My Husband With Scholar Syndrome - Chapter 28
Jam biologis Bai Chuan sangat stabil, dia bangun setiap paginya pada pukul enam. Saat sebelumnya dia tinggal di kebun ceri, mentari pagi telah membuatnya bangun setengah jam lebih awal. Tapi setelah mereka kembali ke rumah, dengan tirai tebal menutupi jendela, jam biologis Bai Chuan pun kembali ke kondisinya semula. Secara serupa, Mu Xiaoya juga sama.
Akan tetapi, meski Bai Chuan akan bangun pukul enam setiap paginya, Mu Xiaoya hanya akan tidur hingga dia terbangun secara alami, kemudian kembali rebahan di ranjang.
Bai Chuan sudah bangun selama lima menit. Dia berdiri di sisi ranjang dan menatap galau pada Mu Xiaoya yang sedang tidur, bertanya-tanya apakah perlu membangunkannya atau tidak.
“Xiao Chuan, aku akan lari bersamamu setiap baginya, ingatlah untuk membangunkanku ah.” Inilah yang Mu Xiaoya katakan kepada Bai Chuan sebelum pergi tidur semalam.
Tapi sekarang….
“Xiaoya, bangun, lari.” Bai Chuan dengan hati-hati menyenggol Mu Xiaoya.
“Mnnhh~, nggak mau, aku nggak mau bangun.” Mu Xiaoya membungkus dirinya dengan selimut, berbalik, dan lanjut tidur.
Ini sudah yang ketiga kalinya, dan satu-satunya perbedaan di antara ketiga kali Bai Chuan berusaha membangunkannya mungkin hanyalah percakapan mereka. Kali pertama, Mu Xiaoya meminta untuk tidur selama lima menit lagi, dan sekarang, dia sekedar menolak untuk bangun.
Menunggu selama lima menit lagi, Bai Chuan memanggilnya dua kali sebelum akhirnya menyadari kenyataannya, yaitu, bahwa Mu Xiaoya yang sedang tidur bisa tiba-tiba jadi galak. Dan bahwa Xiaoya tak suka bangun pagi.
Setelah ditolak sebanyak tiga kali, Bai Chuan memutuskan untuk keluar dan berlari sendiri. Dia telah berjanji pada Mu Xiaoya bahwa dia takkan menyerah di tengah jalan, meski orang yang menyerah duluan adalah Mu Xiaoya….
Harus berlari dengan tambahan seratus meter setiap harinya, jadi aku harus lari sejauh 2.700 meter hari ini.
Setelah berganti dengan pakaian olah raga dan mengenakan sepatu olah raganya, Bai Chuan mendorong pintu dan turun ke bawah, berjalan melewati ruang keluarga, lurus menuju kebun di luar. Di gerbang, dia berpapasan dengan Bai Zheng yang juga akan lari.
Melihat adiknya berpakaian olahraga, Bai Zheng tiba-tiba melebarkan matanya. Ada jejak rasa syok di wajahnya yang biasanya tanpa ekspresi, “Bai Chuan, apa… yang kau lakukan?”
Bai Chuan juga menyadari keberadaan kakaknya dan balas menggumamkan sepatah kata,
“Lari.”
Lari, tentu saja aku tahu kau mau lari, aku tahu kalau kau mau lari begitu aku melihat penampilanmu. Pertanyaannya adalah, kau benar-benar mau lari?
Hati Bai Zheng penuh oleh ribuan kata-kata, namun mulutnya hanya berkata, “Bersama-sama?”
Bai Chuan tak mengatakan apa-apa dan hanya berlari sesuka hatinya. Dia sudah memperhitungkannya, berlari dari gerbang hingga ke kaki bukit, lurus menuju lampu lalu lintas kedua, itu sekitar satu kilometer. Kemudian lari lagi sejauh tiga ratus lima puluh meter sebelum kembali ke rumah, itu sudah persis dua ribu tujuh ratus meter.
Bai Zheng melihat adiknya lari duluan dan langsung mengikuti. Kecepatan Bai Chuan tak seberapa sehingga dia bisa menyusulnya dalam dua langkah. Keduanya berlari sekitar seratus meter sebelum sebuah persimpangan tampak di depan mereka. Bai Zheng mempertimbangkan bahwa adiknya mungkin tidak mengenal lingkungan sekitar sini jadi dia pun mengambil inisiatif dan mengusulkan, “Xiao Chuan, larilah ke sebelah kiri, ada taman kecil di sana.”
Bai Chuan mengabaikan dirinya, mengikuti rutenya sendiri dan berlari menuruni bukit.
Bai Zheng melihat adiknya mengabaikan dirinya, tapi dia tak marah dan alih-alih menyusulnya. Ini hanya rute yang berbeda, tak ada yang perlu diributkan, satu-satunya tujuan dari berlari hari ini adalah bahwa dirinya bisa berlari bersama dengan adiknya, dan ini adalah sesuatu yang bahkan tak pernah dia impikan sebelumnya. Berpikir seperti ini di sepanjang jalan, Bai Zheng merasa telapak kakinya bagaikan angin, langkah-langkahnya ringan dan cepat.
****
Persis setelah kedua bersaudara Keluarga Bai itu berlari keluar sama-sama, sang tuan dan nyonya bangun dari ranjang, berjalan dan duduk di ruang keluarga sementara Paman Li mengantarkan kopi yang telah dipersiapkan untuk pagi ini serta melapor kepada mereka kabar baiknya dari tangan pertama.
“Tuan, Nyonya, Tuan Muda Pertama dan Tuan Muda Kedua pergi lari sama-sama.”
“Apa?” Bai Guoyu kaget dengan senangnya hingga dia nyaris menumpahkan kopinya.
“Uhuk uhuk….” Akan tetapi, Li Rong, yang telah menyesap kopinya, kini terbatuk habis-habisan.
“Paman Li, apa katamu? Xiao Chuan lari pagi?” Entah bagaimana, hal pertama yang Li Rong lakukan adalah mencari tahu apakah dirinya telah salah dengar.
“Benar. Lima menit yang lalu, Tuan Muda Kedua turun ke bawah sendirian dan bertemu dengan Tuan Muda Pertama di gerbang, jadi mereka pun dengan ceria berangkat lari pagi.” Paman Li tersenyum seraya mengulang kata-katanya.
“Sendirian? Dia tak bersama dengan Xiaoya?” Li Rong bertanya.
“Ya, Nyonya Muda Kedua tidak ada di sana.”
Pasangan itu saling bersitatap satu sama lain dengan syok, wajah mereka menampakkan betapa tak bisa dipercayanya hal itu. Anak mereka yang autis, introvert, dan tak bisa bergaul, entah bagaimana akan bangun pagi dan berlari? Lari pagi ah, benar-benar sebuah aktivitas yang cerah dan sehat, ini bukan hal yang suka dilakukan oleh orang autis.
Yang disebut-sebut sebagai melihat baru memercayai, sebelum mereka melihatnya dengan mata kepala sendiri, pasangan itu memilih untuk tidak memercayainya terlebih dahulu. Keduanya membetulkan postur duduk mereka, masing-masing memegang secangkir kopi, melirik ke arah gerbang dari waktu ke waktu.
“Tuan, Nyonya, kedua tuan muda baru keluar selama kurang dari sepuluh menit dan takkan kembali secepat itu,” Paman Li mengingatkan dengan penuh pertimbangan.
“Uhuk… aku tahu.” Bai Guoyu dengan canggung meletakkan cangkir kopinya.
Paman Li tersenyum dan pergi ke dapur untuk menyuruh koki merebus beberapa butir telur lagi. Kedua orang ini berlari keluar untuk jogging, mereka akan butuh lebih banyak protein ah.
Setelah diingatkan oleh Paman Li, pasangan Bai akhirnya menyadari kalau setidaknya akan butuh waktu setengah jam untuk menyelesaikan lari paginya, jadi mereka tak perlu memandangi pintu dengan begitu terburu-buru. Dan karenanya, yang satu mengambil telepon, sementara yang lain mengambil koran untuk membuat diri mereka tetap sibuk.
Namun mereka hanya sempat melihat koran dan teleponnya selama sesaat sebelum mendengar suara salam gadis pelayan dari luar pintu, “Tuan Muda Pertama, Tuan Muda Kedua.”
Sudah kembali?
Keduanya buru-buru meletakkan barang-barang di tangan mereka dan menatap ke arah pintu bersama-sama untuk mendapati wajah Bai Chuan yang agak memerah saat dia terengah pelan saat memasuki gerbang. Akan tetapi, Bai Zheng yang ada di belakangnya, wajahnya tidak merah, juga tak terengah, seakan dia belum keluar untuk lari.
Bai Zheng merasa agak tertekan, tubuhnya baru saja panas tapi Bai Chuan tiba-tiba berhenti lari. Setelah mereka berlari hanya sedikit lebih jauh dari satu kilometer, Bai Chuan berbalik dan berlari pulang ke rumah. Dia buru-buru menyusul dan menyarankan agar mereka berlari ke depan lebih banyak lagi sehingga mereka bisa mencapai tujuan dari olah raga. Pada akhirnya, Bai Chuan menjawabnya dengan satu kalimat:
“Xiaoya bilang aku hanya perlu lari sejauh dua ribu tujuh ratus meter hari ini.”
“….” Xiaoya bilang, Xiaoya bilang, tentu saja yang aku bilang tak bisa dianggap sebagai kata-kata ah. Bicara soal olah raga, bisakah dia dibandingkan denganku? Bai Zheng yang telah melatih tubuhnya tanpa gagal selama tujuh hingga delapan tahun mau tak mau jadi membandingkan diri mereka dengan ganas di dalam hatinya.
“Xiao Chuan, kamu pergi berlari?” Li Rong menunggu Bai Chuan mendekat sebelum bertanya.
Langkah Bai Chuan terhenti. Dia menatap ibunya dan perlahan menganggukkan kepalanya.
“Kenapa kau tiba-tiba berpikir untuk lari?” Sebenarnya, Li Rong sudah menerka jawabannya, pastilah Xiaoya yang menyuruh dia berlari. Akan tetapi, bahkan bila Li Rong sudah mengetahuinya, dia tetap ingin bicara dengan putranya, karena dia tahu bahwa selama hal itu adalah mengenai Mu Xiaoya, Bai Chuan pasti akan menjawab.
“Xiaoya bilang tenagaku tak memadai.”
“Pfft~~” Bai Guoyu yang tadi baru saja lolos dari bencana, akhirnya juga menyemburkan kopinya.
Ketiga anggota Keluarga Bai dibuat terguncang oleh ‘tenaga tak memadai’ dari Bai Chuan, mereka semua melongo hingga Bai Chuan kembali ke kamarnya.
“Itu…. Apa itu sama artinya dengan apa yang kupikirkan?” Li Rong bertanya pada suaminya.
“Uhuk….” Wajah Bai Guoyu merona, “Jangan dipikirkan, apa yang Xiao Chuan tahu ah?”
Bai Zheng merasa kalau ayahnya memang benar. Adiknya itu hanya sedikit lebih daripada seorang remaja polos, jadi tentu saja itu bukan hal-hal yang baru saja melintas dalam benaknya.
“Yah… kuharap Xiao Chuan mengerti hal-hal itu sedikit lebih banyak sehingga aku bisa memeluk cucuku lebih awal ah.” Setelah rasa syok di awal, Li Rong mulai merasa menyesal. Kalau yang Mu Xiaoya katakan tentang Bai Chuan memiliki ‘tenaga tak memadai’ benar-benar mengacu pada hal itu, maka bukankah Keluarga Bai mereka akan punya bayi?
(T/N: dengan sifat polos ala Xiao Chuan, kemungkinan malah Xiaoya duluan yang nyerang….)
“Jangan terlalu serakah, sudah bagus kalau Xiao Chuan sekarang sudah membaik.” Bai Guoyu menasihati istrinya.
“Aku tahu, tapi aku mau tak mau jadi mengharapkannya.” Li Rong mengesah. “Sebelumnya, aku hanya berpikir tentang pertumbuhan Bai Chuan yang sehat, dan kita bahkan tak berani berpikir tentang pekerjaan ataupun pernikahannya. Tapi sekarang, Xiao Chuan bukan hanya bisa bekerja, tapi dia juga menikah. Semuanya berjalan sebaik ini, bagaimana bisa aku jadi tak memikirkannya? Terlebih lagi, bagaimana kalau kemudian hal ini benar-benar terjadi?”
Bai Guoyu membuat hubungan mental dengan apa yang istrinya katakan, jadi hatinya juga mau tak mau jadi merasa agak emosional.
“Sayang sekali ah.” Li Rong berkata dengan ekspresi galau, “Kita tak memahami apa-apa soal Bai Chuan, sama seperti sehelai kertas putih, kita juga tak tahu apakah dia bisa… melakukan itu.”
Begitu dua kata ‘melakukan itu’ keluar, wajah Bai Zheng tiba-tiba menghitam. Dia tak pernah berpikir kalau dia dan orangtuanya suatu hari akan duduk bersama dan membiacarakan tentang… itu.
“Bai Zheng,” Li Rong tiba-tiba menatap putra pertama keluarganya.
“Ah?” Bai Zheng mendongakkan kepalanya.
“Bagaimana kalau… kau pergi dan ajari adikmu?”
‘Klang!‘ Bai Zheng tiba-tiba menjungkirkan kopi panas yang diantarkan oleh seorang pelayan, dan langsung membasahi tubuhnya.
“Tuan Muda Pertama, maafkan saya, maafkan saya.” Si pelayan begitu ketakutan hingga ingin menangis. Kenapa dia sampai membuat kesalahan ini sedemikian paginya?
“Nggak apa-apa, bawa semua ini pergi.” Bai Zheng menyeka tangannya dengan beberapa lembar serbet dan menunggu si pelayan pergi. Dia mau tak mau mengernyit pada ibunya, “Ma, Mama bilang apa sih?”
Saat Li Rong melihat putra pertamanya mengernyit, dia tahu kalau putranya itu marah, jadi dia tak berani lagi meminta bantuan Bai Zheng, hanya memalingkan kepalanya dan menatap suaminya dengan sorot disalahi.
“Uhuk…. Bai Zheng ah, bagaimana pendapatmu tentang proyek yang disebutkan oleh departemen proyek itu?” Bai Guoyu mengalihkan topiknya dengan aman.
Li Rong memutar matanya dan menatap ke arah lantai dua. Dia mulai berpikir: Apakah aku harus mulai bersikap sebagai seorang ibu mertua dan memberi kisikan pada Xiaoya? Tidakkah akan terlihat kalau sedang memburu-buru dirinya? Ini rasanya bukan hal yang akan dilakukan oleh seorang ibu mertua yang baik ah….
****
Mu Xiaoya tak tahu apa-apa tentang serentetan insiden yang dipicu oleh kata-kata Bai Chuan pagi itu. Hanyalah pada saat sarapan, dia tiba-tiba menyadari kalau semua orang menatap dirinya seakan ada sesuatu yang salah.
Pasti ini karena Bai Chuan pergi lari pagi dan mengejutkan mereka.
Mu Xiaoya dengan cepat menemukan penjelasan sempurna untuk dirinya sendiri.
Setelah sarapan, semua orang siap untuk bekerja, dan bahkan Mu Xiaoya juga sudah punya janji dengan Fang Hui untuk bertemu di studio.
Bai Chuan mengantar Mu Xiaoya ke gerbang.
“Aku akan pulang di malam hari,” Mu Xiaoya berkata.
“Jam berapa?” Bai Chuan menanyakan detilnya.
“En~~ jam enam. Aku akan pulang ke rumah jam enam.”
“Oke.” Bai Chuan menganggukkan kepalanya. Menatap pihak lain pergi hingga mobilnya tak lagi terlihat, kemudian berbalik kembali ke kediaman, bersiap untuk kembali ke kamarnya dan menunggu Mu Xiaoya.
Jam enam sore, dia bisa melewatkannya setelah membaca selama beberapa saat dengan mudah ah.
Bai Chuan kembali ke kamar dan mengambil sebuah buku dari rak buku. Persis saat dia sudah akan pergi ke balkon, pintu kamar tidur tiba-tiba diketuk.
Bai Zheng berdiri di luar pintu. Dia tak yakin kalau Bai Chuan akan membuka pintunya. Sebelum ini, saat mereka memasuki kamar Bai Chuan, mereka tak pernah mengetuk pintu, karena Bai Chuan mungkin takkan membukakan pintu untuk mereka. Jadi setiap kali mereka ingin mencari Bai Chuan, atau saat mereka menyuruh pelayan mengantarkan barang-barang kepadanya, mereka semua hanya langsung masuk ke kamarnya. Tapi sekarang Bai Chuan telah menikah, kamar itu bukan hanya miliknya seorang, jadi Bai Zheng tidak sekedar mendorong pintu dan masuk seperti sebelumnya.
Dia telah memikirkannya, kalau Bai Chuan tak membuka pintunya setelah lewat lima menit, maka dia akan menunggu sampai malam untuk bicara dengannya.
‘Klik.’
Pintu terbuka. Bai Zheng terkejut saat dia menatap Bai Chuan yang ada di depannya. Sekali lagi dia dibuat yakin kalau kondisi Bai Chuan benar-benar telah mengalami peningkatan.
Dia sudah belajar membukakan pintu ah~~~!!
“Bukan Xiaoya.” Bai Chuan mengekspresikan kekecewaannya begitu dia melihat wajah Bai Zheng.
“….” Ya maaf deh kalau aku bukan istrimu.
Bai Zheng menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan udara dengan kacau. Dia bertanya, “Xiao Chuan, kapan kau berencana untuk kembali bekerja?”
“Nggak pergi.” Setelah mengatakan hal ini, Bai Chuan langsung menutup pintunya.
“….”
Kalau kau bukan adikku, aku akan sudah memecatmu ratusan kali….
———–
Versi Inggris bisa dibaca di: /isohungrytls.com/my-husband-with-scholar-syndrome/my-husband-with-scholar-syndrome-chapter-28/