My Husband With Scholar Syndrome - Chapter 27
Tanpa headphone-nya, alis Bai Chuan berkerut di sepanjang perjalanan selama satu jam sisa penerbangan. Meski Bai Chuan tak mengatakan apa-apa, namun Mu Xiaoya bisa melihat dengan jelas kalau pria itu merasa tidak nyaman, dan karenanya membuat dia merasa agak menyesal karena barusan tadi telah meminjamkan headphone Bai Chuan kepada anak itu.
Saat pesawatnya akhirnya mendarat, Bai Chuan tak berdiri melainkan tetap duduk di bangkunya, menatap ke bangku depan dengan sorot tajam. Mu Xiaoya tahu, Bai Chuan pasti telah menunggu pihak lain mengembalikan headphone-nya.
Untung saja, si ibu itu tak membuat keduanya menunggu terlalu lama karena dia mengembalikan headphone itu tepat setelah pesawatnya mendarat dengan aman.
“Terima kasih atas headphone-nya.” Si wanita mengucapkan rasa terima kasihnya, tangannya masih menggandeng si anak berumur antara tujuh atau delapan tahun itu. Si bocah laki-laki mengenakan baju gaya barat dengan celana pendek, menggendong tas sekolah di punggungnya, wajah putih mungilnya merengut imut. Penampilan ini sama sekali tak kelihatan seperti bocah yang sebelumnya berteriak-teriak itu.
“Sama-sama. Nanti Anda juga harus membeli sesuatu seperti ini, benda ini berguna pada saat-saat kritis,” Mu Xiaoya menyarankan.
“En.” Si wanita kembali berterima kasih kepadanya sebelum berbalik, pergi bersama dengan anaknya.
Begitu mereka pergi, Mu Xiaoya pun mengembalikan headphone-nya pada Bai Chuan. Begitu Bai Chuan menerimanya, dengan tegas dia menggantungkannya ke lehernya, karena takut benda itu akan diambil oleh orang lain.
Saat Mu Xiaoya melihat dirinya bertingkah seperti ini, dia mendapati hal itu lucu dan agak merasa menyesal. “Nanti, aku takkan meminjamkan headphone-mu kepada orang lain lagi.”
“En.” Bai Chuan tersenyum gembira.
Mereka turun dari pesawat, mengambil barang bawaan mereka, dan berusaha pergi ke area parkir. Mobil Keluarga Bai sudah menunggu mereka selama sepuluh menit sebelum pesawatnya tiba, namun bandara Yunzheng benar-benar terlalu besar, Mu Xiaoya tak familier dengan bandara, dan terlebih lagi, kemampuan pengenalan arahnya tidak bagus, jadi mereka tak bisa menemukan tempat parkir yang telah diberitahukan oleh supir Keluarga Bai dalam waktu cukup lama.
“Lot parkir P2, jadi apakah ini adalah jalan menuju P2 atau ke arah sana?” Mu Xiaoya telah berdiri di depan peta bandara selama lima menit. Di sekitar sini hanya punya satu peta ini, dan di situ tak punya simbol arah yang jelas, karenanya dia jadi merasa tidak yakin tentang arah mana yang harus ditujunya. Dia teringat bahwa dia pernah sekali pergi ke P1 ketika dia kembali ke negaranya di kehidupan lampau gara-gara kecerobohannya, mengelilingi bandara satu putaran penuh, dan telah menghabiskan setengah jam persis.
“Ke sini.” Bai Chuan menunggu Mu Xiaoya selama lima menit dan memutuskan kalau Xiaoya tidak sedang istirahat melainkan tak bisa menemukan jalan yang benar, jadi dia pun memutuskan untuk bicara.
“Kau tahu jalannya?” Mu Xiaoya mendongakkan kepalanya dengan kaget.
“Kan digambar di peta.” Bai Chuan menunjuk ke arah P2 pada peta bandara dengan wajah datar. Jelas-jelas digambar di sini, kenapa harus tahu jalan?
Mata Mu Xiaoya langsung berbinar. Ah, benar juga, Bai Chuan memiliki sindrom cendekia, mungkin selain keahlian matematika, instingnya tentang arah juga kuat ah.
“Kalau begitu kau yang tunjukkan jalan,” Mu Xiaoya berkata seraya tersenyum.
“En.” Menarik tasnya, Bai Chuan memimpin jalan di depan. Dia tak melihat pada simbol-simbol apa pun di sepanjang jalan, seakan dia telah mengenal penampang bandara. Berbelok ke kiri, turun tangga, belok kanan, jalan lurus, kemudian mereka akhirnya menemukan mobil Keluarga Bai.
Supir Keluarga Bai telah melihat keduanya dari jauh dan keluar, dengan penuh semangat membantu keduanya memindahkan barang-barang mereka.
“Aku tak tahu kalau kau benar-benar hebat dalam membaca peta, ah.” Mu Xiaoya tak tahan untuk memujinya.
Akan tetapi, Bai Chuan tak merasa kalau dirinya hebat dalam membaca peta, hanya saja Mu Xiaoya memang selalu seperti ini, meributkan hal-hal sepele. Dahulu, setiap kali dia membantu Mu Xiaoya menyelesaikan beberapa soal matematika, gadis itu akan bersikap seperti ini, jadi dia sudah cukup terbiasa.
Setelah mereka naik mobil, Mu Xiaoya mulai berdiskusi dengan Bai Chuan tentang bagaimana membagi oleh-olehnya. Tentu saja, hanya Mu Xiaoya yang bicara di sepanjang perjalanan sementara Bai Chuan mendengarkannya dalam diam di samping.
“Kita kali ini pergi ke pedesaan, jadi tak ada apa pun yang bisa kita beli. Selain dari barang-barang khas setempat, hanya ada arak ceri dan selai ceri Liang Nuonuo.” Mu Xiaoya bertanya pada Bai Chuan, “Untungnya, kita juga membantu saat Nuonuo membuat arak dan selainya, kan?”
“En, ceri, aku memetiknya.” Meski Bai Chuan tak suka bicara, tapi saat Mu Xiaoya bertanya kepadanya, dia tentu saja harus menjawab.
“Kalau begitu mari kita berikan selainya. Saat kita pulang, kau bisa bilang pada mama dan papa kalau kau sendiri yang memetik cerinya. Dengan begini, tentunya mama dan papa takkan merasa kalau oleh-oleh kita terlalu sepele,” Mu Xiaoya berkata.
“Oke.”
Melihat kalau sasarannya telah tercapai, Mu Xiaoya menampakkan seulas senyum licik.
Sang sopir di bangku depan mendengarkan mereka mengobrol di sepanjang perjalanan dan tak bisa untuk tidak merasa gembira. Dia telah menjadi supir Keluarga Bai selama lebih dari sepuluh tahun, tapi ini adalah kali pertama dia mendengar Tuan Muda Kedua bicara sebanyak ini di dalam mobil. Dan juga, bagaimana bisa Tuan dan Nyonya menganggap selai ceri mereka sebagai oleh-oleh yang sepele? Apa pun yang Tuan Muda Kedua berikan kepada mereka, bahkan bila hanya sehelai bulu, mereka akan menganggapnya sebagai pusaka. Nyonya Muda Kedua ini, dia jelas-jelas telah memikat dan membujuk Tuan Muda Kedua untuk berinteraksi lebih banyak dengan keluarganya.
Waktu kedatangan dari kedua orang itu tepat berlangsung di tengah hari, sempurna untuk menghindari kemacetan lalu lintas malam hari, jadi mobil itu bisa melaju tanpa hambatan, langsung menuju ke kediaman Keluarga Bai. Begitu mereka sampai di rumah, Paman Li langsung menyambut mereka, menyuruh beberapa orang pelayan untuk mengambil barang bawaan dan menyiapkan sesuatu untuk dimakan, takut kalau keduanya akan lelah setelah perjalanan panjang.
“Paman Li, tak perlu menyiapkan makanan, sebentar lagi adalah waktu untuk makan malam,” Mu Xiaoya berkata saat jarinya menunjuk ke tas besar berisi oleh-oleh khas setempat di bagasi belakang. “Bawalah itu ke dapur. Xiao Chuan suka daging awetannya, Paman pilih saja beberapa untuk membuat makan malam.”
“Baik. Cepat, antar ke dapur dan persiapkan itu untuk makan malam,” Paman Li langsung mengeluarkan perintah.
“Di mana Papa dan Mama?” Setelah keduanya kembali,hanya ada Paman Li yang menyambut mereka. Mu Xiaoya menerka kalau tak ada seorang pun di rumah saat ini.
“Tuan dan Tuan Muda Pertama di tempat kerja, mereka belum pulang ke rumah. Nyonya pergi menghadiri kegiatan yayasan sosial, akan tetapi, mereka semua pasti akan pulang untuk makan malam,” Paman Li menjawab.
Mu Xiaoya mengangguk dan tak bertanya lagi. Dia dan Bai Chuan pun kembali ke kamar mereka untuk mandi.
Setelah melihat Mu Xiaoya berjalan pergi, Paman Li mengeluarkan ponselnya dan mulai mengirimkan beberapa pesan.
‘Tuan, Nyonya, Tuan Muda Pertama, Tuan Muda Kedua dan Nyonya Muda Kedua sudah pulang ke rumah dengan selamat. Terlebih lagi, mereka membawa pulang banyak makanan khas dan oleh-oleh setempat. Mereka pasti akan membaginya kepada Anda semua di malam hari.’
Setelah mengirimkan pesannya, tanpa menunggu tanggapan mereka, Paman Li berbinar penuh senyum seraya membenahi letak kaca matanya. Dia menyuruh pihak dapur untuk mempersiapkan makanan bagi lima orang.
Pesannya tersampaikan dengan cepat di dalam lingkaran Keluarga Bai.
Begitu Bai Guoyu melihat teleponnya, dia menolehkan kepala dan bertanya kepada asistennya, “Kapan aku bisa pulang kerja?”
“Pak Ketua, rapat terakhir Anda akan selesai sekitar pukul enam, tapi Anda punya janji makan malam dengan ketua dari Tai Heng,” si asisten mengingatkan dirinya.
“Batalkan janjinya dan geser rapatnya setengah jam lebih awal.”
“Eh, baik.” Si asisten melongo selama sesaat. Meski cukup aneh, tapi dia tetap harus mengiyakan. Setelahnya, dia langsung membuat panggilan telepon gila-gilaan dan memberitahu para personel yang ikut serta dalam rapat itu untuk memindahkan waktu rapatnya.
Di dalam gedung bertingkat yang sama, dalam ruang rapat di lantai yang berbeda, Bai Zheng sedang memaki orang dengan wajah menghitam.
“Lihatlah laporan dari periode sebelumnya dan lihatlah hasil yang telah kalian buat. Kalau masih seperti ini pada periode berikutnya, kalian semua enyah dari sini.”
Setelah memaki departemen penjualan, Bai Zheng lanjut memaki departemen periklanan.
“Lihatlah rencana iklan kalian, sampah macam apa itu? Kita sedang mengerjakan permainan virtual, memangnya sama dengan permainan-permainan online tradisional di luaran sana? Apa otak kalian semua tertutup kotoran? Ulang semua, dan berikan rencana barunya padaku sebelum jam delapan.”
Seluruh ruang rapat itu sunyi karena tak ada seorang pun yang berani membantah bahkan setengah kalimat pun. Lagipula, mereka ingin rapat ini segera berakhir. Ketika Bai Zheng akhirnya pergi, mereka semua menghembuskan napas keras-keras. Direktur dari departemen periklanan merasa lebih cemas. Saat orang lain dimaki, maka itu hanya dimaki, namun dia harus mengulang semuanya sebelum jam delapan. Dia merasa sesak semakin dia memikirkannya.
Bai Zheng kembali ke kantornya seraya mengernyit. Asistennya memberinya segelas air tepat pada waktunya. Barusan tadi, Direktur Utama memaki orang sedemikian parahnya, dia pasti merasa haus saat ini.
“Presdir, ini adalah surat pernyataan keinginan kerjasama dari Tengfei Technology.” Menunggu hingga Bai Zheng menghabiskan secangkir airnya, asistennya kemudian menyerahkan dokumen kepadanya.
Bai Zheng meliriknya dan bertanya, “Bagaimana kemajuan dari departemen pengembangan permainannya?”
“Zhang Gong baru saja datang kemari, dia menyuruh saya bertanya kepada Anda kapan Tuan Muda Kedua akan kembali bekerja,” si asisten berkata.
“Apa?” Bai Zheng mengernyit, “Mereka masih belum menemukan solusinya?”
“Masih tak ada kemajuan.”
“Tak bisakah mereka semua bekerja tanpa Xiao Chuan?” Bai Zheng tak bisa menahan makiannya. Xiao Chuan baru berlibur selama lebih dari setengah bulan dan seluruh departemen pengembangan permainannya bahkan tak mampu menulis sebuah program kecil? Sudah lebih dari setengah bulan, dan pekerjaannya tidak ada kemajuan sama sekali!
Sang asisten takut untuk menjawab. Meski dirinya tak ahli dalam hal pemrograman, tapi dia tahu kalau tak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Tuan Muda Kedua Keluarga Bai. Pengembangan permainan virtual milik Perusahaan Yifeng mereka sudah jauh di depan industri saat ini, dan bukankah itu semua adalah berkat otak sindrom cendekia Tuan Muda Kedua? Sindrom cendekia ini ah, mereka tak bisa dibandingkan dengan orang biasa.
“Pak Presdir, teleponnya berbunyi saat Anda sedang rapat. Kelihatannya pesan dari rumah.” Si asisten mengingatkan.
Bai Zheng berhenti, kemudian mengambil ponselnya untuk dilihat. Ekspresinya tanpa sadar melunak. Dia meletakkan ponselnya dan menginstruksikan, “Batalkan semua pekerjaan yang tersisa, aku mau pulang kerja tepat waktu hari ini.”
“Baik.” Si asisten berbalik dan meninggalkan kantor. Dia mengeluarkan ponselnya dan menelepon kepala departemen periklanan yang tadi telah ditindas, “Pak Presdir ingin pulang kerja tepat waktu hari ini.”
“Saudaraku, aku tak mampu membalas kembali kebajikan besarmu, biar aku mentraktirmu makan ah.”
Si asisten tertawa dan menutup teleponnya.
Di sisi lain kota, Li Rong, yang baru saja selesai dengan lelang sosialnya, menolak undangan makan malam dari ketua yayasan sosial itu.
“Nyonya Bai, bagaimana kalau kita pergi ke Hotel Xianghe untuk makan malam?”
“Tidak, tidak, putra dan menantuku pulang dari bulan madu mereka hari ini. Aku harus pulang dan mengadakan makan malam penyambutan bersama mereka,” Li Rong berkata sopan.
“Apa Bai Zheng telah menikah lagi?” Si ketua terperanjat.
“Bukan dia, tapi putra keduaku.” Li Rong tersenyum, berpamitan, berbalik, dan meninggalkan tempat itu.
Saat Paman Li sedang mempersiapkan makan malam di dapur, dia menerima tiga pesan singkat yang identik, “Akan pulang untuk makan malam.”
Pada pukul 6.30 sore, semua orang dari Keluarga Bai muncul tepat waktu di meja makan. Beberapa porsi makanan yang disajikan semuanya adalah makanan khas setempat yang dibawa oleh Mu Xiaoya. Saat makan, Mu Xiaoya juga mengeluarkan arak ceri untuk dicicipi oleh semua orang. Kedua pria Keluarga Bai semuanya memuji terus-terusan, dan Mu Xiaoya bahkan bisa mendengar betapa berlebihannya pujian yang keluar dari mulut Li Rong. Akan tetapi, memikirkan tentang niat dari semua orang, Mu Xiaoya hanya tersenyum dan tak membongkarnya.
Setelah makan malam, Mu Xiaoya bercerita pada Keluarga Bai tentang kehidupan mereka di kebun ceri. Meski mereka tinggal di kebun ceri selama setengah bulan, namun mereka menjalani kehidupan yang santai. Ditambah dengan memetik ceri setiap hari, mereka juga duduk di bawah pohon untuk menikmati hembusan angin sejuk. Mu Xiaoya mengatakannya secara santai, namun ketiga orang di Keluarga Bai semua mendengarkan dengan penuh minat. Khususnya bila hal itu menyangkut Bai Chuan, bahkan bila hanya sebuah hal kecil, mereka akan memberi respon yang sangat besar.
Mu Xiaoya juga memberikan oleh-oleh yang telah mereka persiapkan, “Pa, Ma, Kak, kali ini kami pergi ke luar untuk bermain, tak ada apa-apa selain ceri di sana, jadi aku dan Xiao Chuan hanya bisa membuat selai ceri bersama-sama untuk kalian.”
“Kalian membuat selai ceri?” Li Rong mengencangkan cengkeramannya.
“Aku dan teman sekampuskulah yang membuatnya, tapi ceri-cerinya dipetik oleh Xiao Chuan,” Mu Xiaoya berkata.
“Xiao Chuan yang memetiknya?” Sekarang bahkan Bai Guoyu dan Bai Zheng jadi agak tidak tenang.
“En, dua keranjang besar penuh, hampir lima puluh pon.”
Ketiga anggota Keluarga Bai tiba-tiba membuka mata mereka yang berbinar dan menatap Bai Chuan dengan penuh semangat: ‘Ini adalah oleh-oleh yang dibuat sendiri oleh Bai Chuan?’
Bai Chuan menatap mereka dengan ekspresi kebingungan.
Mu Xiaoya langsung mengingatkan, “Xiao Chuan, di mana oleh-oleh yang sudah kita siapkan?”
“Di atas, aku akan mengambilnya,” Bai Chuan menjawab, berdiri, dan mulai berjalan ke atas dengan kecepatan yang tak terlalu cepat maupun lambat. Ketiga anggota Keluarga Bai menyaksikan Bai Chuan naik dan kemudian turun tangga dengan sorot nanar, kemudian terus-terusan memandangi tiga botol selai di tangan Bai Chuan.
“Aku memetik ceri-cerinya.” Bai Chuan berdiri di depan ketiga orang yang menatap dirinya dengan sorot mata membara itu, kemudian mengulang kata-kata yang Mu Xiaoya suruh dia ucapkan, “Makan selai bisa meningkatkan kecantikan, memperkuat limpa dan lambung, dan baik untuk tubuh. Ini untuk kalian.”
Kemudian, dirinya jadi seperti seorang pemimpin yang membagikan piala kepada para bawahannya satu persatu, dari kiri ke kanan, Bai Zheng, Li Rong, dan Bai Guoyu.
Ketiga anggota Keluarga Bai masing-masing memegangi sebotol selai dan menatap pada bungkusan yang sama persis tersebut. Pada saat bersamaan, mereka terpikirkan sebuah ide: Sebentar lagi, aku harus menuliskan namaku sendiri, supaya tidak salah diambil atau dimakan oleh pencuri.
————–
Versi Inggris bisa dibaca di: isohungrytls.com/my-husband-with-scholar-syndrome/my-husband-with-scholar-syndrome-chapter-27/