My Husband With Scholar Syndrome - Chapter 23
Rumah kayu di perkebunan ceri tak memiliki tirai yang berat di kamar tidurnya. Matahari menyorot masuk pagi-pagi sekali dari jendela dan menebarkan cahaya mentari langsung ke wajah mereka dengan antusias. Hal ini membuat Mu Xiaoya bisa dengan jelas melihat sikap mereka berdua saat mereka pertama kali terbangun di pagi hari.
Dirinya sedang dipeluk erat oleh Bai Chuan.
“Selamat pagi.” Mu Xiaoya mendongak dan melihat kantuk di mata Bai Chuan yang belum memudar.
Bai Chuan tak menjawab. Dia belum terbangun sepenuhnya, namun hanya merasakan pegerakan di lengannya dan tanpa sadar mengencangkannya.
“….” Mu Xiaoya, yang sudah akan bangun jadi kembali tertahan.
Untung saja, Bai Chuan bangun dengan cepat. Keduanya mengganti pakaian mereka dan berjalan keluar dari kabin. Mereka memandangi bunga-bunga ceri di kebun dan menarik napas dalam-dalam untuk menghirup udara yang sarat dengan aroma harum buah. Mu Xiaoya merasa nyaman.
Apa punggungmu masih sakit?” Mu Xiaoya bertanya pada Bai Chuan.
“Sakit.” Bai Chuan mengangguk.
“….” Lupakan saja, aku tak bisa tanya. Bahkan bila hanya sakit sedikit, Bai Chuan tetap akan bilang sakit. “Apa sudah membaik?”
“Sudah membaik.”
“Baiar kulihat.” Mu Xiaoya berjalan menghampiri, mengangkat baju Bai Chuan dan melihatnya. Dia mendapati kalau memar yang kemarin memiliki warna lebih pekat, tapi tak menyebar.
“Oh, apa yang kalian lakukan sepagi ini, di tempat terang benderang begini?” Pada saat ini, pintu kayu di sebelah kebetulan terbuka, dan Liang Nuonuo menutupi matanya begitu dia keluar.
Wajah Mu Xiaoya membeku, kemudian berpaling pada Bai Chuan dan berkata, “Aku akan membantumu dengan kompres panas setelah lari, kemudian memarnya akan membaik setelah dua hari.”
“Lari?” Bai Chuan mengernyit.
“En, Pofesor Feng bilang kau perlu olahraga lebih banyak lagi.” Mu Xiaoya tak melupakan nasihat dari Profesor Feng. Dia mengajak Bai Chuan keluar untuk jalan-jalan lebih sering dan membiarkan pria itu berinteraksi dengan dunia luar dan berlatih lebih banyak lagi. Terutama, saat membantu Bai Chuan dengan kompres es kemarin, Mu Xiaoya menyadari kalau kulit Bai Chuan pucat , tidak sehat, dan dagingnya terlalu empuk tanpa otot sedikit pun. Pada pandangan pertama, dia kelihatan seperti seorang otaku yang tak pernah olahraga sepanjang tahun.
“Kau harus berlari di pagi hari ah,” Liang Nuonuo dengan antusias menyarankan, “Kalian bisa lari di sebelah sana, ada danau di sana. Kalian bisa lari memutari danaunya, panjangnya sekitar 800 meter. Pemandangan di tepi danau juga bagus,” Liang Nuonuo menyarankan.
Mu Xiaoya menyeret Bai Chuan yang jelas-jelas tak bersedia untuk berlari kecil. Mereka berlari keluar dari perkebunan ceri dan berlari di sepanjang jalan pegunungan selama lima menit. Sudah jelas, Mu Xiaoya lalu melihat danau yang disebutkan oleh Liang Nuonuo. Di pagi hari, cahaya mentari yang lembut menyorot ke permukaan danau, yang memantulkan kecantikan berkilauan. Mu Xiaoya berlari pelan, hanya merasa bahwa setiap napasnya segar dan manis.
“Xiao Chuan, jangan berhenti, ayo kita lari seputaran lagi kemudian kembali.”
Setelah berlari sekitar satsu kilometer, Bai Chuan tak sanggup lari lagi. Tubuhnya tak mau mendengarkan otaknya, dia gemetaran tak terkendali dan keringat dari dahinya menetes-netes tanpa henti. Jumlah keringat yang luar biasa itu mengagetkan Mu Xiaoya.
Bai Chuan, yang kelelahan dan hanya mampu bernapas lewat mulutnya, mengangkat kepalanya dengan lemah, kemudian dengan patuh berusaha memaksa dirinya sendiri untuk berlari. Semua yang bisa dia rasakan adalah tungkai-tungkainya seakan terisi timah, memberati dirinya. Dia begitu lelau hingga dia ingin berbaring di tanah saat itu juga, namun sosok Mu Xiaoya berada di depannya dan tampak semakin dan semakin jauh saja. Tampaknya gadis itu akan berlari pergi bila dia tak menyusulnya. Dia pun menggertakkan giginya dan mengejar Mu Xiaoya. Dia membuat dirinya berlari kuat-kuat pada kali terakhir ini dan merasa untuk pertama kalinya bahwa waktu terasa begitu lama.
Setelah akhirnya kembali ke perkebunan ceri, Bai Chuan tak bisa menunggu untuk merosot ke tanah di situ juga.
“Xiao Chuan, jangan langsung duduk. Berjalanlah beberapa langkah lagi. Kau tak boleh langsung duduk setelah berlari.”
Bai Chuan tak bisa berpikir untuk kali ini, namun secara instingtif mengikuti suara Mu Xiaoya.
Pada saat bersamaan, Liang Nuonuo sedang mempersiapkan makanan dan menatap ke arah Bai Chuan yang sedang bernapas berat lalu memandangi Mu Xiaoya dengan sorot menegur, “Ada apa dengan Bai Chuan?”
“Dia terlalu lemah, padahal cuma lari dua putaran,” Mu Xiaoya berkata.
“Kakak Besar, sayangnya kau tidak membuat kemajuan stabil secara bertahap ah. Bukankah kau berlari hampir dua kilomenter, tidakkah ini terlalu kejam?”
“Sungguh?” Mu Xiaoya bertanya-tanya. Dia biasanya berlari lima kilometer di pagi hari.
“Kau harus memikirkan tentang kekosongan yang kau rasakan saat kau berlari delapan ratus meter di kelas olahraga.” Liang Nuonuo memutar matanya pada sahabatnya dan menyuruh yang bersangkutan mengingatnya.
Mu Xiaoya menekuri apakah dirinya terlalu kejam dan menuangkan segelas air untuk Bai Chuan.
Bai Chuan terengah-engah dalam waktu lama sebelum otaknya memiliki kemampuan untuk berpikir lagi. Saat dia merasakan haus, Mu Xiaoya menyorongkan segelas air ke mulutnya. Setelah meminumnya hingga kering, dia pun terengah.
“Apa sulit?” Mu Xiaoya bertanya dengan nada tertekan.
“En.” Bai Chuan tak pernah merasa selelah itu.
“Sepertinya dua putaran benar-benar terlalu panjang, jadi ayo kita lari satu putaran besok.”
“!!!” Bai Chuan mendongakkan kepalanya dengan syok dan membuka mulutnya beberapa kali namun tak bisa bicara. Untung saja, Mu Xiaoya sangat sabar dan tak menyelanya. Sesaat kemudian, Mu Xiaoya mendengar Bai Chuan berkata, “Apa… kita bisa tidak lari?”
Untuk pertama kali dalam hidupnya, Bai Chuan mendiskusikan dengan orang lain apa yang tak ingin dia lakukan.
“Nggak, kebugaran tubuhmu terlalu jelek. Kau harus olahraga.” Mu Xiaoya menolak tanpa diskusi satu pun.
Sinar harapan di mata Bai Chuan sedikit meredup. Mu Xiaoya tampak sangat tertekan sehingga dia nyaris menjanjikan pada pria itu bahwa mereka takkan lari lagi, tapi untungnya, rasionalitasnya menghentikan dirinya tepat pada waktunya.
Kerupawanan disalahgunakan ah~~
“Oh.” Meski dia sebenarnya tak bersedia, Bai Chuan setuju dengan keputusan Mu Xiaoya.
Nenek berkata bahwa setelah menikah, akan ada hal yang baik dan yang buruk, namun pasangan harus saling menoleransi satu sama lain. Saat dia memilih Mu Xiaoya, dia harus menoleransi ‘hal buruk’ yang dibawa oleh Mu Xiaoya. Apalagi bahwa semua hal sejak pernikahan mereka adalah baik kecuali lari. Bai Chuan menghibur dirinya sendiri dan memutuskan untuk menoleransi ‘hal buruk’ yang dibawa oleh Mu Xiaoya.
“Sana mandilah dan ganti pakaianmu.” Bai Chuan berkeringat begitu parah sehingga seluruh pakaiannya kelihatan seperti telah dicelup ke dalam air, mustahil untuk sekedar ganti baju.
Setelah sarapan, Liang Nuonuo membawa mereka dalam tur ke kebun ceri yang menyenangkan di dan memperkenalkan beberapa titik berpemandangan indah di pegunungan kepada Mu Xiaoya. Akhirnya, mereka mengganti dengan baju kerja dan mengikutinya untuk memetik ceri.
Mu Xiaoya telah memetik setengah keranjang ceri dan tiba-tiba merasakan sakit punggung. Mau tak mau dia jadi merasa ragu, “Kau membiarkan aku membantumu memetik ceri dan tidak sedang menipuku untuk melakukan semua pekerjaan berat ini untukmu, kan?”
“Dengan segala kejujuran, tentu saja ini demi membuatmu bisa merasakan sendiri agrikulturisme,” Liang Nuonuo membantahnya dengan tegas.
“Agrikulturisme, ya? Oke, aku sudah cukup merasakan. Aku butuh istirahat.” Begitu Mu Xiaoya melepaskan topi dan sarung tangannya, dia pun roboh di bawah pohon dan tak bergerak. “Xiao Chuan, jangan petik lagi. Istrahat sebentar.”
Mu Xiaoya menatap Bai Chuan yang bekerja keras memetik ceri tanpa bersuara, dan ada tatapan terkagum-kagum di wajahnya. Bagaimana bisa pria itu jadi begitu kelelahan setelah berlari, namun baik-baik saja saat memetik ceri selama setengah harian?
Bai Chuan berhenti dengan patuh dan mengambil keranjang cerinya kepada Mu Xiaoya seakan dia sedang menawarkan hadiah kepada gadis itu. Kemudian mengambil ceri-ceri terbesar dan menghantarkannya ke mulut Mu Xiaoya.
Mu Xiaoya melahapnya dengan mulut terbuka dan tersenyum seraya berkata kalau cerinya manis, kemudian Bai Chuan langsung tersenyum gembira.
Nyaris dibutakan oleh mata anjingnya, Liang Nuonuo tak bisa menahan diri untuk memutar matanya. Mendongak menatap angkasa, Liang Nuonuo tiba-tiba berkata, “Sekarang pencahayaannya bagus, cocok untuk mengambil gambar. Aku ingin mengambil beberapa gambar. Mumu, ada semangka di sumur di sebelah dapur. Pergi dan potonglah sehingga kita bisa memakannya.”
“Kenapa kau tak menaruh semangkanya di kulkas, tapi malah di sumur?” Mu Xiaoya bertanya-tanya dengan bingung.”
“Karena di sumur lebih baik.”
Setelah itu, Liang Nuonuo mengambil kamera dan mulai mengambil gambar. Mu Xiaoya dan Bai Chuan berjalan kembali. Mereka pergi ke sumur untuk mengambil semangka dan memotongnya dengan pisau di dapur. Kemudian satu orang membawa semangkanya dan mereka pun duduk di rumah kayu untuk makan.
En, rasanya dingin yang menyegarkan, yang mana benar-benar berbeda dengan rasa dingin dari ketika disimpan di dalam kulkas.
Liang Nuonuo, yang mengambil foto dengan kamera, merasa bahwa sudah hampir waktunya untuk kembali dan makan semangka, jadi dia pun berjalan pulang dengan kameranya dari kebun ceri. Namun tak disangka-sangka, dia melihat dua orang sedang makan semangka. Pada saat ini, mereka duduk dengan punggung menghadap matahari terbenam, dan cahaya matahari yang merah keemasan menyorot dari atap kayu, seperti cahaya suci dari langit. Mereka sedang makan semangka dengan vulgarnya namun dilingkupi oleh cahaya yang murni dan suci.
Liang Nuonuo tanpa sadar mengangkat kameranya dan menangkap pemandangan ini.
“Yah, kau sudah selesai?” Mu Xiaoya menemukan keberadaan Liang Nuonuo.
“Mana semangkaku?” Liang Nuonuo mengambil gambar sebelum dia menyadari kalau pasangan itu masing-masing makan separuh semangkanya, jadi tak ada yang tersisa untuknya ah.
“Masih ada beberapa di sumur, kau potong sendiri.” Mu Xiaoya berkata acuh tak acuh.
“….” Liang Nuonuo berjalan pergi dengan marah. Saat melewati keduanya, dia juga mendengar Mu Xiaoya bertanya kepada Bai Chuan, “Bukankah benar-benar keren kalau makan semangka seperti ini?”
Jadi, kau melupakan sahabat dekatmu dan membiarkan suamimu mengalami perasaan lezat dan menyegarkan dari makan semangka?
Anjing lajang harus belajar untuk mengurus diri mereka sendiri. Liang Nuonuo pergi ke sumur dan mengambil semangka untuk dirinya sendiri, kemudian membelahnya jadi dua. Dia meletakkan separuh ke dalam kulkas dan memakan separuh lainnya dengan sendok, lalu duduk dan memakan semangka bersama dengan kedua orang itu.
“Setelah makan semangka, aku tak perlu masak makan malam. Aku sudah bilang pada Bibi Liu agar jangan masak.” Bibi Liu adalah koki yang menyediakan makanan untuk perkebunan ceri.
“Lalu makan apa?”
“Kau masih bisa makan setelah makan separuh butir semangka ah?”
“Aku tak bisa makan, tapi Xiao Chuan bisa makan ah,” Mu Xiaoya berkata.
“….” Liang Nuonuo, yang mengalami dua pukulan kejam, merasa kalau semangka di tangannya telah berubah rasa.
Setelah makan malam, Liang Nuonuo memilah-milah foto yang telah dia ambil, kemudian mengirimkannya ke kelompoknya di WeChat untuk publisitas, kemudian dengan terang-terangan meminta keduanya agar meneruskannya. “Kalian berdua sudah makan makananku, minum airku, tinggal di rumahku. Cepat, tunjukkan dukungan pada temanmu dan bantu aku memperoleh publisitas.”
“Oke.” Mu Xiaoya bicara terus terang, “Pertama-tama, teman-temanku semuanya adalah siswa-siswa miskin yang baru saja lulus, dan hanya sedikit yang mampu beli ceri.” Sekarang ini ceri sangat mahal ah, hampir dua belas yuan per pon.
“Dan suamimu? Apa dia meneruskannya?” Liang Nuonuo bertanya pada Bai Chuan.
“Dia tak perlu melakukannya. Tak ada banyak orang di WeChat-nya.” Teman-teman Bai Chuan di WeChat kemungkinan adalah beberapa orang anggota Keluarga Bai di samping dirinya sendiri.
“Ah, tak peduli seberapa sedikit pun nyamuknya, mereka juga adalah daging. Terlebih lagi, bukankah tujuan dari WeChat adalah untuk menyebarkan informasi di antara temannya teman?” Liang Nuonuo berkata tanpa keberatan.
Mu Xiaoya terpaksa berbalik dan berkata pada Bai Chuan, “Xiao Chuan, mungkin kau bisa mengirimkannya ke WeChat-mu.”
Bai Chuan, yang mendengarkan suara serangga di pegunungan, mengangguk, mengeluarkan ponselnya dari saku, dan meneruskannya pada WeChat.
Yuncheng
Setelah makan malam, Li Rong sedang duduk di ruang keluarga dan memandangi WeChat-nya. Tiba-tiba, halaman pada WeChat-nya berkedip dan dua wajah familier muncul dalam pandangannya.
Bukankah ini adalah Xiaoya dan Xiao Chuan?!!
Li Rong mau tak mau melihat dua kali lagi, kemudian melihat sosok familier itu dalam gambar pemandangan di kebun ceri.
“Lao Bai, lihat, bukankah ini adalah Xiao Chuan?” Li Rong bertanya pada suaminya dengan penuh semangat.
Bai Guoyu mendekat untuk melongoknya. Di dalam gambar yang diperbesar pada ponsel istrinya, dia benar-benar melihat sosok yang dia curigai sebagai Bai Chuan.
“Xiao Chuan sedang memetik ceri. Dia tampak sangat bahagia.” Li Rong berkata gembira.
“….” Foto-fotonya buram, nyaris mustahil untuk melihat wajahnya. Di mana dia bisa melihat kalau Xiao Chuan bahagia? Tapi… sosoknya memang tampak sangat bertenaga.
“Xiao Chuan bilang ceri-ceri ini enak, jadi aku juga akan membelinya.” Li Rong melihat pada alamat URL Taobao yang ditandai di WeChat itu, kemudian dengan penuh tekad membuka laman Taobao dan membeli lebih dari selusin pon. Bukan hanya itu, dia juga meneruskan postingan putranya ke teman-teman WeChat-nya dan langsung mentransferkan iklan ceri ini ke lingkaran nyonya-nyonya di Yuncheng.
Mana ada Xiao Chuan bilang cerinya enak? Ini jelas-jelas adalah iklan. Bai Guoyu agak tak mampu berkata-kata pada pembelian istrinya yang impulsif.
“Kamu juga.” Li Rong menolehkan kepalanya dan lanjut menyuruh suaminya.
“….” Jadi postingan WeChat ini pun dipindahkan ke lingkaran para presiden perusahaan di Yuncheng.
Pada saat bersamaan, Bai Zheng, yang sedang bekerja lembur di perusahaan, baru saja menyelesaikan sebuah pesan WeChat. Pada saat ini, dia mendapati pembaharuan kabar dari WeChat dan tanpa sadar mengetuknya. Kemudian matanya yang lelah tiba-tiba melebar: Xiao Chuan, bahkan mengepos di WeChat?
Bai Zheng dengan seksama mempelajari iklan itu, kemudian menemukan adiknya sedang memetik ceri di dalam gambar.
“Masuk,” Bai Zheng memanggil asistennya.
“Presdir.” Si asisten berjalan masuk.
“Beritahukan pada departemen administratif bahwa di masa mendatang, aku akan membeli buah-buahan untuk teh siang perusahaan dari toko di WeChat.”
WeChat?
Tentu saja, si asisten memiliki WeChat sang bos. Setelah meninggalkan kantor, dia tanpa sadar membuka WeChat-nya. Seperti yang telah diduga, dia melihat sebuah pesan diteruskan oleh presdirnya tiga puluh detik yang lalu…. Iklan?
Alhasil, iklan ini pun dipindahkan ke lingkaran generasi kedua di Yuncheng.
————–
Versi Inggris bisa dibaca di: www.novicetranslations.com/my-husband-with-scholar-syndrome-chapter-23/