My Husband With Scholar Syndrome - Chapter 30
- Home
- My Husband With Scholar Syndrome
- Chapter 30 - Berapa Banyak Yang Ada Dalam Kartu Gaji?
Mu Xiaoya sedang duduk di lantai, memandangi Bai Chuan memasang kepingan-kepingan puzzle satu demi satu dan mengulangi tindakan yang sama lima ribu kali. Ini seharusnya adalah hal yang luar biasa membosankan untuk ditonton, tapi gambar yang terus-terusan disempurnakan itu tampak sangat menakjubkan di depan matanya.
Beberapa orang berkata bahwa kondisi sempurna antara pria dan wanita adalah ketika si pria memanjakan si wanita, sementara si wanita memuja si pria. Pada saat ini, Mu Xiaoya tiba-tiba merasa kalau pernikahannya adalah jenis ‘kondisi sempurna’ macam ini. Entah itu dalam mengenali jalan, membaca peta, mengerjakan soal-soal matematika, atau menyusun puzzle… Bai Chuan selalu menunjukkan jenis keahlian yang sama itu, Mu Xiaoya tak bisa untuk tidak merasa ingin memujanya. Bai Chuan ternyata jauh lebih baik daripada yang mulanya dia kira.
Saat Bai Chuan meletakkan potongan puzzle yang terakhir di tempatnya, Mu Xiaoya tak bisa menunggu lagi dan langsung mengeluarkan ponselnya untuk mengambil gambar.
“Aku akan mengirimkannya pada Nuonuo sekarang. Dia kira lima ribu potong puzzle akan mampu membuatku kesal? Humph!” Mu Xiaoya mengambil gambar puzzle itu, menyombongkannya ke lingkaran temannya, dan menulis sebuah esai yang luar biasa sombong:
‘Hanya butuh dua jam untuk menyelesaikan lima ribu potongan puzzle, mudah sekali, siapa yang berani memberiku sesuatu yang lebih sulit?’
Sesaat kemudian, setumpuk pesan berdatangan terus-menerus:
‘Mumu, apakah ini adalah foto pernikahan? Kau kreatif sekali ah.’
‘Semangka ini, sekali lihat saja dan kau tahu kalau rasanya lezat.’
‘Nggak, nggak, mempelai prianya tampak lebih lezat.’
‘Sialan, Xiao menginginkan suami orang lain. Berhati-hatilah Mumu, seseorang akan datang untuk menantangmu suatu hari nanti.’
Fang Hui: ‘Bai Chuan-lah yang menyusunnya, ya~’
Mu Xiaoya menjawab Fang Hui: ‘En’.
Liang Nuonuo langsung menjawab, ‘Jangan mengandalkan suamimu kalau kau bisa.’
Mu Xiaoya memasang stiker memutar mata dan menjawab: ‘Aku punya suami, kenapa aku tak bisa mengandalkan dia? Kalau kau punya kemampuan, kau juga bisa cari suami ah~‘
Liang Nuonuo: ‘Kalah lagi….‘
Saat Mu Xiaoya melihat Liang Nuonuo mengaku kalah, dia merasa lega dan menjawab dengan dengan beberapa komentar sebelum berbalik seraya tersenyum dan berkata pada Bai Chuan, “Mereka semua iri padaku.”
“Iri tentang apa?” Bai Chuan tak mengerti.
“Iri kalau aku punya suami ah.”
Bai Chuan melongo, berpikir kalau urusan ini ada hubungannya dengan dirinya sendiri, matanya pun tanpa sadar berbinar.
“Nggak, yang sebenarnya mereka irikan adalah karena aku punya kamu sebagai suamiku. Tidak semua orang punya suami setampan dan secerdas ini.”
Mata Bai Chuan yang sedikit berbinar tiba-tiba bersinar lebih cemerlang lagi. Apa aku tampan dan cukup cerdas untuk membuat orang lain mengagumi Xiaoya?
“Aku masih bisa menyusun puzzle yang lebih besar lagi.” Dia ingin orang lain lebih iri kepada Xiaoya.
“Aku tahu, tapi yang satu ini sudah sangat besar ah. Ayo kita gantung puzzle ini lebih dahulu, oke? Mau digantung di kepala ranjang sebagai foto pernikahan kita?” Bicara tentang hal itu, pernikahan mereka memang agak terburu-buru dan mereka tak melalui proses normal, karenanya tak ada perjamuan maupun foto pernikahan. Tampaknya setelah kelahiran kembali, Mu Xiaoya telah mengikuti jalan pikiran yang logis dan menjadi istri Bai Chuan, namun mereka masih memiliki metode pasangan suami istri tua itu.
Pada saat ini, saat dia melihat pada foto tersebut, Mu Xiaoya tiba-tiba mendapatkan ide untuk membuat foto pernikahan mereka.
“En.” Bai Chuan mengambil puzzle yang sudah selesai itu, menatap pada dinding yang putih bersih, dan mulai berpikir tentang bagaimana harus menggantungnya.
“Aku akan panggil Paman Li untuk membantu.” Mu Xiaoya keluar dari kamar tidur untuk mencari Paman Lin. Saat Paman Li mendengar permintaannya, pria itu langsung naik ke lantai dua dengan sekotak peralatan di tangannya. Mu Xiaoya berpikir kalau Bai Chuan yang telah menyatukan puzzlenya sedemikian lama seharusnya merasa haus, jadi dia pergi ke dapur dan menuangkan segelas air hangat untuknya.
Membawa dua gelas air, saat Mu Xiaoya sudah akan berbalik dan pergi ke atas, Bai Zheng tiba-tiba masuk dari luar, memegang sebuah gelas di tangannya, hendak menuangkan air untuk dirinya sendiri.
“Kakak.” Bai Zheng adalah seorang pria dengan aura tersendiri, dan terlebih lagi, pria itu juga cukup tertutup dan tak mudah untuk didekati. Setiap kali Mu Xiaoya melihatnya, mau tak mau dia jadi merasa agak was-was.
“En.” Bai Zheng mengangguk, kemudian dengan santai memasuki dapur dan menuangkan segelas air untuk dirinya sendiri.
Mu Xiaoya berdiri di depan pintu dapur selama sesaat, menimbang-nimbang sejenak, kemudian berkata, “Kak, terima kasih.”
“?” Bai Zheng menatap Mu Xiaoya dengan kaget.
“Studionya, dekorasinya,” Mu Xiaoya mengingatkan.
“Sama-sama.” Bai Zheng menjawab acuh tak acuh. Dia menyebutkan hal ini pada asistennya sambil lalu, dan sebenarnya, dia tak melakukan hal-hal yang berlebih, jadi dia tak merasa kalau dirinya telah banyak membantu.
“En….” Jawaban Bai Zheng terlalu dingin, dan setiap katanya seakan mengekspresikan kalau dia tak mau bicara dengan Mu Xiaoya. Mu Xiaoya merasa agak malu, jadi dia pun hanya berjalan keluar dalam diam dengan kedua gelas airnya.
“Itu….” Siapa yang tahu bahwa persis ketika Mu Xiaoya berbalik, Bai Zheng tiba-tiba mengambil inisiatif untuk bicara.
Mu Xiaoya buru-buru berbalik lagi untuk menatap Bai Zheng.
“Apa kau benar-benar ingin berterima kasih kepadaku?” Bai Zheng bertanya dengan wajah tegang.
“Tentu saja.” Meski dia tak tahu kenapa Bai Zheng bertanya kepadanya dengan begitu mendadak, Mu Xiaoya masih menjawab dengan terus terang.
“Kalau begitu… bisakah kau membantuku dengan sesuatu?” Secercah rasa malu melintas di wajah Bai Zheng.
“Bantu apa?” Mu Xiaoya bertanya penasaran.
“Uhuk… apa kau bisa meminta Xiao Chuan untuk kembali bekerja minggu depan? Dia sudah berlibur selama hampir sebulan.” Mata Bai Zheng berkilat, dirinya terlalu malu untuk menatap Mu Xiaoya.
“Oke, aku akan bilang padanya,” Mu Xiaoya tersenyum dan menyetujui. Dia tak bertanya kepada Bai Zheng kenapa pria itu meminta dirinya menyuruh Bai Chuan untuk kembali bekerja, karena dia tahu bahwa bila bukan karena Bai Chuan telah menolaknya, Bai Zheng takkan datang kepadanya. Kehilangan muka semacam itu, Mu Xiaoya tentu saja takkan membongkarnya.
“Terima kasih. Saat studiomu buka, aku akan suruh seseorang mengirimkan karangan bunga.” Setelah itu, Bai Zheng pun berjalan maju dan meninggalkan dapur sebelum Mu Xiaoya bisa mengatakan apa-apa. Melihat punggung tersebut, sudah jelas kalau pria itu berusaha menyembunyikan rasa malunya.
Mu Xiaoya melihat Bai Zheng nyaris berlari dan tak bisa menahan diri untuk meledak tertawa.
Kembali ke kamar tidur, Mu Xiaoya mendapati kalau puzzlenya belum digantung. Ditatapnya Paman Li dengan kaget.
“Tuan Muda Kedua tak membiarkan saya memakunya di kepala ranjang.” Paman Li memegang sebuah palu di tangannya, wajahnya tampak depresi, “Tapi kalau kita tak memakunya, bagaimana bisa benda ini digantung ah?”
Mu Xiaoya tertegun, tapi dia tak mencemaskan tentang hal itu. Alih-alih, pertama-tama dia memberi segelas air pada bai Chuan, menunggu hingga Bai Chuan mengosongkannya kemudian bertanya, “Tak mau menggantung puzzlenya?”
Bai Chuan menatap posisi kepala ranjangnya dan menggelengkan kepala dengan muram.
“Kalau begitu kenapa kau tak membiarkan Paman Li memasang pakunya?”
“Nggak nyaman.” Bai Chuan mengernyit, suaranya tampak nelangsa. Dia ingin menggantungkan puzzlenya, tapi begitu Paman Li ingin memasang pakunya, kepalanya tiba-tiba sakit. Dia tak mau membiarkan Mu Xiaoya kecewa, juga tak mau kambuh lagi. Dilema tak tahu harus bagaimana membuatnya merasa tidak nyaman dan gelisah.
Tidak nyaman? Mu Xiaoya terpana, “Kau tak suka suara paku yang dipakukan ke tembok?”
Bai Chuan menggelengkan kepalanya.
“Lantas, kau tak suka kalau ada paku di atas kepala tempat tidur?”
“En.” Bai Chuan merasa lebih tidak nyaman lagi saat isi pikirannya ditebak oleh Mu Xiaoya. Dia telah berjanji pada Mu Xiaoya, dan dia benar-benar ingin menggantungkan gambar mereka berdua, tapi dia tak mengerti kenapa dia tak bisa menerima kalau ada tambahan paku di tempat itu.
“Bukannya aku tak mau dengan sengaja.” Bai Chuan tak tahu bagaimana cara mengekspresikan perasaannya, karena itu dia hanya bisa menahan napasnya dan memaksakan satu kalimat ini keluar.
Dia bukannya secara sengaja tidak menyetujuinya, tapi dia juga tak bisa mengatakan dengan jelas kenapa dia melakukan hal itu. Untung saja, Mu Xiaoya mengerti.
“Kalau begitu kita tak usah memakukannya saja.” Mu Xiaoya menghiburnya, “Puzzle ini bisa digantung tanpa paku, hanya saja agak lebih merepotkan. Mungkin kita bisa melakukannya besok. Paman Li, bisa aku merepotkan Paman untuk membantuku memasang gambar ini tanpa dipaku besok?”
“Ya, tidak masalah.” Paman Li telah menghabiskan waktu bertahun-tahun di kediaman Bai dan juga telah menyaksikan Bai Chuan tumbuh dewasa, dia langsung mengerti apa yang Mu Xiaoya maksudkan dalam kata-katanya barusan tadi. Tuan Muda Kedua benci melihat paku di atas kepala tempat tidur, kalau begitu dia akan memanggil saja seorang ahli untuk mencegah Tuan Muda Kedua melihat pakunya.
Ketika Bai Chuan mendengar hal ini, alisnya yang berkerut langsung menjadi santai, raut sukacita tampak jelas di wajahnya.
Paman Li mengiyakan dan langsung kembali ke tempatnya sambil membawa kotak perkakas. Bai Chuan dengan hati-hati meletakkan puzzle yang telah membuat Mu Xiaoya bangga kepadanya ke atas meja, karena takut tanpa disengaja menyenggol dan merusaknya.
“Xiao Chuan.” Mu Xiaoya berjalan ke sisi Bai Chuan dan bertanya santai, “Apa barusan tadi kau merasa bingung?”
“Bingung?” Bai Chuan jarang menjumpai kata ini, dan untuk sesaat, kata tersebut terasa agak tak bisa dimengerti.
“Bingung berarti bahwa kau berada dalam dilema saat memutuskan sesuatu.” Mu Xiaoya menjelaskan dengan sabar, “Bukankah kau ingin menggantungkan lukisannya, tapi kau tak mau ada paku dipasang di sana, dan bukankah karena itu kau merasa tidak nyaman?”
“En, sakit kepala,” Bai Chuan mengangguk jujur.
“Lalu kemudian, bukankah kita telah memikirkan solusinya bersama-sama?” Mu Xiaoya bertanya lagi.
“En.” Meski Xiaoya tidak bagus dalam matematika dan punya ingatan yang buruk, tapi Xiaoya masih sangat pintar dalam beberapa hal.
“Jadi, apa kau sudah menemukan bahwa, sebenarnya, banyak hal membingungkan semuanya memiliki solusi yang bisa memuaskan semua orang? Kali berikutnya kau bertemu dengan sesuatu yang membuatmu bingung, jangan merasa tidak nyaman, kau bisa memikirkannya dengan tenang dan pasti kau bisa menemukan solusinya. Terlebih lagi, kau takkan kena sakit kepala dengan cara ini.” Mu Xiaoya menatap Bai Chuan dengan sorot menyemangati.
Kata-kata Mu Xiaoya agak panjang, dan sebab-akibat yang dibawanya agak rumit bagi Bai Chuan. Untung saja, ingatan Bai Chuan sangat bagus. Dia mengulang kalimat itu lagi dan lagi hingga dia mengerti apa yang Mu Xiaoya maksudkan.
“En, nanti, aku akan memikirkannya,” Bai Chuan menjanjikan dengan sungguh-sungguh.
“Hebat!” Mu Xiaoya tak tahan untuk memujinya.
Bai Chuan menampakkan seulas senyum tipis.
“Besok lusa, apa kita bisa pergi dan menemui orangtuaku?” Mu Xiaoya sudah ingin pergi dan mengunjungi orangtuanya sejak mereka pulang dari kebun ceri, namun sebagai guru SMU, mereka tak punya sesuatu yang disebut sebagai ‘liburan musim panas’. Mereka harus memberikan kelas perbaikan di sekolah untuk para siswa senior dan pulang ke rumah setelah pukul sepuluh malam. Mu Xiaoya hanya bisa menemukan mereka pada akhir pekan di setiap liburan musim panas.
Selama dirinya bersama dengan Mu Xiaoya, Bai Chuan takkan keberatan ke mana pun mereka pergi.
“Ada satu hal lagi yang ingin kubicarakan denganmu.” Mu Xiaoya berkata serius, “Kali ini, aku mungkin harus memakai kartu gajimu untuk membeli beberapa hadiah untuk orangtuaku.”
Xiaoya ingin memakai kartu gajinya? Kalau begitu pakai saja ah. Bai Chuan menatap Mu Xiaoya, menunggunya meneruskan.
Mu Xiaoya menunggu sejenak, namun dia tak melihat reaksi Bai Chuan saat dia akhirnya menyadari bahwa dirinya tak memakai kalimat bertanya barusan tadi, jadi itulah sebabnya kenapa Bai Chuan tak tahu bagaimana harus menjawabnya. Dia langsung bertanya, “Apa aku bisa memakainya?”
Meski Bai Chuan berkata bahwa dia telah memberikan uang di dalam kartu gaji itu untuk dia pergunakan, namun Bai Chuan sendiri tak punya ide tentang konsep uang. Akan tetapi, sebagai pasangan, Mu Xiaoya merasa bahwa dia harus membiarkan Bai Chuan tahu untuk apa dia akan mengeluarkan uang pria itu.
“Berikan semua kepadamu.” Bai Chuan menjawab.
“Kalau begitu, aku takkan sungkan.” Mu Xiaoya tersesnyum gembira. Kalimat ‘berikan semua kepadamu’ ini, setiap kali dia mendengarnya, dia mau tak mau merasa gembira ah.
Setelah itu, keduanya mandi dan pergi tidur. Sebelum tidur, Mu Xiaoya mengambil ponselnya dan meragu apakah harus memasang jam alarm atau tidak. Kalau hanya untuk sarapan dengan Keluarga Bai, dia bisa sekedar memasangnya pada pukul 7.30, tapi kalau dia ingin lari bersama Bai Chuan, maka harus dipasang pukul 5.30.
Setengah enam, terlalu pagi ah…. Mu Xiaoya menimbang-nimbang tapi masih berpikir kalau hal itu terlalu melelahkan. Tapi aku sudah janji pada Bai Chuan untuk lari bersamanya, aish….
Tunggu, tunggu, sepertinya aku tak bangun dan lari pagi ini….
“Xiao Chuan, apa kau sudah pergi lari pagi ini?” Mu Xiaoya bertanya.
“Lari.” Bai Chuan menjawab, “Dua ribu tujuh ratus meter.” Dia nggak malas loh.
“Kamu pergi sendiri? Kenapa tak membangunkanku?” Mu Xiaoya terkejut.
“Kamu bilang kamu nggak mau bangun.” Aku jelas-jelas telah memanggilmu tiga kali.
Karena aku bilang aku tak mau bangun makanya Bai Chuan tidak lanjut membangunkanku dan pergi lari sendiri. Maka bukankah itu berarti….
Mu Xiaoya bergembira dalam hatinya dan berkata dengan gaya genit, “Kalau begitu nantinya, apa kau bisa lanjut lari tanpa aku?”
“Oke.” Bai Chuan mengangguk.
Mu Xiaoya bersorak diam-diam, kemudian memasang jam alarmnya pada pukul 7.30. Betapa menakjubkannya bisa tidur dua jam lagi di pagi hari ah~
Dan karenanya, pada keesokan paginya, Bai Chuan bangun pada pukul enam tepat, berganti baju, keluar, bertemu dengan Bai Zheng di gerbang, dan kedua bersaudara itu pun kembali berlari bersama. Bai Zheng senang saat mendapati bahwa Bai Chuan lanjut berlari melewati tempat di mana dia berbalik kemarin. Persis saat dia berpikir kalau memungkinkan baginya untuk berlari dengan Bai Chuan hari ini, Bai Chuan malah hanya berlari lima puluh meter lebih jauh, dan kemudian dengan tegas berbalik lagi.
“….” Bai Zheng merasakan kebahagiaannya bahkan belum selesai.
“Kau tak berlari dua ribu tujuh ratus meter hari ini?” Bai Zheng tak tahan untuk bertanya.
“Hari ini dua ribu delapan ratus meter.” Bai Chuan, yang telah berlari selama lebih dari setengah bulan, sudah terbiasa dengan jumlah olahraga yang telah dia lakukan kali ini, karenanya dia bisa bicara dengan tenang sambil berlari. Tapi, meski dia tak merasa lelah, dia tak mau berlari lebih jauh lagi.
“Kemarin 2.700, hari ini 2.800, jadi kau menambahkan 100 meter setiap harinya?”
“En.”
Jadi sesuai dengan skenario yang semakin bertambah ini, kalau aku ingin berlari sejauh lima kilometer dengan gembira bersama adikku, aku masih membutuhkan… dua puluh dua hari?
Dan juga… apa Mu Xiaoya sudah memberitahu Xiao Chuan tentang kembali bekerja?
Setelah sarapan, seperti biasa Bai Chuan mengantar Xiaoya bekerja. Saat Mu Xiaoya tiba di studio, Fang Hui sedang menggigit panekuk buah.
“Sudah sarapan?” Fang Hui bertanya pada Mu Xiaoya.
“Yap,” Mu Xiaoya menjawab, kemudian membuka komputer seraya berkata, “Aku sudah membaca resume yang telah kau kirimkan ke e-mailku kemarin, kurasa tak ada masalah, suruh orang itu datang untuk wawancara.”
“Baiklah, aku akan mewawancarai mereka nanti, kau bertugas menaruh sepatu-sepatunya ke Taobao. Lebih baik bila kau memasang beberapa gambar desain, dengan demikian orang-orang bisa melihat gaya produk kita dalam sekali lihat,” Fang Hui berkata.
“Oke.” Mereka yang mempelajari desain tentu saja tahu bagaimana membuat gambar. Tidak sulit bagi Mu Xiaoya untuk mendesain layout laman di Taobao, akan tetapi, hal semacam ini menghabiskan cukup banyak waktu, jadi dia menghabiskan waktu sepagian untuk menyelesaikan layout laman dari satu jenis sepatu saja.
Siangnya, keduanya pergi ke mall perbelanjaan di dekat situ untuk makan. Fang Hui tiba-tiba bertanya kepada Mu Xiaoya, “Bai Chuan keluargamu itu sangat lengket denganmu. Kau harus bekerja setiap hari, tidakkah Bai Chuan akan membuat masalah di rumah?”
“Nggak akan, Bai Chuan sangat tenang. Kalau kau tak mengganggu dia, dia bisa membaca buku dengan tenang sepanjang hari sendirian.” Meski Bai Chuan memiliki autisme, dia tak mengganggu orang lain.
“Membuang-buang waktu dengan menganggur juga tidak bagus ah. Bukankah kau pernah bilang sebelumnya apa yang Profesor Feng katakan kepadamu tentang menyuruh Bai Chuan bergerak lebih banyak lagi dan memiliki lebih banyak interaksi di luar untuk meningkatkan kondisinya? Bagaimana kalau kau membawanya ke studio bersamamu? Jangan cemas, aku tak keberatan kau menyebarkan makanan anjing ke mana-mana,” Fang Hui berkata murah hati.
“Siapa bilang Bai Chuan tak punya pekerjaan? Bai Chuan keluarga kami punya pekerjaan ah.”
“Punya pekerjaan? Pekerjaan macam apa?” Fang Hui bertanya penasaran.
“Sepertinya pemrograman, aku juga tak terlalu tahu. Ibu Bai Chuan pernah mengatakannya secara tak sengaja sebelumnya, tapi aku tak menanyakan detilnya.”
“Woah, punya pekerjaan, itu berarti dia bisa menghasilkan uang ah.”
“Ya tentu saja, Bai Chuan telah memberikan kartu gajinya kepadaku. Aku akan memakai uang Bai Chuan untuk membelikan hadiah kepada orangtuaku nanti,” Mu Xiaoya berkata dalam gumaman kecil.
Siapa yang membiarkanmu mendiskriminasi Bai Chuan keluargaku? Akan kubiarkan kau tahu kalau Bai Chuan keluargaku sangat hebat, tidak kalah daripada orang normal.
“Kartu gaji? Ada berapa banyak di dalam kartu gajinya? Berapa banyak gaji yang dia dapatkan dalam sebulan?” Fang Hui tak tahan untuk merasa penasaran.
“Aku juga tak tahu, belum melihatnya ah.”
“Kalau begitu, bagaimana kalau kau melihatnya?” Fang Hui menyarankan.
Mu Xiaoya juga penasaran, jadi dia pun mengangguk, dan keduanya mempercepat makan mereka, kemudian pergi ke ATM di lantai satu untuk memeriksa saldonya bersama-sama.
Saat Mu Xiaoya memasukkan password-nya, Fang Hui tak mengikuti, dia hanya berdiri di pintu kompartemen mesin ATM dan menunggu Mu Xiaoya memberitahukan jawabannya kepadanya. Alhasil, setelah menunggu dalam waktu lama, dia masih tak melihat Mu Xiaoya membuat pergerakan apa pun dan karenanya mengira kalau mesinnya rusak.
“Apa mesinnya rusak?” Fang Hui bertanya.
Mu Xiaoya tak menjawab. Tanpa suara dia mengambil kartu banknya, berjalan keluar dari kompartemen dengan raut hampa, dan kemudian mengisyaratkan angka ‘delapan’ kepada Fang Hui dengan jarinya.
“Delapan ratus ribu?”
Mu Xiaoya menggelengkan kepalanya.
“Delapan juta?”
“Delapan digit,” Mu Xiaoya menarik napas dalam-dalam.
“Anjrit! Uang sebanyak itu? Apa kau yakin kalau itu adalah kartu gaji, dan bukannya saham yang Keluarga Bai berikan kepada Bai Chuan?” Sesuai dengan usia Bai Chuan, meski dia bekerja, seharusnya hanya selama beberapa tahun. Dari mana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Masih memungkinkan bila ini adalah dividen saham perusahaannya.
“Nggak masalah.” Mu Xiaoya memegangi kartu banknya erat-erat di tangannya. “Baiklah,” dia menghembuskan udara kering dan berkata, “Aku akan membeli kursi pijat seharga tiga puluh ribu yuan dan mengirimkannya pada orangtuaku.”
“Ayolah.” Fang Hui menatap Mu Xiaoya dengan sorot puas. Memegang kartu gaji delapan digit suaminya dan hanya membeli barang seharga tiga puluh ribu yuan, apa dia masih perlu menggertakkan giginya seperti ini?
“Oke! Pesan satu!” Mu Xiaoya berjalan seperti hembusan angin, dan melangkah lurus menuju showroom di lantai satu.
——–
Catatan Pengarang
Teater kecil:
Mu Xiaoya: “Aku sudah beli hadiah, nanti akan kubilang kalau aku membelinya dengan kartu gajimu.”
Bai Chuan: “Tadinya kartu gajiku.”
Mu Xiaoya: “….”
Bai Chuan: “Semuanya diberikan untuk kau habiskan.”
Mu Xiaoya: (#^.^#)
Grumpy Crab: “Bahagia sekali~~~”
—————-
Versi Inggris bisa dibaca di: isohungrytls.com/uncategorized/my-husband-with-scholar-syndrome-chapter-30/