My Husband With Scholar Syndrome - Chapter 24
Keesokan harinya, Mu Xiaoya lanjut mengajak Bai Chuan untuk lari pagi, dan berlari seputaran. Meski Bai Chuan tak selelah kemarin, dia masih terengah-engah saat dirinya duduk di bawah sebatang pohon ceri setelah berlari. Imej seorang tuan mudanya yang berharga hancur pada saat ini.
“Minum air.” Mu Xiaoya memberikan air pada Bai Chuan tepat pada waktunya.
Bai Chuan terlalu lelah untuk bicara dan mengambil air itu untuk diminum.
“Larimu hebat hari ini, besok kita akan menambah larinya sejauh seratus meter, oke?” Mu Xiaoya, dengan satu jari di atas kepalanya, berkata pada Bai Chuan seraya tersenyum.
Bai Chuan menatap jari itu, tubuh lelahnya masih memprotes, namun dia mengangguk pada mata penuh senyum milik Xiaoya.
“Bagus,” Mu Xiaoya bersorak. “Kita berlari satu kilometer hari ini, kemudian tambah seratus meter setiap harinya, jadi setelah sebulan kau bisa berlari….”
Empat kilometer!
Bai Chuan tak pernah berpikir kalau soal matematika sesederhana itu akan memberinya dorongan untuk jatuh pingsan saat dia mendapatkan jawabannya. Apakah dia harus berlari setiap pagi dan mengalami rasa sakit saat ini, bertambah setiap harinya, dan kemudian setelah sebulan, mengalami rasa sakit saat ini empat kali lipat?
“Aku… aku mungkin akan jatuh sakit.” Bai Chuan merasa kalau kondisinya saat ini sangat buruk. Bila kondisinya saat ini diperburuk empat kali lipat, dia khawatir kalau dirinya akan jatuh sakit.
“Itu takkan terjadi.” Mu Xiaoya melambaikan tangannya sambil berlinangan air mata (tawa) dan tersenyum. “Apa kau berusaha membuat alasan untuk menghindari lari?”
“Nggak kok.” Bai Chuan merasa amat nelangsa. Dia tak mencari-cari alasan. Dia benar-benar cemas kalau dirinya akan jatuh sakit.
“Yah, kau mau lari atau tidak?”
“Lari,” Bai Chuan menyetujui, dengan nelangsa.
Mu Xiaoya yang sukses menyeringai, “Ayo pergi dan sarapan.”
Mu Xiaoya menarik Bai Chuan dari tanah, dan keduanya pun kembali ke kabin untuk sarapan. Begitu keduanya tiba di rumah kayu tersebut, Liang Nuonuo, yang seharusnya mempersiapkan sarapan, tampak seperti sedang kena serangan epilepsi dan berjingkrak-jingkrak saat dia tersenyum kebodoh-bodohan di meja makan sambil memegangi ponselnya.
Saat Mu Xiaoya bertanya, dia tahu kalau hal itu adalah tentang toko Taobao Liang Nuonuo yang mendapatkan performa penjualan luar biasa menakjubkan semalam. Pada saat ini, temannya itu tampak sangat gembira seraya mencari bantuan.
Agar bisa mengirimkan barang-barangnya sesegera mungkin, Liang Nuonuo pun mengatur para pekerja untuk memetik dan mengemasi secara gila-gilaan, dan jadi tak ada waktu untuk menghibur Mu Xiaoya. Mu Xiaoya tak keberatan. Di siang hari, dia membawa makanan dan air bersamanya untuk berpiknik di pegunungan bersama Bai Chuan.
Dari perkebunan ceri, kemudian berbelok, adalah danau yang telah mereka putari setiap pagi-pagi sekali, kemudian setelah mendaki, kau bisa melihat sisi perbukitan yang menghijau, di mana terdapat sebuah sungai jernih yang berkelok menuju desa di bawah gunung. Duduk di sisi sungai, kau bisa mendapatkan pemandangan indah dari seluruh desa pegunungan, yang mana merupakan tempat berpemandangan terbaik di Desa Liangjia.
Di tempat itu, Mu Xiaoya membentangkan sehelai kain piknik besar di bawah naungan pohon, kemudian mengeluarkan makanan dan buah-buahan yang telah dipersiapkan oleh Nuonuo untuk mereka.
“Xiao Chuan, apa kau suka berada di sini?” Mu Xiaoya bertanya pada Bai Chuan.
“En, di sini tenang.” Kemudian, Bai Chuan menatap kembali pada sungai yang mengalir, “Di sini sangat menyenangkan.”
“Kalau begitu bagaimana kalau kita tetap di sini sampai gelap? Nuonuo bilang akan ada kunang-kunang di sore hari, dan kita bisa menunggu untuk melihatnya.” Mu Xiaoya tak pernah melihat kunang-kunang, semua pengetahuannya tentang kunang-kunang berasal dari gambar dan TV.
“En.” Bai Chuan suka berada di sini dan tentu saja tak keberatan. Dia duduk di bawah pohon dengan sebuah buku dan membacanya dengan seksama.
Mu Xiaoya juga mengeluarkan draft desainnya sendiri, duduk di dekat Bai Chuan, dan mulai mendesain sepasang sepatu pertama setelah kelahirannya kembali.
Kalau dia memiliki keuntungan yang tak terduga di samping Bai Chuan setelah kelahiran kembalinya, itu mungkin adalah pengetahuannya tentang fashion hingga empat tahun ke depan. Pada empat tahun di kehidupannya yang lampau, Mu Xiaoya telah mendesain banyak sepatu, sebagian besar di antaranya adalah sepatu hak tinggi wanita, namun sepatu hak tinggi wanita yang telah dia desain sebelumnya memiliki persyaratan sangat tinggi untuk bahan kulit dan tenaga kerjanya. Yang begitu takkan sesuai untuk studio kecil yang baru saja dibuka olehnya dan Fang Hui. Jadi, Mu Xiaoya berencana untuk mendesain beberapa sepatu yang murah dan mudah dijual.
Sneakers adalah salah satu alas kaki yang paling umum dipakai, dan model itu cocok untuk musim semi, panas, gugur, dan dingin; jadi tak peduli apa pun musimnya, tetap ada pasar kapan pun sepatu itu dibuat. Saat Mu Xiaoya menimbang-nimbang, kuas di tangannya terus menggambar garis luar sebuah sneakers. Segera, dia telah menggambar kerangkanya. Untuk sesaat, Mu Xiaoya terdiam, menimbang-nimbang sejenak, kemudian kuas itu bergerak kembali, dan dengan sapuan ringan menggambar beberapa garis luar pada sepatu yang masih kosong itu, membuat sepasang sepatu putih bersihnya lebih gaya, namun tidak rumit.
Kemudian Mu Xiaoya menggambar beberapa tampak samping dari sepasang sepatu ini secara berturut-turut di bagian bawah gambar desainnya dan menandai beragam pengukuran serta bahan-bahan yang dibutuhkan untuk sepatunya secara mendetil, demi mencegah sepatu itu dirusakkan selama proses produksinya.
Setelah menggambar, Mu Xiaoya membalik halaman dan berencana menggambar sebuah draft desain yang baru. Dia berniat mengubah desain beberapa bagian dari draft awalnya sehingga sepatu itu akan menampakkan berbagai kesan yang berbeda. Persis saat dia sudah akan menggambar, dia tiba-tiba teringat kalau dirinya belum memerhatikan Bai Chuan dalam waktu lama, jadi dia pun berbalik untuk melihat Bai Chuan.
Dia melihat Bai Chuan masih bersandar di bawah pohon sambil membaca buku, dia tak tahu kapan sehelai daun telah jatuh ke atas kepala pria itu, namun Bai Chuan tak menyadarinya.
“Xiao Chuan,” Mu Xiaoya tiba-tiba memanggil.
Tubuh Bai Chuan sepertinya telah dilengkapi dengan sebuah tombol khusus yang bisa merasakan Mu Xiaoya. Mu Xiaoya baru membuat suara dan dia langsung mendongak.
“Nggak ada apa-apa.” Mu Xiaoya sebenarnya hanya ingin memanggil Bai Chuan, dan setelah itu, tak ada yang ingin dia katakan, jadi dia pun tersenyum dan memutar kepalanya untuk lanjut menggambar draft desainnya sendiri.
Bai Chuan membeku selama dua detik, dan melihat Mu Xiaoya mengabaikan dirinya. Dia tidak marah dan lanjut menunduk untuk membaca bukunya. Sebuah pemahaman bersama menyelusup di antara keduanya, dan keduanya sama diamnya dengan lukisan. Tak ada suara lain di seluruh gambar itu kecuali suara sungai dan burung-burung.
Mu Xiaoya dengan ahli membuat gambar desain yang kedua, dan baru saja menyelesaikan rangka badan sepatunya. Tiba-tiba di depan matanya menjadi gelap, dan tanpa sadar dia mendongak ke angkasa lalu langsung mengernyit.
Entah sejak kapan awan hitam besar itu melayang di atas kepalaku. Langit di gunung ini benar-benar mudah berubah ah.
“Xiao Chuan, hujan sudah akan turun. Ayo cepat kembali.” Mu Xiaoya menutup draft desainnya dan berdiri lalu berlari ke arah Bai Chuan. Namun dia meremehkan kecepatan badai petirnya. Baru saja Mu Xiaoya menarik Bai Chuan dari pohon, dan hujan pun turun.
Keduanya langsung basah kuyup.
Mu Xiaoya tak terlalu peduli. Dia menjejalkan draft desainnya serta buku Bai Chuan ke dalam tas ransel, kemudian berjongkok untuk mengumpulkan kain piknik dan makanannya.
Bai Chuan berdiri melongo dalam hujan, dan untuk sesaat dia tak mampu merespon serta tak tahu apa yang harus dia lakukan. Dia ingin membantu Mu Xiaoya, tapi dia merasa sangat tidak nyaman karena tubuhnya yang lengket. Dia berhasil mengabaikan ketidaknyamanannya dan maju dua langkah ke arah Mu Xiaoya. Tiba-tiba, terdengar sambaran guntur di langit, dentumannya keras sekali.
Sekujur tubuh Bai Chuan membeku, dan otaknya mulai kacau balau.
Mu Xiaoya membungkus kain pikniknya dari tanah menjadi bola, mengangkatnya dengan tenang, lalu berpaling pada Bai Chuan yang sedang berdiri di samping dan berkata, “Xiao Chuan, ayo ke kaki gunung untuk menghindari hujan.”
Kemudian, Mu Xiaoya memimpin untuk berlari ke jalan gunung, namun setelah berlari sesaat, dia tiba-tiba mendapati kalau Bai Chuan tak bergerak dan berbalik dengan heran.
“Xiao Chuan?”
Kali ini, saklar Bai Chuan yang luar biasa sensitif atas Mu Xiaoya tampaknya telah rusak. Dia berdiri di tengah hujan seperti sebatang kayu, tak bergerak, membiarkan semakin dan semakin banyak hujan membasahi tubuhnya.
“Xiao Chuan.” Berteriak, Mu Xiaoya berlari kembali ke arah Bai Chuan. Baru saja dia tiba di dekat Bai Chuan, terdengar gelegar guntur lagi di langit, dan kali ini lebih keras daripada yang sebelumnya dan menakuti Mu Xiaoya.
“Ah, ahhh~~~”
Otak kacau Bai Chuan sepertinya telah dibelah oleh guntur ini. Dia dengan cepat berteriak, seperti seekor hewan buas yang ketakutan, lalu berbalik dengan ngeri dan terhuyung ke dasar pohon besar.
“Xiao Chuan.” Mu Xiaoya gelisah, namun dia tak boleh ketakutan. Dia menghambur maju dan meraih lengan Bai Chuan untuk mencegah pria itu bersembunyi di bawah pohon.
Kali ini Bai Chuan telah kehilangan akal sehatnya. Dia meronta dengan panik, berusaha menyingkirkan cengkeram Mu Xiaoya dan berlari ke arah pohon besar itu dengan seluruh tenaganya.
‘Buum!’
Ada petir lainnya, dan sekujur tubuh Bai Chuan gemetar, berjongkok langsung di tanah dengan syok. Dia memegangi kepalanya dan gemetaran.
“Xiao Chuan, berdiri. Ayo pergi.” gunturnya semakin keras, dan hujannya semakin deras. Mu Xiaoya ketakutan. Ini adalah daerah gunung. Bukan hanya tak ada tongkat-tongkat penangkal petir, namun juga penuh dengan pohon. Terlalu berbahaya bila ada petir. Dia harus membawa Bai Chuan turun gunung.
“Ahh, ahh, ah….” Bai Chuan berjongkok di tanah, matanya terpejam rapat, dan pekikan pendek keluar dari mulutnya. Tak peduli bagaimanapun Mu Xiaoya memanggil dirinya, dia tak merespon. Dia tampak ketakutan, seperti seorang anak yang tak berdaya dan rentan.
“Xiao Chuan, bangun. Gunungnya terlalu berbahaya, kita harus turun.” Mu Xiaoya menarik kuat-kuat, namun dirinya benar-benar terlalu lemah untuk menarik Bai Chuan. Dia bahkan terpeleset dan terjatuh ke tanah beberapa kali karena kekuatan yang berlebih.
“Xiao Chuan, kau bangun dong. Ayo kita turun gunung.” Mu Xiaoya rasanya ingin menangis, tapi kali ini Bai Chuan tak bisa melihat air matanya. Dia merasakan frustrasi yang tak pernah dialaminya sebelumnya. Dia telah menilai dirinya terlalu tinggi. Persiapan-persiapan psikologis yang telah dia buat dan semua pencegahan untuk menangani kondisi Bai Chuan semuanya tak berguna pada saat ini. Sebuah perasaan lemah, bersama dengan hujan, merasuk ke dalam tubuh dan batinnya.
Harus bagaimana? Harus bagaimana?
‘Buum! Buum!’
Guntur kembali terdengar, dan tubuh Bai Chuan bergetar bersama dengan masing-masing guntur itu.
Mu Xiaoya menggertakkan giginya dan tiba-tiba mengguncangkan buntalan di kakinya, lalu menutupi kepala mereka dari terpaan hujan. Dia berlutut dan duduk di samping Bai Chuan, menutupi telinga pria itu dengan kedua tangan, memegangi kepala Bai Chuan erat-erat di tangannya.
“Jangan takut, aku di sini.”
“Jangan takut, takkan ada yang terjadi, jangan takut!” Mu Xiaoya berbicara kepada Bai Chuan, dan kepada dirinya sendiri.
Badai gunturnya berlanjut, menyapu tanah tanpa pandang bulu, sungai-sungai kecil di gunung jadi semakin dan semakin bergejolak dan pepohonan bertumbangan. Namun tempat yang tertutup oleh kain piknik itu seakan merupakan dunia tersendiri, berdiri diam di tengah angin dan hujan.
————-
Catatan Pengarang:
Dua chapter lagi untuk memuji grumpy crab (#^.^#)
——————–
Versi Inggris bisa dibaca di: www.novicetranslations.com/my-husband-with-scholar-syndrome-chapter-24/