Quick Transmigration: The Prodigal Son - Chapter 49
- Home
- Quick Transmigration: The Prodigal Son
- Chapter 49 - Anjing Gila yang Menjadi Setia [5]
Seluruh gedung Grup Jiang sarat dengan fasilitas berteknologi tinggi.
CEO muda Jiang dan Direktur Jiang keduanya memiliki lift khusus mereka sendiri. Mengangkat tangan, mereka menekan tombol menuju lantai di tengah gedung.
Direktur Jiang adalah orang yang telah melewati kesusahan hidup, karenanya kantor mereka tidak berpemandangan indah ataupun trendi sama sekali.
Sebaliknya, ruang kantor itu mengikuti tradisi tahun 19xx-an dari abad sebelumnya. Kantornya penuh dengan suasana veteran, tidak mencari kendahan ataupun kemegahan, hanya mencari satu hal, yaitu kenyamanan kerja sementara masih memiliki rute pelarian bila terjadi apa-apa.
Setiap kali seorang klien besar datang ke Grup untuk mendiskusikan bisnis, mereka selalu akan mengkritik diam-diam kantor itu dalam hati mereka. Seiring berjalannya waktu, ‘kepelitan’ Direktur Jiang menjadi pengetahuan umum.
Bagaimanapun, Jiang Zhe beradaptasi dengan baik. Mungkin itu karena dia juga lebih memilih gaya yang lebih sederhana.
Dengan suara ‘ding’, mereka pun tiba. CEO muda Jiang berjalan keluar dari lift. Seorang pria dan wanita memegang dokumen dan berdiri di pintu. melihat dirinya, mereka terperanjat, “Apa kabar, CEO Muda Jiang.”
Pemenadangan ini sepenuhnya direkam oleh kamera dan dikirim kembali ke Keluarga Jiang.
Tuan dan Nyonya Jiang duduk bersama dan menonton aura kompeten dan cerdas putra mereka, luar biasa puas.
Tuan Jiang: “Orang boleh kalah kepada orang lain, tetapi tak boleh kalah kepada diri sendiri. Aura mengesankan Zha’er sudah jauh melewati teman-temannya dalam kepulan debu. Lumayan, lumayan.”
Ada senyum di mulut Nyonya Jiang, “Tentu saja. Aku sudah bilang padamu sebelumnya kalau putra kita itu berbakat. Hanya saja dia tak mengikuti jalan yang benar. Lihatlah apa yang terjadi, dia tumbuh dalam semalam, menjadi dewasa. Sebagai ibunya, aku juga bisa merasa tenang.”
Tuan Jiang sangat setuju.
Grup Jiang.
“CEO Muda Jiang, ini adalah dokumen-dokumen yang secara khusus Direktur Jiang instruksikan untuk Anda pehatikan.”
“CEO Muda Jiang, Direktur Jiang menginstruksikan keapda Ana bahwa Anda memiliki rapat penting pada pukul 11 pagi ini, saya akan mengingatkan Anda pada pukul 10.45.”
“CEO Muda Jiang….”
Terhadap kemampuan beradaptasi CEO Muda Jiang, kedua sekretaris itu merasa agak terkejut.
Sudah barang tentu, semakin tua jahenya, semakin pedas rasanya. Saat Direktur Jiang mengumumkan bahwa CEO Muda Jiang akan datang ke perusahaan, banyak orang yang diam-diam mengolok-olok DIrektur Jiang karena sudah linglung. Sekarang sepertinya Direktur Jiang jelas telah mempertimbangkan semunya, melatih putranya dengan baik sebelum memasukkannya ke dalam perusahaan.
Entah ada berapa banyak orang yang ingin melihat dia membuat kebodohan sendiri telah menerima tamparan di wajah hingga bengkak, hehe.
Kedua sekretaris itu melaporkan pekerjaan mereka dan pergi dengan cepat. Pintu yang berat itu menutup pelan dan ruangan pun menjadi sunyi kembali.
Jiang Zhe duduk di kursi kantor, dengan ahli menyalakan komputer, dan membaca singkat informasinya.
Pada pukul 10.45 siang, si sekretaris pria masuk untuk mengingatkan dirinya. Jiang Zhe beres-beres dan mengangkat kakinya, berjalan ke ruang rapat.
Sepanjang hari, Jiang Zhe sibuk seperti gasing. Pada malam hari, saat para pegawai sudah pulang, CEO Muda Jiang masih harus bekerja lembur.
Dia menatap pada informasi yang memadati layar komputer, dan tiba-tiba mengira kalau dia telah kembali ke dunia aslinya. Saat pertama kali dia memasuki perusahaan, raanya juga sama. Dia bekerja lembut setiap hari, berusaha menyelesaikan pekerjaannya yang tanpa akhir.
Terkadang dia berpikir, bekerja begitu keras, menjadi begitu sibuk, sebenarnya untuk apa dia melakukannya?
Jiang Zhe memijit daerah di antara matanya dan menyandar pada kursinya.
Lama kemudian, dibukanya mulut dan mendesah pelan, semua ini untuk hidup.
Yang lainnya hanya melihat permukaannya yang megah, tetapi tak melihat jumlah upaya uang telah dia letakkan di balik layar.
Jiang Zhe menggelengkan kepalanya, mengirim pesan kepada orangtuanya di rumah dan juga Mo Ling.
Di malam hari, akhirnya dia mengambil kunci mobilnya dan pulang ke rumah dengan lelah.
Rumahnya gelap. Yang lain mungkin sudah tidur. Jiang Zhe melangkah pelan dan mandi dengan cepat sebelum memanjat perlahan ke atas ranjang.
“Wu,” Mo Ling mengerang. Menggosok matanya, dia menyalakan lampu di pinggir ranjang dan separuh duduk di atas ranjang.
Jiang Zhe terdiam dan berbisik, “Maaf, Xiao Ling, aku membangunkanmu.”
Mo Ling menggelengkan kepalanya, “Kau juga lelah, cepatlah tidur.”
Jiang Zhe melepaskan sepatunya dan naik ke ranjang. Mo Ling kembali tidur. Jiang Zhe menyalakan lampu, menempatkan satu tangan ke pinggang Mo Ling seperti setengah memeluk, dan segera tertidur.
Keesokan harinya, dia bangun pagi-pagi lagi. Berjalan terhuyung, dia mandi dan berpakaian, memakan sesuatu sekenanya sebelum menyetir ke perusahaan.
Kedua sekretaris yang telah mengikuti Tuan Jiang dalam waktu lama itu sungguh merasa yakin. Sepertinya rumor-rumor itu salah. CEO Muda Jiang adalah seorang pekerja keras., tapi malah disebut sebagai playboy kaya oleh yang lainnya. Kalau begitu mereka itu apa? Sampah?
Bagaimanapun, sepotong kecil berita menyebar dengan cepat, berkata bahwa CEO Muda Jiang mengalami kecelakaan dan nyaris kehilangan nyawanya. Hal ini pada akhirnya memaksa dia untuk mengubah dirinya sendiri, membalik lembaran baru dan menjadi orang baik, uhuk, mengubah perilaku bejatnya.
Tak peduli bagaimanapun yang lain memandang dirinya, Jiang Zhe pergi bekerja setiap hari dan sering lembur. Setelah mengenal proses dalam perusahaan, akhirnya dia bisa pulang kerja tepat waktu.
Tuan Jiang mendengaran laporan dari ajudannya, cengirannya melebar dari kuping ke kuping.
Nyonya Jiang memotretnya, “Apa yang kau lakukan, tersenyum dengan sangat, uhuk, menyeramkan.”
Tuan Jiang tidak senang, “Apa yang kau bicarakan. Bagaimana bisa aku menyeramkan?”
Nyonya Jiang diam-diam memutar matanya.
Tuan Jiang berpura-pura tak melihatnya, berkata riang, “Zhe’er akhirnya bisa menghadapi semuanya secara mandiri. Tulang-tulang tuaku juga bisa istirahat sekarang.”
Nyonya Jiang berkata tidak senang, “Bukannya kau hanya berusaha menekan putramu?”
Tuan Jiang: “Kau tak mengerti hal ini. Ada perkataaan bahwa orang yang mampu melakukan lebih banyak pekerjaan. Aku hanya memberikan putra kita ruang untuk meluaskan pandangannya. Benar, bukankah kau selalu ingin berjalan-jalan ke luar negeri? Sekarang karena Zhe’er bisa mengurus perusahaan, karena sekarang kita bebas, kenapa aku tak membeli tiket pesawat dan kita pergi ke luar negeri untuk jalan-jalan?”
“Ini….” Nyonya Jiang tergerak, tapi dia masih sedikit ragu, “Meski Zhe’er sekarang sudah belajar, tapi tanpa bimbinganmu, aku khawatir –“
Tuan Jiang: “Apa yang kau khawatirkan, perusahaan masih punya sekelompok orang tua itu, takkan ada yang terjadi.”
Mulut Nyonya Jiang berkedut, tapi pada akhirnya dia setuju.
Di sisi ini, orangtua Jiang tak mengeluarkan upaya untuk ‘menentang putra mereka’. Di sisi lain, Orangtua Mo memberikan kejutan besar kepada putri mereka.
Mo Ling menatap gambar di ponselnya dan hanya tak mampu memeracayainya.
Segera, ponsel itu berdering dan dia menekan tombol jawab.
Tuan Mo: “Xiao Ling, apa kau senang, apa kau kaget, hahahahahaha.”
“Ibumu dan aku sekarang kurang lebih jadi bos hahahahaha.”
“Ini semua berkat menantu. Kalau dia tak membantu kami mensponsori sejumlah modal, ayah masih akan mengaggur di rumah tanpa melakukan apa-apa. Bagaimana ayah bisa jadi seperti sekarang, sangat aktif setiap hari?”
Mo Ling masih belum bicara saat ayahnya membombardirnya dengan kata-kata.
Mo Ling: “….”
Mo Ling: “Lupakan saja, selama Ayah senang.”
Tuan Mo tertawa lantang, ‘Tentu saja ayah senang. Ibumu juga senang. Dia tertawa setiap hari sambil menghitung uang. Ibumu adalah orang semacam itu, dengan rambut panjang tapi pandangan pendek, dengan gembira menghitung sedikit uang.”
“Kalau kau punya kemampuan, maka jangan menghitungnya.” Suara tidak puas Nyonya Mo terdengar lewat telepon.
Ponselnya seperti telah diambil. Sesaat kemudian, Mo Ling mendengar Tuan Mo berkata, “Sayangnya, ibumu jadi lebih galak, tidak selembut sebelumnya.”
Mo Ling mendengarkan ‘keluhan’ ayahnya. Untuk pertama kalinya, dia tak merasa bahwa cerita panjang lebar dari keluarganya menyebalkan.
Lebih dari sepuluh menit berlalu, dan Tuan Mo menyimpulkan, berkata, “Baiklah. Kalian berdua pasangan muda nikmatilah hari-harimu bersama. Ibumu dan ayah baik-baik saja, kau tak perlu mencemaskan kami, dadah.”
“Beep beep – “ Sambungannya diputus. Mo Ling menundukkan matanya, menyembunyikan senyuman di sana.
Sebelum pergi tidur di malam hari, Mo Ling tiba-tiba memeluk suaminya dari belakang, berkata lembut, “Soal Ayah dan Ibu, terima kasih.”
Jiang Zhe terdiam sesaat, dan kemudian menepuk-nepuk kepalanya, ‘Bukan apa-apa, selama keluarga kita bahagia.”
Sebelumnya, Jiang Zhe telah menyuruh orang untuk membeli sepetak ahan dan menyemangati Tuan dan Nyonya Mo untuk bercook tanam. Mulanya dia hanya ingin mencari sesuatu untuk dikerjakan kedua orang itu, dan bila mereka menemui masalah, mereka bisa meneleponnyaa dan dia akan membantu sebisanya. Dia tak menyangka kalau Tuan dan Nyonya Mo akan sangat bersemangat, dan benar-benar melakukan kerja bercocok tanam itu. Dengan semacam keteraturan itu, setidaknya saat mereka sibuk bekerja, keduanya takkan punya ruang untuk memikirkan hal yang tidak-tidak.
Jiang Zhe beranggapan, kali ini dia telah bekerja dengan sanagt baik. Bila dia mengundang Mo Ling untuk bermain di luar, Mo Ling mungkin takkan menolaknya.
Sayangnya, bahkan sebelum dia sempat membuka mulutnya untuk bertanya, keesokan harinya di meja makan, Tuan Jiang mendahului dan mengumumkan bahwa dia akan pergi menemani Nyonya Jiang untuk pergi ke luar negeri.
Jiang Zhe: “….”
Rasanya dia butuh sebotol pil sakit hati yang cara kerjanya cepat sekarang = =
Jiang Zhe berpamitan pada orangtuanya dengan wajah kaku dan pulang ke rumah.
Dia melihat Mo Ling duduk di sofa sambil menonton film. Para pelayan berkeliaran di rumah untuk bersih-bersih, dan dia jadi punya ide.
Siapa yang bilang kalau dunia hanya milik berdua hanya bisa dilakukan di luar?
Jiang Zhe melambaikan tangannya, memberi cuti seminggu kepada para pelayan. Di pagi hari, dia menangani urusan perusahaan dengan cepat, lalu siangnya dia bergegas kembali ke rumah. Seorang diri, dia menata ruangan, anggur merah, lilin, steak, dan sebagainya.
Saat Mo Ling pulang, rumahnya gelap. Saat dia akan menyalakan lampu, seseorang menghentikannya.
“Jangan bergerak.” Dalam lingkungan yang remang-remang itu, suara pria yang sengaja dibuat rendah terdengr, langsung menciptakan atmosfer ambigu.
‘Shua’, lilin di atas meja persegi menyala, dan api jingga kekuningan sedikit berkeredap. Jiang Zhe berjalan ke arahnya selangkah demi selangkah, dengan punggungnya menghadap cahaya lilin.
Jiang Zhe: “Kau sudah bekerja keras hari ini, beristirahatlah.” Dia membimbing Mo Qing ke meja persegi, menarik kursi, dan membiarkan wanita itu duduk.
Berbalik dan menyalakan fonograf, musik pun terdengar mendayu-dayu di udara. Selama sesaat, Mo Ling mengira dirinya telah kembali ke masa lalu.
Jiang Zhe, “Cobalah hasil masakanku.”
Steaknya dimasak dengan tepat – lembut, juicy dan wangi. Mo Ling memakan beberapa suap, mengangkat gelas anggurnya, dan menyesap. Bagaimanapun, dia mendengar sebuah suara yang aneh.
Menempatkan gelasnya di bawah cahaya, dia melihat lebih dekat. Ternyata di dalamnya ada sebuah cincin asli.
Jiang Zhe telah mendekatnya beberapa saat yang lalu, “Aku terus berpikir kalau karena kita sedang memulai semuanya kembali, maka lamaran pernikahan ini tak boleh dilewatkan.”
“Xiao Ling, apa kau bersedia menghabiskan seluruh masa hidupmu bersamaku?”
Mo Ling menatap Jiang Zhe, matanya sedikit bergetar dan air matanya jatuh.
Dia berkata, “Aku bersedia.”
****
Lima tahun kemudian.
Di jalanan yang ramai, seorang pria duduk di bangku pengemudi, kaca mata hitam menutupi separuh wajahnya. Di bawah hidungnya yang lurus, bibir tipisnya sedikit melengkung naik, dan setelan jasnya menegaskan tubuhnya yang seperti pahatan.
Tak peduli dari sudut manapun orang melihatnya, ini adalah seorang pria yang sangat menarik.
Bagaimanapun, dia hanya tampan selama tiga detik.
Seorang balita imut yang mengenakan atasan kartun tiba-tiba melompat dari kursi belakang, tangan mungilnya menepuk-nepuk bahu pria itu, “Ayah, adik ngompol lagi, cepat kemari dan gantikan popoknya.”
Di bawah kacamata hitam, mulut pria itu berkedut. Sistem melihatnya dan tertawa lantang, mengolok-olok atas situasinya.
Sistem: “Hehe, Jiang Zhe, kau juga punya hari ini ah, hahahahahahaha.”
Jiang Zhe melepaskan kacamata hitamnya, menampakkan wajah tampannya. Kemudian dia menyerah pada takdir dan mengganti popok putri kecilnya.
Pada saat ini, pintu mobil terbuka, dan seorang wanita yang mengenakan gaun ngetren masuk. Balita itu tiba-tiba menghampiri dan bersikap sok imut, “Bu, apa ibu membelikan es krim kesukaanku?”
Seseorang yang baru saja mengganti popok putrinya juga mendongak, berkata lambat dengan penuh arti, “Yeah, es krim yang kumakan beberapa hari yang lalu manis sekali.”
Mo Ling merona dan memelototi pria itu dengan malu. Dia sudah menjadi ayah dua anak, tapi masih saja bersikap begitu tidak pantas.