My Husband With Scholar Syndrome - Chapter 72
Keesokan paginya, mereka bangun dan kembali ke sebelah untuk menjelaskan kepada orangtua mereka kenapa mereka tiba-tiba lari ke sebelah semalam. Setelah sarapan, mereka pun pergi dengan terburu-buru. Mereka harus bergegas pulang untuk berganti pakaian, kemudian pergi ke rumah Keluarga Bai.
Tak seperti orangtuanya, yang sibuk dengan kelas perbaikan untuk para murid setiap akhir pekan dan sering tak punya waktu untuk mereka, orangtua Keluarga Bai akan mengerahkan segala macam hiburan di rumah pada setiap akhri pekan untuk melewatkan waktu bersama mereka. Bai Zheng akan hadir tepat waktu, selama dirinya tidak sedang melakukan perjalanan bisnis, dan Paman Li, si pengurus rumah, akan membuat semeja besar penuh dengan makanan lezat. Jadi, setiap kali dia pergi ke rumah Keluarga Bai, Mu Xiaoya sangat memerhatikan mereka, apalagi masalah sepupunya kali ini karena Bai Zheng telah sangat banyak membantu mereka. Bukan hanya orang ini membantu, namun suaminya juga memukul pria itu.
“Saat kita tiba di rumah orangtuamu sebentar lagi, ingatlah untuk minta maaf pada Kakak.” Di perjalanan, Mu Xiaoya memberi tahu Bai Chuan terlebih dahulu.
Bai Chuan menatap istrinya dan tak bicara, namun dia tak mengerti. Jelas-jelas, dia tak setuju dengan alasan istrinya untuk minta maaf.
“Kakak benar-benar tak ingin kau menceraikan aku, dia hanya berandai-andai.”
“Nggak boleh berandai-andai,” Bai Chuan membalas.
“Tapi bagaimanapun juga, kau tak boleh melakukannya ah. Memukul orang itu salah.” Mu Xiaoya menatap tubuh kurus suaminya dan berkata dengan sadar diri, “Dan, Kakak sengaja membiarkanmu memukul dirinya. Kalau tidak, bagaimana kau bisa mengalahkan dia dengan dia telah berolahraga selama bertahun-tahun?”
“….” Bai Chuan juga tahu kalau olahraga bukanlah poin keunggulannya dan hanya bisa mengingatkan Mu Xiaoya dengan lemah, “Aku juga lari.”
“Tapi kau tak punya delapan otot perut ah.”
Otot perut? Ini adalah kali kedua Xiaoya menyebut-nyebut soal otot perut ini di depannya. Bai Chuan mengangkat tangannya dan menyentuh perutnya.
“Apa kamu suka otot perut?” Bai Chuan bertanya.
“Tak apa-apa, kudengar otot perut enak diraba.” Mu Xiaoya tak tahu apakah dia menyukai otot perut atau tidak. Namun Fang Hui selalu bilang kalau otot perut enak diraba di depannya, khususnya saat naik ke ranjang, menyentuh…. Nggak, otak berhentilah. Hentikan, ke mana pun kau ingin pergi. Tapi… kalau Bai Chuan juga punya otot perut, dia takkan keberatan untuk mencoba perasaan yang sama seperti yang disebut-sebut oleh Fang Hui.
Setelah membelokkan mobil ke arah jalan pegunungan dan berkendara selama sepuluh menit, mereka bisa melihat vila Keluarga Bai. Mu Xiaoya tak bisa menahan diri untuk mendesak lagi, “Xiao Chuan, sejak kita menikah, Kakak kita sudah banyak membantu kita.”
“Aku tahu.” Bai Chuan mengangguk cemberut. Bai Zheng baik kepadanya. Bagaimana bisa dia tak tahu? Kalau tidak dia takkan ingat kalau Bai Zheng suka jam tangan dan secara khusus membelikan satu untuknya, “Aku sedang tak bisa mengendalikan emosiku hari itu.”
“Aku tahu kalau kau tak bermaksud begitu dan Kakak akan mengerti. Saat nanti kau pergi minta maaf, aku akan pergi bersamamu.” Setelah menghabiskan waktu sedemikian lama bersama Bai Chuan, Mu Xiaoya perlahan-lahan menemukan bahwa, meski Bai Chuan terkadang hilang kendali atas emosi-emosinya, alasan pria itu kehilangan kendali emosi secara mendasar berhubungan dengan beberapa orang dekat di sekitarnya. Bai Chuan lebih diam terhadap orang luar. Profesor Feng pernah memberitahunya bahwa pada sebagian besar waktu, seseorang dengan autisme suka menutup diri, jadi mereka hanya mengekspresikan emosi mereka pada orang yang dekat dengan mereka.
Meski ini agak tidak adil pada orang di sekitarmu, mungkin ini adalah kebaikan bagi keluargamu. Keluarga Bai sangat baik terhadap Bai Chuan. Hal itu sudah jadi luar biasa jelas bagi Mu Xiaoya dalam enam bulan terakhir ini dan dia berterima kasih kepada mereka.
“Aku akan pergi sendiri.” Bai Chuan tampaknya sudah menemukan jawabannya.
“Oke.” Selama dia setuju.
****
Di pihak lain, Li Rong juga membujuk putra pertamanya, yang masih memar, sepuluh menit sebelum keduanya tiba di vila Keluarga Bai.
“Bai Zheng, Xiao Chuan sebentar lagi akan ada di sini. Kau ingatlah mengambil inisiatif untuk minta maaf.”
Begitu kata-kata Li Rong keluar, Bai Zheng dan Bai Guoyu saling melontarkan ekspresi tak percaya pada saat bersamaan.
“Aku tahu kalau ini bukan salahmu, tapi Xiao Chuan tak mengerti ah. Saat dia mendengarnya, bagaimana dia bisa tahu kalau kau hanya berandai-andai? Dia hanya berpikir kalau kau sedang berusaha memisahkan dia dari Xiaoya.” Li Rong meminta Bai Zheng, “Kau katakanlah, ‘oke’.”
Bai Zheng menarik tatapannya dan lanjut memakai tabletnya untuk membaca laporan keuangan tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
“Kau tak perlu minta maaf, cukup ambil inisiatif untuk berdamai.” Li Rong melihat ketidakacuhan Bai Zheng, dan suaranya perlahan-lahan tersekat, “Aku tahu, kau juga telah disalahi. Kau pikir ibu pilih kasih. Kau sudah bersikap baik kepada adikmu sejak kau masih kecil. Kau membiarkan dia memiliki semuanya. Tapi….”
Wajah Bai Zheng dipenuhi oleh cibiran namun masih tak mengatakan apa-apa.
“Sudah cukup, sikap yang kau pakai ini sudah kadarluarsa sepuluh tahun yang lalu.” Bai Guoyu menatap istrinya tanpa bersuara. Putra pertamanya sudah hampir tiga puluh tahun dan pernah bercerai. Apakah Li Rong pikir Bai Zheng sedemikian mudahnya untuk ditipu seperti ketika dirinya remaja?
Bai Zheng mengulurkan tangan dan mengambil sepotong buah dari mangkuk buah. Setelah makan, dia mengubah posturnya dan lanjut membaca laporan keuangan.
“Tapi aku benar-benar berpikir demikian.” Meski ini bisa dibilang merupakan kepura-puraan, Li Rong juga dalam hati merasa bahwa dirinya bukanlah ibu yang baik. Bukan hanya dia gagal memberi Bai Chuan tubuh yang sehat, namun dia juga tak memberi Bai Zheng cinta keibuan yang setara.
“Oke, oke, aku tahu.” Bai Guoyu meletakkan majalah di tangannya dan menggenggam tangan istrinya. “Anak-anak sekarang sudah dewasa, dan Xiao Chuan sudah menikah, jadi kau tak seharusnya sekeras ini pada dirimu sendiri.”
“Aku takut akan ada celah di antara mereka kakak beradik ini,” Li Rong berkata, “Kau juga tahu karakter Xiao Chuan. Kalau dia membenci seseorang, dia takkan pernah memerhatikan orang itu seumur hidupnya.”
Bai Zheng yang tanpa ekspresi tiba-tiba mengernyit.
Pada saat ini, terdengar suara keras di luar pintu. Paman Li berlari dari luar pintu dan melapor dengan gembira, “Tuan Muda Kedua dan Nyonya Muda Kedua ada di sini.”
“Sudah di sini?” Li Rong sudah akan keluar dengan gembira, namun dia belum bergerak ketika Bai Zheng, yang duduk di sofa di dekat situ, bangkit duluan dan menghilang ke atas tangga dengan tablet di tangannya.
“….” Li Rong menatap punggung putranya dan bertanya kepada suaminya dengan keheranan, “Apa dia…?”
“Mungkin memberitahumu dengan tindakan bahwa dia masih marah dan takkan mengambil inisiatif untuk minta maaf,” Bai Guoyu membentangkan tangannya.
“Apa yang harus kulakukan?”
“Anak-anak sudah besar, jangan khawatir.”
Saat kata-kata Bai Guoyu keluar, Mu Xiaoya dan Bai Chuan berjalan masuk dari pintu. Mu Xiaoya membawa sebuah stoples besar di tangannya. Saat dia memasuki pintu, dia langsung menyerahkan stoples itu pada Paman Li: “Paman Li, ini adalah cabai yang baru dipotong-potong oleh ibuku, tolong bawa ke dapurmu.”
“Benar juga, Nyonya akhir-akhir ini bilang kalau Beliau merindukan cabai potong ibu Anda.” Paman Li pergi ke dapur dengan cabai irisnya. Dia akan menambahkannya pada masakan kepala ikan di dapur.
“Pa, Ma.” Keduanya berjalan memasuki ruang keluarga dan memberi salam pada mereka. Mu Xiaoya mengedarkan pandangan dan mendapati kalau sosok Bai Zheng tidak ada di tempat, jadi dia bertanya keheranan, “Kakak sedang tak ada di sini hari ini?”
“Bai Zheng ah….” Li Rong menatap putra keduanya dan melihat kalau Bai Chuan tak memiliki reaksi tertentu. Setelah terdiam, dia meneruskan, “Dia ada di atas, sedang mengurus suatu bisnis.”
“Kakak sibuk sekali ah. Dia masih bekerja di rumah pada akhir pekan.” Mu Xiaoya melepaskan jaketnya dan menggantungkannya pada gantungan baju di samping, kemudian menunggu Bai Chuan melepaskan jaketnya sendiri. Begitu dia mengambil jaket itu dari Bai Chuan, Mu Xiaoya memakai matanya untuk mengisyaratkan pada Bai Chuan untuk naik.
“….” Bai Chuan membeku sejenak, kemudian teringat kembali pada apa yang baru saja dia janjikan dan berjalan naik dengan patuh. Saat dia naik hingga ke lantai tiga, orangtuanya kembali pada kesadaran mereka dan bertanya pada Mu Xiaoya, “Xiao Chuan sedang….”
“Dia pergi menemui Kakak untuk minta maaf. Kali terakhir… karena beberapa kesalahpahaman, dia memukul Kakak.” Saat menjelaskan kepada orangtua Bai, Mu Xiaoya merasa agak gelisah. Alasan kenapa kedua bersaudara itu berkelahi dan berselisih adalah karena dirinya.
Begitu mendengar hal ini, orangtua Keluarga Bai hanya merasa kalau awan telah berpencar dan menampakkan rembulan sementara pohon-pohon dedalu menghasilkan bayang-bayang dan bunga-bunga memancarkan cahaya.
“Seperti yang sudah kubilang, jangan cemaskan soal itu.” Ekspresi Bai Guoyu tampak seakan dia sudah mengetahuinya sejak lama.
“Ya, ya, ya, kau sangat hebat,” Li Rong terlalu malas untuk berdebat dengan suaminya. Lagipula, selama kakak beradik itu harmonis, tak ada lagi yang bisa dia minta.
Kemudian ketiganya pun duduk di ruang kelaurga dan mendongak menatap lantai tiga, namun mereka tak bisa melihat apa pun, tapi tetap saja mereka tak bisa menahan diri untuk menatap lurus-lurus.
****
Di atas, Bai Chuan berjalan menuju kamar Bai Zheng dan mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu.
“Masuk.” Suara Bai Zheng terdengar dari arah pintu tapi tak datang untuk membuka pintunya.
Bai Chuan meragu selama sesaat dan mengangkat tangannya untuk lanjut mengetuk pintu.
“Pintunya tak dikunci.” Suara Bai Zheng terdengar agak tidak sabar.
Bai Chuan masih tak mendorong pintu dan lanjut mengetuk.
“Aku….” Bai Zheng tiba-tiba bereaksi. Hanya ada satu orang yang akan mengetuk pintu sedemikian lamanya dan tak mau masuk juga. Bai Zheng berpikir kalau hal itu mustahil, namun dia masih meletakkan tabletnya dan bangkit untuk membuka pintu.
Pintunya terbuka, dan dua bersaudara itu pun hanya terpisahkan oleh ambang pintu, tak ada seorang pun yang bersuara dan suasananya jadi luar biasa canggung. Tidak, hanya Bai Zheng yang merasa tidak nyaman, dan Bai Chuan menatap lurus pada memar pada kepala kakaknya, di samping mata.
Apakah ini disebabkan olehku? Benar, posisinya benar.
“Uhuk… ada apa?” Bai Zheng akhrinya membuka mulutnya lebih dahulu dan menatap tajam pada Bai Chuan. Dia tiba-tiba merasa kalau matanya mulai sakit lagi.
“Maafkan aku, aku tak seharusnya melakukan itu.” Wajah Bai Chuan sarat dengan rasa bersalah.
“Oh.” Bai Zheng berusaha untuk tetap tenang, namun sudut mulutnya mulai naik tanpa terkendali. Dia hanya bisa bicara lebih banyak untuk mengendalikan ekspresinya, “Apa Mu Xiaoya yang menyuruhmu datang?”
“En.”
“….” Sudut mulut Bai Zheng yang naik dengan liarnya serta merta membeku. Dia sudah tahu: Idiot cilik ini, bagaimana bisa dia datang untuk minta maaf atas keinginannya sendiri? Di matanya, hanya ada Mu Xiaoya.
“Memarmu masih ada.” Bai Chuan terus-terusan menatap memar di wajah Bai Zheng.
“Aku akan membaik dalam dua hari.” Bai Zheng menyentuh wajahnya dan berkata acuh tak acuh.
“Aku tak tahu kalau tanganku sekuat itu.”
Bai Zheng mendengar rasa bersalah dari suara adiknya. Rasa bersalah ini datang dari dasar hatinya, rasa bersalah ini tak diajari oleh Mu Xiaoya. Kesukacitaan yang baru saja tenggelam sekali lagi kembali membuncah; mulut Bai Zheng lagi-lagi mulai naik tanpa terkendali.
“Oke, aku memaafkanmu.” Karena kau sudah minta maaf secara tulus, maka aku akan bermurah hati.
“Apa kau mau aku makan bersamamu?” Bai Chuan terkejut dirinya dimaafkan.
“… Nggak!” Bai Zheng menggertakkan giginya: Ini bukanlah kali terakhir saat aku ‘mengancammu’ agar kita makan bersama; apa kau ingin mengingat hal ini seumur hidup?
“Oh.” Bai Chuan mengangguk, kemudian matanya berpindah ke pergelangan tangan Bai Zheng. “Jam tangannya, apa kau suka?”
Bai Zheng tanpa sadar ingin menyembunyikannya. Dan setelah menyembunyikannya di belakang punggungnya, dia merespon pada Bai Chuan, yang sudah melihat jam tangan itu, namun berpura-pura murah hati dengan mengeluarkannya dari belakang punggungnya: “Boleh juga.”
“Aku sudah mengunjungi seluruh mal, cuma jam ini yang punya waktu paling tepat.” Bai Chuan menekankan. “Ini lebih baik daripada merek yang kau belikan untukku.”
“….” Apa kau sedang membandingkan jam tangan seharga beberapa ribu yuan dengan jam tanganku yang seharga jutaan yuan? Memang ada sedikit kesalahan waktu pada jam itu. Si idiot yang memasang GPS-nya telah menyentuh struktur di dalamnya dan memengaruhinya. Akan tetapi, dia bertanya, “Apa kau mencari di seluruh mall?”
“En, totalnya ada 2.318 jam tangan,” Bai Chuan mengangguk.
“Oke, aku mengerti.” Ini satu-satunya dalam beberapa ribu. Bai Zheng jadi meraba jam murah di tangannya dan tiba-tiba merasa kalau jam itu lebih baik saat dipandangi, “Ayo, kita turun.”
Bai Zheng ingin keluar, namun Bai Chuan tak bergerak dari pintu.
“Apa lagi?” Bai Zheng bertanya.
“Apa kau punya otot perut?” Bai Chuan menatap perut kakaknya.
“….” Kenapa dengan ketertarikan mendadak pada otot perut ini?
“Apa aku bisa menyentuhnya?” Mata Bai Chuan tampak cerah.
“….”
————–
Catatan Pengarang:
Lama kemudian seseorang mewawancarai Bai Zheng.
Host: “Apakah Anda begitu berhasrat tentang kebugaran adalah karena istri Anda suka dengan otot perut?”
Bai Zheng: “Nggak, aku suka fitness.”
Host: “Kalau begitu, orang pertama yang menyentuh otot perutmu, apakah adalah istrimu?”
Bai Zheng: “… Bukan.” (Tampang aneh.)
Host dengan perasaan bersalah: ‘Pak Presdir Bai ini tak mungkin kembali pada orang itu setelah mereka bercerai; tampaknya dia telah mengajukan pertanyaan yang luar biasa mengerikan.’
Crab: ‘Jangan tanya mantan istri, mantan istri nggak akan sentuh.’
——————-
Versi Inggris bisa dibaca di: www.novicetranslations.com/my-husband-with-scholar-syndrome-chapter-72/