My Whole Family are Villains - Chapter 2 Part I
Keesokan harinya, ketika Su Bei tiba di kelasnya, semua orang menatapnya dengan mata aneh. Tidak gentar, dia memasuki ruang kelas dengan tenang.
“Hei, lihatlah wajah Su Bei, apakah dia dipukul Kak Mei kemarin? Sungguh kejam.”
“Eh, itu menyedihkan. Hanya dengan melihatnya membuatku sakit.”
Beberapa gadis di kelas menunjuk wajah Su Bei yang bengkak. Tidak ada rasa simpati di dalam nada suara mereka, hanya kesombongan dengan kegembiraan.”
“Bagaimana mungkin dia patut dikasihani? Dia memintanya, siapa yang menyuruhnya untuk pergi menggoda Tuan Muda Xu. Berani menyukai Tuan Muda Xu, apakah dia pantas? Apa dia tidak melihat jenis sampah seperti apa dirinya? Tidak tahu malu.”
“Ya. Seorang gadis nakal jelek yang tidak tahu malu.”
Salah satu gadis awalnya ingin mengatakan bahwa seorang gadis jelek melakukan hal yang tidak tahu malu, tapi ketika dia menatap wajah Su Bei yang tetap terlihat lebih baik daripada dirinya bahkan ketika sedang bengkak, gadis tersebut menelan kembali kata “jelek”.
Namun matanya yang menatap Su Bei penuh dengan sarkasme dan dengan sebuah tanda kecemburuan.
“Orang tua macam apa yang melahirkan anak seperti ini? Ya, apa kau tahu apa yang dilakukan sebelumnya oleh ibunya?”
“Apa yang dia lakukan?”
“Aku dengar nenekku mengatakan bahwa ibunya menjual diri.”
“Oh sial! Sungguh menjijihkan.”
“Kau lihat Su Bei seperti ini, tidakkah nanti dia juga…”
“Diam kalian semua!”
Para gadis terkejut dengan raungan Su Bei yang tiba-tiba. Setelah menoleh untuk melihat Su Bei yang marah, mereka secara tidak sadar mengambil satu langkah mundur.
Namun, seorang gadis masih dengan keras kepalanya memaksakan diri untuk menghadapi Su Xiaobao, “Kami boleh mengatakan apapun yang kami inginkan. Ini bukan urusanmu. Atau apa? Kau menganggap kata-kara kamu sebagai serangan pribadi dan ingin membuat masalah?”
“Seorang laki-laki sepertimu ingin memukul seorang gadis? Bagaimana bisa, ah?”
“Kau pikir aku tidak akan berani?” Su Xiaobao mengepalkan tangannya.
“Kau… Su Xiaobao, ku beritahu, teman-teman kelas lainnya melihat. Kau jangan macam-macam.”
Biasanya, ketika siswa lain menggosip di belakang mereka, si kembar hanya akan bertindak tuli bahkan jika mereka mendengarnya. Siapa yang akan berpikir bahwa Su Bei akan benar-benar menggerakkan tangannya.
Seluruh kelas masih bisa mengingat hari pertama semasa sekolah. Ada beberapa anak lelaki dari kelas lain yang sengaja menarik pakaian Su Bei. Ketika Su Bei berkelahi dengan anak anak itu, keganasannya membuat takut siswa lain.
“Su Xiaobao.” Pada saat ini, Su Bei menarik Su Xiaobao.
Lidah yang tak terkendali seperti ini akan selalu ada dimanapun. Dab kata-kata itu seperti suara konstruksi bangunan sebelah, tidak layak untuk didengar.
Tidak perlu berdebat dengan orang-orang ini.
Selanjutnya, ini adalah ruang kelas, dan jika dia benar-benar berkelahi dengan mereka, hanya dia dan Su Bei lah yang akan bermasalah.
“Jangan biarkan aku mendengar kata-kata itu lagi, kalau tidak, aku akan merobek mulut kalian!” Su Xiaobao memelototi gadis-gadis itu. Mereka ketakutan karenanya dan berhenti bicara.
Diskusi mengenai Su Bei di kelas sepenuhnya reda dengan ledakan Su Xiaobao yang tiba-tiba, dan siswa-siswa yang berbisik juga kembali ke kursi mereka.
Setelah melihat Su Xiaobao duduk di bangkunya, Su Bei juga kembali ke bangkunya.
– –
Sepuluh menit setelah sekolah dimulai.
Biasanya pada sekitar jam ini, Su Bei akan menyerahkan PR nya ke meja ketua kelompok dalam diam. Tapi hari ini, Zhang Sha tidak menerima PR Su Bei.
Pada saat ini, perwakilan kelas matematika mereka berjalan dengan buju tugas yang terkumpul dari kelompok lain.
“Zhang Sha, apa kau sudah mengumpulkan semua PR kelompokmu?”
“Belum, ada satu orang tersisa.” Ketua kelompok secara tak sadar merendahkan suaranya, menunjuk ke arah Su Bei.
“Kalao begitu ambil dari dia, cepat. Aku harus menyerahkan PR ini ke Zhang Tua sebelum kelas dimulai!”
“Aku tidak mau, kenapa membuatku melakukannya?”
Kedua siswa mendorong satu sam lain. Dari nada mereka, itu seakan Su Bei memiliki penyakit menular.
Pada akhirnya, ketua kelompok dan si perwakilan kelas matematika berjalan bersama ke meja Su Bei.
“Teman, apa kau belum mengumpulkan PR mu?”
“Belum.” Su Bei berkata dengan jujur. “Aku tidak mengerjakannya.”
“Aku akan mengantar buku PR ke guru. Kelas kita tidak boleh tidak mengumpulkan PR kita hanya karena kau sendiri…”
“Aku tahu, catat saja namaku.”
“Itu… baiklah, kau sendiri yang mengatakannya.”
– –
Tidak mengejutkan, saat istirahat kedua, Su Bei dipanggil ke kantor oleh wali kelas karena tidak mengumpulkan beberapa PR mata kelas.
“Su Bei, kau belum mengumpulkan PR mu untuk beberapa mata pelajaran hari ini. Ada apa?” Ketika Su Bei masuk ke kantor, wali kelas segera menginterogasinya dengan wajah keras.
Sepertinya dia tidak menyadari wajah bengkak Su Bei. Atau mungkin, dia menyadari, tapi dalam kesadaran dirinya, luka pada wajah muridnya tidak ada hubungannya dengan sekolah maupun dirinya sebagai wali kelas.
“Saya minta maaf, Pak. Kemarin saya terluka dan demam tinggi, jadi saya tidak bisa mengerjakan PR saya.” Su Bei menatap guru tersebut lurus-lurus.
“Terluka?” Dia menatao Su Bei lagi.
“Ya.” Su Bei menceritakan ulang kejadian kemarin kepadanya.
Setelah mendengarkan kata-kata Su Bei, wajahnya menggelap, tapi segera kembali normal.
“Su Bei, kau adalah seorang siswa dengan nilai bagus, kau harus fokus pada belajarmu. Bermasalah atau bahkan bertengkar dengan teman sekelasmu, ini dapat diterima. Selanjutnya, ini tidak mungkin menjadi alasan kenapa kau tidak mengerjakan PR mu.” Wali kelas mengkritik Su Bei dengan wajah keras.
Mendengarkan wali kelasnya mengurangi insiden kemarin sebagai sesuatu kontradiksi antar teman sekelas belaka, dan bahkan menggambarkan penggangguan satu sisinya sebagai pertengkaran, mata Su Bei meredup.
Dia tidak terkejut dengan sikap guru ini.
SMP tingkat daerah seperti sekolahnya mungkin peduli dengan siswanya membolos atau tidak mengerjakan PR, tapi biasanya tidak pernah repot mengurusi pertumbuhan fisik dan mental para siswa.
Namun, Su Bei tetap kecewa.
“Pak, apa anda pernah mendengar tentang kekerasan di sekolah?” Masih menundukkan kepalanya, Su Bei bertanya dengan suara yang tenang dan keras kepala.
Wali kelas : “….”
Bagaimana mungkin dia belum pernah dengar? Bulan lalu, sekolah mengirim mereka ke kota untuk mendengarkan beberapa kuliah yang topik utamanya tepatnya mengenai kekerasan di sekolah.
Hanya saja, sekolah mereka memiliki kondisinya tersendiri. Sebagai seorang guru, dia hanya perlu mengajar kelasnya dengan baik. Sedangkan untuk para siswa, dia biasanya menutup mata selama tidak ada masalah besar.
“Ini tidak seserius yang kau katakan.” Kata guru. “Masalah ini, guru akan mengkritik dan memberi pelajaran kepada Zhou Hongmei dan yang lainnya. Jangan terlalu memikirkannya.”
Perlakuan ini memang acuh tak acuh, tapi tidak ada cara lain.
Masalah siswa tidaklah mudah diurus. Orang tua mereka bekerja di luar dan tidak bisa dihubungi. Selanjutnya sebagian besar dari orang tua itu kasar dan orang-orang keras yang tidak bisa diajak beralasan.
Jika orang tua mereka dipanggil karena insiden ini, mungkin mereka akan membuat masalah di sekolah, dan pada akhirnya itu akan membuat dirinya terjerumus masalah.
Melihat Su Bei tetap menundukkan kepala dan tidak menegur, wali kelas berpikir vahwa dia telah menerima solusinya.
“Kali ini kau tidak mengumpulkan PR bisa dianggap sebagai ketidaksengajaan, jadi aku tidak akan menghukummu. Tap kau harus menyelesaikannya sebelum sekolah berahir hari ini, paham?”
“Baiklah, sekarang kembali ke kelas.”
T/N : Good evening🙋🙋