My Husband With Scholar Syndrome - Chapter 53
Keesokan paginya.
Setelah sarapan, ketika semua orang sudah akan pergi untuk bekerja, Mu Xiaoya tiba-tiba memanggil semua orang:
“Ma, Pa, Kakak, tolong tunggu sebentar. Xiao Chuan ingin bilang sesuatu.”
“Xiao Chuan ingin bilang sesuatu pada kami?” Hal ini tak disangka-sangka. Mereka menatap Bai Chuan yang berada di seberang mereka dengan penuh minat.
Bai Chuan berdiri di bawah tatapan menyemangati Mu Xiaoya, dan menatap ketiga orang di depannya lalu mulai meminta maaf, “Maafkan aku, tapi… aku masih tak mau kalian datang ke acara menghangatkan rumah kami.”
“….” Senyum di wajah Mu Xiaoya membeku. Kuharap aku bisa meneriaki Bai Chuan, ‘apa yang kau maksud dengan kalimat ini?’
“….” Orangtua Bai: Apakah ini adalah permintaan maaf atau provokasi kedua?
“Mengerti.” Ekspresi Bai Zheng tak berubah. Dia menyeka tangannya dengan serbet, bangkit, dan pergi. Tidak diketahui apakah dia memaafkan Bai Chuan atau tidak.
“Hehe, tidak masalah, Mama dan Papa tidak marah.” Setelah Li Rong menegang sebentar, dia memutuskan untuk mengabaikan paruh kedua dari kalimat itu dan hanya mendengarkan dua kata pertama.
“Ya, Xiao Chuan, jangan cemaskan soal itu.” Bai Guoyu juga menenangkan putranya. Ini adalah kali pertama Bai Chuan meminta maaf kepada mereka.
“En.” Bai Chuan yang dimaafkan, tampak senang dan berbalik kepada istriya, “Maafkan aku.”
“Ya, ya?” Mu Xiaoya tak tahu apa lagi yang harus dia katakan.
Setelah keluar dari ruang makan, Bai Zheng merapikan pergelangan bajunya dan berjalan ke tempat parkir, kemudian menyalakan mobilnya untuk pergi bekerja.
Dia keluar dari gerbang vila, kemudian berbelok ke kanan menuju ke jalan beraspal. Ini adalah rute yang sama yang ditempuh oleh Bai Chuan dan dirinya saat lari sama-sama setiap hari. Panjang jalan satu arah sejauh 2,5 kilometer ini persis 5 kilometer. Setiap kali mereka berlari sampai ke lampu lalu lintas di depan mereka akan berbalik dan berlari pulang.
Bai Zheng menghentikan mobilnya dan menatap jalan di belakangnya lewat kaca spion. Jalanan tetap tak bergerak dalam waktu lama. Lampu lalu lintasnya berubah beberapa kali di depannya tapi tak mampu menarik perhatiannya. Untung saja, tidak banyak kendaraan di jalan gunung vila itu dan diamnya Bai Zheng tak menyebabkan penyumbatan di jalan, namun hal itu menarik perhatian petugas kebersihan.
“Pak, ada masalah dengan mobilnya?” Petugas kebersihan berseragam itu menghampiri dengan membawa sapu dan bertanya.
“Tidak.” Bai Zheng kembali dari lamunannya, tanpa sadar melirik ke depan, dan melihat lampu hijau.
“Kalau begitu cepatlah pergi dan hati-hati jangan sampai terlambat bekerja.”
“Terima kasih.” Bai Zheng mengangguk dan melepaskan rem untuk melaju.
Setelah itu si petugas kebersihan pun pergi, menyapu penuh semangat dengan sapunya. Tugasnya pagi ini hanyalah bagian terakhir jalan ini. Barusan tadi, mobil itu menghentikan dirinya dari menyapu semua sampah pagi ini, dan sekarang karena mobil itu sudah pergi, dia harus membereskan pengkinya dengan cepat atau dia takkan bisa tepat waktu ke rumah untuk sarapan.
Suasana hati Bai Zheng sepertinya cukup bagus. Dia membuka atap mobil dan membiarkan cahaya matahari serta bayang-bayang masuk ke dalam mobil tanpa halangan. Wajah tersenyumnya begitu puas di dalam aliran cahaya dan bayangan.
Kau tahu bagaimana cara untuk minta maaf. Kau punya hati nurani.
Orangtua Bai juga memiliki perasaan yang sama dengan Bai Zheng, namun mereka tak sekalem Bai Zheng. Begitu mereka meninggalkan ruang makan, Li Rong menghambur langsung ke dalam pelukan suaminya, “Lao Bai, Xiao Chuan… Xiao Chuan memikirkan kita, kan?”
“Tentu saja. Profesor Feng berkata belum lama yang lalu bahwa Xiao Chuan hanya tak tahu bagaimana harus mengekspresikan dirinya sendiri, tapi sebenarnya, dia memahami semuanya.” Mata Bai Guoyu juga agak memanas. Meski Profesor Feng mengatakan hal ini, selama bertahun-tahun, selain dari amarah, mereka tak pernah melihat emosi terkecil pun terungkap di wajah Bai Chuan, juga bahwa dia peduli terhadap mereka. Sekarang karena mereka benar-benar merasa bahwa Bai Chuan peduli terhadap mereka, Bai Guoyu hanya bisa merasa lebih gembira daripada ketika Yifeng dimasukkan ke dalam daftar perusahaan publik.
“Dalam hati Xiao Chuan, bukan hanya ada Xiaoya, tapi juga kita.” Li Rong merasa lega dan gembira.
“En.”
“Bagus!”
Mu Xiaoya tak tahu kalau permintaan maaf Bai Chuan yang canggung akan memiliki pengaruh sedemikian besarnya pada Keluarga Bai. Dia membawa Bai Chuan ke mobil dan langsung berangkat kerja. Saat dia tiba di studio, Mu Xiaoya langsung menuju ke ruang kerja. Sepatu kulit yang dia buat untuk Bai Chuan sudah hampir selesai, dan dia ingin menyelesaikannya hari ini.
Mu Xiaoya sibuk di tempat kerja hingga siang dan akhirnya menyelesaikan proses terakhirnya. Dia mengaguminya selama sesaat dan ingin mencari kotak sepatu untuk membungkusnya. Dia akan menunggu hingga Perayaan Qi Xi (T/N: tanggal 7 bulan 7 lunar, merupakan hari Valentine ala Tiongkok) dua hari lagi untuk memberikannya kepada Bai Chuan. Tapi setelah mencari dalam waktu lama di ruang kerja, dia tak menemukan kotak yang cocok untuk sepatu kulit itu.
Mu Xiaoya berjalan keluar dari ruang kerja sambil memegangi sepatu itu di tangannya dan bertanya pada Fang Hui, “Fang Hui, apa studio kita punya kotak sepatu khusus?”
“Kotak sepatu khusus? Oh, aku lupa soal itu,” Fang Hui menjawab.
“Tak ada kotak sepatu?” Mu Xiaoya bertanya keras kepala.
“Nggak ada. Kotak sepatu khususnya harus berkualitas bagus. Aku sudah menemukan beberapa sebelumnya dan tidak puas, lalu kemudian aku lupa soal itu.” Fang Hui menatap sepatu di tangan Mu Xiaoya, kemudian bertanya kaget, “Apa sepatunya sudah selesai?”
“En.” Mu Xiaoya mengangguk seraya tersenyum.
“Tunjukkan padaku.” Fang Hui mencondongkan tubuh dan mengambil sepatu kulit itu dari tangan Mu Xiaoya, kemudian berjalan keluar menuju area berpenerangan bagus untuk melihat lebih dekat. Ekspresi tajamnya tampak seperti seorang guru profesional yang sedang mengoreksi pekerjaan rumah, “Garis lekukanmu, pengelemnya, pekerjaan tangan ini… hampir setara dengan guru pamanku yang telah bekerja di pabrik selama lebih dari sepuluh tahun.”
“Bagaimana mungkin sehebat itu.” Mu Xiaoya sangat sadar diri dan seorang yang belajar secara otodidak. Dia memiliki bakat dalam desain, tapi dia tak mungkin bisa tumbuh secepat ini tanpa mengumpulkan pengalaman kerja dalam waktu lama. Dia hanay mengumpulkan sejumlah pengalaman dalam empat tahun di kehidupannya yang lampau namun bila dibandingkan dengan Guru Fu dari pabrik yang memiliki pegalaman lebih dari sepuluh tahun, kemampuannya tak bisa dibandingkan.
“Aku melihat keterampilanmu, kita tak perlu mempekerjakan perajin berpengalaman untuk pembuatan sepatu khusus, kau lakukan saja sendiri,” Fang Hui berkata.
“Kau ingin membuatku kelelahan ah.” Butuh waktu hampir seminggu baginya untuk membuatkan sepasang sepatu kulit untuk Bai Chuan dengan tangannya sendiri. Kalau nantinya dia harus membuat setiap sepatu khusus di studio ini dengan tangannya sendiri, bukankah dia akan jadi terlalu sibuk?
“Aku tahu kalau kau tak mau.” Fang Hui sedang bercanda. “Ini juga adalah sepatu khusus pertama di studio kita. Nanti, aku akan minta Xiao Xin mengambil gambarnya, kemudian kita akan mempostingnya di website kita. Dan sepatu hak tinggi ibu mertuamu, kapan kau akan menyelesaikannya? Aku ingin memposting gambar-gambarnya bersama-sama.”
“Minggu depan,” Mu Xiaoya memperkirakan waktunya.
“Sepatu sebagus itu, harus dilengkapi dengan kotak sepatu kelas atas.” Fang Hui memegangi dagunya untuk menimbang-nimbang selama sesaat dan berkata, “Aku akan pergi untuk bicara pada beberapa pengusaha.”
“Aku tak tahu kapan aku akan menerima kabarnya saat kau keluar untuk membicarakannya. Lebih baik aku keluar dan membeli sendiri kotak sepatunya.”
“Kotak sepatu yang kubeli nggak punya logo kita.”
“Tak apa-apa, aku akan menggambarnya nanti.” Ini adalah sepatu untuk Bai Chuan. Mu Xiaoya tak bersikeras agar kotak sepatunya memiliki logo studio tertera di situ, tapi melihat Fang Hui sebersikeras itu, tidak ada salahnya bila menambahkannya. Lagipula, dia memiliki kemampuan mendesain, sangat mudah untuk menggambar logo studio pada kotak sepatunya.
“Eh, tunggu sebentar….” Fang Hui tampak seperti teringat sesuatu, dan tiba-tiba berbalik lalu berjalan ke dalam. Sesaat kemudian, dia mengeluarkan empat atau lima buah kotak sepatu dengan warna berbeda-beda.
“Ini adalah kotak-kotak contoh yang kuminta dari beberapa pedagang online. Tak ada logo di sini, dan warnanya solid. Periksa dan lihat apa ini bisa dipakai,” Fang Hui berkata.
Mu Xiaoya menatapnya satu persatu, kemudian akhirnya memilih kotak sepatu berwarna biru gelap, lalu berkata, “Ini bagus.”
“Oke deh, memilih yang paling mahal.” Fang Hui tersenyum.
“Berapa harganya?” Mu Xiaoya penasaran dengan harga kotak sepatu yang paling mahal.
“Seratus.”
“Seratus untuk sebuah kotak sepatu?” Mu Xiaoya bertanya tak percaya.
“Iya lah, jangan hanya menilainya dari wadah kertasnya, pembuatnya bilang kalau kotak sepatu ini adalah kotak sepatu istimewa PITAILA. Aku tak terlalu familier ataupun mengerti kerajinan khusus yang dipakai.” Fang Hui menjelaskan, “Tapi, aku juga menyukai kotak sepatu ini, tapi harganya terlalu mahal dan aku belum membuat keputusan.”
“Mahal sekali.”
“Ya, dan juga ada tambahan biaya untuk memasang logo bisnis kita di atasnya. Ini biaya terpisah.”
“Masih kena biaya lebih banyak lagi ah….” Apakah bisnis sekarang ini selalu sedemikian kejamnya?
“Aku akan memikirkannya lagi, tapi kotak sepatu ini pertama-tama adalah untukmu.” Fang Hui mengumpulkan kotak-kotak sepatu lainnya dan meletakkannya ke samping, “Aku akan memilih beberapa lagi saat aku melihat-lihatnya kembali. Lagipula, kita masih belum punya bisnis apa pun untuk sepatu buatan khusus.”
“Oke.” Memang tak semendesak itu.
Mu Xiaoya mengambil kotak sepatu itu, membungkus sepatu kulitnya dengan pelindung debu, dan kemudian dengan hati-hati menaruhnya di dalam kotak sepatu. Kotak sepatu biru gelap itu memiliki garis-garis gelap di bawahnya. Kau bisa merasakan tekstur dari garis-garisnya bila menyentuhnya dengan jarimu. Sebenarnya, tidak butuh ciri khas istimewa tambahan lainnya lagi, desain kotak sepatu yang sekarang ini sudah cantik. Tapi karena dia telah berjanji pada Fang Hui, Mu Xiaoya pun mulai mengerjakan desainnya. Dia menatap permukaan kotak sepatu yang mulus dan bersih itu, dan beberapa saat kemudian sebuah ide pun muncul dalam benaknya. Dia bangkit kembali ke tempat kerja untuk mengambil akrilik.
Akrilik adalah jenis cat yang bisa langsung diterapkan pada sepatu dan pakaian. Warnanya cerah dan takkan memudar. Saat Mu Xiaoya pergi ke sekolah, dia suka memakai akrilik untuk menggambar beberapa pola kecil pada T-shirt putih dan sepatu putihnya. Dengan cara ini, bukan hanya harga pakaiannya jadi murah, tapi juga mempertahankan individualitasnya.
Mu Xiaoya tak mau menggambari kotak sepatunya dengan terlalu meriah. Dia memilih cat emas dan melukiskan logo studio di bagian tengah kotak sepatunya. Kemudian dia hanya menulis tiga kata di bawahnya:
Kepada: Bai Chuan
Akhirnya, dia menuliskan sebuah angka 001 kecil serta tanda tangannya di sudut dasar kotak itu.
“Fang Hui, apa kau bisa kemari dan lihat apakah ini oke?” Mu Xiaoya memanggil Fang Hui datang untuk mengagumi mahakaryanya.
“Kau sudah selesai?” Fang Hui berlari menghampiri dengan membawa kopi, menatapnya dan menaikkan sebelah alis. “Kau menggambarnya dengan akrilik?”
“Iya ah, warnanya kurang terang kalau pakai pulpen warna,” Mu Xiaoya menjelaskan.
“Ini bagus, takkan pudar dengan udah, dan memberikan kesan high-end.” Mata Fang Hui beralih ke sudut dasar kotak itu, kemudian bertanya, “001, apa artinya?”
“001, artinya sepasang sepatu ini adalah sepasang sepatu pertama yang aku, Mu Xiaoya ini, buat.”
“Ini juga berarti bahwa Bai Chuan adalah pelanggan pertama, kan?” Fang HUi berkata lirih, “Kau juga bisa menunjukkan cintamu dengan kotak sepatu saat tak ada seorang pun yang pernah melakukannya.”
“Aku tak bermaksud seperti itu.” Mu Xiaoya tak tahu harus menangis atau tertawa, “Aku hanya ingin mencatatnya.”
“Hanya mencatatnya?” Fang Hui menatap nomor dan tanda tangan pada sudut kanan bawah, dan tiba-tiba menepuk pahanya lalu berkata, “Ini ide bagus ah, nantinya kotak-kotak sepatu dari studio kita akan mencatat nomor seri dan tanda tangan. Buat setiap kotak sepatu memiliki nomor seri dan tanda tangan desainernya, seperti bagaimana setiap berlian memiliki nomor seri? Benar, itu dia, inilah yang belum terpikirkan olehku sebelumnya.”
“Tidakkah ini jadi terlalu berlebihan?” Mu Xiaoya berbisik.
“Bagaimana bisa dibilang berlebihan. Berlian di toko perhiasan hanya seuluh ribu yuan lebih murah. Nomor seri bisnis kita pada sepatu-sepatu kita takkan sama, bagaimanapun, hanya akan dinomori hingga ratusan ribu,” Fang Hui menukas.
“Oke, tunggu sampai kau menjualnya.” Takutnya saat perusahaan masih buka dalam beberapa tahun berikutnya, akan jadi memalukan bila nomor serinya masih dalam satu digit.
“Apa kau akan memberikannya kepada Bai Chuan saat Qi Xi?” Qi Xi sebentar lagi akan datang, jadi Fang Hui bisa menerkanya tanpa bertanya.
“Iya ah.” Itulah sebabnya Mu Xiaoya begitu gelisah untuk mencari kotak sepati.
“Sudah hampir waktunya untuk pindah setelah perayaan itu.”
“Pindahnya akhir pekan ini.”
“Yah, aku hampir selesai menyeleksi semua tanaman yang akan kuberikan kepadamu. Aku akan mengirimkannya akhir pekan ini untuk acara menghangatkan rumahmu.”
“Apa kau mau… mengirimkannya dua hari lebih awal?” Mu Xiaoya menggumam.
“Kenapa?” Fang Hui kebingungan.
“Hehehe… Xiao Chuan tak suka orang-orang datang ke rumah baru kami.” Wajah tersenyum Mu Xiaoya tampak berusaha menjilat dirinya.
“…Kau,” Fang Hui terdiam, dengan ekspresi gondok di wajahnya, “Kalau begitu kau bilang padanya kalau aku tak suka dia datang ke studioku.”
—————–
Catatan Pengarang
Ya si gadis kecil menyewa satu set komik dan menarik Chuan remaja untuk membaca bersama. Chuan remaja tak diizinkan untuk membaca lebih cepat daripada dirinya. Jadi Chuan remaja, setelah membaca satu halaman harus mendengarkan desahan Ya kecil.
“Ya, gaya posesif pria ini kuat sekali, aku sangat menyukainya.”
Chuan remaja melihat lagi komiknya dengan kaget, hanya untuk mendapati pernyataan si tokoh utama pria yang pemaksa: “Kau dan barang-barangmu hanya boleh menjadi milikmu, tidak yang lain.”
“Orang ini… tidak bahagia.” Chuan remaja menunjuk pada tokoh utama wanita di komiknya.
“Kau tahu apa? Tokoh utama wanita tampak seperti ini di permukaan, tapi sebenarnya, dia gembira. Lihat… wajahnya merah.”
Setelah dewasa….
Bai Chuan: “Tak ada yang diperbolehkan memasuki rumah kami.”
Mu Xiaoya: “Tampak agak senang….”
——————
Versi Inggris bisa dibaca di: www.novicetranslations.com/my-husband-with-scholar-syndrome-chapter-53/