My Husband With Scholar Syndrome - Chapter 70
Orang-orang dengan autisme hanya bersedia mendengarkan hal-hal yang ingin mereka dengar ataupun yang mereka pedulikan. Kalau hal itu adalah sesuatu yang tidak mereka pedulikan, mereka bisa secara otomatis diblokir. Akan tetapi, bila ini adalah sesuatu yang mereka pedulikan, bahkan bila kau hanya mengatakan sesuatu secara sembarangan di depan mereka, mereka akan mengingatnya dalam hati, dan bahkan menyimpan dendam.
Bai Zheng hanya membuat hipotesa, namun setiap kali hipotesa itu melewati benak Bai Chuan dia akan jadi kesal dan ingin menghancurkan barang-barang.
Nggak, aku harus mengendalikan diriku sendiri.
Bai Chuan membuka laci kanan dengan agak panik, mengeluarkan headphone di dalamnya dan langsung mengenakannya pada dirinya sendiri. Barulah setelah semua suara di sekitarnya menghilang, dan hanya ketika tinggal nyanyian Mu Xiaoya yang tersisa di dunianya, emosi-emosinya perlahan-lahan mereda.
“Ada apa dengan Tuan Muda Kedua?” Di luar kantor, Pang Zi meluncur dari kursinya dan menghampiri ke samping A’Tong Mu, “Aku belum pernah melihat Tuan Muda Kedua mengenakan headphone selama ini.”
“Kutebak itu karena pertengkarannya dengan Pak Presdir.” Lagipula, Tuan Muda Kedua baru saja kembali dari kantor Presdir.
“Uwaah, berita besar! Tuan Muda Kedua memukul pak Presdir!” Persis ketika kata-kata A’Tong Mu keluar, seseorang tiba-tiba berseru keras.
“Nggak mungkin! Bagaimana bisa terjadi?” Kerumunan pun berkumpul dan bergosip dengan penuh semangat.
“Benar kok! Masalah ini telah menyebar lewat chat gup perusahaan, aku sudah memeriksanya, sumber kabarnya berasal dari sekretaris pertama di Kantor Presdir.”
“Sial! Kalian juga pergi ke kelompok gosip hitam di sebelah? Tapi kabar ini semestinya tidak palsu ah.”
“Tuan Muda Kedua kita berani sekali ah, bahkan berani memukul bos besar.”
“Apa cuma aku yang penasaran tentang apa yang telah Pak Presdir lakukan kepada Tuan Muda Kedua kita, yang terlalu malas untuk bahkan bicara dua patah kata, sampai tiba-tiba mengangkat tangan dan meninjunya?”
“Aku bahkan lebih penasaran tentang bagaimana Pak Presdir kita yang bro-con bisa membuat marah Tuan Muda Kedua.”
Diskusi di Departemen R&D berjalan dengan ganas, dan saat mereka sedang bergosip, mereka juga menggosok jendela diam-diam untuk mengamati ekspresi Bai Chuan. Dengan Bai Chuan tak mampu mendengar apa pun di luar saat ini, kelompok gosip itu pun bahkan jadi lebih terbuka dan terang-terangan.
A’Tong Mu mendengarkan selama sesaat, kemudian mengeluarkan teleponnya dan mengirimkan pesan kepada Mu Xiaoya: ‘Tuan Muda Kedua memukul Pak Presdir, dan sekarang dia sedang dalam suasana hati yang buruk.’
Nomor telepon itu diberikan kepada A’Tong Mu oleh Mu Xiaoya atas inisiatifnya sendiri sehingga seseorang di Departemen R&D bisa langsung menghubunginya kalau-kalau sesuatu terjadi pada Bai Chuan di perusahaan.
Mu Xiaoya terperanjat ketika dia menerima kabar itu. Bagaimana bisa Bai Chuan memukul Bai Zheng? Dia pun langsung menjawab, ‘Apa yang terjadi?’
A’Tong Mu: ‘Aku juga tak jelas tentang itu, bagaimanapun, Pak Presdir pasti sudah dipukul. Kudengar matanya bengkak.’ (Dari tambahan terkini kabar gosip)
Mu Xiaoya mengernyit: ‘Lantas bagaimana dengan Bai Chuan sekarang? Apakah perasaannya masih oke?’
A’Tong Mu: ‘Tuan Muda Kedua mengenakan headphone-nya, suasana hatinya stabil.’
Mu Xiaoya: ‘Oke, terima kasih.’
Bagaimana bisa Bai Chuan memukul seseorang, dan dari kata-kata A’Tong Mu, meski perasaan Bai Chuan naik turun, setidaknya dia tak mengamuk.
Memukul orang saat dirinya tidak sedang mengamuk, selain merasa cemas, Mu Xiaoya lebih penasaran tentang apa yang terjadi yang bisa membuat Bai Chuan yang bertemperamen bagus jadi begitu gelisah hingga bahkan memukul orang.
Pada pukul enam sore, Bai Chuan muncul di pintu studio tepat waktu. Dia berlari masuk seperti angin dan memeluk Mu Xiaoya erat-erat dalam dekapannya.
“Ada apa?” Mu Xiaoya mengangkat kepalanya dengan raut tertegun setelah dipeluk secara mendadak, namun kemudian dia mendapati kalau Bai Chuan memeluk dirinya dengan terlalu erat sehingga dia bahkan tak bisa bergerak.
“Xiaoya.” Bai Chuan menundukkan kepalanya, menguburkan wajahnya ke leher Mu Xiaoya. Suaranya teredam, seakan dirinya telah disalahi habis-habisan.
“Ada apa ah?” Mu Xiaoya bertanya lagi dengan sabar, dan pada saat bersamaan, mau tak mau dia jadi mendapatkan kesalahpahaman dalam hatinya. Kabar yang dia dapat adalah bahwa suaminya telah memukul sang kakak ah, bagaimana bisa malah tampak seperti seolah suaminyalah yang telah disalahi?
“Apa kau akan menceraikanku?” Bai Chuan bertanya, tanpa sadar menarik Mu Xiaoya ke dalam pelukannya dengan agak lebih erat lagi, seakan dia takut kalau istrinya kabur.
“Cerai?!” Kapan hal ini disebut-sebut? Wajah Mu Xiaoya kebingungan, “Kenapa aku menceraikanmu?”
“Nggak cerai?”
“Nggak cerai.”
“Kamu janji.” Bai Chuan masih cemas.
“Aku janji. Kalau kau masih cemas, maka kita akan menyobek akta nikah kita saat kita kembali. Dengan demikian, kita tak bisa pisah lagi.” Mu Xiaoya tertawa, dia harus mendeklarasikan posisinya dengan cepat, kalau tidak dirinya akan dipeluk oleh Bai Chuan hingga kehabisan napas.
“En, sobek saat kita pulang.” Ternyata masih ada metode ini. Andai dia tahu, dia akan sudah menyobeknya lebih awal.
Benar-benar ingin menyobeknya ah, Mu Xiaoya tak mampu berkata-kata, “Ada apa denganmu, kenapa kau tiba-tiba menyebut-nyebut soal bercerai?”
“Kakak yang nggak baik.” Bai Chuan mengingat-ingat kembali dan berpikir kalau Bai Zheng benar-benar mengerikan, “Dia sendiri bercerai, jadi dia berpikir kalau aku akan bercerai juga.”
“Mana mungkin ah.” Mu Xiaoya tak memercayainya. Bagaimana bisa Bai Zheng jadi orang seperti itu.
“Kalau begitu, kenapa dia tiba-tiba membiarkan kita bercerai?”
Mu Xiaoya terpana, berpikir kalau dia sudah akan memecahkan kasusnya.
“Jadi, kau memukul dia?”
“En.” Bai Chuan terdiam sejenak, kemudian mendongakkan kepalanya dan bertanya, “Bagaimana kau tahu? Apa dia mengeluh padamu?”
Bai Zheng mengeluh padaku, bagaimana itu bisa terjadi? Mu Xiaoya nyaris tertawa karena Bai Chuan. “A’Tong Mu yang memberitahuku. Dia bilang padaku kalau kau memukul Kakak.”
“En, pukul dia! Aku benci dia!” Bai Chuan masih merasa kesal sekarang.
Alasan atas pertengkaran itu akhirnya jadi jelas, tapi bagaimana bisa Bai Zheng memisahkan mereka tanpa alasan? Mu Xiaoya memikirkannya dan bertanya, “Kakak bukan orang semacam itu, apa kau sudah salah paham? Apa dia bilang sesuatu sebelumnya?”
“Aku kasih dia hadiah, dia menerimanya.” Bai Chuan merasa agak disalahi. Andai dia tahu bahwa urusannya akan jadi seperti ini, dia takkan memberi Bai Zheng hadiah. “Kemudian dia tiba-tiba tanya padaku, apa yang akan aku lakukan kalau kau meninggalkan aku.”
Jadi teryata seperti itu….
Mu Xiaoya mengerti. Dia menarik lengan Bai Chuan dan mengisyaratkan kepadanya agar duduk di sampingnya, dan kemudian menggeser secangkir kopi pada Bai Chuan sebelum menasihati, “Kakak bilang ‘kalau’, ‘kalau’ adalah hipotesa, dia tak benar-benar ingin kita bercerai.”
“Aku nggak suka hipotesa ini,” Bai Chuan mengernyit, “Aku membencinya.”
“Aku tahu kalau kau membencinya, tapi….” Menatap Bai Chuan yang luar biasa menentang, Mu Xiaoya tiba-tiba menyadari sebuah masalah: Ekspresi dan pemahaman Bai Chuan tentang perasaan sudah jauh lebih meningkat daripada sebelumnya. Jadi, ketika tiba waktunya bagi dia untuk pergi beberapa tahun kemudian, bisakah Bai Chuan benar-benar menerima kepergiannya secara logis seperti yang diharapkannya? Sedikit sedih, namun tak terlalu terluka?
Bai Zheng jelas-jelas peduli tentang poin ini, itulah sebabnya kenapa dia menguji Bai Chuan hanya setelah Mu Xiaoya memberitahu pria itu bahwa dirinya mungkin akan sakit. Namun respon Bai Chuan jelas-jelas melampaui perkiraan Bai Zheng dan dirinya.
“Xiao Chuan, aku takkan bercerai denganmu.” Mu Xiaoya mengucapkan ini dengan tegas.
“En.” Bai Chuan mengangguk gembira. Janji ini, tak peduli seberapa banyak pun dia mendengarnya, takkan pernah membuatnya bosan.
“Tapi kalau aku sakit….”
“Apa kamu sakit? Ayo kita pergi ke rumah sakit.” Bai Chuan langsung berdiri dari sofa dan menarik Mu Xiaoya.
“Nggak, kau duduklah, maksudku, hanya kalau….” Mu Xiaoya tak punya pilihan selain menenangkan Bai Chuan.
“Kenapa kalian berdua harus mengatakan ‘kalau’, aku benci ‘kalau’.” Bai Chuan membenci asumsi-asumsi ini, karena ada beberapa hal buruk di belakang ‘kalau’ itu, baik bagi Kakak maupun Xiaoya.
“Karena sepupu….” Mu Xiaoya bertanya, “Sepupu tiba-tiba meninggalkan dunia ini, Kakak Ipar (Zhao Qi) benar-benar terluka, dan aku juga terluka. Bagaimana denganmu?”
“Aku… aku nggak terluka.” Bai Chuan mengungkapkan perasaan terdalamnya dengan jujur, “Aku… aku tak terlalu mengerti emosi itu, maafkan aku.”
Bai Chuan tak bisa memahami kesedihan dan kedukaan, namun akal sehatnya memberitahunya bahwa situasi ini salah, karena merupakan hal yang sangat buruk ketika seseorang pergi dari dunia ini.
“Tak perlu minta maaf, kau sudah bagus seperti ini.” Mu Xiaoya merasa lega mendengar jawaban Bai Chuan. Bagus kalau Bai Chuan tak mengerti tentang kesedihan ah. “Kau tak perlu mengerti, benar-benar bagus kalau tak pernah memahaminya.”
Bai Chuan mengucapkan ‘en’ untuk menunjukkan bahwa dia mengerti. Dia selalu membiarkan dirinya sendiri untuk tumbuh ke arah yang Mu Xiaoya inginkan. Kalau Mu Xiaoya ingin dia mengerti, maka dia akan belajar keras. Kalau tidak, dia akan berusaha keras unutk mempertahankan kondisinya. Tuntutannya tidak banyak, tak apa-apa selama Mu Xiaoya tidak meninggalkan dirinya.
Dalam sekejap mata, akhir pekan sudah tiba lagi. Shen Qingyi, yang sudah tidak meminta mereka datang untuk makan bersama mereka selama beberapa minggu terakhir, tiba-tiba menelepon Mu Xiaoya pada suatu hari terlebih dahulu untuk datang di akhir pekan. Keduanya tak berani mengabaikannya dan pergi ke rumah Mu pagi-pagi sekali di hari Sabtu.
“Aku menyuruh kalian datang untuk makan malam, kenapa kalian kemari sepagi ini?” Shen Qingyi memutar mata kepada putrinya, “Ayahmu dan aku masih harus pergi ke sekolah sebentar lagi.”
“Ujian akhirnya belum siap?” Mu Xiaoya bertanya.
“Mana bisa semudah itu? Kami baru menyelesaikan kertas-kertas ujian, nanti kami masih harus mengatur ujiannya, mengoreksi kertas-kertas ujian dan banyak hal lainnya,” Shen Qingyi berkata.
“Tak apa-apa, kalian bersibuk-sibuklah, aku akan pergi ke sebelah bersama Bai Chuan untuk membaca beberapa buku, kemudian kami akan beli daging dan sayuran di siang hari lalu memasaknya untuk makan malam. Kalian ingatlah untuk pulang dan makan,” Mu Xiaoya mengatur semuanya.
“Kau jadi semakin dan semakin baik setelah menikah ah.” Sheng Qingyi tertawa, “Oke, kau masaklah, nanti biarlah ayahmu saja yang mencuci piring.”
“Aku yang cuci piring.” Bai Chuan langsung menyela. Bagaimana bisa ayah mertuanya mengambil alih pekerjaannya?
“Menantu yang baik, ayah mertuamu takkan mengganggumu ah,” Mu Ruozhou merasa lega saat dia melihat Bai Chuan seperti itu.
Bai Chuan berkata ‘en’ dengan gembira. Dia tak tahu apa yang telah dia lakukan, tapi dia tahu kalau ayah mertua memuji dirinya.
Reaksi Bai Chuan begitu lucu sehingga mereka tak bisa menahan diri untuk tertawa selama beberapa saat. Setelahnya, pasangan Keluarga Mu pergi untuk bekerja ke sekolah. Sesaat kemudian, Mu Xiaoya dan Bai Chuan pergi ke halaman di sebelah untuk membaca buku, membacanya hingga sekitar tengah hari. Ketika mereka menyadari kalau sekarang sudah waktunya makan siang, mereka pun memasak dua mangkuk mi sederhana. Setelahnya, keduanya pun keluar untuk membeli barang-barang demi mengisi kulkas di dapur.
Karena Bai Chuan sangat suka makan di rumah, dalam enam bulan terakhir, Mu Xiaoya telah membuat kemajuan besar dalam memasak, jadi dia pun mempersiapkan makanan yang menggiurkan untuk makan malam; untuk empat orang, enam macam masakan dan satu sup. Supnya direbus selama sesiangan untuk membuat sup ayam yang lezat dan kental, yang membuat orangtua Keluarga Mu, yang masih berada di ambang pintu, bisa mencium keharumannya dari kejauhan.
“Masih merebus sup?” Mu Ruozhou melangkah ke dalam dapur, “Yo, ternyata sup ayam, aku sudah lama tak meminumnya.”
“Kalau begitu Ayah harus minum lebih banyak sebentar lagi,” Mu Xiaoya tersenyum.
“Baiklah, aku akan pergi dan mengganti pakaianku.” Mu Ruozhou tertawa ‘hehe’, berbalik ke kamar tidur untuk mengganti pakaian. Shen Qingyi menatap ke arah meja dan mendapati kalau makanannya sudah hampir siap, jadi dia juga kembali ke kamar untuk ganti pakaian.
Mu Xiaoya dan Bai Chuan menyajikan sup ayamnya bersama-sama. Setelah meletakkan semua makanan ke atas meja makan, orangtua Keluarga Mu juga berjalan keluar setelah berganti pakaian.
Empat orang duduk di meja makan untuk bersantap, makanannya sangat lezat, mereka bicara dan tertawa bersama-sama dan atmosfernya sangat hangat dan harmonis. Setelah makanannya hampir habis, Mu Ruozhou dan istrinya saling berpandangan dan meletakkan sumpit di tangan mereka.
Mu Xiaoya langsunng menerka bahwa ada sesuatu yang ingin dibicarakan oleh orangtuanya.
“Xiaoya, ibumu dan aku memanggil kalian kemari hari ini adalah karena kami punya sesuatu yang harus dikatakan kepadamu dan Bai Chuan,” Mu Ruozhou membuka percakapan.
“Oke.” Mu Xiaoya meletakkan sumpitnya dan mendengarkan. Bai Chuan melihatnya, dan kemudian juga menghentikan pergerakannya. Belajar dari sikap istrinya, dia juga duduk tegak.
“Akhir-akhir ini, beberapa hal buruk terjadi. Sepupumu… tiba-tiba meninggal.” Menyebutkan soal Lin Han, Mu Ruozhou mau tak mau kembali mengesah, “Kehidupan manusia ah, begitu mudah berubah.”
“Yah, katakan saja apa yang ingin Ayah katakan.” Mu Xiaoya mendapati bahwa para guru suka bicara berputar-putar dan rumit, dan ayahnya juga bukan pengecualian. Sebenarnya, begitu ayahnya angkat bicara, dia sudah menerka apa yang ingin orangtuanya katakan.
“Biar aku bicara.” Shen Qingyi tahu kalau suaminya merasa tidak nyaman, jadi dia pun mengambil inisiatif untuk mendahului. “Soal penyakit sepupumu, ini adalah penyakit menurun yang baru kita ketahui keberadaannya belakangan. Kabarnya bahwa selama seseorang memiliki hubungan darah dengan Lin Han, mereka mungkin memiliki penyakit ini dalam gen mereka.”
Penyakit keturunan?!
Bai Chuan, yang telah mendengarkan dalam diam selama sesaat, tiba-tiba berdiri. Dia menatap ayah mertuanya dengan wajah ketakutan, dan kemudian bertanya dengan suara gemetar, “Penyakit keturunan apa?”
Ketika Lin Han ditemukan memiliki penyakit genetis, Bai Chuan sedang tidak berada di rumah sakit, dan Mu Xiaoya dengan sengaja tidak menyebutkannya pada Bai Chuan setelah pulang ke rumah, jadi Bai Chuan tak tahu tentang penyakit genetis itu hingga sekarang.
“Xiao Chuan tak tahu?” Shen Qingyi menatap putrinya dengan ragu.
“Aku tak bilang.” Mu Xiaoya menggelengkan kepalanya. Kemudian dia membujuk Bai Chuan untuk duduk lagi.
“Penyakit keturunan apa? Xiaoya dan sepupu juga berhubungan darah, kalau begitu apa Xiaoya juga akan mendapatkan penyakit yang sama seperti sepupu?” Selama sesaat, pola pikir logis Bai Chuan mengingatkan dirinya atas semua konsekuensi yang mungkin terjadi. Semakin dia berpikir, semakin takut dia jadinya, dan semakin takut, semakin gelisahlah dia. Rasa ketidak berdayaan yang sudah lama tak dialaminya terus-terusan membengkak dalam benaknya.
“Jangan gugup, dengarkan aku dulu.” Shen Qingyi tahu kalau Bai Chuan mencemaskan tentang Xiaoya, jadi dia buru-buru menjelaskan, “Xiaoya tak apa-apa, aku sudah menanyakan tentang hal itu pada saat ini. Mayoritas dari wanita di keluarga kami, setelah mereka tumbuh dewasa, mereka semua akan mengalami rasa pusing. Aku punya, dan Lin Han juga punya. Tapi Xiaoya tidak, jadi Xiaoya seharusnya selamat.”
Mu Xiaoya menatap ibunya, mengerjap, namun tak mengatakan apa-apa.
“Kalau begitu bagaimana dengan Ibu? Apa Ibu akan dapat serangan?” Mendengar kalau Mu Xiaoya selamat, ketidakberdayaan dan kegelisahan dalam diri Bai Chuan berkurang separuh. Sisanya adalah kepedulian tentang ibu mertuanya.
“Inilah… persisnya yang ingin kami katakan kepada kalian berdua hari ini,” Shen Qingyi berkata.
———————
Catatan Pengarang:
Bai Zheng yang terkena pukulan pulang ke rumah.
Ibu Bai ketakutan dan tertekan: “Siapa yang memukulmu?”
Ayah Bai yang baru saja pulang kerja: “Xiao Chuan. Dia sebenarnya menyuruh Xiao Chuan dan Xiaoya bercerai.”
Ibu Bai menampar: “Kau mau mati ya?!”
Bai Zheng: “….”
————
Versi Inggris bisa dibaca di: isotls.com/chapter-70-you-dont-need-to-know-what-sadness-is/