The Glass Maiden - Chapter 11
Gadis di atas punggungnya perlahan tertidur, hidungnya tampak manis dan wajahnya damai.
Zhong Minyan selalu merupakan anak yang arogan, namun dirinya adalah yang termuda di antara para murid Shaoyang, jadi bahkan bila dia berusaha sebaik mungkin, dirinya takkan pernah bisa sehebat shixiong-shixiong yang ada di atasnya. Dia sangat gembira karena bisa berpartisipasi dalam misi perburuan siluman pada Turnamen Tusuk Rambut Bunga, dan bertekad untuk mengambil kesempatan ini untuk menunjukkan dirinya dengan baik dan memenangkan rasa suka dari gurunya.
Pada akhirnya, dia malah ada di sini untuk menggendong seseorang – dia menatap ke belakang pada Xuanji, wajah gadis itu merona dan bulu matanya bergetar, entah apa yang dimimpikannya. Bila orang yang ikut adalah Linglong, maka hal itu akan berbeda. Mungkin dia bahkan bisa menggabungkan jurus pedangnya dengan Linglong dan melawan siluman!
Kenapa Guru menyuruh dia menuliskan nama Xuanji? Kenapa Xuanji, yang tak berguna, malah menjadi orang yang terpilih?
Zhong Minyan selalu memandang rendah Chu Xuanji, namun kini perasaan itu bercampur dengan gabungan rasa iba serta emosi-emosi yang tak tergambarkan. Gadis itu bagaikan seekor merpati yang terluka, hangat dan lembut, bersandar begitu tenang pada punggungnya sehingga dia tak bisa mengucapkan sepatah kata pun.
Linglong… Linglong lebih baik. Gadis itu pasti sudah marah-marah di Puncak Shaoyang karena tak bisa ikut untuk menangkap siluman. Minyan pun tak bisa menahan diri untuk tersenyum saat memikirkan penampilan cerah Linglong, dan perasaan tertekannya pun sepertinya telah sedikit menjadi tenang.
Saat sedang berpikir, tiba-tiba dia mendengar suara tajam dari angin yang bertiup di atas kepala, dedaunan beterbangan dan cahaya rembulan tiba-tiba menggelap.
“Gawat.” Chu Lei berseru pelan. Dia telah melalui ratusan pertarungan dan berpengalaman, langsung menyentakkan pergelangan tangannya, cahaya merah seketika muncul dari dalam lengan bajunya, memelesat cepat, menghasilkan suara tajam, dan menyambar ganas. Satu-satunya hal yang bisa terlihat adalah cahaya merah yang menggores di udara, meninggalkan sejejak cahaya berpendar di belakangnya.
Yang menghasilkan cahaya merah itu adalah hewan spiritual yang dipelihara oleh Chu Lei, Luan Merah. Orang-orang dari Puncak Shaoyang mampu menjinakkan siluman-siluman umum dengan cara memberi mereka air dari sumber mata air spiritual dari Gunung Hou serta ranting kumala dan buah-buahan dari Gunung Kunlun setiap hari, sehingga siluman-siluman itu bisa diubah menjadi energi spiritual dan dikendalikan oleh mereka.
Luan Merah milik Chu Lei sudah dipelihara selama lebih dari dua puluh tahun, dan makhluk itu sangat ganas. Makhluk itu memelesat keluar dari dalam lengan baju Chu Lei dan memekik penuh duka. Semua orang melihat cahaya merah menyambar ke udara menuju sekelompok bayangan hitam. Setelah dua kali bertabrakan, keduanya pun menghilang dalam sekejap mata.
Zhong Minyan masih memandangi dengan terbengong-bengong, dan seseorang mengingatkan dirinya, “Cepat! Kalian berdua bawa Xuanji bersembunyi di dalam gua di depan sana!”
Zhong Minyan terperanjat dan menyadari kalau silumannya sudah muncul. Saat dia melihat sebuah gua berada beberapa langkah di depan sana, dia pun tidak lagi memikirkannya dan menggendong Xuanji di punggungnya lalu berlari ke arah sana. Persis saat dia hendak meletakkan Xuanji di atas tanah dan pergi keluar untuk melihat apa yang terjadi, dilihatnya Yu Sifeng berlari masuk dari mulut gua.
“Jangan keluar!” ujar pemuda itu dengan suara yang dalam.
Zhong Minyan merasa kesal, “Aku tak butuh kau ikut campur urusanku!” Setelah berkata demikian, dia pun mendorong Sifeng menjauh dan sudah akan pergi. Sifeng tiba-tiba bergerak, mencengkeram pergelangan tangan Minyan secepat kilat, membaliknya dan memutarnya, jemari mengatup kencang pada nadinya.
“Kubilang – jangan pergi keluar!” Suara Yu Sifeng jadi lebih dingin lagi, “Kau bukan – tandingan mereka!”
Zhong Minyan tak menjawab. Tanpa suara dia menjentikkan tangannya yang lain, menempelkan jari tengah pada punggung tangan Sifeng, dan hendak menekankannya. Yu Sifeng melepaskan tangannya dan mundur beberapa langkah seakan dirinya telah tersengat.
“Perguruan Shaoyang, Jurus Sepuluh Ribu Jari!” Yu Sifeng agak terkejut, “Kau bisa melakukannya!”
Kabarnya metode pelatihan jurus ini luar biasa kejam, karena orang harus berlatih di dalam air mendidih dan juga air es lagi dan lagi setiap harinya. Orang biasa biasanya tak tahu intinya, dan kulit pada telapak tangan akan terkelupas lagi dan lagi, yang mana sangat menyakitkan. Hanyalah ketika kau tak takut pada rasa sakit dan berlatih berulang kali barulah kau bsia mencapai tingkat kelunakan yang sama lunaknya dengan sengatan listrik.
Sifeng mengira kalau Zhong Minyan hanya murid biasa, namun dia tak pernah membayangkan bahwa pemuda itu mampu melakukan apa saja.
Satu-satunya hal yang dia dengar adalah suara berderak dan sebongkah batu yang mencuat perlahan membelah terbuka, lalu beberapa potong bebatuan bergulir ke tanah.
Zhong Minyan tak mengatakan apa-apa, hanya menatap Yu Sifeng.
Yu Sifeng terdiam selama sesaat dan berkata, “Kenapa kau tidak – menghemat tenagamu dan – membantu gurumu? Tak ada gunanya – melawan aku!”
“Kalau begitu jangan hentikan aku!” Zhong Minyan mengernyit.
Yu Sifeng berkata, “Apa bagusnya kalau – kau keluar sekarang? Hanya mengganggu pikiran – mereka dan mengalihkan – perhatian mereka – dari mengurusmu. Tidak terlambat bagimu – untuk keluar lagi – saat mereka sudah – menangkap silumannya.”
Begitu kata-kata tersebut diucapkan, sebuah suara raungan tajam terdengar dari arah luar gua, seakan ribuan ekor kucing telah bergabung bersama untuk memekik di musim semi, seolah segerombolan anjing sedang beraksi, atau serupa bayi yang menangis di malam hari. Suaranya begitu memikat namun juga amat menggiriskan sehingga membuat bulu kudukmu berdiri.
“Elang Gu!” Yu Sifeng menyeru, dan belari bagaikan pusaran angin menuju mulut gua. Zhong Minyan tak bersedia tampak lemah dan berlari mengejarnya.
Akan tetapi, lidah api di luar gua mengamuk, para pemburu mengikuti instruksi dan meletakkan banyak obor di mulut gua untuk mencegah para siluman menyerbu masuk dan melukai ketiga orang anak itu. Luan Merah ada di udara, mengejar sekelompok besar bayangan hitam, mematuk dan mencakar, dan bulu-bulu hitam pun berguguran di udara.
Yu Sifeng memungut sehelai bulu, namun mendapati bahwa bulu itu lebih keras daripada ranting biasa, dan akarnya begitu gelap dan berkilau, berkilat dengan sorotan dingin dari besi. Dari ujung bulu hingga ke akar, panjangnya dua telapak tangan.
Dia pun tak bisa menahan diri untuk berkata, “Ini…! Ini hampir – tumbuh sepenuhnya! Elang Gu – yang sudah tua! Takutnya dia berbahaya!”
Zhong Minyan sudah sangat gugup dan jadi lebih gelisah lagi ketika dia mendengar Yu Sifeng tergagap, lalu dia berkata, “Kenapa kau tak bisa bicara dengan benar? Aku lelah bicara dan mendengarkanmu!”
Keduanya sedang berada di tengah-tengah pertempuran, namun mereka tak mampu membuat keputusan. Yu Sifeng tersedak dan ingin membantah, namun dia benar-benar tidak fasih dengan dialek Dataran Tengah, dan Zhong Minyan akan menertawai dirinya.
Luan Merah mengejar Elang Gu raksasa dan makhluk itu mematuki selama sesaat, perlahan-lahan kehabisan tenaganya dan pergerakannya jadi tak segesit sebelumnya. Sudah jelas, Elang Gu menyadari celah selama sesaat. Dia tiba-tiba membentangkan sayapnya, dan panjangnya lebih dari sepuluh kaki, menutupi angkasa dan melingkupi cahaya bulan. Luan Merah didesak oleh sayapnya, dipaksa hingga tersudut, sebelum berbalik, melihat cakar-cakar raksasa dari Elang Gu yang bagaikan kaitan mengarah kepadanya dan mencengkeramnya.
Chu Yinghong berkata mendesak, “Gawat! Ketua Sekte, tarik balik dia!”
Chu Lei sudah akan menariknya kembali secara paksa ketika diliatnya Luan Merah melakukan belokan tajam, dan secara kebetulan berhasil menghindari tangkapan. Semua orang baru saja menghembuskan napas lega, dan tiba-tiba mendengar suara angin di belakang kepala mereka. Sekelompok bayangan gelap menyerbu dari arah hutan, dan mereka tak bisa melihat dengan jelas di malam hari, namun makhluk itu tampak seperti hewan seukuran macan tutul. Ada angin di bawahnya, dan makhluk itu melompat, melewati kepala semua orang, memanfaatkan angin untuk menyerang ke arah Luan Merah.
Luan Merah sudah berjuang mati-matian untuk menghadapi Elang Gu. Siapa yang menyangka kalau ada siluman lain yang tiba-tiba muncul di belakangnya? Dia tak bisa mengelak, dan diterjang kuat-kuat oleh makhluk itu, sehingga bulu-bulu merahnya bertebaran di seluruh permukaan tanah.
Dongfang Qingqi tak bisa menahan keterkejutannya: “Siluman anjing! Ini gawat!”
Sebelum mereka bisa menjalankan rencana, kedua siluman itu sudah keluar dengan terlalu cepat, dan kantong garam sertacuka pun hampir tersia-sia. Cukup sulit bagi tiga orang untuk mengurus dua siluman, apalagi Elang Gu-nya, yang sepertinya….
“Yinghong!” Chu Lei berteriak. Chu Yinghong begitu cerdas, dia pun langsung memahami apa yang Chu Lei maksudkan, dan langsung berbalik, mengambil dua kendi cuka dari puing-puing yang berserakan, dan mengarahkannya ke kepala si siluman anjing.
Mendengar suara angin, makhluk itu melompat, kendi cuka menghantam tanah, dan pecah dengan suara keras, lalu aroma asam yang menyengat pun menyebar. Siluman anjing itu tampak dipentalkan oleh abu cuka, dan setelah memekik panjang, Luan Merah di mulutnya tak bisa digigit dan kemudian terjatuh.
Chu Lei maju selangkah, menyambar Luan Merah, dan memasukkannya kembali ke dalam lengan bajunya. Mendongak kembali, siluman anjingnya telah menerkam Chu Yinghong.
Siluman anjing ini tampak masih muda, bulunya masih berwarna kuning pucat, dan giginya menyeringai, tampak seperti macan tutul. Chu Yinghong melihatnya menerkam, diikuti oleh Elang Gu, dan langsung mengelak ke samping, seraya melemparkan kendi cuka di tangannya.
Siluman anjing tahu betapa kuatnya benda ini, dan bergegas menjauh. Kendi cukanya pecah berkeping-keping di bawah kakinya, dan dia melompat, tepat ke arah Dongfang Qingqi, yang telah menunggu di samping. Dongfang Qingqi tertawa, dan berkata, “Long*!” Pedang di tangannya bagaikan seekor naga perak, tiba-tiba menjulur keluar. Si siluman anjing tak mampu menghindar di tengah udara, serta merta tertancap pedang, meratap, dan jatuh.
(T/N: Long – naga)
Chu Lei sudah mengangkat sebuah kendi cuka dan menungguinya. Melihat siluman itu jatuh, dia pun langsung membuka penutup kendi itu.
Siluman anjing mengeluarkan geraman aneh dan terjatuh lemas ke tanah, kakinya berkedut dua kali, dan dia tak mampu lagi bergerak.
Ketiganya merasa gembira. Serangkaian aksi ini bisa digambarkan sebagai cepat dan tangkas, koordinasinya tanpa cela, dan bila sampai terjadi sesuatu yang salah di tengah-tengahnya, Chu Yinghong pasti akan terluka parah.
Barulah kemudian mereka bertiga mendongakkan kepala mereka dan menatap Elang Gu yang memekik seperti tangisan bayi di udara itu.
Siluman anjing masih merupakan masalah kecil. Hal yang paling penting adalah, bagaimana cara menangani Elang Gu yang sudah akan menukik turun ini?