My Husband With Scholar Syndrome - Chapter 54
Ketidaktegasan Bai Zheng menyebabkan perasaannya ketahuan, jadi tanggal perilisan permainannya lebih lambat seminggu daripada yang diharapkan, dan para programmer di Departemen R&D akhir-akhir ini berada dalam suasana hati yang bagus. Pada masa-masa ini, mereka bukan hanya bisa pulang kerja tepat waktu, tapi juga bisa berangkat kerja tepat waktu, yang mana merupakan kejadian yang sangat menggembirakan ah.
Mereka saling bertemu dan saling menyapa satu sama lain dengan tersesnyum seperti angin musim semi. Departemen-departemen lain curiga apakah di Departemen R&D telah mendapatkan kenaikan gaji secara kolektif.
“Kukatakan padaku, aku berangkat kerja pagi ini setelah ibuku memasakkan bubur jewawut untukku. Rasanya enak….”
“Aku juga, akhir-akhir ini aku pulang ke rumah untuk makan malam dan ibuku menyiapkan makanan untukku berdasarkan pada standar Tahun Baru yang mana benar-benar indah ah.”
“Aku akhirnya bisa mencuci pakaian yang telah kutumpuk selama sebulan….”
“Aku bisa ganti baju dalamku setiap hari….”
“….” Setelah sunyi sesaat, kelompok itu pun mendesah bersama-sama, “Memikirkan kembali pada seminggu yang lalu, yang itu benar-benar bukan kehidupan manusia….”
Semua orang teringat kembali dan meratap dari sudut kehidupan mereka dengan air mata pilu. Mereka akhirnya bisa memakan makanan normal, tidur di ranjang normal, dan memakai baju bersih.
Betapa sulitnya hal ini ah?
“Jangan mendesah. Kemari dan ambil satu pot lidah buaya untuk diri kalian sendiri.” A’Tong Mu membawa sekotak besar tanaman lidah buaya dalam pot di pagi hari dan membagi-bagikannya satu demi satu.
“Bos, kenapa kau tiba-tiba berpikir memberi kita lidah buaya?” seseorang bertanya.
“Istriku bilang lidah buaya bisa memurnikan udara dan mencegah radiasi, jadi dia memberiku satu pot untuk ditaruh di mejaku.” A’Tong Mu berkata gembira, “Kupikir, aku tak boleh memiliki barang sebagus ini seorang diri, jadi aku pergi ke toko bunga bersama dengan istriku pagi-pagi sekali untuk membelikan satu pot untuk semua orang.”
“Terima kasih, Bos.”
“Bos, kau baik sekali.”
“Kau menunjukkan pameran cinta kasih yang tak ditutup-tutupi ah.” Pang Zi memegangi pot itu dan berkata dengan kepahitan tersembunyi, “Kelak, selama kita melihat pot lidah buaya ini, kita akan ingat asal usul dari pot lidah buaya ini, kau telah menganiaya kita.”
“Jahat.”
“Jadi, ternyata begini ya!”
“Ini keterlaluan.”
Sebagai tanggapannya, para programmer merutuki hal itu dengan kesal karena hari ini adalah Qi Xi. Mereka bahkan tak berani pergi ke mal perbelanjaan, karena mereka takut melihat pameran cinta kasih di tempat umum. Namun sebagai hasilnya, bos mereka malah datang ke kantor dan langsung melakukan pameran cinta kasih di muka umum dengan memakai lidah buaya sebagai medianya!
“Sana, sana, sana, anjing menggigit orang baik dan tak tahu yang namanya itikad baik, ya kan? Kembalikan semuanya kepadaku,” A’Tong Mu berpura-pura marah.
Ke mana semua orang akan kembali, setelah bercanda beberapa kali, mereka pun memegangi lidah buaya itu seakan tanaman itu adalah milik mereka. Apalagi, tanaman ini pantas menjadi hiasan alam yang terbaik, jadi ada beberapa pot lidah buaya tambahan di kantor. Kantor yang seperti mati itu langsung menjadi hidup.
“Aku benar-benar dalam suasana hati yang lebih baik,” Pang Zi mengakui.
“Yeah.” A’Tong Mu tersenyum dan menyirami pot lidah buaya di mejanya yang diberikan oleh istrinya, jadi dia harus menjaganya baik-baik.
“Apa yang di sana itu adalah pot untuk Tuan Muda Kedua?” Pang Zi menatap pot lidah buaya yang terakhir.
“Ya.”
“Sudah hampir waktunya bagi Tuan Muda Kedua untuk tiba.” Pang Zi menatap jamnya, yang mana merupakan waktu persis Bai Chuan tiba di tempat kerja.
Sesaat kemudian, Bai Chuan benar-benar berjalan masuk dari luar kantor. Begitu dia masuk, dengan tidak biasanya Bai Chuan terdiam di pintu, kemudian lanjut berjalan.
Mata A’Tong Mu menyala. Tuan Muda Kedua juga menyadari bahwa kantornya telah berubah, sehingga dia membeku di pintu. Saat Bai Chuan berada di dekatnya, A’Tong Mu buru-buru mengambil pot lidah buaya yang terakhir, tersenyum dan menghentikan Bai Chuan: “Tuan Muda Kedua!”
Bai Chuan merasa sangat terkesan pada A’Tong Mu. Berkat nasihat A’Tong Mu, dia telah meningkatkan perasaan di antara dirinya dan Mu Xiaoya. Bai Chuan menganggap A’Tong Mu sebagai guru dalam percintaan. Pada saat ini, ketika dia melihat A’Tong Mu memanggil dirinya, dia pun berhenti untuk memberi A’Tong Mu muka.
“Tuan Muda Kedua, tidakkah Anda berpikir kalau kantor kita agak berbeda hari ini?” Setelah kontak sesaat ini, A’Tong Mu mendapati bahwa sebenarnya, Tuan Muda Kedua sebenarnya tak sesulit itu untuk diajak berkomunikasi. Selama dia menemukan metode yang tepat, Tuan Muda Kedua akan berkomunikasi. Bukan hanya akan berkomunikasi, tapi juga secara mengejutkan pandai dalam bicara.
“En.” Bai Chuan mengangguk. Hari ini memang benar-benar berbeda.
Sudah jelas, dia menyadari kalau aku membawa lidah buaya. A’Tong Mu lanjut bertanya, “Apa bedanya?”
Kalian semua sudah mandi.”
“Semua… semua….” Apa yang dia maksudkan dengan mandi?! A’Tong Mu tak sanggup menanggung pukulan itu dan menatap ke sekeliling lalu melihat kolega-kolega mereka yang telah menguping dengan telinga ditajamkan. Mereka menutupi wajah malu mereka dan terbatuk.
“Uhuk… apa baunya telah membuatmu kebauan?” A’Tong Mu juga merasa malu.
“Nggak masalah.” Bai Chuan kembali ke kantor, menutup pintu, dan membuka jendela. Tak masalah, hanya saja saat dia masuk hari ini, bau di kantor jadi jauh lebih segar dan dia jadi tak terbiasa.
“….Hal itu benar-benar menyusahkanmu.” A’Tong Mu meletakkan tanaman dalam pot ke hadapan Bai Chuan dengan frustrasi, dan berkata dengan nada rendah, “Yang kuberikan padamu ini, bisa memurnikan udara.”
“Kenapa memberiku?” Bai Chuan kebingungan.
Saat seseorang memberimu hadiah, kau terima sajalah. Itu tak berarti apa-apa, kenapa kau menanyakan macam-macam? Apa kau punya EQ ah?
Yah, Tuan Muda Kedua memang tak punya EQ.
“Itu… Perayaan Qi Xi sudah hampir tiba. Bagaimanapun juga, terima sajalah.” A’Tong Mu membuat alasan dan menjejalkan tanaman dalam pot itu langsung ke tangan Bai Chuan, kemudian kabur.
“Perayaan Qi Xi?” Bai Chuan terdiam memegangi lidah buaya dalam pot dan melihat kalau A’Tong Mu tak punya rencana untuk mengurus dirinya, jadi dia pun tak bertanya. Dia berbalik ke kantornya, meletakkan lidah buaya itu di depan komputer, menatapnya selama sesaat, dan mulai bekerja.
Saat waktu makan siang, Bai Zheng tak disangka-sangka muncul di Departemen R&D. dia menatap kantor yang telah berubah hingga tak bisa dikenali lagi dan merasa kalau keputusan untuk memberi Departemen R&D waktu seminggu lagi itu bermanfaat. Setidaknya sekarang, kantor ini mirip tempat untuk pegawai.
“Halo, Pak Presdir.”
Bai Zheng mengangguk dan berjalan lurus menuju kantor Bai Chuan. Melihat kalau Bai Chuan tak menyadari kedatangannya, dia mengangkat tangannya dan mengetuk meja.
Bai Chuan mendongak, menatap Bai Zheng, kemudian lanjut bekerja kembali.
“….” Bai Zheng menahan kelakuan itu dan memanggil, “Xiao Chuan, sudah waktunya untuk makan siang.”
“Makan siang belum diantarkan.” Respon Bai Chuan yang sekarang jauh lebih cepat daripada sebelumnya. Setidaknya saat orang bicara kepadanya sekarang, dia takkan merespon selambat sebelumnya.
“Kita akan keluar untuk makan,” Bai Zheng berkata.
Bai Chuan menatapnya, tak bicara, memutar kepalanya untuk melanjutkan bekerja demi mengekspresikan ketidakbersediaannya untuk pergi lewat tindakan.
“Aku marah karena kau menolakku kemarin.” Mata Bai Zheng merunduk dan dia berkata dengan sengaja.
“Aku sudah minta maaf,” Bai Chuan mengingatkan.
Bai Zheng menaikkan alisnya dan bertanya, “Apa aku menerimanya?”
“Kamu bilang… mengerti.” Bai Chuan terbengong-bengong. Mengerti ini, dia menerimanya atau tidak.
“Mengerti, tak berarti aku memaafkanmu.”
Bai Chuan mengerutkan bibirnya, merasa agak depresi. Dia jelas-jelas sudah minta maaf, kenapa kakak tak memaafkan dirinya.
“Makan siang denganku siang ini, kemudian aku akan memaafkanmu,” Bai Zheng meminta ‘kompensasi’.
Bai Chuan meragu sejenak, kemudian melepaskan keyboard dan berdiri.
“Ayo pergi.” Bai Zheng berbalik, menampakkan seulas senyum sukses. Kalimat itu, maaf saja, apa kau kira kalimat macam itu akan membuatku memaafkanmu. Biar kakak ini mengajarimu dengan baik kalau tak ada yang namanya barang gratis di dunia.
Bai Zheng secara khusus tak membawa Bai Chuan keluar untuk makan siang melainkan mengambil meja di kafetaria staf untuk makan dengan santai. Namun, kabar tentang dua Bai bersaudara yang makan siang di meja yang sama untuk pertama kalinya dalam waktu tiga tahun ini masih menyebar ke seantero gedung Yifeng, dan dengan sukses menyebar hingga ke telinga sang Chairman (Bai Guoyu) sebelum dia menyelesaikan pekerjaannya.
Reaksi Bai Guoyu setelah mendengar hal ini adalah bahwa hal tersebut mustahil… benar-benar… keterlaluan.
Dengan marah dia pergi ke kantor Bai Zheng, dan bertanya dengan sikap kesatria, “Apa kau makan siang bersama Xiao Chuan di siang hari?”
“Iya ah,” Bai Zheng menjawab.
“Kenapa kau tak memanggilku?”
“Kenapa memanggilmu?” Bai Zheng bertanya balik.
“Dasar kau anak tak berbakti! Aku belum makan.”
“Heh… belum makan, Papa harus mencari sekretaris Papa ah,” Bai Zheng mencibir dan melanjutkan pekerjaannya.
“….” Apa dia sungguh-sungguh? Bai Guoyu tak bisa terima dirinya diremehkan oleh Bai Zheng. Akan tetapi tak ada yang bisa dilakukan terhadap Bai Zheng. Akhirnya, dia tak punya pilihan selain bertanya dengan canggung, “Bagaimana kau bisa melakukannya?”
Bai Zheng melirik ayahnya, berpikir dalam hati bahwa bagaimanapun juga orang ini adalah ayahnya, jadi dia tak bisa bersikap tidak patuh. Jadi dia pun menjawab lurus-lurus ke hadapan sang ayah: “Aku bilang aku sangat marah dengan kejadian kemarin dan bahwa aku takkan memaafkan dia kecuali dia menemaniku makan siang.”
“Kau… dasar licik.” Bai Guoyu menghardik Bai Zheng karena bersikap licik dan bertanya-tanya apakah dia bisa melakukan hal yang sama.
“Kalau Papa ingin melakukan hal yang sama, pagi tadi….” Bai Zheng sudah bisa membaca isi pikiran ayahnya, “Apa Papa dan Mama memaafkan dia?”
“Siapa yang ingin melakukan hal yang sama?” Andai aku tahu, aku takkan memaafkan Xiao Chuan secepat itu. Sekarang aku tak bisa melakukan hal yang sama bahkan bila aku ingin melakukannya. Tidak, bagaimana bisa aku jadi seperti Bai Zheng, dengan tak tahu malunya mengancam orang autis.
Chairman Bai datang dengan marah dan pergi dengan lebih marah lagi. Lu Yang takut kalau-kalau sesuatu yang besar telah terjadi di perusahaan. Dia ketakutan sepanjang siang dan bahkan saat dia pulang kerja, dia tak menerima instruksi khusus apa pun. Sebaliknya, Pak Presdirnya tampak sedang berada dalam suasana hati yang baik.
Sepertinya sensitivitas karirnya sudah agak tidak tepat.
*****
Dalam sekejap mata, Perayaan Qi Xi pun tiba. Pada hari ini, Mu Xiaoya bagun lebih awal daripada biasanya. Dia memanfaatkan upaya olahraga Bai Chuan saat pria itu keluar untuk berlari. Dengan cepat dia berganti dengan gaun yang indah, mengenakan sepatu hak tinggi, dan memakai riasan tipis-tipis.
Setelah kelahirannya kembali, Mu Xiaoya sudah tidak menampilkan dirinya dengan begitu halusnya dalam waktu lama. Tak perlu melakukan wawancara, bersosialisasi, menjalin hubungan pertemanan yang baru ataupun menghadiri pesta. Hingga hari ini, Mu Xiaoya tiba-tiba menyadari sejak dirinya terlahir kembali bahwa dia belum pernah sekali pun berdandan untuk suaminya.
Menatap ke dalam cermin, dia kembali memeriksa riasannya, lalu tersenyum puas. Mu Xiaoya memegangi kotak sepatunya, berbalik keluar dari kamar mandi dan berdiri menghadap pintu kamar tidur, menunggu Bai Chuan masuk.
Pada saat ini, Xiao Chuan semestinya ada di depan pintu. Ekspresi apa yang akan dia miliki saat dia mendorong pintu dan melihatku berdandan?
Saat pemikiran itu muncul, suara langkah kaki Bai Chuan terdengar dari luar pintu.
‘Krieet….’ Pintu kamar tidur terbuka, dan Bai Chuan yang berkeringat berjalan masuk. Mengikuti kebiasaan, pria itu menatap ranjang namun mendapati Mu Xiaoya yang agak berbeda saat berada setengah jalan pada pandangannya.
Tirai balkon terbuka pada saat ini, dan cahaya mentari tertumpah ke dalam kamar. Bulu mata Mu Xiaoya menghasilkan bayangan, bayangan ini melewati hidung dan lingkaran cahaya yang seragam pun terlihat. Bibir di bawah hidung itu memiliki sentuhan warna.
Bai Chuan membeku selama sesaat, kemudian berjalan maju beberapa langkah dan berhenti selangkah jauhnya dari Mu Xiaoya.
“Apa aku tampak konyol?” Kau sudah berdiri kebodoh-bodohan sedemikian lamanya barusan tadi, tampilanku pasti konyol.
Bai Chuan tak bicara. Dia hanya maju selangkah lagi, tanpa peringatan, dan langsung menempati bagian paling berwarna pada wajah Mu Xiaoya.
Ciuman itu datang secara tiba-tiba, tak ada topangan di belakang punggung Mu Xiaoya. Mereka terjatuh ke ranjang dengan tak seimbang dan kotak sepatunya, yang telah dibungkus rapi oleh Mu Xiaoya, juga jatuh ke lantai tanpa disengaja.
“Sepatu….”
Bai Chuan mengambil kesempatan untuk masuk lebih dalam lagi.
“Tuan Muda Kedua, ini sepatu Anda… eh, nggak ada orang ah….” Paman Li merespon dengan cepat, meninggalkan sepatunya dan melarikan diri seperti angin.
“….” Mu Xiaoya diam-diam berkata, habislah sudah.
————–
Versi Inggris bisa dibaca di: www.novicetranslations.com/my-husband-with-scholar-syndrome-chapter-54/