My Husband With Scholar Syndrome - Chapter 51
Selama dirinya tak meninggalkan Yuncheng, Mu Xiaoya akan kembali ke rumah orangtuanya pada setiap akhir pekan. Dia juga tidak pergi setelah makan, melainkan tinggal dari pagi-pagi sekali hingga malam; kunjungannya akan berlangung sepanjang hari. Frekuensinya pulang ke rumah jadi lebih sering daripada sebelumnya. Orangtua Keluarga Mu jadi curiga apakah putri mereka ditindas oleh Keluarga Bai.
“Kau cepat katakanlah padaku, apa kau merasa tak nyaman tinggal di rumah Keluarga Bai?” Shen Qingyi memanfaatkan waktu ketika Bai Chuan dibawa pergi oleh suaminya dan diam-diam menarik putrinya ke samping.
“Apa yang Ibu bicarakan? Ibu tak tahu betapa baiknya kondisiku di sana.” Mu Xiaoya tak bisa menangis maupun tertawa.
“Lantas kenapa kau begitu intim dan berbelit-belit setiap kali kau pulang?”
“… Bagaimana aku bisa jadi dianggap intim dan berbelit-belit?” Mu Xiaoya menyangkal.
“Wanita menikah mana yang sepertimu? Berlari pulang ke rumah ibunya pagi-pagi sekali dan enggan untuk pergi sampai setelah waktu makan malam.”
“Bukannya karena aku sudah menikah, tapi aku takut kalau kalian akan berpikir kalau putrimu ini tak menginginkan kalian lagi, jadi aku pulang untuk menmani kalian lebih sering lagi.” Mu Xiaoya merundukkan tatapannya, mencegah ibunya melihat emosi-emosi di matanya.
Aku cuma… aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan kalian.
“Jangan khawatir, sekarang adalah awal tahun ajaran. Meski ayahmu dan aku sibuk, bagaimana mungkin kami tak merindukanmu?” Shen Qingyi menyodok dahi putrinya seraya tersenyum, “Tapi kau datang kemari tiap akhir pekan tanpa ragu. Saat aku meninggalkan anak-anak SMU itu, maka aku akan jadi lebih lelah lagi saat aku harus pulang demi memasak untukmu.”
“Aku kan putri Ibu sendiri. Bagaimana bisa Ibu memperlakukan murid-murid Ibu lebih baik daripada aku ah?” Mu Xiaoya merasa agak cemburu.
“Ada apa denganmu? Aku sudah pulang demi memasak untukmu. Setelah kau pergi, tak lama kemudian aku masih harus mempersiapkan bahan pelajaran,” Shen Qingyi mengabaikan dirinya.
“Oh~~” Mu Xiaoya tahu kalau ibunya akan sangat sibuk dengan murid-murid SMU-nya tahun ini, dan sang ibu juga memiliki kelas untuk murid-murid SMU di akhir pekan. Dirinya pasti akan menambah beban kerja ibunya kalau dia sedemikian seringnya pulang. Tapi kalau dia tidak pulang pada akhir pekan, kapan dirinya akan bisa menghabiskan waktu bersama mereka?
“Juga, kau tak perlu membeli sedemikian banyak barang setiap kali kau pulang. Keluarga Bai memang kaya, tapi kau tak bisa memboroskannya seperti ini ah. Tidak baik bagi seorang gadis yang telah menikah bila membelikan barang-barang untuk orangtuanya sepanjang waktu,” Shen Qingyi memperingatkan, “Di samping itu, ayahmu dan aku memiliki pendapatan yang lumayan, kami tak memerlukanmu untuk membelikan apa pun.”
“Itu kan uangku sendiri,” Mu Xiaoya membantah.
“Bukankah kau dan Fang Hui meributkan ingin membuat mereknya jadi lebih besar dan lebih kuat, jadi aku harus menabung uang untuk masa mendatang. Meski ibu tak tahu banyak tentang bisnis, tapi uang perlu dikeluarkan untuk berbisnis, seperti untuk investasi.”
“Jangan cemas tentang itu. Tidak akan tertunda.” Mereknya akan jadi lebih besar dan kuat, meski aku tak tahu berapa tahun yang dibutuhkan untuk mencapainya. Setidaknya dalam empat tahun, Mu Xiaoya tahu kalau bisnisnya takkan mencapai tingkatan Haikou seperti yang pernah dibualkan oleh Fang Hui. Jadi, tak ada perlunya bagi Mu Xiaoya untuk menghemat uang.
(T/N: Haikou: merupakan ibu kota dari Provinsi Hainan, jadi secara mendasar merupakan tingkatan merek terkenal di Ibu Kota)
“Apa kau pernah membeli apa pun untuk keluarga Xiao Chuan? Bukankah kau bilang kalau desain interior di studiomu disediakan oleh Bai Zheng?” Shen Qingyi bertanya sambil mengupas kentang.
“Itu… hadiah,” Mu Xiaoya menjawab dengan agak bersalah. Dia telah berjanji untuk membuatkan sepatu khusus untuk ibu Bai Chuan, tapi ibu Bai Chuan bersikeras untuk membayar, berkata kalau dirinya harus menjadi pelanggan pertama untuk studio Mu Xiaoya. Lalu untuk sepatu-sepatu yang didesainnya, Keluarga Bai memiliki tiga pasang masing-masingnya, namun dibayar dengan uang Bai Chuan.
“Apa maksudmu?”
“Hadiah, tidak terlalu bernilai.” Tak masalah, apa pun yang Bai Chuan berikan, adalah apa yang dia berikan. Sama seperti dengan apa yang dia berikan kepada orangtuanya, itu sama saja dengan Bai Chuan yang memberikannya.
“NIlainya tidak penting, niatnyalah yang merupakan tujuan pentingnya, apa kau mengerti?”
“Mengerti, mengerti, kenapa Ibu selalu merecokiku, sih, apakah gara-gara menopause Ibu?”
“Kalau ini gara-gara menopauseku, aku akan sudah merecokimu sampai mati.”
“Oke, oke, oke, aku takkan balas bicara saat waktunya tiba, aku mengerti.” Kalau… kalau aku bisa menuggu sampai saat itu.
Perhatian Mu Xiaoya teralihkan, dan kentang di tangannya terkupas dalam potongan besar.
“Aiya, aku membiarkanmu mengupas dan sekarang kentang-kentang ini ukurannya udah tinggal separuh ukuran asalnya. Keluar dan bermainlah dengan Xiao Chuan.”
Mu Xiaoya didorong keluar dari dapur oleh ibunya, tapi bukannya mencari Bai Chuan di ruang belajar, dia malah kembali ke kamarnya. Dia duduk di belakang meja, menyandarkan dagunya pada meja itu. Sekujur tubuhnya seakan menjadi mati rasa dan tak bertulang, menatap nanar pada pemandangan di luar jendela.
Sudah hampir tiga bulan, waktu berlalu begitu cepat ah. Dedaunan di halaman sudah mulai berguguran.
Sebenarnya, ada banyak hal yang terjadi dalam waktu tiga bulan ini. Setelah lulus, menikah, dan membuka studio, Mu Xiaoya mengira kalau waktu tiga bulannya lebih penuh daripada dua puluh tahunnya yang sebelumnya. Tapi kenapa dia selalu merasa hampa? Mungkin itu karena dia tak punya waktu lagi untuk dibuang-buang.
Setiap kali dia pulang ke rumah, suasana hati Mu Xiaoya akan jadi rumit, karena setiap kali dia melihat orangtuanya, dia akan diingatkan tentang betapa sedikit waktunya yang tersisa. Perasaan ini jauh lebih baik ketika dirinya bersama dengan Bai Chuan, dan bahkan sampai pada titik di mana Mu Xiaoya lupa tentang penyakit genetisnya. Mu Xiaoya tahu kalau dia merasa demikian karena dia telah mengubah takdir Bai Chuan dari mengalami kebakaran, namun pada akhirnya dia tak bisa mengubah takdir orangtuanya.
Lalu untuk Bai Chuan, bahkan bila pria itu kehilangan dirinya, Bai Chuan masih memiliki keluarganya. Di kehidupan yang lalu, Bai Chuan telah menghabiskan waktu empat tahun tanpa keberadaannya.
“Xiaoya~~” Suara Bai Chuan tiba-tiba terdengar di belakangnya.
Mu Xiaoya berbalik dan tanpa sadar tersenyum begitu dia melihat Bai Chuan. Yah, Bai Chuan dalam kehidupan yang ini pasti akan lebih baik.
Melihat senyum Mu Xiaoya, Bai Chuan mengesah lega. Sudah hilang, atmosfer menekan yang telah melingkupi Xiaoya barusan tadi, sudah hilang.
“Apa ayahku telah menyeretmu lagi untuk menyelesaikan soal-soal matematika Olimpiade?” Semenjak Mu Ruozhou menemukan bahwa Bai Chuan suka memakai rumus paling sederhana saat menyelesaikan soal-soal matematika Olimpiade, Ayah Mu suka menyeret Bai Chuan untuk menyelesaikan soal. Dia berharap Bai Chuan bisa menyelesaikan semua soal matematika Olimpiade yang baru setiap tahunnya. Dengan cara ini, Mu Ruozhou akan jadi lebih berpengetahuan saat memberi pelajaran kepada murid-murid; bahkan kepada murid-murid yang tak memiliki dasar yang bagus.
“En.” Bai Chuan mengangguk.
“Ayahku sangat menyebalkan. Lain kali, tak usah pedulikan dia sehingga kau takkan perlu menyelesaikan soal-soal untuknya sepanjang hari.”
“Nggak menyebalkan.” Sebenarnya, Bai Chuan malah suka menyelesaikan soal karena setiap kali dia menyelesaikan soal, dia jadi teringat pada hari-hari ketika dia membantu Mu Xiaoya belajar matematika. Dalam empat tahun saat Mu Xiaoya pergi ke universitas, Mu Xiaoya sering mengulang matematika bersamanya di ruang belajarnya.
Bai Chuan berjalan menghampiri, menatap ke luar jendela di depan Mu Xiaoya, dan melihat halaman rumahnya sendiri.
“Setelah makan siang sebentar lagi, ayo kita pergi dan melihatnya.” Meski Bai Chuan tak pernah mengatakannya, Mu Xiaoya tahu kalau Bai Chuan merindukan Nenek Bai. Jadi setiap kali dia datang kemari, dia dan Bai Chuan akan pergi ke sebelah untuk menengoknya. Terkadang, mereka mengambil satu atau dua buku, terkadang mereka tak mengambil apa-apa dan sekedar berjalan-jalan di halaman.
“En.”
Setelah makan siang, keduanya pun pergi ke sebelah.
“Xiao Chuan, ayo kita pergi melihat kamar lamamu.” Bahkan setelah melakukan banyak kunjungan, Mu Xiaoya masih belum memasuki kamar Bai Chuan.
“Oke.” Bai Chuan membawa Mu Xiaoya ke lantai atas, kemudian mendorong terbuka pintu di sisi kanan tangga. “Di sini.”
“Bukankah kamarmu di sebelah sana?” Mu Xiaoya menatap sebuah kamar kecil di depannya, kemudian tanpa sadar memandangi ruang tidur utama di sisi kiri.
“Pindah ke sini.” Bai Chuan berjalan masuk, dan tak ada banyak ruang untuk diduduki di dalam kamar yang kecil itu. Bai Chuan menatap ke dalam kamar, mengambil sebuah buku di atas meja dan duduk diam di atas ranjang di dalam kamar.
Kali ini Mu Xiaoya juga masuk. Dia menatap kamar berukuran kecil yang hanya sekitar tujuh atau delapan meter persegi itu dan matanya sarat dengan kebingungan.
Layout dari rumah Mu Xiaoya sama dengan rumah Nenek Bai, tapi kamar tempat Bai Chuan tinggal adalah kamar paling kecil di lantai dua, dengan jendela menghadap ke utara. Bahkan ketika cuacanya sangat bagus, hanya di sore harilah sinar mataharinya akan masuk. Di rumah mereka (rumah Mu Xiaoya dan orangtuanya), kamar ini selalu dipakai sebagai ruang penyimpanan. Mu Xiaoya tak mengerti bagaimana Nenek Bai bisa menyuruh Bai Chuan tinggal di kamar ini. Di musim salju udaranya akan jadi sangat lembab ah.
Mu Xiaoya mengamati dengan seksama. Semakin lama dia mengamati, semakin banyak yang dia temukan. Detil dari kamar ini serupa dengan kamar kamar yang mereka tinggali sekarang. Ranjang abu-abu muda, dinding putih, meja putih kelabu menghadap jendela di sisi utara. Keduanya bagaikan dua kacang dalam satu cangkang, mejanya, dua lampu di atas meja serta sudut mejanya sama persis dengan kamar tempat mereka tinggal.
“Dari sini kau bisa melihat kamarku.” Mu Xiaoya melongok ke luar jendela dan melihat tirai merah muda dan putih di dalam kamarnya di seberang.
“En.” Bai Chuan mengangguk.
“Kalau begitu apa kau sering mengintipku sebelumnya ah?” Mu Xiaoya bercanda.
“Ya.”
Keterusterangan Bai Chuan membuat Mu Xiaoya, yang mulanya gembira, tiba-tiba jadi memiliki ekspresi tertegun.
“Sejak kapan kau pindah kemari?” Mu Xiaoya bertanya secara berbisik, tapi dia telah memiliki jawaban samar dalam hatinya, tapi ingin memastikannya.
“Tanggal satu Oktober, 2015.” Ingatan Bai Chuan selalu akurat hingga tanggal spesifik.
Ini adalah liburan pertamaku pada tahun pertama aku SMU.
Mu Xiaoya tak berani bertanya lebih banyak lagi. Dia takut bila dia bertanya telalu banyak, dirinya takkan mampu menahannya. Tapi dia merasa kalau dia harus memberi suatu respon….
“Xiao Chuan, kau benar-benar menyukaiku, kan?” Mu Xiaoya mengajukan pertanyaan yang sudah dia ketahui jawabannya.
“Suka.”
:Aku juga menyukaimu.”
Ini adalah kali pertama Bai Chuan mendengar Mu Xiaoya berkata kalau gadis itu menyukai dirinya. Dia sangat gembira. Dia berdiri di depan Mu Xiaoya dan tersenyum seakan dirinya adalah seorang anak yang telah makan gula untuk pertama kalinya.
“Aku nggak akan ngintip ke depannya. Aku… aku akan melihat dengan terhormat.”
“Oke.”
Mereka berjalan-jalan berkeliling selama sesaat, kemudian kembali, namun suasana hati Bai Chuan yang bagus berlanjut dan bahkan orangtua Mu juga menyadarinya.
“Apa kalian telah memungut uang? Begitu gembira setelah kembali.” Shen Qingyi menatap ragu pada putrinya.
“Xiao Chuan takkan gembira karena dia memungut uang. Menantumu itu bukan orang yang dangkal,” Mu Xiaoya berkata.
“Kenapa Xiao Chuan begitu gembira ah?” Mu Ruozhou bertanya penasaran.
“Tanya saja sendiri kepadanya.” Mu Xiaoya menolak untuk menjadi penyambung lidah. Dia mendapati bahwa orangtuanya masih terbiasa memperlakukan Bai Chuan sebagai pasien yang tak bagus dalam berkomunikasi. Tapi tampak jelas bahwa Bai Chuan telah membuat banyak kemajuan.
Shen Qingyi melirik Bai Chuan dan memakai sumpitnya untuk memungut sepotong kentang untuk ditaruh ke dalam mangkuk Bai Chuan. Dia tersenyum dan bertanya, “Xiao Chuan, kenapa hari ini kau begitu gembira ah?”
Mu Ruozhou juga tertarik dan menunggu jawabannya.
Bai Chuan berhenti memakai sumpitnya dan menatap ibu mertuanya yang bertanya kepadanya dengan serius, kemudian menjawab dengan gembira, “Xiaoya suka aku.”
“Pff~~” Mu Ruozhou yang mendengar jawaban itu tak bisa menahan tawanya.
“Anak bodoh, kalau Xiaoya tak menyukaimu, kenapa dia mau menikahimu?” Shen Qingyi juga tetawa.
“En.” Bai Chuan baru menemukannya hari ini.
—————–
Catatan Pengarang:
Saat Gadis Ya pulang dari sekolah, dia menangkup pipinya dalam tangannya dan berkata dengan penuh kekaguman, “Teman sekolahku yang duduk semeja denganku membuat pengakuan kepadaku.”
Remaja Chuan: “Apa itu pengakuan?”
Gadis Ya: “Itu adalah saat seseorang mengatakan kepadamu kalau mereka menyukaimu, ah.”
Bai Chuan: Xiaoya membuat pengakuan kepadaku, hee hee….