My Husband With Scholar Syndrome - Chapter 59
Waktu sudah menunjukkan lewat pukul delapan petang saat mereka meninggalkan rumah Keluarga Mu. Orangtua Mu mengantar pasangan muda itu pergi, berdiri di pintu, mengesah dengan perasaan bersyukur.
“Siapa bilang orang dengan autisme tak bisa bicara? Lihat saja Xiao Chuan keluarga kita, dia bisa bicara dengan sangat baik ah, meminta kita agar jangan sakit lagi, kedengarannya bahkan lebih tulus daripada ‘semoga kalian sehat selalu’.” Saat Shen Qingyi mendengar perkataan Bai Chuan pada saat itu, dia hanya merasakan kehangatan di seluruh tubuhnya.
“Iya, kan?” Mu Ruozhou juga merasa lega saat teringat kembali penampilan serius Bai Chuan barusan tadi. Meski menantu mereka agak susah bicara, namun tulus memikirkan mereka dalam hatinya yang jujur.
Pada perjalanan pulang, suasana hati Mu Xiaoya masih tidak baik. Dia menyalahkan diri sekaligus sedih pada saat bersamaan. Mulanya, dia sudah siap untuk mati empat tahun kemudian, tapi karena penyakit lama ibunya tiba-tiba kambuh, Mu Xiaoya akhirnya melihat secercah harapan. Dia percaya bila dirinya bisa menemukan tanda-tanda penyakit keturunan ini lebih awal, dia mungkin akan bisa membuat pemecahannya hingga taraf tertentu. Pada kenyataannya, kematian bukanlah hal yang paling mengerikan. Yang paling menakutkan adalah ketika kau berpikir bahwa dirimu telah tanpa disangka-sangka terselamatkan dari situasi tanpa harapan, namun pada akhirnya semua ini sia-sia.
Juga… saat dia menemani ibunya di rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan di siang hari, dia berharap mereka bisa menemukan gejala-gejala dari penyakit ini dari ibunya. Bagaimana bisa dia bahkan memiliki ide macam ini? Mu Xiaoya hampir tak bisa memaafkan dirinya sendiri.
“Jangan cemas lagi, aku sudah minta pada ayah dan ibu, mereka janji tidak akan sakit lagi.” Di mata Bai Chuan, Mu Xiaoya selalu memiliki aura terang dan cerah, namun setiap kali dia kembali dari Keluarga Mu, aura itu akan tertutup oleh kabut jenis lainnya. Akan tetapi, hari ini, yang melingkupinya jelas lebih berat.
“Janji?” Mu Xiaoya tak mendengarnya dengan jelas, “Apa yang orangtuaku janjikan kepadamu?”
“Mereka janji padaku… bahwa mereka takkan jatuh sakit di masa mendatang,” Bai Chuan menjelaskan, “Mereka nggak akan sakit, jadi aku tak perlu cemas.”
Mu Xiaoya tertegun. Akselerator di bawah kakinya terangkat dan kecepatan mobilnya tiba-tiba melambat. Mobil putih yang kaget di belakang mereka menekan klakson dengan marah dan menghasilkan suara yang menusuk.
“Masalah soal penyakit ini, sebuah janji takkan ada gunanya terhadap hal itu.” Setelah mobilnya kembali pada kecepatan yang stabil, Mu Xiaoya menjawab Ba Chuan dengan seulas senyum pahit.
“Berguna.” Bai Chuan mulai memberikan contoh, “Sebelumnya, saat Nenek sakit, dia selalu masuk rumah sakit. Belakangan, dia janji padaku untuk tidak sakit lagi, kemudian dia tak pernah pergi ke rumah sakit lagi. Barulah hingga waktunya Nenek tiba dia kembali ke rumah sakit.”
Nenek Bai berjanji pada Bai Chuan untuk tidak jatuh sakit lagi, kemudian Beliau tak pernah pergi ke rumah sakit lagi?
Bagaimana bisa Mu Xiaoya memercayai hal semacam ini? Dia hanya menerka bahwa Nenek Bai pastilah memanggil dokter ke rumah saat Bai Chuan tak ada di sana.
“Oke, aku mengerti, terima kasih.” Mu Xiaoya memahami niat baik Bai Chuan, tapi dia tak bisa memercayainya sebanyak pria itu.
“Kau nggak percaya.” Napas Mu Xiaoya tak berubah sama sekali. Bai Chuan tahu kalau penghiburannya tak berguna dan Mu Xiaoya tak memercayainya.
Bai Chuan frustrasi, dia merasa amat kebingungan. Dia tahu bahwa dirinya berbeda dengan orang lain, dan dia juga tahu kalau ada celah di antara dirinya dan masyarakat yang sebenarnya. Profesor Feng dan neneknya telah mengatakan kepadanya agar jangan khawatir tentang hal itu, agar menerima saja dirinya yang sejati dan membiarkan dirinya berintegrasi sedikit demi sedikit, dan agar jangan gelisah dan kesal. Tapi terkadang, dia tetap tak bisa mengendalikan kegelisahannya. Dia tak mau hanya menjadi seseorang yang menerima bantuan dan penghiburan dari orang lain, dia juga ingin menjadi seseorang yang bisa memberikan hal-hal itu kepada orang lain.
Akan tetapi, metodenya sepertinya selalu salah, seakan tak berguna. Di masa lalu, Nenek biasanya mengesah, dan kini, Mu Xiaoya selalu sedih.
Keduanya terdiam dan mereka pun kembali tanpa bersuara ke perumahan mereka. Saat mereka memasuki rumah, keduanya melihat kotak jam yang ditinggalkan oleh Bai Zheng di pintu.
Mu Xiaoya mengambilnya, menatapnya, dan memberikan pesan kepada Bai Zheng bahwa dia telah menerimanya.
“Untukmu, jamnya sudah diperbaiki.” Mu Xiaoya memberikan jamnya kepada Bai Chuan.
Bai Chuan menatap kotaknya dan bertanya, “Ini dari Kakak, kan?”
Mu Xiaoya tertegun, “Bagaimana kau tahu?”
“Empat tahun yang lalu, dia juga memberiku jam yang selalu terlambat dua detik setiap jamnya,” Bai Chuan menjawab.
“Ya, Kakak berharap kau akan membawa ini.” Mu Xiaoya melihat hati Bai Chuan yang bersih, dia juga tak mau menutupi hal ini.
Bai Chuan mengambilnya, membuka kotaknya dan memasangkannya di tangannya sebelum dia tiba-tiba berlari ke loteng sendirian.
Mu Xiaoya terpana selama sesaat. Ketika dia sudah akan melihat apa yang sedang terjadi, Bai Zheng menjawab di WeChat: ‘Apa Bai Chuan sudah mengenakannya? Apakah waktu di jamnya masih lambat?’
Mu Xiaoya: ‘Dia mengenakannya, Xiao Chuan belum bilang apa-apa, semestinya tak ada masalah.’
Bai Zheng: ‘Itu bagus, aku sudah mengatur semuanya di perusahaan.’
Mu Xiaoya tiba-tiba teringat rencana terapi yang telah dia buat untuk Bai Chuan, tapi dia belum punya waktu untuk mendiskusikannya dengan Bai Chuan, jadi dia pun berjanji: ‘Baiklah, aku akan bilang padanya nanti.’
Mu Xiaoya memutar kepalanya untuk menatap ke arah loteng dan berjalan naik. Mulanya dia mengira kalau Bai Chuan akan membaca buku di ruang belajar, namun saat dia melongok ke ruang belajar, lampunya tak dinyalakan. Mu Xiaoya meragu, menyalakan lampu dan pergi ke teras luar.
Di atas kursi teras yang remang-remang, sebuah bayangan hitam meringkuk, sementara piringan jamnya memancarkan cahaya kemilau. Mu Xiaoya mengarahkan tangannya pada saklar lampu, sudah akan menyalakannya sebelum Bai Chuan menghentikan dirinya, “Jangan nyalakan lampunya.”
Mu Xiaoya menarik tangannya dan terdiam sesaat sebelum berjalan ke arah Bai Chuan. Dia berdiri selangkah jauhnya di depan pria itu, namun dia masih tak bisa melihat dengan jelas ekspresi di wajah Bai Chuan karena kegelapan. Mu Xiaoya telah melihat banyak ekspresi dari Bai Chuan; gembira, malu, marah, gelisah, dan bahkan acuh tak acuh. Akan tetapi, kesemuanya ini adalah emosi-emosi tunggal, tak pernah seperti kali ini, emosi yang kompleks yang telah disusun dari beragam perasaan.
“Nggak gembira?” Mu Xiaoya bertanya.
“En.”
“Marah?”
“En.”
“Sedikit frustrasi?”
Bai Chuan menimbang-nimbang soal ‘frustrasi’ ini, dan menggumamkan sebuah ‘En’ setelah dia memahaminya.
Mu Xiaoya duduk bersila di depan Bai Chuan, lantai betonnya telah terekspos pada matahari musim panas sepanjang hari, jadi bahkan pada saat ini, masih ada banyak sisa kehangatan.
“Aku juga nggak gembira, aku agak marah dan agak frustrasi ah.” Kali ini, Mu Xiaoya tidak sedang terburu-buru untuk memberikan penghiburan kepada Bai Chuan. Suasana hatinya pada saat ini juga sangat buruk, dia juga ingin seseorang menghibur dirinya.
Bai Chuan tak mengatakan apa-apa, membuat kesunyian di udara jadi terasa menyesakkan.
Apa dia tak mengerti?
“Xiao Chuan, aku agak lelah.” Kegelapan membuat orang merasa rapuh, seketika menyebabkan retakan pada hati Mu Xiaoya yang tangguh, “Apa kau bisa memelukku?”
Bai Chuan, yang tak tahu harus bagaimana, tampaknya telah menemukan cahaya pembimbing. Dia buru-buru bangun dari kursi gantung, berjongkok di sisi Mu Xiaoya, dan menariknya erat-erat ke dalam pelukan.
“Xiao Chuan, aku agak takut.” Mu Xiaoya menguburkan kepalanya ke dalam pelukan Bai Chuan, memberitahukan kepada pria itu rasa takut di dalam hatiya, “Kupikir aku takkan merasa takut, tapi saat aku memikirkannya kembali, ternyata aku masih ketakutan.”
“Jangan takut, jangan takut.” Bai Chuan membujuknya seperti membujuk seorang anak.
“Aku tidak tangguh sama sekali, aku sebenarnya seperti burung unta, aku menguburkan kepalaku mati-matian dan menunggu datangnya hari itu.”
“Saat aku berada di rumah sakit barusan tadi, aku bahkan berharap akan ada sesuatu yang salah dengan laporan kesehatan ibuku sehingga aku bisa… aku… bagaimana bisa aku melakukan ini ah?!”
Bai Chuan tak tahu bagaimana cara menghibur Mu Xiaoya yang tiba-tiba telah hilang kendali, dan bahkan tak bisa memahami makna dalam kata-kata Mu Xiaoya. Dia hanya bisa memperlakukan Mu Xiaoya yang sekarang seperti dirinya sendiri setelah dirinya kambuh, memeluk gadis itu erat-erat tanpa mengatakan apa-apa.
“Maafkan aku, aku hilang kendali.” Setelah dia cukup melampiaskannya, Mu Xiaoya mendongak dengan malu. Dia tak menyangka kalau dirinya akan hilang kendali di depan Bai Chuan.
“Ternyata… Xiaoya juga bisa kambuh.” Suara Bai Chuan entah bagaimana terdengar agak unik.
Kambuh? Mu Xiaoya membeku, rangkuman ini cukup sesuai, “Benar juga ah, aku juga bisa kambuh dan kehilangan kendali atas perasaanku.”
“Tak apa-apa, aku tak keberatan.”
“Sungguh? Kalau begitu, aku benar-benar berterima kasih kepadamu.” Mu Xiaoya dibuat takjub oleh nada ‘aku tidak membencinya’, dan suasana hatinya serta merta membaik.
Keduanya bangkit dari lantai dan duduk di dalam kursi gantung yang diduduki Bai Chuan barusan tadi. Kursi gantung ini telah secara khusus dipilih oleh Mu Xiaoya, ini adalah kursi gantung ganda, sehingga mereka berdua bisa mendudukinya dengan benar.
“Kamu ah, kenapa kau tidak gembira, marah, dan frustrasi?” Emosi Mu Xiaoya sendiri telah terpulihkan, dan dia tak melupakan perasaan Bai Chuan.
“Aku oke sekarang.”
“Oke? Kau oke setelah sekali melihatku kambuh?” Orang ini takkan menyombong kan?
“Bukan….” Bai Chuan menggelengkan kepalanya, dan kemudian menjelaskan, “Aku tak tahu bagaimana harus menghiburmu, jadi perasaanku jadi buruk. Tapi sekarang karena kau baik-baik saja, aku juga baik-baik saja.”
“….” Mu Xiaoya setengah memiringkan kepalanya, hanya melihat profil samar Bai Chuan dalam cahaya yang redup.
Dia tiba-tiba menyadari kalau keluarga ini tidak ditopang oleh dirinya seorang. Bai Chuan juga tumbuh dewasa, dan meski dia masih kikuk, dia berusaha sebaik yang dia bisa. Mu Xiaoya tak mau menangis lagi, tapi dia tak bisa menahan matanya yang memanas lagi dan lagi. Dia memalingkan kepalanya dan membiarkan dirinya sendiri menatap ke kejauhan, menatap pemandangan malam kota dari atap yang tinggi. Dia berpikir kalau ini adalah jenis pasangan yang akan membuatmu tahu bahwa dirinya mendukungmu sepenuh hati.
Bai Chuan meraih tangan Mu Xiaoya tanpa bersuara. Dia tak mau mengganggu ketenangan gadis itu, dan hanya memastikan bahwa tak ada lagi kabut di dalam dirinya.
‘Ting!’
Telepon di dalam kantong Mu Xiaoya tiba-tiba berdering. Dia mengeluarkannya dan melihat kalau telepon itu berasal dari ibunya.
Ibu: ‘Xiaoya, saat kau masak di dapur tadi, Xiao Chuan membuat permintaan kepadaku dan ayahmu. Dengan sangat serius dia meminta kami agar jangan sakit lagi. Kami menerima niat baiknya dan telah membuat janji. Meski ini adalah permintaan yang mustahil dan bahwa tak ada seorang pun yang takkan pernah jatuh sakit sepanjang hidup mereka, tapi kami akan dengan sungguh-sungguh menjaga diri kami sendiri agar jangan mengecewakan perasaannya untuk kami.’
Ibu: ‘Mulanya kami tak berniat memberitahumu tentang masalah ini, tapi kami memikirkannya, dan merasa kalau permintaan mendadak Bai Chuan pastilah terjadi karena dirimu. Jadi, putriku, orangtuamu akan menjaga diri kami sendiri, jangan cemas.’
“Xiao Chuan, yang kau katakan memang benar.” Mu Xiaoya menatap teleponnya dan menyeringai kebodoh-bodohan, “Janji memang benar-benar berguna.”
“Berguna.”
“Kalau begitu, bisakah kau berjanji satu hal kepadaku?”
“Oke.” Bai Chuan sesuai dengan kebiasaan menyetujui persyaratan Mu Xiaoya.
“Besok pagi, naiklah taksi untuk pergi bekerja sendiri,” Mu Xiaoya mengambil kesempatan untuk mengatakan hal ini.
“??”
————-
Versi Inggris bisa dibaca di: isohungrytls.com/my-husband-with-scholar-syndrome/my-husband-with-scholar-syndrome-chapter-59/