My Husband With Scholar Syndrome - Chapter 75
Saat orangtua dari kedua pihak mendapatkan kabar tersebut, mereka pun bergegas pergi ke rumah sakit. Mu Xiaoya baik-baik saja, dan sebaliknya, Bai Chuan, yang ada di sisi ranjangnya, lebih kelihatan seperti pasien.
“Ada apa?” Bai Chuan menelepon mereka mereka dan hanya bilang kalau Xiaoya dirumahsakitkan. Pria itu tak mengatakan hal lainnya, namun orangtua dari kedua belah pihak merasa luar biasa cemas.
“Pa, Ma, Kak, kalian semua ada di sini.” Meski Mu Xiaoya mengenakan baju rumah sakit, wajahnya merona dan ada senyum di wajahnya. Begitu melihatnya, mereka pun merasa lega.
“Xiaoya, ada apa denganmu? Bagaimana bisa kau tiba-tiba masuk rumah sakit?” Shen Qingyi melihat nyawa putrinya tidak terancam dan separuh dari kecemasan dalam hatinya pun menghilang.
“Aku tak apa-apa, hanya… hamil.” Saat dia berkata ‘hamil’, Mu Xiaoya tanpa sadar membelai perutnya dengan tangan.
“Apa?!” Kabar baik yang mendadak itu membuat kelima orang tersebut membeku pada saat bersamaan.
Setelah sunyi sesaat, Li Rong yang pertama merespon.
“Ha… hamil?” Dia kegirangan dan mencondongkan diri ke depan, namun posisi di samping ranjang ditempati dengan kokoh oleh putra keduanya. Dia tak bisa lewat, jadi dia hanya berdiri sedekat yang dia bisa dan menatap lurus pada perut Mu Xiaoya. “Kapan? Berapa bulan?”
“Baru tiga minggu,” Mu Xiaoya menjawab.
“Baru tiga minggu. Tidak apa-apa, anaknya akan tumbuh dengan cepat, dan kemudian segera lahir.” Kebahagiaan Li Rong menyebabkan perkataannya jadi tak beraturan.
“Kalau begitu kenapa kau tiba-tiba masuk ke rumah sakit?” Shen Qingyi juga merasa gembira, namun selain gembira, dia masih memikirkan tentang kunjungan mendadak putrinya ke rumah sakit.
“Ya, kenapa kau masuk rumah sakit? Apa kau tidak enak badan?” Li Rong juga kembali pada kesadarannya. Kalau Mu Xiaoya pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan, takkan ada perlunya sampai dirawat.
Mu Xiaoya melirik Bai Chuan dan berkata selembut yang dia bisa, “Dokter bilang aku ada sedikit ketidakseimbangan nutrisi, jadi aku mengalami reaksi besar setelah hamil.”
“Ketidakseimbangan nutrisi bisa jadi masalah besar atau kecil, kau dan Xiao Chuan harus kembali ke rumah. Aku akan suruh pihak dapur mempersiapkan makanan untuk kehamilanmu,” Li Rong menyarankan.
“Ma, tak usah. Mungkin akhir-akhir ini aku terlalu sibuk dan belum makan malam hari ini, itu sebabnya. Dokter bilang kalau kelak, aku hanya perlu memerhatikan untuk istirahat dan makan tiga kali secara teratur, aku akan baik-baik saja.” Mu Xiaoya tak menolak kembali ke rumah Keluarga Bai, tapi dia tak tahan bila harus makan makanan yang dipersiapkan untuk wanita hamil setiap hari.
“Akan lebih baik bila pulang ke rumah dan tinggal bersama kami. Kau hamil sekarang. Kami takkan merasa tenang dengan hanya Xiao Chuan saja yang mengurusmu sendirian.” Memang benar, mereka semua tahu kalau Bai Chuan tak bisa mengurus orang. Sebelum mereka pindah keluar, Mu Xiaoya-lah yang mengurus Bai Chuan. Sekarang Mu Xiaoya harus diurus oleh orang lain. Tentu saja, mereka tak bisa lagi tinggal berdua saja.
“Ya, lebih baik kalau kau pindah kembali ke rumah.” Shen Qingyi juga bergabung dengan kelompok pembujukan.
“Bu, aku tahu kalau Ibu mencemaskan aku, tapi aku tak mau pindah kembali untuk sementara ini. Di samping itu, Bai Chuan menjagaku dengan baik kok. Lihat, dia mengantarku ke rumah sakit tepat waktu.” Mendengar namanya disebut, Bai Chuan mengangkat kepalanya dengan sadar, namun masih tak bicara.
Sejak memasuki pintu, Bai Chuan tak pernah mengucapkan sepatah kata pun. Kalau ini adalah setahun yang lalu, orang-orang takkan kaget, tapi sekarang ada rona pucat pada Bai Chuan dan dia seperti dalam kondisi trance. Tampaknya dia telah mengalami rasa takut yang luar biasa dan penampilannya bukanlah kondisi yang bagus.
“Tapi….” Li Rong ingin bicara lebih banyak tapi tiba-tiba disela oleh Bai Zheng.
“Lebih baik bicarakan tentang ini nanti saja. Sudah sangat larut. Biarkan Xiaoya istirahat lebih dulu.” Bai Zheng melirik dan memberi isyarat pada ayahnya.
“Ya, ya, ya, apa yang bisa kita lakukan sekarang? Kita akan tanya pada dokter besok. Ayo kita pulang hari ini,” Bai Guoyu langsung mengerti.
Saat ini sudah pukul setengah sebelas di malam hari dan memang sudah larut. Mempertimbangkan kalau wanita hamil perlu istirahat, mereka pun memutuskan untuk pergi sementara waktu ini. Kalau ada apa-apa, mereka akan kembali besok dan mendiskusikannya lebih jauh lagi.
Setelah kedua keluarga itu pergi, Bai Chuan masih tak bicara. Tampaknya setelah dokter mengumumkan bahwa Mu Xiaya hamil, dan tidak berada dalam masalah serius, Bai Chuan jadi tak pernah bicara lagi. Dia hanya duduk diam di samping ranjang, menggenggam tangan Mu Xiaoya.
“Xiao Chuan, kemarilah.” Mu Xiaoya bergeser dan menepuk-nepuk posisi di sampingnya. Dia berada dalam bangsal untuk satu pasien dengan ranjang yang besar, jadi kedua orang itu bisa berbaring bersama.
“Aku belum mandi.” Bai Chuan menggelengkan kepalanya. Suaranya parau karena dia sudah tidak bicara dalam waktu lama.
“Kalau begitu jangan tidur, berbaringlah saja dan bicara denganku,” Mu Xiaoya membujuk.
Bai Chuan meragu, kemudian berdiri dan berbaring di samping Mu Xiaoya. Mu Xiaoya pun bersandar ke dada Bai Chuan.
“Apa aku telah menakutimu hari ini?” Saat kata-kata Mu Xiaoya terucap, detak jantung Bai Chuan tiba-tiba meningkat seperti genderang yang ditabuh dengan cepat.
“Apa kau bisa bilang sesuatu kepadaku?” Mu Xiaoya membimbing dengan sabar.
“Apa aku tak berguna?” Bai Chuan tiba-tiba bertanya, “Kamu pingsan, dan aku tak bisa melakukan apa-apa selain ketakutan. Seluruh dunia kelihatan seperti ditutupi oleh selimut raksasa. Aku ingin melepaskan diri dan mencarimu, tapi aku tak bisa melihat atau mendengar apa-apa.”
“Tapi pada akhirnya, kau mengantarku ke rumah sakit ah.”
“Itu karena kamu bangun.” Bai Chuan meraih tangan Mu Xiaoya dan membelai wajahnya. “Begitu kamu bicara, penutupnya menghilang.”
“Kalau begitu apa kau bisa menjanjikan sesuatu padaku?” Mu Xiaoya mendengar nada menyalahkan diri dalam kata-kata Bai Chuan.
“En.”
“Kalau lain kali aku pingsan lagi, jangan biarkan hal itu menutupimu, kau harus ingat… untuk dengan selamat mengantarku ke rumah sakit sehingga aku bisa bangun,” Mu Xiaoya berkata lembut.
“Oke.” Bai Chuan tak tahu apakah dia bisa melakukannya, tapi dia bersedia bekerja keras.
“Xiao Chuan, kita akan punya anak, kenapa kau belum mengatakan apakah kau senang atau tidak?” Mu Xiaoya ingin mengucapkan sesuatu yang menggembirakan untuk mengalihkan rasa bersalah Bai Chuan.
“Apa dia membuatmu pingsan?” Bai Chuan bertanya.
“Nggak,” Mu Xiaoya menjawab tanpa berpikir. Dia tak mau anaknya dibenci oleh sang ayah sebelum dilahirkan.
“Kalau begitu senang.” Bai Chuan menjawab dengan suara rendah teredam.
Mu Xiaoya tak mampu berkata-kata, jadi ini maksudnya merasa senang. Tampaknya dalam sepuluh bulan berikutnya, dia harus melatih perasaan kasih Xiao Chuan terhadap anak mereka.
Sebagai wanita yang sedang hamil, Mu Xiaoya merasa mengantuk dan dia pun tertidur beberapa saat kemudian. Namun Bai Chuan tak bisa tidur, sepasang mata hitamnya terbuka hingga cahaya pagi bersinar.
Pagi dini hari, kedua keluarga itu pun datang kembali bersama-sama. Bagaimanapun juga, Mu Xiaoya akhirnya kembali ke vila Keluarga Bai bersama dengan Bai Chuan. Ditambah lagi, hari ini adalah ulang tahun Li Rong, dan di bawah kebahagiaan ganda ini, kedua keluarga pun berkumpul dalam perjamuan ulang tahun.
“Aku mengira kalau ketika tahun pertama kematian Nenek Xiao Chuan berlalu, penikahan kedua anak ini takkan lagi tertunda. Sekarang, malah tertunda lebih jauh lagi.” Bicara soal pernikahan, Li Rong mau tak mau merasa menyesal. Keluarga Bai mereka berhutang resepsi pernikahan kepada Mu Xiaoya.
“Resepsi pernikahan itu tidak penting.” Orangtua Keluarga Mu tak terlalu peduli tentang situasinya. Di mata mereka, mereka hanya peduli soal kebahagiaan putri mereka.
“Ibu Mu, aku tak setuju denganmu. Bagaimana bisa pernikahan dianggap tidak penting? Kalau Xiaoya adalah putriku, dan mertuanya tak mau menggelar pernikahan, aku jelas takkan setuju bila mereka menikah.”
“Kau menyalahkan aku karena terlalu mudah setuju?” Shen Qingyi berkelakar.
Orangtua dari kedua belah pihak terdiam sejenak, kemudian bereaksi saat mereka tiba-tiba merasa kalau ada sesuatu yang terlewatkan. Tampaknya orangtua dari kedua belah pihak telah terbiasa antara satu sama lain dan tak bisa menahan diri untuk meledakkan tawa.
“Mari kita berhenti berdebat, orang yang bersangkutan belum bicara.” Li Rong bertanya pada Mu Xiaoya, “Xiaoya, kapan kau ingin mengadakan resepsi pernikahan?”
“Aku?” Mu Xiaoya berpikir sejenak dan berkata seraya tersenyum, “Aku lebih suka mengadakannya nanti-nanti saja.”
“Kenapa?” Semua orang kebingungan.
“Kalau aku bisa, aku ingin anakku menjadi gadis penabur bunga atau pembawa cincin.” Hanya memikirkan tentang adegan ini saja, Mu Xiaoya telah merasa kalau hidupnya lengkap.
“Mari kita lakukan nanti saja.” Li Rong berpikir kalau ide Mu Xiaoya benar-benar menakjubkan. Tetapi bila hanya satu orang anak, seorang gadis penabur bunga atau seorang pembawa cincin tidaklah cukup, jadi dia pun mengalihkan pandangannya pada putra tertuanya, dan tiba-tiba mendesak yang bersangkutan untuk menikah kembali, “Kapan kau juga akan memberiku cucu?”
“….” Ekspresi Bai Zheng jadi kaku, “Bukankah Mama sudah punya satu?”
“Anak Xiao Chuan ya anak Xiao Chuan, dan anakmu ya anakmu. Harapan ulang tahunku tahun ini ah, adalah kuharap kau bisa menemukan seseorang untuk segera dinikahi.”
Meski Mu Xiaoya tak pernah didesak untuk menikah, dia sudah pernah mendengarkan keluhan Fang Hui dan Liang Nuonuo di kehidupannya yang lampau. Isi dari keluhannya sangat serupa dengan yang Li Rong katakan, jadi dia pun tak bisa menahan diri untuk mendesah. Ibu di bagian dunia mana pun itu sama saja ah.
“Xiaoya, apa ada gadis yang sesuai yang kau kenal? Untuk dikenalkan pada kakakmu ini?”
“….” Mu Xiaoya terdiam selama sesaat. Dia tak menyangka ataupun tahu bagaimana hal ini bisa jatuh padanya.
“Apa kau kenal yang masih lajang?”
“Ya, ada….” Fang Hui dan Liang Nuonuo keduanya masih sendiri.
Bai Zheng jelas tak mengharapkan Mu Xiaoya menjawab dan langsung meliriknya.
“Tapi urusan emosional tak bisa dipaksakan.” Fang Hui sudah pernah bertemu dengan Bai Zheng. Saat Fang Hui pertama kali melihat Bai Zheng, gadis itu mengiler. Pada saat itu, Mu Xiaoya berkelakar soal apakah perlu membantu menjodohkannya. Alhasil, Fang Hui berkata, “Kakakmu itu, yang kulitnya unggul dan memiliki sosok yang bagus, tapi pembawaanya terlalu kuat untuk menikah. Kenapa kau tak tanya saja pada dia apakah dia mau punya hubungan jangka pendek?”
Gadis berandal macam itu, mana berani dia mengenalkannya pada Bai Zheng?
“Tak apa-apa, biarkan mereka bertemu lebih dulu. Orang-orang muda bisa saling mengakrabkan diri pelan-pelan.”
Entah bagaimana, tapi setelah makan malam, Mu Xiaoya tiba-tiba menerima tugas membantu mengenalkan Bai Zheng pada nona-nona lajang.
***
Bai Chuan tidak tidur semalam. Hari ini, kondisi mentalnya tidak bagus. Dirinya agak mengantuk saat makan malam. Mu Xiaoya mengira kalau begitu dia mandi, Bai Chuan akan tertidur, namun ternyata pria itu masih duduk di ranjang menunggunya.
“Kenapa kau belum tidur?” Mu Xiaoya menatap lingkaran-lingkaran gelap di bawah mata Bai Chuan dengan rasa tertekan.
“Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu,” Bai Chuan menjawab.
“Kalau begitu katakan saja.” Bai Chuan tak bisa menyembunyikan apa pun dalam hatinya. Kalau dia tak mengatakannya, dia takkan bisa tidur.
“Aku sudah memikirkan cara untuk mencegahku kambuh,” mata Bai Chuan berbinar.
“Benarkah?” Mu Xiaoya mengira kalau dirinya telah salah dengar karena ada banyak ahli medis yang tak bisa memikirkan caranya. Jadi, Bai Chuan sudah menemukan satu caranya?
“En.” Bai Chuan mengangguk kuat-kuat. “Aku memikirkannya semalam dan hari ini. Akhirnya, aku tahu kenapa aku mengalami krisis.”
Bai Chuan menatap Mu Xiaoya dan perlahan berkata, “Karena aku takut kamu akan mati.”
Dari pupil mata Bai Chuan, Mu Xiaoya melihat perubahan ekspresi yang mendadak dari dirinya. Dia ingin menghibur Bai Chuan dan bilang kalau dia takkan mati, tapi semakin dia memikirkannya, semakin tenggorokannya tersumbat dan tak ada suara yang keluar.
“Tapi sekarang, aku tak takut lagi.” Mulut Bai Chuan tersenyum dengan kelegaan, “Nenek pernah bilang kalau setelah orang mati, mereka tak bisa melihat atau mendengar apa pun. Jadi, saat aku kambuh, aku tak bisa melihat atau mendengar apa pun. Jadi, kalau kau mati, aku akan mati juga. Aku tidak takut dengan itu.”
“Xiao Chuan….” Mu Xiaoya akhirnya menemukan suaranya. Dia menggenggam tangan Bai Chuan di depan dadanya dan berkata, “Aku takkan mati, jangan pikirkan itu.”
“En, kau takkan mati, dan aku takkan mati.” Saat Bai Chuan mengatakan hal ini, ekspresinya sama persis dengan sebelumnya. Ini adalah kelegaan yang tak tertandingi, dan merupakan kegembiraan yang muncul begitu kepanikan memudar.
Jadi, kalau Mu Xiaoya mati, Xiao Chuan akan menutup dirinya lagi. Dan kalau dia tidak mati, Xiao Chuan akan menatap dirinya dan tersenyum gembira seperti yang dilakukannya saat ini?
“Bagus.” Mu Xiaoya tiba-tiba tak mau memikirkan tentang hal-hal yang begitu jauh, selama Bai Chuan gembira saat ini. Lalu untuk apakah jendela lain bisa terbuka di dunia Bai Chuan setelah tiga tahun kemudian, dia akan menyerahkannya pada anak-anak mereka dan para anggota Keluarga Bai yang lain.
————-
Versi Inggris bisa dibaca di: www.novicetranslations.com/my-husband-with-scholar-syndrome-chapter-75/