkata kalau dia tak mau menerimanya.
“Ini adalah oleh-oleh yang kami beli sambil lalu. Tidak mahal, hanya untuk menunjukkan rasa terima kasih kami.”
“Boleh deh.” Orang-orang dari pegunungan adalah orang yang terus terang. Saat dia melihat Mu Xiaoya benar-benar ingin memberikannya, dia pun tak menolak lagi.
“Segera Nuonuo akan turun untuk menjemput kita sebentar lagi,” Mu Xiaoya tersenyum.
“Oke, kalau begitu aku pergi dulu. Datang dan makan malamlah di rumah paman ini saat kalian senggang.” Liang Cheng melambaikan tangannya dan menyetir truk pick-up-nya dengan suara berdentang-dentang.
Hingga suara truk itu tak lagi bisa terdengar, alis Bai Chuan pun sedikit melonggar. Dia tak pernah melihat kendaraan seberisik itu sebelumnya, yang mana bahkan lebih keras daripada kereta.
“Mumu!” Pada saat ini, sebuah suara wanita yang cerah terdengar dari sisi bukit, kemudian seorang gadis dengan baju anyaman berlari turun gunung seperti angin.
“Nuonuo.” Mu Xiaoya begitu gembira hingga dia melepaskan kopernya dan berlari menjumpai kawannya itu. Kedua gadis yang serupa bunga itu pun berpelukan di sisi bukit berumput, tersenyum seperti bocah lima tahunan.
Bai Chan memandangi senyum Mu Xiaoya, dan semua ketidaksenangan yang telah bertumpuk dari perjalanan yang berisik tersebut pun serta merta menghilang. Matanya jadi cerah, bahkan berbinar dengan kepuasan. Dia berpikir kalau dia bisa melihat senyum Xiaoya setiap kali dirinya harus mengalami keberisikan seperti itu, maka dia jadi merasa kalau suara-suara itu tidak terlalu tak tertahankan.
Kedua gadis itu sudah cukup tertawa, dan Liang Nuonuo kemudian mengabdikan waktunya untuk memandangi pria muda yang telah berdiri diam di sisi bukit. Pada penampilan pria itu, dia langsung berkata dengan cemburu dan iri, “Sungguh pemuda yang rupawan, bagaimana bisa dia ketemu kamu.”
“Iri ya?” Mu Xiaoya tertawa, “Aku sudah mengantri selama lebih dari sepuluh tahun di muka.”
“Terus, terus, terus, aku tahu kalian adalah kekasih masa kecil.”
Mereka berjalan kembali beberapa langkah dan Liang Nuonuo mengulurkan tangannya kepada Bai Chuan, “Halo, namaku Liang Nuonuo, dan aku adalah sahabat baik istrimu.”
Mu Xiaoya menolehkan kepalanya untuk menatap Bai Chuan, namun bukannya mendesak atau mengingatkan pria itu, tanpa suara dia hanya menunggu respon dari Bai Chuan.
Pertama-tama Bai Chuan menatap tangan Liang Nuonuo yang terentang, kemudian menatap pada wajah Liang Nuonuo, gerakannya lamban dan tanpa ekspresi.
Liang Nuonuo tidak merasa tak sabar, jadi masih dengan itikad baik, dengan sabar dia menunggu respon Bai Chuan. Situasi Bai Chuan sudah lama disebutkan oleh Mu Xiaoya, jadi dia tak merasa aneh ataupun tak sabaran pada saat ini.
“Halo.” Setelah dua menit, Bai Chuan akhirnya memberi respon, namun dia hanya berkata halo dan tak mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Liang Nuonuo yang terjulur.
Namun hanya jawaban ini saja telah membuat Mu Xiaoya sangat gembira. Karena hanya butuh dua menit bagi Bai Chuan untuk menerima temannya.
“Sudah kuputuskan, kali lain aku bicara dengan dia, aku pasti takkan bertindak.” tangannya sudah terjulur dalam waktu lama dan dia merasa agak masam. Liang Nuonuo mau tak mau menggosok tangannya dan mengeluh untuk mengomeli Mu Xiaoya.
Mu Xiaoya mengabaikannya, menggandeng tangan Bai Chuan, dan mereka pun berjalan menaiki gunung.
Liang Nuonuo memeluk barang bawaan Mu Xiaoya dan mengikuti, mengarahkan keduanya ke sebuah rumah kayu kecil di perkebunan ceri.
Total terdapat lima kabin yang berbaris sejajar. Kesemuanya dibangun di tengah-tengah perkebunan ceri.
Liang Nuonuo memberi Mu Xiaoya kamar yang di tengah dan kemudian memperkenalkan, “Dapurnya ada di belakang dan di bagian kanan adalah kamar mandi. Mandi dan gantilah pakaian kalian, kemudian kita akan makan. Kau bisa panggil aku kapan saja.”
“Oke.” Mu Xiaoya menatap sejenak pada rumah kayu itu, ruang di dalamnya sekitar dua puluh kaki persegi. Meski dekorasi di ruangan itu sederhana, tapi tampak sangat sentimental. Liang Nuonuo bahkan telah menyiapkan untuk mereka selimut bebek mandarin merah, persis seperti kamar pengantin.
“Kalau begitu aku akan pergi memasak makan malam lebih dulu.” Saat berjalan ke pintu, Liang Nuonuo berbalik dan mengedip pada Mu Xiaoya. “Mengingatkan saja.”
“Apa?” Mu Xiaoya bertanya.
“Insulasi suara di sini tidak bagus, kalian… perhatikan saat malam.” Setelah selesai, Liang Nuonuo buru-buru menghambur keluar dari pintu dan secara kebetulan berhasil mengelak dari serangan sepatu terbang akibat amukan malu dari Mu Xiaoya.
Saat dirinya luput, Mu Xiaoya berbalik dan bertemu dengan arah tatapan Bai Chuan, jadi pemikiran-pemikiran tidak senonoh yang telah Liang Nuonuo tarik keluar dari otaknya tiba-tiba membuncah dan dia tak sanggup menerimanya.
“Tidak apa-apa, aku bisa pakai headphone.” Bai Chuan berkata bahwa karena Xiaoya telah membelikan headphone untuknya, maka dia tak lagi takut pada suara seperti sebelumnya.
“….” Apa gunanya mengenakan headphone untuk hal semacam itu!!!
———-
Catatan Pengarang
Bai Chuan: “Tak berguna memakai headphone, apa yang harus kulakukan?”
——————-
Versi Inggris bisa dibaca di: www.novicetranslations.com/my-husband-with-scholar-syndrome-chapter-21/