Quick Transmigration: The Prodigal Son - Chapter 45
- Home
- Quick Transmigration: The Prodigal Son
- Chapter 45 - Anjing Gila yang Menjadi Setia [1]
“Kau hanya istri yang kubeli dengan uang. Kualifikasi apa yang kau punya untuk mengaturku?”
“Jangan lupa, siapa orang yang membantu keluargamu membayar hutang ayahmu kepada lintah darat.”
“Kau memakan makananku, memakai barang-barangku, menghabiskan uangku, hak apa yang kau punya untuk mendidikku?”
“Apa kau percaya kalau aku bisa menendangmu keuar dari rumah kapanpun kau membuatku marah?”
“….”
Ingatan selesai. Jiang Zhe membuka matanya, keputusasaan dan kekalutan tampak di mata tersebut.
Jiang Zhe: “Sistem.”
Sistem: “En?”
Jiang Zhe: “Kau benar-beanr tak mempermainkanku secara sengaja?”
Suara kecil sistem begitu murni, dengan secercah kepolosan naïf, “Tidak. Inang, kau berpikir terlalu berlebihan~~~”
Jiang Zhe: Oke, dia mengerti sekarang.
Diakali melawan orang sehebat itu, takutnya dia tak bisa menahan diri dengan cukup baik.
Bila jiwa asli dari dunia yang sebelumnya brengsek secara diam-diam, maka jiwa asli dari dunia yang ini brengsek secara terbuka dan di depan umum.
Keluarga Jiang bisa dibilang telah mengenal Keluarga Mo sejak lama. Pada mulanya, mereka sama-sama pekerja. Belakangan, mereka kehilangan pekerjaan stabil mereka.
Tuan Jiang berupaya mati-matian untuk pergi berlaut demi berbisnis. Dia memanfaatkan kesempatan dari reformasi, menunggang angin untuk menjadi sukses gila-gilaan, menjadi pria terkaya di Kota Long dalam sekejap.
Tuan Mo lebih berhati-hato, meneruskan langkahnya yang semula. Belakangan, dia mendapati bahwa temannya yang dulu telah menjadi sukses dan benaknya terganggu. Memakai alkohol untuk berurusan dengan frustrasinya, dia bertemu dengan sekelompok teman tidak jelas dan terjerumus ke dalam dunia perjufian tanpa melihat ke belakang.
Masuk akal untuk dikatakan bahwa tak ada hubungan antara keduanya. Bagaimanapun, sementara Tuan Jiang sukses, putranya tidak. Putranya itu tak punya kemampuan apapun, tetapi telah mempelajari banyak kebiasaan buruk. Mereka juga merupakan kelaurga orang kaya baru. Wanita manapun yang punya sedikit mata awas, karakter, pengetahuan, dan penampilan bagus, semuanya akan memandang rendah putranya itu.
Di sisi lain, Tuan Mo adalah pohon busuk yang menghasilkan buah yang bagus. Tuan Mo tak kompeten, Nyonya Mo lemah dan tak berdaya. Namun, putri mereka, Mo Ling, pemberani, kuat, dan baik hati.
Bisa dibilang bahwa tanpa Mo Ling, Keluarga Mo pasti sudah runtuh sejak lama.
Tuan Mo berhutang pada lintah darat, dan Keluarga Mo telah meminjam dari semua orang yang bisa mereka mintai pinjaman. Pada akhirnya, Mo Ling tak punya pilihan selain menemukan Tuan Jiang, menjelaskan alasannya datang, dan menulis sebuah surat pernyataan hutang. Meski sikapnya tulus dan penuh hormat, sikap tersebut bukan yang merendahkan dirinya sendiri karena keadaannya.
Tuan Jiang sangat menghargai gadis itu. Ditambah lagi, pria itu pernah menggendong Mo Ling saat gadis itu masih kecil. Kelarga Jiang dan Mo sebenarnya bisa dibilang sudah saling mengenal dengan menyeluruh.
Lalu soal kecanduan berjudi Tuan Mo, faktanya, bukannya mustahil untuk disembuhkan, namun Keluarga Mo tak sanggup melakukannya. Tuan Jiang lebih baik memanfaatkannya saja.
Begitu dia mendapatkan ide tersebut, Tuan Jiang tak bisa duduk diam. Secara pribadi dia mengirim orang untuk menyelidiki Mo Ling, dan kabar yang kembali membuatnya lebih puas lagi.
Pada akhirnya, dia meminta orang untuk menjemput Mo Ling dan mengeluarkan persyaratannya, secara langsung menunjukkan penawarannya.
Keluarga Jiang membantu Keluarga Mo membayar hutang yang dimiliki Tuan Mo, dan membeli sebuah rumah serta uang satu juta sebagai mas kawin. Pada saat bersamaan, sebagai persyaratan tambahan, Tuan Jiang keluar untuk membantu Tuan Mo menghentikan kecanduan berjudinya secara sepenuhnya. Tidak penting bagaimana dia melakukannya selama hasilnya bagus.
Yang harus Mo Ling lakukan adalah menikahi jiwa yang asli dan melahirkan anak-anak untuk Keluarga Jiang. Akan lebih baik bila mereka bisa akur, tapi bila tidak, Mo Ling harus tinggal di Keluarga Jiang selama setidaknya sepuluh tahun.
Persyaratan ini tak bisa dianggap kejam, tetapi juga bukan hal yang bagus.
Mo Ling berjuang ssendiri dan lulus dari universitas terkemuka. Bisa dibilang bahwa tanpa Tuan Mo yang memberati dirinya, dia pasti memiliki masa depan yang menjanjikan.
Alih-alih, demi pertolongan dari keluarga jiwa yang asli, dia menikahi seorang playboy kaya.
Faktanya, mereka berdua masih memiliki periode bulan madu setelah menikah, tetapi jiwa yang asli sudah terbiasa bermain-main. Mo Ling tergerak olehnya pada saat itu, dan tentu saja tak setuju dengan tingkah pria itu yang keluar untuk minum-minum dan bermain.
Sebagai orang yang memiliki otoritas mutlak di antara keduanya, jiwa yang asli luar biasa arogan, dan dengan santainya mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan.
Lalu, Jiang Zhe datang.
Jiang Zhe: “….”
Tak pernah ada semangkuk makanan yang begitu jauh darinya sebelum ini = =
Sekarang sudah dua tahun setelah mereka menikah. Pasangan muda itu hanya merasakan kemanisan dalam setengah tahun pertama eprnikahan mereka. Hari-hari setelahnya dipenuhi dengan pertengkaran-pertengkaran kecil setiap tiga hari dan perselisihan besar setiap lima hari.
Jiwa yang asli memiliki emosi besar, selalu memenangkan argumen pada akhirnya. Konsekuensinya, kapanpun Mo Ling melihatnya sekarang, wanita itu mengabaikan dirinya sepenuhnya, tak mendengarkan maupun bertanya.
Bagaimanapun, jiwa yang asli sekali lagi melakukan kesalahan lebih besar. Dia merasa aneh dalam hatinya saat Mo Ling mengabaikannya, jadi dia akan memprovokasinya. Perilakunya kadang dingin kadang panas, membuat Jiang Zhe tak tahu harus bagaimana.
Keduanya masih belum punya anak, dan Tuan serta Nyonya Jiang selalu terburu-buru, seringkali mendesak Mo Ling.
Mo Ling hanya bisa menelan kepahitannya. Satu-satunya kenyamanan mungkin adalah bahwa Tuan Mo akhirnya berhenti berjudi. Meski orangnya sendiri menguarkan hawa ‘kesedihan’, ibu dan putri Keluarga Mo amat sangat berterima kasih, berdoa kepada Buddha.
Jiang Zhe menatap ruangan yang kosong dan menyalakan ponselnya untuk memeriksa hari. Sekarang Minggu, Mo Ling seharusnya sedang kembali ke rumah Keluarga Mo.
Aih, tak tahu harus bagaimana nantinya.
Jiwa yang asli telah menutup semua jalannya. = =
Sekarang, bahkan bila dia memperlakukan Mo Ling dengan baik, Mo Ling hanya akan semakin waspada kepada dirinya.
Patah hati luar biasa.
Akan lebih baik bila Mo Ling bukanlah orang yang sedang dia cari. Kalau Mo Ling adalah orangnya, maka konsekuensinya akan jadi tak terbayangkan.
Dia berbaring di sofa, seluruh dirinya merupakan perwujudan dari ‘depresi’.
Mendadak, ada pergerakan di ambang pintu. Kelopak mata Jiang Zhe bergerak, tetapi dia tak bisa menaikkan semangatnya.
Mo Ling meletakkan tasnya, berjaan masuk dan melihat pria di atas sofa.
Mata pria itu tertutup, sebuah bayangan terbentuk di bawah bulu matanya, membaut orang tak bisa melihat matanya.
Memberi orang kesan melankolis.
Namun, Mo Ling tak punya ekspresi yang tidak biasanya. Dia terbiasa dengan perilaku Jiang Zhe yang kadang-kadang aneh.
Pelayan menghampiri dan bertanya kepadanya apa yang ingin dia minum. Dia menggelengkan kepalanya. Berbalik, dia menaiki tangga. Namun, saat dia melewati Jiang Zhe, tanpa diduga dia berhenti dan membuka mulutnya, “Ibu menanyakan padaku tentangmu hari ini, kalau kau punya waktu.” Dia sudah memikirkan hal itu, tetapi masih tak mengatakan separuh kalimat sisanya.
Setelah kembali ke rumah hari ini, ibunya menanyakan padanya tentang hubungan mereka. Mo Ling tak bisa menghindarinya, hanya secara sekilas mengatakan kepada wanita itu tentang hal tersebut. Bagkan demikian, dirinya masih direcoki oleh ibunya, menyuruhnya untuk bersikap hangat dan pengertian, bahwa Keluarga Jiang adalah penolong besar mereka, tak boleh menjadi serigala yang tak tahu terima kasih, dan sebagainya.
Mo Ling tak bisa jadi lebih kesal lagi dan menemukan alasan untuk kabur.
Melewati Jiang Zhe, mulanya dia ingin mengabaikan pria itu seperti biasanya. Hanya saja kata-kata ibunya masih muncul dalam benaknya.
“Para pria semuanya menginginkan muka. Kau tak bisa selalu melawan dia, kau hanya perlu mengikuti dia.”
Mo Ling mendengus atas hal itu. Ibunya terlalu menuruti pada ayahnya, itulah sebabnya keluarga mereka berakhir jadi kacau-balau seperti sekarang.
Tak tahu apa yang terjadi pada dirinya hari ini, begitu dia melihat Jiang Zhe untuk kali kedua, kata-kata itu sudah keluar dari mulutnya tanpa melewati otaknya.
Mo Ling mengerutkan bibirnya, sudah mengantisipasi bagaimana Jiang Zhe akan mengolok-olok dirinya.
Tak diragukan lagi olokan itu adalah tentang bagaimana dirinya berusaha menjangkau lebih daripada kemampuannya, seperti seekor katak yang ingin makan daging angsa, berkhayal tiap hari. Setelah itu, Jiang Zhe akan merendahkan dan bicara buruk tentang keluarganya.
Dia sudah terbiasa dengan hal itu.
Bagaimanapun, kali ini, dia sudah menunggu lama, tetapi tak menerima olok-olokan dingin yang dinantikannya.
Mo Ling terkejut dan menunduk menatap pria itu, mata mereka bertemu. Tanpa diduga dia mendapai bahwa di mata pria itu ada sedikit, uhuk, emosi yang rumit.
Ini benar-benar aneh.
Karena Jiang Zhe tak mau peduli terhadap dirinya, dia juga tak perlu buru-buru menanggapi kelakuan orang itu. Memutar kepala, dia pun menuju ke atas.
Setelah Mo Ling pergi, tanpa daya Jiang Zhe menutupi wajahnya dengan tangan, hatinya sekarat oleh kesedihan.
Meski dia telah menerkanya sejak awal, tetapi pada saat hal itu dipastikan, dia masih mendengar sesuatu yang patah di dalam.
Sepasang mata itu terlalu mirip.
Sistem, kau sungguh terlalu kejam!!
Karena set sifatnya adalah playboy kaya, dia juga tak perlu bersikap sepatutnya. Melepas sepatunya, dia berbalik dan tidur di sofa.
Dia terdiam.
Tapi.
Sepuluh menit kemudian, Jiang Zhe menyerah dan bangkit, pergi mandi ke kamar mandi. OCD-nya atau apalah, rasanya sungguh membuat frustrasi.
Dia mandi dengan cepat, mengenakan jubah mandi, dan pergi ke kamar untuk tidur.
Masalah apapun bisa menunggu sampai dia bangun.
Malamnya, Nyonya Jiang mengetuk pintu. Jiang Zhe bangkit dengan mengantuk dan mengganti pakaian dengan satu set baju santai yang sesuai.
Dia mengukuti kebiasaan jiwa yang asli, menggulung lengan bajunya hingga pertengahan lengannya, dan sedikit membuka kerah bajunya, menampakkan kulitnya yang sewarna gandum.
Matanya dlam dan kuat, hidungnya tinggi, bibirnya seksi. Berpakaian dalam gaya yang tak terkekang, tubuhnya menguarkan suatu hawa arogan dan liar.
Jiang Zhe: …..
Orang lain tak merasa itu aneh, tetapi Jiang Zhe sendiri sebenarnya mendapati bahwa hal itu cukup tidak nyaman.
Keluarga Jiang tak punya aturan tentang bicara sambil makan. Di meja makan, Tuan Jiang menegur putranya seperti biasa. “Memintamu untuk mencari pekerjaan yang benar, tapi kau tak mendengarkan. Setiap hari, kau hanya tahu cara untuk makan, minum, dan bersenang-senang. Suatu hari nanti saat ayah sudah mati, apa yang akan kau lakukan?”
Bila ini adalah jiwa yang asli, dia mungkin sudha akan membantah dengan satu kalimat: Bila ada anggur hari ini, maka aku akan mabuk hari ini. Biarkan kecemasan besok untuk besok saja.
Kemudian Tuan Jiang akan amat sangat marah, mengayunkan tangan untuk memukul dirinya, Nyonya Jiang akan berusaha menghalangi suaminya supaya tak melakukan hal itu dan Jiang Zhe akan menghindar, satu lagi malam yang kacau.
Bagaimanapun juga, sekarang karena isinya telah berubah, Jiang Zhe hanya tak mampu mengucapkan kata-kata semacam itu. Dia hanya menundukkan kepalanya untuk makan dan menurunkan hawa keberadaannya.