My Husband With Scholar Syndrome - Chapter 48
‘Kejutan’ yang dibuat oleh Bai Chuan untuk istrinya ini juga telah menyebabkan kehebohan yang lumayan bagi Grup Yifeng. Orang yang paling menyalahkan dirinya sendiri karena telah memberi ide bodoh ini demi mendapatkan tambahan waktu untuk men-debug dua minggu lagi tak lain adalah A’Tong Mu.
Pagi-pagi pada keesokan harinya, A’Tong Mu menawarkan permintaan maaf yang tulus di depan kantor Bai Zheng.
“Pak Presdir, semua ini adalah salah saya, sayalah yang memberi ide kepada Tuan Muda Kedua untuk menjemput Nyonya Muda Kedua dari tempat kerja.” A’Tong Mu tak mencari-cari alasan dan hanya langsung mengakui kesalahannya.
Xiaoli dari meja depan juga menyalahkan dirinya sendiri, “Masih ada aku. Kalau aku tidak meninggalkan meja depan pada saat itu aku akan sudah melihat Tuan Muda Kedua keluar, dan aku kemudian bisa menghubungi supir untuk menjemput Tuan Muda Kedua.” Salah satu tugas Xiaoli adalah memberitahu penjaga keamanan dan supir bila Tuan Muda Kedua ingin meninggalkan perusahaan, dan memastikan sang Tuan Muda Kedua bisa naik mobil perusahaan dengan lancar. Tetapi, apesnya, Bai Chuan pergi persis ketika dia keluar sebentar untuk mengambil segelas jus.
Demi menjamin keamanan Bai Chuan di dalam perusahaan, Bai Zheng telah memasang beberapa titik pemeriksaan, namun pada akhirnya, insiden kecil masih bisa terjadi. Orang-orang Departemen R&D mengira kalau meja depan akan melihat Bai Chuan saat dia keluar, tapi secara kebetulan, Xiaoli meninggalkan tempatnya pada saat itu. Karena supir tak menerima pemberitahuan, dia pun hanya terus menunggu perintah di dalam kantor.
Serentetan kebetulan telah menciptakan masalah yang kemarin, namun bila menelusurinya, mereka tak membuat kesalahan yang luar biasa besar, dan bagaimanapun juga perusahaan tak bisa untuk tidak memberi pegawai mereka sedikit waktu untuk menyeduh kopi atau mengambil jus sama sekali.
“Lupakan saja, cukup jangan buat lagi kesalahan semacam ini di masa mendatang.” Bai Zheng juga tak berencana untuk terlalu mempermasalahkan hal ini.
“Terima kasih, Pak Presdir, kami akan memastikan pada Anda bahwa masalah ini takkan terjadi lagi.” Kedua orang itu benar-benar tak mengira kalau sang Presdir akan dengan begitu mudahnya memaafkan mereka. Ekspresi mereka mengatakan betapa hal ini benar-benar tak bisa dipercaya.
“Kalau begitu pergilah.” Bai Zheng membuka dokumen di samping tangannya, bersiap untuk melakukan pekerjaannya.
“Baik.” Keduanya berbalik untuk pergi, namun A’Tong Mu tiba-tiba dipanggil oleh Bai Zheng.
“A’Tong Mu, kau tetap tinggal.”
“Pak Presdir.” A’Tong Mu gemetar saat dia berjalan kembali. Sudah jelas, dirinya, sebagai pelaku utama, takkan bisa dilepaskan semudah itu, kan?
“Departemen Perencanaan bilang kalau kau ingin menunda perilisan permainannya selama dua minggu?”
“Ti-tidak usah, saya akan kerjakan saja dan mengambil lembur, tak perlu tidur, saya akan menyelesaikan semua test run-nya sesuai dengan waktu yang dijadwalkan.” Mana mungkin A’Tong Mu cukup berani untuk menyebutkan soal penundaan? Persis karena masalah inilah dia nyaris kehilangan Tuan Muda Kedua.
“Tidak tidur, akan mudah untuk mengalami kematian mendadak kalau seperti itu. Meski Grup Yifeng kita tak kekurangan uang, tapi kami masih tak mau membayar biaya pemakaman para pegawai.” Bai Zheng memberi tatapan dingin pada A’Tong Mu.
A’Tong Mu hanya merasa kalau punggungnya tiba-tiba terasa dingin, dia tak berani menarik napas seraya berdiri tak bergerak.
“Apa dua minggu sudah cukup?”
“Ah?” A’Tong Mu terpana, dan ketika otaknya akhirnya tersambung dengan apa yang Bai Zheng katakan, ekspresi gembira nyaris keluar tanpa terkendali, “Cukup, sudah cukup, sudah cukup.”
“Kalau begitu aku akan memberimu satu minggu lagi. Biarkan orang-orang di bawahmu pulang dan membersihkan diri. Aku nyaris dibuat mati kebauan saat aku pergi ke kantormu kemarin,” Bai Zheng tampak jijik.
“Masih… masih memberi satu minggu lagi?” Kue yang jatuh dari langit telah membuat A’Tong Mu jadi bodoh saat itu di situ juga. Apa maksudnya itu? Ini bukan hanya setuju untuk menunda perilisan, namun juga memberi tambahan seminggu lagi untuk Departemen R&D?
“Pergilah.” Bai Zheng menggusahnya pergi.
“Pa-Pak Presdir, sampai jumpa!” A’Tong Mu berjalan keluar dengan ekspresi tercengang.
Menutup pintu kantor Presdir, A’Tong Mu berdiri di pintu, berpikir bahwa dia baru saja kerja lembur kemarin dan bahkan telah bekerja hingga benar-benar larut malam, jadi dia merasa bahwa dirinya pastilah sedang bermimpi atau apalah sekarang ini. Kenapa, saat mereka membuat kesalahan sebesar itu, sang Presdir bukan hanya tak menghukum mereka, namun juga memberi mereka hadiah? Bagaimana kalau dia kembali untuk bertanya sekali lagi, nggak, dia nggak bisa, dia tak punya keberanian itu.
“Kenapa kau berdiri seperti orang bodoh begitu?” Lu Yang melihat A’Tong Mu berdiri di depan pintu dengan raut kebodoh-bodohan, dan karenanya dia menepuk bahu A’Tong Mu dengan dokumen di tangannya.
“Nggak… kenapa aku merasa kalau hal ini tidak nyata ah?” A’Tong Mu mencari bantuan, “Asisten Lu, apakah Pak Presdir benar-benar telah setuju untuk menunda, dan terlebih lagi, untuk tiga minggu penuh?”
“Lihatlah wajah bodohmu itu,” Lu Yang mencibir, “bagaimana bisa Pak Presdir kita yang bro-con (T/N: mungkin singkatan dari brother complex) tak memberikan ketika Tuan Muda Kedua sendiri yang minta lebih banyak waktu?”
“Benar juga! Sekarang hal itu masuk akal!”
“Kau bisa menggerakkan Tuan Muda Kedua, kau juga cukup hebat ah,” Lu Yang mengagumi dengan tulus. Selama tiga tahun lebih Tuan Muda Kedua telah bekerja di perusahaan, dia tak bersedia turun ke bawah untuk makan, apalagi menghadiri rapat.
“Hehe… hehehe….” Kebahagiaan datang terlalu mendadak saat A’Tong Mu menggaruk kepalanya yang berminyak dan pergi dengan cengiran tolol.
Dia tak sabar untuk berlari kembali ke Departemen R&D untuk membagi kabar hebat ini kepada semua orang, namun begitu dia masuk, dia menutupi hidungnya dan mundur.
Sial, baunya benar-benar selangit, bagaimana bisa aku tak menyadarinya sebelum ini?
****
Fang Hui bertemu dengan kemacetan lalu lintas saat dia pergi ke tempat kerja sehingga dia tiba sedikit lebih lambat daripada biasanya. Saat dia memasuki studio, dia menemukan bahwa tempat kerja Mu Xiaoya kosong. Dia langsung mengernyit dan bertanya kepada kedua pegawai di studio, “Apa Mumu sudah masuk?”
“Dia sudah masuk, ada di ruang kerja,” Xiao Xin menunjuk ke belakang.
“Bagaimana suasana hatinya?”
“Benar-benar bagus, dia bahkan membelikan kami cemilan.” Leng Yi mengangkat stik pedas di tangannya.
“Dia telah pulih secepat itu?” Fang Hui mengangkat alisnya dengan kaget, dan kemudian menjauhkan tangan Leng Yi yang berselimut minyak pedas, “Makan stik pedas pagi-pagi, seka keyboardnya sampai bersih.”
“O-oh.” Leng Yi menyadari kalau dirinya terlalu arogan, jadi dia pun buru-buru mengambil tisu basah untuk mulai membersihkan.
Fang Hui menjatuhkan tasnya dan langsung pergi ke ruang kerja. Mu Xiaoya sedang menggambar desain sebuah sepatu kulit.
“Sepatu untuk Bai Chuan?” Membuat sepatu kulit secara khusus di dalam studio belum diluncurkan secara resmi, jadi sepatu yang saat ini dibuat oleh Mu Xiaoya hanya bisa merupakan milik Bai Chuan.
“Benar,” Mu Xiaoya mengangguk dan tersenyum.
“Kaki kiri dan kanannya beda setengah nomor.” Fang Hui melirik pada sol yang sedang dipersiapkan oleh Mu Xiaoya.
“Benar ah, kaki kiri Xiao Chuan setengah nomor lebih besar daripada kaki kanannya.”
“Biarkan aku membantumu.” Fang Hui mengambil peralatan, ingin membantu Mu Xiaoya.
“Tak usah, aku ingin membuat sepasang sepatu ini sendiri.” Dia telah berjanji pada Bai Chuan kalau sepatu ini akan dibuat dengan tangannya sendiri.
Fang Hui menatap Mu Xiaoya. Ekspresi Mu Xiaoya sangat terfokus, bicara dan tertawa dengannya seakan tak ada yang terjadi, hingga dia tak bisa melihat perbedaannya dengan Mu Xiaoya normal ketika dia menatap gadis itu.akan tetapi, semakin Mu Xiaoya bersikap seperti ini, semakin cemas Fang Hui jadinya. Tiba-tiba dia teringat saat dirinya mengobrol dengan Liang Nuonuo kemarin malam.
“Nuonuo, kau tak lihat bagaimana Mumu begitu gelisah saat dia mendapati kalau Bai Chuan telah hilang.” Fang Hui merasa cemas, “Aku bisa melihatnya sendiri. Bahkan bila Bai Chuan memiliki performa yang baik, tapi bagaimanapun juga dia tetap bukan orang biasa. Dia memiliki autisme, dia tak bisa membaur ke dalam masyarakat. Kalau dia normal, maka saat dia keluar seorang diri, bagaimana mungkin dia membuat Mumu gelisah seperti itu? Masa depan masih panjang, bagaimana bisa dia bertahan bila seperti itu?”
“Kenapa? Apa kau masih ingin membujuk dia agar bercerai?” Liang Nuonuo bertanya.
“Aku tak berani.” Fang Hui mengesah, “Mumu sudah kelihatan seperti telah kehilangan rohnya hanya karena dia tak bisa menemukan Bai Chuan, bagaimana aku berani membujuk dia agar bercerai?”
“Itulah sebabnya ah, tak usah bilang apa-apa. Mumu tak membutuhkan kecemasan kita, dia membutuhkan dukungan kita,” Liang Nuonuo berkata.
Dukungan? Fang Hui memulihkan pemikirannya, meletakkan kembali peralatan di tangannya, dan menemukan sebuah kursi di samping Mu Xiaoya, mendiskusikan pengaturan studio itu di masa mendatang bersamanya.
“Aku berencana untuk mulai membuat sepatu pesanan khusus minggu depan, apa menurutmu harga yang kita pasang untuk sepatu kulit pesanan khusus sudah pantas?”
“Itu tergantung pada kulit yang dipakai oleh pelanggan,” Mu Xiaoya menjawab.
“Kupikir juga begitu. Aku cuma berencana menyimpan dua atau tiga kulit berkualitas tinggi. Sepatu pesanan khusus ah, kalau harganya terlalu murah, kita bukan cuma takkan mendapatkan uang, tapi juga membuang-buang waktu dan tenaga. Jadi lebih baik memakai bahan yang terbaik, sehingga kemudian kita bisa memasang harga yang agak lebih tinggi.”
“Setuju.” Mu Xiaoya berpikir kalau Fang Hui memang benar.
“Juga, aku berencana untuk memasang harga sepasang sepatu pada… tiga puluh ribu yuan.”
“Tiga puluh ribu?” Mu Xiaoya terperanjat saat dia menatap Fang Hui.
“Tentu saja, ini cuma harga pada tahap awal ini. Saat merek kita mulai meroket, kita bisa lagi menyesuaikan harganya.”
“Nggak, maksudku… apa kau yakin kalau seseorang akan datang untuk membuat sepatu pesanan khusus dengan kita untuk harga tiga puluh ribu yuan sepasang?” Mu Xiaoya bertanya dengan tak terlalu percaya diri.
“Kenapa tidak? Kelas menengah tahun ini adalah yang paling bersedia mengeluarkan uang. Meski para tiran lokal itu takkan mau naik pesawat untuk memesan sepatu mereka di Italia, tapi mereka masih bersedia mengeluarkan tiga puluh hingga empat puluh ribu yuan ah.” Fang Hui berkata, “Terlebih lagi, tidak menjadi masalah bila tak ada seorang pun yang memesan, kita tak mengandalkan pada hal ini untuk mencari uang.”
“Oke, jadi kau melihat kalau sepatu santai kita telah terjual dengan baik kali ini, dan sekarang kau sedang melayang di udara?”
“Aku nggak peduli, lagipula, harganya sudah ditetapkan. Menurutku kita pantas dengan harga itu.”
“Baiklah, baiklah, kalau begitu akan menurutimu.” Saat Mu Xiaoya melihat kalau Fang Hui bersikeras, dia jadi tak bisa terlalu memedulikannya. Lagipula, dia tak membuka studio ini untuk mencari uang ah.
“Itu….” Fang Hui terbata, masih ingin membicarakan tentang sesuatu, tapi tak bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk diucapkan.
“Ingin tanya soal urusanku dan Bai Chuan?” Senyum Mu Xiaoya telah lenyap, dan karena Fang Hui telah datang dan mulai bicara kepadanya, dia telah menebak niat Fang Hui. Penampilannya kemarin pasti telah menakuti Fang Hui.
“Sebegitu kelihatannya?”
“Kau cuma kurang seseorang untuk menuliskannya di wajahmu,” Mu Xiaoya memutar matanya.
“Karena sudah sejelas itu, maka, kau katakanlah saja.” Wajah Fang Hui penuh dengan gosip.
“Apa yang ingin kau dengar?”
“Kau… cintamu untuk Bai Chuan, apakah itu benar?” Fang Hui bertanya langsung.
“En.” Mu Xiaoya tersenyum dan langsung mengiyakan.
“Jadi benar-benar….” Wajah Fang Hui menunjukkan kalau tebakannya memang benar, “Aku sudah tahu itu. Saat aku melihat penampilan kacaumu kemarin, aku sudah tahu kalau kau jatuh cinta pada Bai Chuan, dan itu bukan sekedar cinta biasa. Tapi, yang aneh bagiku adalah, bagaimana bisa perasaanmu berkembang sedalam ini hanya dalam waktu dua bulan?”
Fang Hui masih ingat hari saat Mu Xiaoya berkata bahwa dirinya akan menikah, dia jelas-jelas tak melihat setitik pun cinta dari wajah Mu Xiaoya. Kalau orang harus mengatakan bila dia memiliki perasaan semacam ini, maka hanya bisa dianggap sekedar rasa suka. Bahkan selama sesaat, Fang Hui curiga kalau Mu Xiaoya hanya dikuasai oleh cinta keibuannya sehingga otaknya telah dirusakkan sebelum setuju untuk menikahi Bai Chuan.
“Fang Hui, kupikir… aku sudah menyukai Bai Chuan sejak lama, hanya saja aku sendiri tak menyadarinya,” Mu Xiaoya menjawab.
“Apa maksudmu?”
“Bai Chuan umurnya dua tahun lebih tua daripada aku. Saat aku berusia lima tahun, dia pindah ke sebelah rumahku. Area tempat tinggal kami penuh dengan guru-guru tua, ada sangat sedikit anak yang sebaya denganku, dan terlebih lagi, Bai Chuan sangat rupawan, sehingga aku suka berlari ke rumahnya.” Mu Xiaoya mengingat-ingat, “TK, SD, SLTP, SMU, setiap akhir pekan, setiap liburan musim panas, aku akan selalu pergi mencari Bai Chuan. Aku pada mulanya tak tahu kalau dia autis, dan aku marah setiap hari karena dia sering mengabaikan aku. Waktu itu, Nenek Bai memberitahuku….”
“Beliau bilang, ‘Kakak Bai Chuan-mu sangat tertutup, jadi dia tak suka bicara. Tapi dia tak lari darimu, itu berarti dia menyukaimu, kau tak boleh marah kepadanya.’ Kemudian, Nenek Bai memberiku banyak cemilan untuk dimakan, aku langsung terbujuk karena cemilan-cemilan ini ah, memercayai apa yang Nenek Bai katakan.” Mengingat hingga di sini, Mu Xiaoya tak tahan untuk tertawa kecil.
“Kemudian, saat aku tahu kalau Bai Chuan autis, dia sudah bisa bicara denganku. Dia akan mengabaikan orang lain, tapi dia tak pernah mengabaikan aku. Aku tidak pintar dalam matematika, dia pun mengajariku lagi dan lagi. Terkadang, saat aku berbalik selama lima menit, aku akan sudah melupakan topik yang baru saja dia ajarkan kepadaku, tapi dia masih akan dengan tanpa kenal lelah mengajariku. Saat aku SLTP, Bahasa Inggrisku tidak bagus, jadi dia pun menemaniku menghapal kosa kata. Saat aku SMU, aku memilih untuk mempelajari seni liberal, tapi sejujurnya saja aku sungguh tak bisa ingat dengan sejarah, jadi dia mengingat semuanya dan membacakannya untukku setiap hari.”
“Dia sebenarnya tak suka bicara, tapi karena aku memberitahunya kalau aku mungkin akan bisa ingat bila dia membacakannya untukku dari waktu ke waktu, kemudian dia terus membacakan kosa kata-kosa kata Inggris, tanggal-tanggal bersejarah, atau apa pun untukku.”
“Hal-hal ini, aku belum pernah mendengarnya darimu sebelumnya,” Fang Hui terpana.
Mu Xiaoya menjumput sehelai rambut yang menjuntai dan tersenyum pahit, “Karena… aku juga tak mengingatnya dalam waktu yang lama. Aku… meninggalkan Bai Chuan saat kuliah.”
“Bukankah kau selalu bertanya kepadaku sebelumnya, kenapa aku selalu memandang rendah pada banyak orang yang mendekatiku?” Mu Xiaoya tersenyum, “Mungkin karena, di dalam hatiku, sudah tak ada seorang pun yang bisa sebaik Bai Chuan terhadapku.”
Bagaimana aku sanggup kehilangan orang sebaik itu?
———-
Versi Inggris bisa dibaca di: isohungrytls.com/my-husband-with-scholar-syndrome/my-husband-with-scholar-syndrome-chapter-48/