My Husband With Scholar Syndrome - Chapter 62
Cuaca di Yuncheng dibagi menjadi dua: panas di musim panas dan dingin di musim dingin, sementara musim semi dan musim gugur luar biasa singkat. Mu Xiaoya sekarang hanya merasa bahwa dirinya baru saja mengenakan mantel musim gugur yang bagus kemarin dan hari ini dirinya telah mengenakan jaket berlapis yang tebal.
“Kakak Mumu, ini adalah laporan penjualan studio dari bulan lalu.” Xiaoxin menunjukkan laporan statistik kepada Mu Xiaoya.
Mu Xiaoya menatapnya dan mendapati bahwa volume penjualan dari sepatu bot dengan panjang menengah adalah yang terbaik: “Kukira sepatu bot akan jadi lebih populer di musim dingin.”
“Sepatu bot kita sangat bergaya, tapi meski tampak bagus, mereka tak terlalu serbaguna.” Xiaoxin menjawab, “Sebaliknya, bot menengah lebih baik karena lebih mudah untuk dikenakan dan dilepas, serta lebih serbaguna.”
“Kak Mumu, ada banyak orang yang memesannya di muka, kapan pabriknya akan membuatnya ah?” Leng Yi bertanya dari samping.
“Semestinya akan cepat. Fang Hui sudah pergi ke pabrik pamannya untuk mendesak sendiri pamannya itu kemarin,” Mu Xiaoya menjawab.
“Kak Fang Hui sudah pergi selama dua hari, kapan dia akan kembali ah?”
“Dia sudah mengirimiku pesan pagi ini. Dia kemungkinan akan kembali di siang hari, dan saat dia kembali, kita akan pergi makan hot pot sama-sama.” Ini adalah musim dingin, orang-orang tak bisa menahan diri mereka untuk ingin makan hot pot.
“Bagus!” Leng Yi menepukkan tangannya dengan penuh semangat. Dia benar-benar menyukai pekerjaannya yang sekarang. Perusahaan ini memiliki staf yang ringkas, komisinya tinggi, dan para bos sering mengundang dia makan malam dengan murah hati.
Mu Xiaoya tersenyum, menunduk menatap laporannya, kemudian menatap pada bagian bawah, terdapat angka nol besar di kolom sepatu buatan khusus. Dia bertanya, “Masih tak ada orang yang berkonsultasi pada kita untuk membuat sepatu pesanan khusus ah.”
“Nggak.” Memanfaatkan ketiadaan Fang Hui, Xiaoxin tak bisa menahan diri untuk bicara sejujurnya, “Kak Mumu, kalau kau bisa memberitahu Fang Hui, sepasang sepatu ini terlalu mahal. Tiga puluh ribu, orang kaya tak keberatan, tapi yang lainnya takkan sanggup ah.”
“Tak apa-apa, toh tak ada biayanya.” Benar-benar tak ada biaya lain selain setumpuk kulit di ruang bahan.
Akan tetapi, ketika mereka mendirikan studio ini, tujuan mereka adalah rute pembuatan sepatu khusus. Sebagai hasilnya, dalam enam bulan terakhir ini, selain dari beberapa sponsor pertemanan dari kerabat dan teman, sama sekali tak ada pelanggan untuk sepatu buatan khusus, yang mana sungguh disayangkan. Untung saja, merk mereka terjual dengan baik di internet. Setelah lewat sedemikian lamanya, toko itu telah menjadi sebuah toko retail online kecil. Setiap kali mereka merilis produk baru, setelahnya akan muncul tiruannya secara online.
“Sebentar lagi, bila tak ada pelanggan, kak Fang Hui-mu tentu saja akan menyesuaikan harganya,” Mu Xiaoya menambahkan dengan seulas senyum.
“Juga,” Xiaoxin mengangguk. “Aku akan pergi membuat pesanan di restoran hot pot.”
Mu Xiaoya mengangguk, kemudian ponselnya tiba-tiba berdering. Dia mengangkatnya dan melihat sebuah pesan dari ibunya: ‘Sepupumu tiba di stasiun kereta satu jam lagi, kau pergilah menjemput dia.’
“Xiaoxin, aku mungkin takkan bisa pergi untuk makan hotpot. Ada sesuatu yang harus kukerjakan,” Mu Xiaoya merespon pesan ibunya seraya menjelaskan kepada Xiaoxin.
“Kak Mumu, nggak bisa pergi ah?”
“Sepupuku datang kemari. Aku harus menjemputnya.”
“Kalau begitu, suhu udaranya dingin hari ini dan mungkin akan ada es hitam di jalan. Kak Mumu menyetirlah pelan-pelan,” Xiaoxin berseru.
(T/N: es hitam adalah es yang terbentuk di permukaan jalan. Es itu asalnya transparan tapi mengambil warna permukaan jalan yang ditempelinya. Banyak kecelakaan yang terjadi karena orang-orang tak bisa mengerem dan sering selip atau sampai bertabrakan.)
“Oke.” Mu Xiaoya melambaikan tangannya dan pergi.
Sepupu yang hendak dijemputnya bernama Lin Han, dia adalah cucu dari bibi buyut Mu Xiaoya. Hubungan keluarga di antara mereka cukup jauh, jadi secara mendasar tak ada hubungan. Meski aku sudah pernah bertemu dengannya satu atau dua kali saat aku masih kecil, hampir tak ada bayangan sama sekali setelah lewat bertahun-tahun ini. Dia kali ini datang ke Yuncheng untuk putrinya. Putri Lin Han berumur tiga setengah tahun pada tahun ini. Si gadis kecil terkena flu di musim dingin tapi tak kunjung membaik setelah dirawat selama setengah bulan di rumah sakit di tempat asalnya. Keluarganya merasa cemas, jadi mereka mengirim ibu dan anak itu ke Yuncheng dan menghubungi ibu Mu Xiaoya. Orangtua Mu terlalu sibuk untuk meninggalkan kelas, jadi tugas menjemput dan mengantarkan mereka ke rumah sakit jatuh pada Mu Xiaoya.
Saat dia tiba di stasiun kereta api, keretanya masih kurang lima menit hingga sampai. Mu Xiaoya melihat toko teh susu di sampingnya dan membeli dua cangkir teh susu panas di sana lalu kembali untuk menunggu mereka. Setelah menunggu selama lima menit lagi, lebih banyak orang tiba-tiba mulai meninggalkan stasiun. Mu Xiaoya berjalan mondar-mandir di dalam kerumunan untuk mencari seorang wanita muda yang membawa anak, dan segera menemukan wanita yang diperkirakannya sebagai sepupunya.
“Lin Han?” Mu Xiaoya berseru singkat.
“Xiaoya?!” Lin Han juga sudah melihat Mu Xiaoya dan mendesakkan diri mendekat ke arahnya sambil menggendong putrinya.
“Aku datang, aku datang….” Mu Xiaoya melihat Lin Han membawa dua buah tas dan juga anaknya, jadi dia pun langsung meletakkan teh susu dari tangannya untuk membantu membawakan tasnya.
“Tak usah, kau bantulah aku memegang Leilei untukku.” Lin Han menyerahkan putrinya pada Mu Xiaoya.
Mu Xiaoya menerima anak itu, dan bobot yang tak terbayangkan olehnya entah bagaimana membuatnya cemas. Membutuhkan upaya besar untuk menggendong anak itu dan tanpa disangka-sangka Lin Han bahkan mampu membawa dua buah tas juga. “Apa Leilei tertidur?”
Anak dalam pelukannya memiliki wajah merona dan sedang tidur nyenyak dengan mata terpejam.
“Anak ini demam dan tak ada tenaga. Dia jadi lesu dan sering tertidur,” Lin Han berkata cemas.
“Kalau begitu mari kita ke rumah sakit terlebih dulu.” Mu Xiaoya selalu berpikir kalau anak-anak bisa tidur dengan nyenyak di tempat-tempat seperti stasiun kereta api, namun hal itu tak selalu merupakan hal yang baik.
“Tak apa-apakah?”
“Aku sudah menghubungi rumah sakit. Kita akan langsung pergi ke sana.”
Menaruh barang-barang ke dalam bagasi, Lin Han duduk di bangku belakang dengan anak dalam pelukannya. Mu Xiaoya menyerahkan teh susunya, “Di luar dingin, ini akan menghangatkan perutmu.”
“Terima kasih, aku sudah merepotkanmu.” Lin Han agak malu. Meski mereka berdua adalah kerabat, mereka tak punya hubungan satu sama lain.
“Sepupu, bersikap terlalu sopan membuat kita jadi tampak seperti orang asing.” Mu Xiaoya menyalakan mobilnya dan menyetir ke Rumah Sakit Anak-anak Yuncheng. Saat mereka tiba di rumah sakit, ada serentetan formalitas dan prosedur. Waktu sudah menunjukkan pukul 4:30 setelah semuanya selesai. Mu Xiaoya melihat jamnya dan ragu-ragu apakah harus menelepon Bai Chuan untuk bilang kalau dirinya akan pulang terlambat.
“Xiaoya, apa ada sesuatu yang harus kau lakukan? Kalau kau ada urusan, kau bisa pulang dan tinggalkan saja aku.” Lin Han melihat Mu Xiaoya melihat jam dan mengira gadis itu sedang terburu-buru.
“Tidak, aku baru saja mengirimkan pesan pada suamiku dan memberitahu dia kalau aku akan pulang terlambat.”
“Suami? Kau sudah menikah? Kenapa aku belum dengar?” Lin Han agak terkejut.
“Ah, kami belum mengadakan resepsi pernikahan, jadi kami sengaja tidak memberitahu kerabat dan teman-teman kami,” Mu Xiaoya menjelaskan.
“Ternyata begitu,” Lin Han mengangguk. “Kalau begitu kau harus memberitahuku saat kau mengadakan resepsi pernikahan.”
“Tentu.” Bicara soal pernikahan, Mu Xiaoya tiba-tiba menyadari sebuah masalah, “Sepupu, kenapa sepupu ipar tidak datang?”
“Dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya akhir-akhir ini. Aku sudah bilang kalau kami akan kembali beberapa hari lagi. Tapi aku mencemaskan Leilei, terlebih lagi ada kau di sini, jadi aku datang duluan.”
“Begitu yah.” Mu Xiaoya juga berkata, “Dokter barusan tadi bilang kalau masalah Leilei tidak besar. Setelah memberikan obat yang baru, dia bisa disembuhkan paling lama dalam seminggu. Ada dokter dan perawat yang menjaganya, bagaimana kalau aku membawamu ke tempat kau akan tinggal dan makan malam duluan?”
“Nggak, aku akan tinggal saja di rumah sakit bersama dengannya.”
“Sepupu, mereka takkan membiarkanmu tinggal di sini. Aku sudah memesan kamar untukmu di hotel di seberang jalan. Hanya butuh jalan selama lima menit dari sini dan takkan menundamu merawat Leilei.”
“Baiklah kalau begitu.”
Keduanya pun tiba di hotel dan check in. Mu Xiaoya membantu Lin Han meletakkan barang bawaannya dan sudah akan mengajak dia ke bawah untuk makan malam namun melihat Lin Han menopang dirinya sendiri ke dinding dengan satu tangan, wajah wanita itu pucat, dan matanya terpejam.
“Sepupu, ada apa denganmu?” Mu Xiaoya terperanjat dan buru-buru menghampiri untuk memapah orangnya.
“Tak apa-apa….” Lin Han berkata sesaat kemudian. “Mungkin karena aku sudah kelelahan sepanjang hari dan belum makan, jadi aku mengalami pusing.”
“Pusing?”
“En, semua orang di keluarga kita memiliki penyakit pusing ini. Ini bukan hal penting, hanya jadi lemas selama sesaat.” Rupanya memang demikian karena saat Lin Han bicara, wajahnya jadi membaik pada saat ini dan semangatnya telah berubah. “Aku akan pergi mencuci wajahku, kemudian kita akan turun untuk makan malam.”
Wajah Lin Han telah kembali seperti semula, namun wajah Mu Xiaoya memucat pada saat ini juga.
Pusing?!
“Ini bukan masalah besar. Bibimu dan bibi buyutmu semuanya memiliki masalah ini.”
Inilah yang telah ibunya katakan kepadanya beberapa bulan yang lalu.
“Xiaoya, di luar kau tampak baik-baik saja, tapi jangan kelelahan karena kerja, tubuhmu adalah yang paling penting.”
“Ada apa dengan ibu?”
“Kau punya sepupu yang telah membuat dirinya sendiri kelelahan beberapa waktu yang lalu dan tiba-tiba mati.”
Inilah yang ibunya katakan kepadanya di kehidupannya yang lalu pada musim dingin pertamanya di luar negeri.
Di kehidupannya yang lampau, di musim dingin, sepupu, Mu Xiaoya menatap ke arah kamar mandi, dan sekujur tubuhnya jadi tak mampu berdiri.
Apakah sepupu itu, adalah Lin Han? Apakah kematian mendadaknya memang akibat kelelahan, atau apakah itu dari penyakit yang sama dengan dirinya?
“Xiaoya, ada apa denganmu, kenapa wajahmu buruk sekali?” Lin Han keluar dari kamar mandi dan mendapati wajah Mu Xiaoya tidak baik.
“Sepupu, aku… aku masih ada yang harus dilakukan dan takkan bisa lagi makan bersamamu.” Mu Xiaoya mengambil tasnya dan tak menunggu Lin Han bicara.
Dia berjalan kembali ke mobil, menutup pintu, namun tak menyalakannya. Benaknya kacau balau. Reaksi pertamanya adalah bertanya kepada ibunya apakah Lin Han adalah sepupu yang sang ibu bilang mati mendadak, namun bagaimana bisa Shen Qingyi yang sekarang mengetahuinya? Dia ingin membawa Lin Han menjalani pemeriksaan fisik, namun penyakit mendadak ini tak bisa dideteksi sama sekali.
Apa yang harus kulakukan ah?!
‘Ding ling ling….’
Telepon mendadak berdering, dan Mu Xiaoya meraih teleponnya, namun hanya mendapati bahwa sekujur tubuhnya membeku.
“Halo.” suaranya menghasilkan bunyi sengau.
“Xiaoya, aku ada di studio, Fang Hui bilang kau sedang keluar.” Ini adalah telepon dari Bai Chuan.
“Aku… aku akan kembali sekarang.”
“En, aku akan menunggumu untuk pulang ke rumah sama-sama.”
Mu Xiaoya menatap waktu di teleponnya. Sekarang jam enam lewat sepuluh, bagaimana bisa sesore ini? Aku bahkan telah menghabiskan waktu satu jam di dalam mobil.
Mu Xiaoya menyalakan mobilnya untuk pergi ke studio. Saat dia tiba di studio, waktu telah menunjukkan pukul tujuh sore. Bai Chuan sedang duduk di depan jendela bergaya Perancis yang menghadap ke jalan, bermain dengan kubus rubik. Saat mobil Mu Xiaoya berhenti, Bai Chuan menyadarinya. Dengan gembira pria itu berdiri dan berlari keluar dari studio.
Saat Mu Xiaoya baru saja keluar dari mobil, Bai Chuan sudah berlari ke depan mobil. Pria itu mengenakan sweater biru gelap dengan samar-samar tercium aroma kopi.
“Aku pulang.” Bai Chuan maju untuk menarik tangan Mu Xiaoya, namun mengernyit saat menyentuhnya, kemudian mengulurkan kedua tangannya untuk membungkus tangan Mu Xiaoya. “Dingin.”
“Bukankah di luar dingin? Cepat masuk.” Fang Hui berdiri di depan pintu dan tak tahan untuk memutar matanya. Pasangan ini keterlaluan, mereka tak bisa menemukan tempat yang lebih hangat untuk memamerkan perasaan mereka.
Bai Chuan menarik Mu Xiaoya masuk, dan ketika dirinya semakin dekat, Fang Hui menyadari bahwa ekspresi Mu Xiaoya tidak benar dan dirinya jadi gugup.
“Bai Chuan, pergi dan buatlah secangkir kopi untuk Xiaoya keluargamu,” Fang Hui mengingatkan Bai Chuan.
Bai Chuan menunggu hingga Mu Xiaoya duduk, dan langsung pergi ke bar untuk membuat kopi. Karena Mu Xiaoya suka minum kopi, dan dia datang ke studio hampir setiap hari, perlahan-lahan dia pun belajar cara membuat kopi.
“Ada apa denganmu?” Fang Hui bertanya cemas, duduk di depan Mu Xiaoya.
“Fang Hui… kalau kau tahu bahwa seseorang mungkin akan mati, apa yang akan kau lakukan?”
“Siapa yang mati?” Fang Hui mengernyit.
“Kalau… aku mati?”
“Aku puih!” Fang Hui pertama-tama meludah, kemudian dengan gugup menarik Mu Xiaoya dan bertanya, “Ada apa denganmu? Di mana kau merasa tidak sehat?”
“Aku hanya berandai-andai.”
“Berandai-andai, omong kosong ah. Apa otakmu bermasalah? Apa kau pergi ke rumah sakit dan terinfeksi virus?” Fang Hui, yang terperanjat dengan alasan yang salah, langsung menghardiknya.
“Nggak, barusan tadi di rumah sakit, ada seseorang yang berumur kira-kira sama denganku, dan tiba-tiba meninggal, jadi emosiku agak terguncang.” Mu Xiaoya menjelaskan dengan seulas senyum masam. Dia tak berbohong, tapi bila dia benar-benar mengucapkannya, siapa yang akan percaya?
“Emosi, omong kosong, kau itu hanya depresi pada kematian.” Fang Hui berkata, “Mencabut nyawa adalah urusan sang kematian. Semua yang bisa kita lakukan adalah hidup dengan gembira dan menjalani kehidupan yang baik. Kalau kita mau bertarung dengan Dewa Kematian, maka bekerja dan beristirahatlah dengan cara sehat, terus bergerak, jangan menakuti dirimu sendiri dan orang-orang di sekitarmu.”
Bicara soal orang-orang di sekitarnya, Fang Hui melirik ke arah Bai Chuan.
“Kopi.” Pada saat ini, Bai Chuan sudah menyeduh kopi dan dengan sangat penuh pertimbangan menyeduh dua cangkir, satu untuk Mu Xiaoya dan satu untuk Fang Hui.
“Tidaklah mudah ah. Setelah lewat setengah tahun, aku akhirnya dapat kopi yang diseduh sendiri oleh Bai Chuan untukku,” Fang Hui berkata lantang dengan melebih-lebihkan.
Iya ah, benar-benar tidak mudah bagi Bai Chuan. Dia telah maju selangkah lagi dan belajar untuk menjadi perhatian pada orang lain dan berinteraksi dengan mereka.
“Hangatkan tanganmu.” Bai Chuan menyorongkan kopi ke tangan kanan Mu Xiaoya, dan pada saat bersamaan menarik tangan kiri gadis itu, membuat tangan Mu Xiaoya memegangi cangkir kopi yang hangat.
————
Versi Inggris bisa dibaca di: www.novicetranslations.com/my-husband-with-scholar-syndrome-chapter-62/