Quick Transmigration: The Prodigal Son - Chapter 44
Setelah banyak saling bertukar pujian, kesan baik Ibu Pei terhadap Jiang Zhe pun naik sampai ke awang-awang. Pada akhirnya, Ibu Pei merasa sangat enggan saat mengakhiri panggilan videonya.
Mulut Pei Yun berkedut. Mengambil kembali teleponnya, dia pun bergegas kembali ke kamarnya dan mengunci pintu.
Ibu Pei memutar matanya, “Picik sekali. Jiang Zhe berpikiran jauh lebih terbuka daripada dia.”
Ayah Pei menundukkan kepalanya dan membaca koran, tak mengekspresikan pendapat apa pun.
Jiang Zhe menikmati Tahun Baru yang meriah di rumah. Ayah dan Ibu Jiang keduanya adalah orang yang baik, dan ada beberapa orang teman serta kerabat yang datang untuk berkunjung di tahun baru. Tak peduli siapa pun itu, mereka akan memuji Jiang Zhe saat mereka melihat dirinya.
Bahkan bila muka Jiang Zhe cukup tebal, dia tak bisa mengendalikan telinganya dari memerah.
Diam-diam dia mengirimkan sebuah pesan pada Pei Yun, mengatakan pada gadis itu tentang hal ini, hanya untuk menerima ekspresi mengolok atas kesusahannya.
“Aku akan memberimu ceramah yang baik saat kita kembali ke sekolah.” Jiang Zhe meletakkan teleponnya dan menurunkan tatapan tajamnya.
Setelah tinggal di rumah selama sepuluh hari, dia pun mengambil tasnya dan kembali ke lingkungan sekolah.
Orangtua Jiang sangat enggan mengantar dia pergi, dan mempersiapkan sejumlah besar cemilan buatan sendiri untuknya.
Memakai bahasa asli dari kedua orang tua itu, tidaklah mudah bagi putra mereka untuk meninggalkan rumah. Karena mereka tak bisa banyak membantu, mereka hanya bisa berupaya untuk mempersiapkan makanan dan barang kebutuhan penting lain untuknya.
Jiang Zhe tak tahu apakah harus tertawa atau menangis, dan menerima niat baik kedua orang tua itu.
Dia hanya bisa berjalan ke sebuah sudut tersembunyi sebelum memasukkan barang-barang itu ke dalam ruang sistem.
Keretanya bergerak cepat dan Jiang Zhe pun tertidur. Saat dia membuka kembali matanya, dia sudah mencapai tujuan.
Sekolahnya masih bersih dan sunyi. Bersama dengan gerimis rintik-rintik, tempat itu tampak agak suram.
Dia berjalan lurus ke dalam. Tiba-tiba, telepon di dalam kantongnya bergetar.
[Kapan kau bisa datang bekerja?]
Pesan itu berasal dari perusahaan di kota.
Jiang Zhe menyentuh layarnya, mengetuk beberapa kali, dan mengirimkan pesan balasan.
[Segera.]
Dia masih berada pada tahun ketiga kuliah. Yang paling baik adalah berkomunikasi dengan pihak sekolah sebelum pergi keluar untuk bekerja.
Bagaimanapun juga, hal itu semestinya takkan jadi masalah besar. Lagipula, sekolah mendorong para siswa untuk melakukan kerja magang.
Tetap saja, sebelum semua itu, dia masih harus mengkonsolidasikan fondasinya.
Dalam waktu setengah hari, dia harus mengurus semuanya. Hari kedua dihabiskan persis seperti yang dia lakukan sebelum liburan, entah di perpustakaan atau di kamarnya.
Pada saat Pei Yun dan murid-murid lainnya kembali ke sekolah secara berbondong-bondong, Jiang Zhe sudah mulai jadi sibuk kembali.
Bagaimanapun, pada hari Pei Yun kembali ke sekolah, Jiang Zhe menyisihkan sedikit waktu untuk menjemput gadis itu dari stasiun. Lagipula, anak-anak gadis selalu membawa terlalu banyak barang, menjadikannya tidak nyaman untuk bergegas mencari transportasi.
Hati Pei Yun dipenuhi oleh madu, dan menjadi luar biasa reseptif pada tindakan-rindakan Jiang Zhe. Dia tak bisa menahan diri untuk secara diam-diam menjulurkan jarinya dan menggelitik telapak tangan Jiang Zhe.
Jiang Zhe memutar kepalanya untuk menatap Pei Yun dan berkata geli, “Jangan main-main.”
Pei Yun tak mendengarkannya.
Jiang Zhe tak bisa melakukan apa-apa tentang itu, dan hanya bisa menahannya. Kalau tidak, bila dia mengatakan lebih banyak lagi, Pei Yun akan marah kepadanya.
Tak peduli dari tahun keberapa para siswa itu berasal, permulaan sekolah selalu merupakan yang paling sibuk.
Pei Yun hanya bertemu dengan Jiang Zhe pada hari itu dan mengobrol sebentar. Setelahnya, mereka berdua sama-sama jadi sibuk. Pada saat semuanya telah dibereskan, Jiang Zhe pun kembali pergi ke kota.
Pei Yun merasa marah.
Tapi ini jelas merupakan hal yang bagus bagi Jiang Zhe. Baik secara emosional dan secara logis, dia tak bisa mencegahnya.
Karenanya, dia bahkan jadi lebih marah lagi.
Jiang Zhe juga sudah menerka ketidaksenangan di dalam hatinya, dan memakai beragam trik untuk membuatnya gembira. Pergi ke taman bermain, pergi berbelanja, makan cemilan di jalanan. Hati Pei Yun akhirnya merasa sedikit lebih baik.
Pada hari Jiang Zhe pergi, Pei Yun mengantarnya di stasiun, “Saat kamu tiba di kota, ingatlah untuk mengirimiku pesan.”
Jiang Zhe: “Baiklah.”
Pei Yun: “Kamu sendirian di sana, pastikan kau makan tepat waktu dan jangan membuat dirimu berkerja secara berlebihan, kau mengerti?”
Jiang Zhe mengangguk.
Pei Yun: “Itu, kau harus memikirkan tentang aku setiap hari, jangan lihat gadis-gadis cantik lainnya. Aku, aku….”
Jiang Zhe memeluknya dan mendesah, “A ‘Pei, jangan khawatir, kotanya begitu dekat dengan sekolah. Kelak aku akan berkunjung sekali setiap setengah bulan, oke?”
Jiang Zhe mundur setengah langkah, dengan lembut dan hati-hati dia membelai wajah Pei Yun.
Pei Yun nyaris tak bisa menahan air matanya.
Bagaimana bisa dia tak menyadari sebelumnya bahwa dirinya begitu enggan untuk membiarkan Jiang Zhe pergi?
Dia terisak dan mendorong Jiang Zhe tanpa memakai terlalu banyak tenaga, “Baiklah, keretanya sudah akan pergi. Kau harus segera membiarkan mereka memeriksa tiketmu.”
Jiang Zhe membelai kepalanya, menjawab lembut, “En.”
Setelah menyelesaikan kata-katanya, Jiang Zhe menarik barang bawaannya dan pergi tanpa melihat ke belakang.
Pei Yun berdiri di belakangnya dan memandangi punggungnya yang semakin menjauh, sebentuk rasa panik menyeruak di dalam hatinya.
Tanpa berpikir, dia berlari mengejar dan memeluk Jiang Zhe dari belakang.
Jiang Zhe tertegun, “A ‘Pei.”
Pei Yun menguburkan wajahnya ke punggung Jiang Zhe, suaranya teredam, “Jiang Zhe, berjanjilah padaku. Setelah kau sampai di kota, kau harus, harus tidak boleh melihat gadis-gadis lainnya. Kumohon padamu.”
Hati Jiang Zhe tergetar, dan matanya menjadi tenang dan lembut. Dirinya terlalu gegabah, tak menyadari betapa galaunya yang A ‘Pei rasakan dalam hati.
Dia tak melihat ke belakang, hanya dengan sungguh-sungguh menggenggam tangan yang memeluk pinggangnya, mendesah pelan, “Aku tahu.”
Pei Yun melepaskannya dengan malu, berkata terbata, “Pergilah cepat, aku takkan menahanmu.”
Jiang Zhe mengangkat kakinya dan lanjut berjalan. Pei Yun memandanginya tanpa bersuara.
Dia akan melihat ke belakang, dia takkan melihat ke belakang, dia akan melihat ke belakang, dia takkan melihat ke belakang.
Pei Yun memandangi saat bayangan Jiang Zhe menghilang di sekitar sudut, kekecewaan dan rasa kehilangan tampak jelas di wajahnya.
Pada akhirnya, Jiang Zhe tak berbalik untuk menatap dirinya. Tidak sekali pun.
Hidung Pei Yun jadi terasa masam, dan dia khususnya ingin menangis. Dia merasa bahwa dirinya sungguh menyedihkan. Tindakan pacarnya adalah tanda-tanda jelas dari putusnya hubungan yang akan menghampiri ah QAQ.
Dengan gelisah dia berjalan pulang, tapi bahkan sebelum dia berjalan tiga langkah, teleponnya berbunyi.
Tanpa sadar dia menyalakan teleponnya untuk melihat. Ada pesan.
Pengirimnya adalah Jiang Zhe.
Yang terlampir adalah sebuah foto dari penampilannya yang sebelumnya, saat dia sedang memandangi Jiang Zhe dengan penuh harap dan menunggu pria itu melihat ke belakang. Tak usah dikatakan lagi, tampangnya tampak bodoh.
Rasa masamnya menghilang, dan suatu kecanggungan perlahan-layan merayap ke dalam hatinya.
Bahkan ada sebaris teks di bawah fotonya: ‘Aku takut kalau aku berbalik, aku tak sanggup meninggalkanmu.’
Pei Yun: ….
Yang disebut-sebut sebagai menemukan cahaya di dalam kegelapan. Beginilah rasanya.
Pei Yun hanya berasa bahwa inilah yang ada di antara dirinya dan Jiang Zhe. Setelah gerakan itu, sekali lagi dirinya jadi dipenuhi oleh harapan akan masa depan mereka.
Jiang Zhe jelas menyukai dirinya.
Pei Yun menaruh teleponnya, merasa jauh lebih baik, bahkan pergi ke toko serba ada untuk membeli es krim.
Manis.
***
Jiang Zhe tetap bekerja di perusahaan itu selama setahun penuh. Memakai alasan bahwa dirinya belum lulus, perusahaan mencoba segala macam cara untuk mengurangi gajinya.
Hal ini membuat Jiang Zhe marah.
Menggenggam semangat ‘Pria sejati melakukan pembalasan’, bukan hanya dia mengundurkan diri dari perusahaan, tetapi dia juga telah merampas dua tulang punggung perusahaan yang paling kuat.
Jiang Zhe juga tidak memperlakukan mereka secara buruk. Dia menambah dana untuk membuat sebuah perusahaan dan memberi mereka sebagian sahamnya.
Kalau mereka bisa jadi bos, siapa yang akan bersedia bekerja untuk orang lain?
Ketiga anak muda itu pun melakukan seperti yang mereka ucapkan. Mereka mengandalkan teknologi canggih mereka serta pengalaman bisnis di banyak dunia milik Jiang Zhe.
Mereka tetap berada di kota, di mana ‘naga bersembunyi dan harimau mendekam’*, menumbuhkan sebuah perusahaan kecil tak terkenal menjadi sebuah korporasi raksasa.
(T/N: orang-orang hebat yang tak menonjol serta menyembunyikan jati dirinya)
Setelah Pei Yun lulus, dia pun mengikuti pacarnya ke lapangan pekerjaan. Mulanya, karena jurusannya tak berhubungan, dia merasa bingung selama beberapa saat. Berkat penemuan tepat waktu, bimbingan, dan ‘uhuk’, penghiburan dari Jiang Zhe; semua ini membantu Pei Yun memperoleh kepercayaan dirinya, dan berusaha lagi.
Semuanya berkembang dengan cepat. Di mata orang-orang industri, pengalaman permulaan Jiang Zhe mulus hingga sulit untuk dipercaya.
Jiang Zhe nyaris tak pernah mengambil jalan yang salah; setiap keputusannya tepat. Bahkan bila ada sedikit kesalahan, dia bisa membetulkannya dengan cepat sehingga kerugiannya bisa diabaikan.
Gaya bisnis semacam ini, bagaimana bisa dibilang mirip dengan seorang bocah kecil yang baru saja melangkah ke dalam masyarakat? Ini jelas-jelas seorang pria tua licik yang telah berjuang di dunia bisnis selama bertahun-tahun.
Meski demikian, tak peduli bagaimanapun mereka menyelidiki, mereka tak bisa menemukan celah sedikit pun.
Hal ini juga menjadi misteri terbesar di industri.
Seiring dengan perusahaan Jiang Zhe yang terus berkembang hari demi hari, dia juga mulai mempertimbangkan pernikahan.
***
Setelah bekerja lembur hingga pukul sepuluh lagi, Pei Yun dan kolega-koleganya berkemas dan bersiap-siap untuk pulang.
Tiba-tiba, lampunya padam, menenggelamkan mereka ke dalam kegelapan yang mendadak. Sebelum siapa pun bisa bereaksi dengan kaget….
Sebuah cahaya yang berkedip-kedip menghampiri mereka dari kejauhan.
Saat pihak lainnya semakin dekat, Pei Yun akhirnya bisa melihat dengan jelas siapa orang itu.
Pei Yun: “Jiang Zhe, kau….”
“Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday to Pei Yun, happy birthday to you.”
Para pegawai bernyanyi serempak. Pei Yun tak mampu berkata-kata. Dia menutupi mulutnya, matanya terpancang pada pria itu.
Jiang Zhe mendorong kereta di depannya ke samping dan berlutut dengan satu kaki. Tangannya perlahan membuka sebuah kotak merah, menampakkan cincin yang berkilauan di dalamnya.
Jiang Zhe: “A ‘Pei, hari ini adalah ulang tahunmu yang kedua puluh empat. Aku berharap untuk merayakannya bersamamu setiap tahun di masa mendatang. Maukah kau memberiku kesempatan ini?”
Air mata Pei Yun menutupi wajahnya dan dia nyaris tak bisa melihat pemandangan di depan matanya dengan jelas. Dia takut kalau-kalau semua ini ternyata adalah bagian dari sebuah mimpi indah, yang mana akan menghilang saat dia terbangun.
Namun, melihat pada tatapan tulus dari pria di hadapannya, dia jadi tak bisa menolak. Dia mengangguk kuat-kuat. Perasaan sebentuk cincin menyelusup ke jari manis tangan kirinya terasa begitu nyata.
Dia tak bisa menahan emosi-emosinya dan berbisik, “Apakah ini mimpi?”
Jiang Zhe mendekatinya dan menciumnya, berbisik, “Jangan takut, percayalah kepadaku. Entah di dalam mimpi ataupun di kenyataan, aku akan selalu bersamamu.”