My Husband With Scholar Syndrome - Chapter 66
Pada pukul lima lewat lima puluh lima menit, Mu Xiaoya mematikan komputer dan pergi ke bar kopi di luar, menunggu Bai Chuan sambil membuat kopi.
Sejak pindah kemari, dia selalu memperhitungkan waktu kapan Bai Chuan akan tiba di sini pada hampir seluruh hari kerjanya, membuatkan secangkir kopi terlebih dahulu, duduk di depan jendela sambil menunggu Bai Chuan mengetuk kaca.
Mereka tak tahu bagaimana mereka bisa mendapatkan kebiasaan ini; Bai Chuan takkan memasuki pintu lebih dulu setelah dia turun dari mobil. Alih-alih, pria itu harus mengetuk pintu sebelum masuk.
Dia datang.
Sebuah taksi diparkir di bawah undakan. Bai Chuan, yang mengenakan jaket hitam, turun dari mobil itu, mata cerahnya langsung terarah pada Mu Xiaoya di depan jendela bergaya Perancis. Pada saat ini, Bai Chuan akan selalu tersenyum tanpa disadari, dan kemudian dengan cepat berjalan menghampiri dan mengetuk pelan pada kaca untuk mengumumkan kedatangannya.
Setelah Bai Chuan masuk, Mu Xiaoya menyerahkan kepadanya kopi yang telah diseduhnya sebelumnya.
“Minumlah, hangatkan diri.”
“Aku nggak kedinginan.” Meski mulutnya berkata bahwa dirinya tak kedinginan, namun tentu saja dia harus meminum kopi yang diseduh oleh istrinya.
“Apa kau lelah karena pekerjaan hari ini?” Xiaoya bertanya dengan perhatian.
“Nggak lelah.” Bai Chuan menggelengkan kepalanya, “Apa yang ingin kau katakan padaku?” Bai Chuan lebih peduli pada apa yang ingin Mu Xiaoya katakan kepadanya daripada soal pekerjaan.
“Sebenarnya bukan apa-apa.” Mu Xiaoya terdia, dan akhirnya berkata setelah menata kata-katanya, “Aku ada masalah, sudah ragu-ragu selama dua hari, dan aku masih tak tahu apakah aku harus menyerah atas hal itu atau tidak, jadi aku ingin kau membantuku dan memberi sedikit nasihat.”
“Jangan menyerah.” Tepat setelah kata-kata Mu Xiaoya keluar, Bai Chuan langsung memberikan pendapatnya.
Mu Xiaoya terpana selama sesaat, “Kau masih tak tahu apa masalahnya ah.”
“Kamu masih belum memutuskan apa-apa setelah merasa ragu selama dua hari, itu pasti karena kamu sebenarnya tak mau menyerah ah,” Bai Chuan berujar dengan penuh ketegasan.
“Tapi… kalau ini terjadi, mungkin akan ada konsekuensi serius.” Mu Xiaoya ingin memberitahu Bai Chuan tentang semua kecemasannya, tapi dia tak tahu harus bilang apa tentang penyakitnya. Dirinya memiliki penyakit genetis yang tak disangka-sangka, bahkan ibunya juga tak menyadari kalau ada penyakit semacam itu di dalam keluarganya, karena ketika dia pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan, semua tanda-tanda fisiknya normal. Dalam situasi semacam ini, bahkan bila dia tak berencana untuk menyembunyikannya, berkata bahwa dirinya sakit, siapa yang akan memercayainya?
“Jangan takut, aku bersamamu.” Kalimat ‘aku bersamamu’ ini, Bai Chuan bahkan tak mengucapkannya dengan perhatian yang tulus, nadanya datar, seakan sedang bertanya pada Mu Xiaoya akan makan apa malam ini. Tapi Mu Xiaoya tahu bahwa setiap kalimat yang Bai Chuan ucapkan kepadanya adalah sebuah komitmen yang jujur.
“Bagaimana kalau… kau harus mengatasi hal ini sendirian?” Mu Xiaoya bertanya.
“Oke.” Tanpa banyak keraguan, dirinya bahkan tidak jelas apa urusannya, namun bagi Bai Chuan, selama Mu Xiaoya menginginkannya, dia pasti akan menyetujui semuanya.
“Apa yang kau katakan? Kau bisa bilang kalau hal itu tak masalah bila kau bisa menanganinya.” Mu Xiaoya tak bisa menahan tawanya. Dia terkadang merasa iri kepada Bai Chuan, dia tak perlu memikirkan tentang masa depan dan hanya sekedar hidup pada saat ini.
Mungkin Mu Xiaoya harus belajar untuk menjadi seperti Bai Chuan dan tak mencemaskan tentang masa depan yang tidak pasti itu.
Dia menyukai anak-anak, jadi karena itu, dia tak bisa menyerah begitu saja. Bila bukan karena penyakit keturunannya yang pasti akan datang pada saat jatuh temponya, Mu Xiaoya merasa bahwa dia pasti akan memiliki lebih banyak anak dengan Bai Chuan. Dia bahkan bisa meramalkan bagaimana anak-anak nakal itu akan terus mengacaukan ruang belajar Bai Chuan, dan Bai Chuan yang memiliki OCD akan terus merapikan ruang belajarnya dengan sia-sia, dan akhirnya, wajahnya akan memerah karena marah, kebingungan akan apa yang harus dia lakukan. Mungkin setelah lewat beberapa tahun, OCD Bai Chuan bahkan bisa jadi akan disembuhkan tanpa obat ah.
“Kalau begitu aku takkan menyerah, aku akan membiarkannya saja terjadi secara alamiah,” Mu Xiaoya memutuskan.
Bila ada anak, dia akan membiarkannya ada, dan bila tak ada anak, maka semuanya akan tetap sama seperti biasanya. Satu-satunya hal yang Mu Xiaoya merasa beruntung adalah bahwa penyakit genetisnya benar-benar langka, praktis sebuah atavisme, jadi bahkan bila dia memiliki penyakit ini, akan kecil kemungkinan anak-anaknya akan mewarisinya.
“En.” Suasana hati Mu Xiaoya jadi lebih baik, dan Bai Chuan juga menjadi cerah.
Kedua orang itu meninggalkan studio dan pulang ke rumah bersama-sama. Saat mereka tiba di perumahannya, salju ringan mulai berjatuhan dari langit. Mu Xiaoya yang telah menghilangkan simpul di dalam hatinya, mengulurkan tangan dengan gembira dan ingin menangkap satu atau dua kepingan salju dalam telapak tangannya.
“Ada hawa panas di tanganmu, kau tak bisa memegangnya,” Bai Chuan mengingatkan.
“Aku tahu, aku cuma suka perasaan saat salju jatuh ke tanganku. Rasanya sangat dingin, sangat menyenangkan,” Mu Xiaoya berkata.
Bai Chuan mengangguk mengerti dan kemudian menghentikan langkahnya, berdiri diam sambil menunggu di sisinya. Pria itu menatap Mu Xiaoya yang mendongakkan kepalanya, dengan gembira berputar-putar di tengah salju, perlahan membangkitkan beberapa ingatan dari waktu yang lampau.
“Turun salju, turun salju!” Xiaoya kecil tampak seperti bola salju kecil saat dia menangkap sejumlah kepingan salju yang mengambang di udara dan kemudian menempelkannya ke wajah si bocah laki-laki yang tak peduli. Dikejutkan oleh hawa dingin yang mendadak, si bocah laki-laki kecil tesadar dari dunianya sendiri, menatap nanar pada gadis kecil di depannya.
“Kak Bai Chuan, kau sudah bangun!” Xiaoya kecil melihat bahwa di bocah kecil sudah tidak bengong lagi, dia kemudian menarik bocah itu dari bawah naungan atap ke tengah salju, namun kemudian sejumlah besar salju tiba-tiba menjatuhi kepala si bocah laki-laki.
“Rasanya dingin, bukankah seperti kalau kepingan saljunya mencium wajah kita?”
Pada saat itu, persepsi Bai Chuan tentang dunia luar masih sangat samar, jadi dia tak bisa memahami arti dari ‘ciuman’, tapi sekarang Bai Chuan sudah mengerti. Dia mendongak menatap Mu Xiaoya yang membiarkan salju menjatuhi wajahnya, dan tiba-tiba, dia mencondongkan diri dan mencium sepasang bibir merah yang memikat itu.
Mu Xiaoya, yang tiba-tiba dicium, melebarkan matanya dengan kaget, tapi dia dengan sangat terbenam dalam keintiman ini karena dirinya sudah terbiasa dengan ciuman-ciuman Bai Chuan di setiap hari yang berlalu.
“Xiao Chuan….” Mu Xiaoya merasa kalau ciuman Bai Chuan kali ini agak berbeda dengan yang sebelumnya. Dagu pria itu ditekankan pada bahunya, terengah dengan napas yang tak beraturan, sementara lengan pria itu yang menegang melingkari pinggangnya.
“Aku cuma akan memeluk sebentar, jangan dorong aku menjauh,” Bai Chuan berkata terburu-buru, nada suaranya sarat dengan celaan pada diri sendiri. “Aku tak tahu apa yang terjadi padaku akhir-akhir ini, aku selalu menginginkan itu.”
Itu… apa ‘itu’?
“Aku tahu kalau kau tak bersedia, tapi jangan dorong aku, oke? Aku belum tidur dengan baik dua hari terakhir ini,” Bai Chuan berkata dengan sedikit sedih, “Kita bisa sekedar berpelukan saja seperti sebelumnya.”
Ini….
Mu Xiaoya tak tahu apakah dirinya ingin menangis atau tertawa, pipinya perlahan-lahan dimerahkan oleh hembusan napas panas dari Bai Chuan. Dalam urusan percintaan, kendali diri seorang laki-laki selalu lebih lemah daripada wanita, apalagi Bai Chuan yang hanya sekali merasakannya untuk pertama kalinya, tapi… bukannya dia tak mau melakukannya, hanya saja dirinya benar-benar sedang dalam suasana hati yang buruk karena dia mencemaskan soal masalah kehamilan.
“Bukannya kau tak bisa….” Mu Xiaoya tahu kalau Bai Chuan takut ditolak olehnya, jadi dia harus mengambil inisiatif sekarang.
“Apa?”
“Kita harus membeli sesuatu sebelum kita bisa melakukan itu….” Mu Xiaoya nyaris menempelkan dirinya sendiri ke telinga Bai Chuan saat dia membisikkan hal ini. Meski hari hampir gelap, tapi bagaimanapun juga ini masih di luar ah.
“Barang apa?! Aku akan pergi dan membelinya!” Bai Chuan bertanya dengan penuh semangat, wajahnya berkilau yang tak pernah terjadi sebelumnya. Ternyata Xiaoya bukannya tak suka melakukan itu denganku, tapi karena aku tak menyiapkan barangnya.
Pada toko serba ada 24 jam di samping pintu masuk distrik pemukiman.
Mu Xiaoya berdiri di pintu dan membiarkan Bai Chuan masuk sendirian.
Kasirnya adalah seorang pemuda kecil berumur dua puluhan, tinggi dan kurus. Saat dia melihat Bai Chuan masuk, dia menyambutnya dengan antusias, “Kakak ganteng, kau mau beli apa?”
Bai Chuan berjalan lurus menuju meja kasir dan memandangi barang-barang bundar pada rak itu, meragu harus mengambil yang mana.
“Oh~~” Si kasir mengikuti arah pandangan Bai Chuan, dan tiba-tiba, seakan mereka memiliki pemahaman tanpa kata-kata, dia pun mengeluarkan suara ambigu. Mereka sama-sama lelaki ah, dan tak ada orang lain di toko ini, jadi si adik kasir pun mempromosikan dengan berapi-api, “Kakak ganteng, model yang ini nggak bagus oh, kau mau ukuran apa?”
“Ukuran?!” Bai Chuan membeku, Xiaoya tak bilang apa pun soal ukuran ah.
“Iya, besar atau sedang?” Yang kecil takkan dipilih ah, lagipula, tak ada laki-laki yang akan mengakui kalau ukurannya kecil.
Bai Chuan kebingungan selama sesaat. Dia benar-benar tak tahu ukuran apa yang cocok untuknya ah, lagipula, dia baru dengar soal ini untuk pertama kalinya. Dia meragu dan menatap ke arah pintu, memikirkan tentang apakah harus keluar dan tanya pada Xiaoya.
“Kau lihat apa?” Saat si kasir mendapati Bai Chuan tak menjawab dan hanya melirik ke arah pintu, dia pun juga melongok dengan penasaran. Tepat pada saat ini, mereka bertemu dengan mata Mu Xiaoya yang sedang mengintip ke dalam dengan perasaan bersalah.
Tiba-tiba, ekspresi di mata si kasir kecil jadi lebih ambigu lagi.
Saat Mu Xiaoya melihat kalau dirinya sudah ketahuan, wajahnya langsung jadi terasa sangat panas. Akan tetapi, dirinya sudah ketahuan ah, tak masuk akal bila bersembunyi lagi. Mu Xiaoya membekukan wajahnya dan kemudian berjalan masuk tanpa gentar.
“Apa kau sudah membelinya?” Dia melihat Bai Chuan melihat keluar pada pintu barusan tadi, jadi dia pikir pria itu pasti telah mengalami kesulitan.
“Aku tak tahu ukuran mana yang harus kubeli,” Bai Chuan meminta bantuan.
Melihat Bai Chuan menjawab seperti ini, si kasir kecil menatap Bai Chuan dengan ekspresi syok seakan dirinya sedang melihat orang bodoh. Bagaimana bisa kata-kata semacam itu diucapkan pada pacarnya ah?
Mu Xiaoya tak suka pada cara si kasir menatap Bai Chuan, dia mengernyit dan mengambil semua TT di konter dan berkata dengan nada yang amat sangat mendominasi, “Semuanya sama saja, kita akan mencobanya pelan-pelan nanti.”
“….” Si kasir kecil tak pernah melihat sikap yang sedemikian beraninya, terlebih lagi, hal itu datang dari seorang wanita ah, mau tak mau dia jadi sedikit tertegun.
“Hitung bonnya dong,” Mu Xiaoya mendesak dengan tidak senang.
“O-oh….” Si kasir kecil buru-buru kembali pada akal sehatnya, memakai mesin untuk memindai kodenya lalu membungkusnya.
Setelah membayarkan uangnya, Mu Xiaoya menerima kantong belanjanya. Dirinya disambut oleh ekspresi syok si kasir kecil. Mu Xiaoya memutuskan untuk memasang muka tebal dan berkata, “Lihat-lihat apa? Kau belum pernah melihat orang membeli TT untuk pertama kalinya?!”
Setelah berkata demikian, Mu Xiaoya menarik Bai Chuan untuk berjalan keluar dari pintu. Setelah memastikan kalau si kasir kecil tak bisa lagi melihat mereka, Mu Xiaoya menentak-entak salju karena malu. Dia benar-benar tak bisa memercayai apa yang telah dia ucapkan di toko serba ada itu barusan tadi.
“AAAAA!!! Aku nggak akan pernah pergi ke toko ini lagi kelak! Nggak bakal!!”
****
Keesokan paginya.
Mu Xiaoya menatap kantong pembungkus yang bertebaran di atas karpet di samping ranjang, mengingat kembali bagaimana Bai Chuan mencoba satu ukuran demi satu ukuran semalam, dan mau tak mau dia pun mengesah, ‘Kadang-kadang, melakukan sesuatu secara serius belum tentu merupakan hal yang baik.’
Dia bangun, berjongkok dengan bertelanjang kaki, dan kemudian memunguti benda-benda yang ada di karpet. Saat dia akan membuangnya, Bai Chuan yang baru saja kembali dari lari, memeluk dirinya dari belakang.
“Kau sudah kembali?” Mu Xiaoya mendongak, pipinya mengenai butir-butir keringat dari leher Bai Chuan, rasa sentuhannya terlalu mirip dengan yang semalam ketika mereka sedang dalam masa-masa yang paling intim, jadi Mu Xiaoya tanpa sadar meronta untuk menghindarinya, “Sana mandilah ah, kau berkeringat sekali.”
“En,” Bai Chuan menjawab, namun tangannya yang panjang terjulur dan mengambil sesuatu yang ada di seberang Mu Xiaoya, “Ini yang paling enak untuk digunakan.”
Xiaoya tak mengizinkannya bicara saat dia sedang melakukan hal itu, jadi semalam, dia tak punya waktu untuk memberitahu Xiaoya apa yang telah dia alami.
“Aku tahu yang mana yang harus dibeli lain kali saat aku pergi ke toko serba ada.” Bai Chuan tahu kalau dirinya tak mengerti banyak hal, tapi dia bersedia untuk belajar dan dia bisa belajar dengan cepat.
“Kau….” Mu Xiaoya telah digoda hingga dia rasanya sangat ingin meledak saat itu juga. Namun dia tahu kalau Bai Chuan benar-benar tidak sedang berusaha menggoda dirinya. “Oke, sana mandilah sekarang.”
Mu Xiaoya mengambil kotak di tangan Bai Chuan dan mendorongnya langsung menuju ke kamar mandi sebelum hatinya jadi sedikit tenang. Dia kemudian lanjut mengumpulkan sampah di lantai, kecuali untuk kotak yang diambil dari Bai Chuan, semua yang lainnya dilemparkan ke dalam tempat sampah.
Setelah merapikan semuanya, Mu Xiaoya menatap kotak alat kontrasepsi yang tertinggal sendirian, kemudian tersenyum tanpa suara.
—————-
Catatan Pengarang:
Adik kasir kecil: “Aku sudah pernah lihat sebelumnya ah, tapi aku belum pernah melihat seseorang membeli setumpuk dan kemudian mencobanya satu persatu seperti ini. Nyonya, kau mungkin adalah wanita paling berani dalam seluruh masa karirku sebagai kasir.”
Sesekali, Bai Chuan bisa terlihat datang untuk membeli ukuran dan merek tertentu.
Adik kasir kecil: “Apa kau sudah mencoba semuanya?”
Bai Chuan: “En.”
Adik kasir kecil: “….” (Sungguh pasangan yang sangat murah hati.)
————–
Versi Inggris bisa dibaca di: isohungrytls.com/my-husband-with-scholar-syndrome/my-husband-with-scholar-syndrome-chapter-66/