The Glass Maiden - Chapter 3
Malam itu, Xuanji mengemasi pakaian untuk bersiap pergi ke Gua Mingxia pada pagi berikutnya.
Seraya menyeka air matanya, He Danping membungkus sejumlah makanan lezat untuknya dan berkata, “Sejak saat ini, kau akan harus berlatih dengan tekun…. Jangan buat ayahmu marah lagi. Jangan takut, ibu akan datang menjemputmu lebih cepat daripada yang kau kira.”
Xuanji dengan bersungut-sungut menganggukkan kepalanya mengiyakan.
Linglong dengan cekatan menggulung rambutnya yang longgar menjadi sanggulan, dan dengan nada kekanakan berkata, “Jangan takut, Xuanji. Aku akan datang untuk mengunjungimu di gua dalam waktu dua hari! Tunggu aku! Aku akan menjagamu.”
He Danping, yang sedang menyeka air matanya, tertawa pada kata-kata Linglong dan berkata lembut, “Anak bodoh, bagaimana bisa sembarang orang masuk begitu saja ke Gua Mingxia? Xuanji, kau jangan salahkan ayahmu karena bersikap kejam. Gua Mingxia adalah tempat yang didesain oleh para guru pendahulu untuk melatih kekuatan kehendak mereka, dan tempat itu secara khusus dipersiapkan untuk para murid yang kurang bagus dalam hal konsentrasi. Itulah sebab ayahmu mengirimmu ke sana, yaitu untuk kebaikanmu sendiri juga. Sebagai putri dari Kepala Sekte, kalau kau tak bisa memberinya kehormatan, setidaknya jangan mempermalukan dia. Yang terjadi hari ini di arena seni beladiri takkan terjadi lagi, apa kau mengerti?”
Tanpa menunggu Xuanji mengatakan apa pun, Linglong menyeru, “Ayah! Semua yang dia tahu adalah menyelamatkan mukanya! Dia bahkan tak merasa sedih untuk adikku, yang jelas-jelas memiliki kesehatan yang buruk dan secara fisik tak sesuai untuk berlatih beladiri!”
He Danping mengernyit dan berkata, “Linglong, berhenti bicara! Jangan ikut campur dengan urusan ayahmu.”
Linglong merengut dan pergi ke samping sambil menggerutu tanpa suara.
He Danping menggenggam tangan Xuanji dan berkata, “Di dalam gua dingin dan lembab, jadi ingatlah untuk mengenakan lebih banyak lapisan pakaian. Shixiong Keenammu akan membawakanmu makanan setiap hari. Kalau kau sakit, kau harus memberitahu dia sehingga kami bisa menjemputmu pulang.” Hati ibunya mau tak mau merasa cemas, jadi wanita itu terus mengoceh dan menginstruksikan kepada putrinya tentang setiap hal remeh.
Barulah ketika beberapa orang murid datang untuk mengumumkan bahwa waktu makan malam telah tiba He Danping berhenti bicara, hanya mendesah dan menyentuh kepala Xuanji.
“Ibu Guru, Guru bilang Beliau akan makan malam di Puncak Xiaoyang hari ini, dan sedang dalam perjalanan untuk berdiskusi dengan Guru He Yang dan yang lainnya tentang Turnamen Tusuk Rambut bulan depan, jadi Beliau takkan pulang malam ini. Harap Ibu Guru makan saja bersama dengan kedua Shimei.”
Seorang murid berkata dari luar pintu, dan dari suaranya menunjukkan kalau dia adalah Murid Keenam, Zhong Minyan.
Saat Linglong mendengar bahwa orang itu adalah Zhong Minyan, dia pun mengangkat tirai seraya tersenyum dan berlari keluar, berkata, “Kalau begitu Xiao Liuzi bisa makan bersama kita malam ini.”
(T/N: Xiao Liuzi – Si Enam Kecil)
Zhong Minyan membuat wajah jelek padanya namun tak mengatakan apa-apa. He Danping keluar bersama dengan Xuanji dalam pelukannya dan tertawa, “Anak ini, Kakak Zhong itu tiga tahun lebih tua daripada dirimu! Bagaimana kau bisa memanggil dia ‘kecil’! Minyan, karena Shixiong dan gurumu takkan makan malam di rumah hari ini, kumpulkanlah para shixiong dan shijie-mu. Panggil semua orang untuk makan malam di sini. Aku yakin semuanya akan bersenang-senang bersama.”
Zhong Minyan mengiyakan sambil tersenyum, dan kemudian berdiri tegak. Dirinya adalah yang paling muda dari semua murid di Generasi Min, dengan Linglong dan Xuanji mengikutinya. Dirinya tampan, pandai, cerdas, dan manis, yang membuat guru dan ibu gurunya jadi sangat menyukai dirinya, dan Linglong merecokinya setiap hari.
Saat dia melihat Xuanji berdiri di samping sang Ibu Guru, pucat dan tanpa ekspresi di wajah mungil dan hampir transparannya, Zhong Minyan merasa jijik.
Dia tak menyukai Xuanji, yang selalu memasang wajah kosong dan tak pernah tersenyum, seperti orang-orangan kayu. Saat dia mendekati Xuanji, mau tak mau dia jadi merasa tertekan, dan atmosfernya terasa membekukan. Dia memiliki pembawaan yang sangat pandai bicara sehingga bahkan gurunya bisa berdiskusi dengannya, namun dia sungguh tak bisa berdebat dengan Xuanji. Gadis itu hanya akan mengangguk lagi dan lagi, kau akan berpikir kalau Xuanji begitu rendah hati dan sederhana, namun pada akhirnya, gadis itu hanya berbalik dan melakukan sekehendak hatinya.
Zhong Minyan yakin kalau Xuanji adalah gadis yang sangat cerdas, namun berwajah dua, dan tak pernah benar-benar bicara kepadanya. Lebih baik bila seperti Linglong, yang juga seorang gadis kecil, namun pandai dalam ilmu berpedang, polos dan seru untuk diajak berdebat. Kalau tidak, apa bedanya dengan boneka?
Dia sudah akan berbalik untuk memanggil para shixiong dan shijie-nya untuk datang makan malam kemari ketika tiba-tiba dirinya terpikirkan sesuatu dan berbalik kembali, berkata, “Oh ya, Guru ada sesuatu yang harus dikatakan pada Xuanji Shimei. Beliau bilang, “Jangan berpikir untuk bermalas-malasan dan kurang ajar lagi, introspeksi dan berlatihlah saat berada di dalam gua. Lain kali, kalau kau masih tak tahu apa itu Tinju Xuanming, jangan pernah berpikir untuk keluar dari gua lagi.”
Xuanji menjawab dengan sebuah “Oh.” lirih.
Zhong Minyan ingin melihat gadis itu menangis, namun dikecewakan dan harus pergi.
Kata-kata Zhong Minyaan membuat suasana saat makan malam menjadi luar biasa berat. Mata He Danping merah, dan wanita itu pasti telah menangis diam-diam lagi. Bahkan Linglong juga memasang ekspresi pahit dan tak mengucapkan sepatah kata pun. Zhong Minyan merasa menyesal, jadi diam-diam dia menendang Shixiong Kedua Chen Minjue, dan memintanya menceritakan lelucon untuk memperbaiki suasana.
Sebelum berguru kemari, Chen Minjue adalah asisten dari seorang pencerita dan pandai dalam mengisahkan lelucon sejak dirinya masih muda. Saat dia melihat bahwa tak ada orang lain yang berani bicara, dia pun berdeham dan berkata dengan gaya misterius, “Hei, apa kalian tahu kalau sesuatu yang besar akan terjadi di sekte kita?”
Linglong sebagai yang paling pintar, dengan cepat menebak niatnya dan berkata, “Aku tahu! Turnamen Tusuk Rambut bulan depan!”
Chen Minjue tersenyum dan membelai dagunya seakan sedang membelai jenggot khayalan dan menggelengkan kepalanya, “Memang benar, tapi apa kau tahu apa yang menonjol dari Turnamen Tusuk Rambut?”
Linglong mengernyit dan berpikir sejenak sebelum berkata, “Yang menonjol? Bukankah kelima Sekte Besar mengirimkan para murid elit mereka untuk bertanding antara satu sama lain dalam hal seni bela diri maupun kemampuan kaum abadi? Para shixiong dari generasi Minjue Shixiong belum cukup dewasa untuk bertanding dalam turnamen itu, mungkinkah Shixiong telah terpilih?”
Namun Chen Minjue tak mengatakan apa-apa. Dia hanya menggelengkan kepalanya, dengan senyum nakal nan misterius di wajahnya, dan Linglong yang tak sabaran pun mencengkeram kerah bajunya dan memaksanya untuk bicara.
He Danping tersenyum dan berkata, “Para shixiong-mu adalah orang-orang berbakat yang langka, namun kalian belum cukup dewasa untuk ikut serta dalam Turnamen Tusuk Rambut. Kau harus berusia delapan belas tahun untuk ikut serta dalam turnamen itu. Jangan menggodanya, Minjue, bicaralah.”
Chen Minjue bertanya, “Apa kalian tahu kenapa turnamen ini disebut Turnamen Tusuk Rambut bunga?”
Zhong Minyan menjawab, “Aku tahu. Pemenang dari turnamen ini akan mendapatkan sekuntum bunga peoni disematkan di kepala mereka oleh Guru Rong dari Lembah Dianjing, itulah yang menjadi asal usul nama Tusuk Rambut Bunga.”
Chen Minjue tertawa, “Salah! Kau tak bisa sekedar menyematkannya pada kepalamu setelah kamu menang! Kalau tidak, bukankah itu berarti bahwa Guru Rong hanya sekedar memberikan sekuntum bunga pada pemenang dari Turnamen Tusuk Rambut Bunga? Bunga ini bukan hanya mengacu pada bunga peoni itu saja, namun juga mengacu tantangan terakhir yang akan dihadapi oleh sang juara setelah memenangkan kompetisinya.”
Ini adalah kali pertama semua orang mendengar tentang yang disebut sebagai tantangan terakhir ini, dan mereka semua pun mengajukan pertanyaan mereka dengan penasaran. Bahkan Xuanji juga menatap Chen Minjue dengan mata membelalak lebar. He Danping, tentu saja, memiliki ide jelas tentang apa yang akan terjadi, maka dia hanya tersenyum dan tak mengatakan apa-apa, membiarkan anak-anak itu bersenang-senang.
Chen Minjue telah membangkitkan rasa penasaran semua orang, dan kemudian berkata, “Yang disebut sebagai tantangan terakhir adalah untuk sang pemenang turnamen bertarung melawan siluman besar! Tentu saja, siluman itu telah ditangkap sebelumnya oleh para senior dan telah kehilangan sebagian besar tenaganya, kalau tidak, bagaimana bisa murid biasa menakhlukkannya tak peduli betapa kuat pun si murid itu? Namun, kau tak boleh meremehkan kekuatan dari siluman yang terluka. Meski dia terluka parah dan hanya memiliki 20% hingga 30% tenaga yang tersisa, hanya sedikit murid muda yang mampu mengalahkannya sendirian. Kalau tidak, kenapa harus susah-susah mengadakan Turnamen Tusuk Rambut Bunga bila bisa dimenangkan hanya dengan saling bertanding antara satu sama lain? Sejak awal dari kompetisi ini, tidak lebih dari sepuluh orang yang benar-benar mampu mendapatkan tusuk rambut bunga peoni. Jadi, hal ini tak semudah yang kau pikir!”
Semua orang menghela napas, menyadari bahwa Turnamen Tusuk Rambut Bunga memiliki isi yang sedemikian menariknya. Linglong begitu terkesan sehingga dia terus-terusan bertanya, “Apa Shixiong tahu siluman apa yang akan ada dalam turnamen?”
Chen Minjue berkata, “Aku belum yakin tentang ini, tapi kudengar kalau ada beberapa siluman anjing yang membuat masalah di Gunung Lutai, yang mana menyebabkan bencana bagi rakyat. Kutebak mereka mungkin memakai itu.”
Linglong sangat tertarik pada kisah tersebut dan meminta Minjue untuk memberitahunya lebih banyak lagi, namun yang bersangkutan mendesah pahit, “Xiao Shimei, aku tak tahu! Kenapa kau tidak tanya Bibi saja, dia pasti tahu lebih banyak tentang Turnamen Tusuk Rambut Bunga.”
He Danping mengangguk, “Minjue memang benar. Kalau kau tak bisa mengalahkan siluman itu, kau takkan bisa mendapatkan tusuk rambut bunga itu. Dahulu, guru kalian juga adalah peserta dalam Turnamen Tusuk Rambut Bunga. Dia adalah yang paling muda, namun dia begitu berbakat sampai-sampai hampir saja memenangkannya. Pada akhirnya, guru kalian mengalami kerugian akibat kekuatan dari siluman itu dan hampir mati. Dia masih memiliki bekas luka panjang itu di tubuhnya!”
“Siluman macam apa yang dilawan oleh Ayah? Apa Ayah mendapatkan peoninya?”
“Yang dilawannya adalah siluman yang sangat terkenal bernama Fei Yi. Makhluk itu telah berkeliaran di baratlaut selama tiga tahun, dan tak ada hujan yang turun di sana. Pada akhirnya, kakekmu dan para tetua dari perguruan lainnya berusaha sebaik mungkin untuk menakhlukkannya, dan siluman itu pun dipakai sebagai tantangan besar terakhir dari Turnamen Tusuk Rambut Bunga. Ayahmu melawannya selama dua hari dua malam sebelum dia akhirnya menang, dan saat dia keluar, tubuhnya jadi begitu kering dan kulitnya pecah-pecah sampai-sampai dia nyaris mati. Kemudian aku….”
Tiba-tiba, He Danping berhenti bicara, secercah rona samar tampak di wajahnya. Bagaimana bisa dia menceritakan hal semacam itu kepada anak-anak ini. Ketika dia pertama kali melihat Chu Lei setelah turnamen itu, dia menghambur mendekat dengan putus asa dan memeluknya, menangis terus-terusan. Akan tetapi, Chu Lei lalu mengambil bunga peoninya, yang telah diperoleh dengan susah payah, kemudian menyematkannya ke rambut He Danping, tersenyum dan berujar, “Aku sudah ingin mengatakan ini sejak lama…. Bunga yang harum serasi dengan wanita cantik. Sekarang… aku akhirnya menemukan bunga yang pantas untukmu.”
Aih, kenangan-kenangan manis dari masa lalu ini telah memudar seiring dengan berlalunya waktu. Hanya dalam hatinyalah kenangan-kenangan berharga ini masih terasa begitu jelas, seakan baru terjadi kemarin.
Setelah makan malam, semua orang mengobrol sebentar, menghibur Xuanji dan kemudian pergi untuk beristirahat.
He Danping tak tahu sudah berapa banyak air mata yang dikeluarkannya dalam kesedihan, atau berapa banyak kata-kata penuh kecemasan yang dia ucapkan seraya memeluk putrinya. Dia hanya tahu kalau dirinya membenci satu malam ini yang rasanya begitu pendek, serta langit yang perlahan-lahan menjadi terang.
Saat Xuanji membuka pintu dengan buntelan kecil di tangannya, dia melihat beberapa orang murid dari Aula Xiatang dan murid dari Guru Yang berdiri di depan pintu, semuanya berpakaian rapi dengan jubah berpinggiran merah pada latar belakang putih, dan ketika mereka melihat He Danping, mereka pun memberi salam dengan penuh hormat dan berkata, “Salam, Bibi Guru. Kami diperintahkan oleh Kepala Sekte untuk mengawal Xuanji Shimei ke Gua Mingxia.”
Aula Xiatang bertanggungjawab untuk menghukum para murid yang telah melanggar peraturan, dan fakta bahwa Chu Lei menyuruh mereka datang untuk menjemput Xuanji menunjukkan bahwa pria itu tidak egois. He Danping tanpa tertahankan menitikkan air mata dan meminta untuk mengucapkan beberapa patah kata terakhir kepada putrinya itu, dan kemudian berdiri di samping bersama Linglong dengan berlinangan air mata, mengawasi ketika mereka mengikat Xuanji dengan tali emas dan menempatkan dirinya ke dalam tandu kumala hitam. Empat orang murid berdiri di samping tandu, dan benda itu pun melayang ke udara.
“Xuanji, jangan takut! Ibu akan segera ke sana untuk menjemputmu!” He Danping melambai kuat-kuat kepadanya dari atas tanah.
Xuanji memucat saat dia mengintip dari sisi tandu, namun untungnya dia tak tampak sedih ataupun ketakutan. Saat dia melihat ibu dan jiejie-nya menangis, hatinya kebingungan namun juga agak sedih, jadi dia pun berkata, “Aku akan baik-baik saja! Ibu, Jiejie! Jangan cemaskan aku!”
Begitu dia mengatakan hal tersebut, tandu kumala hitam itu pun melayang le angkasa dan serta merta menjadi sebuah titik hitam, tak terlihat lagi.
Xuanji hanya pernah mendengar tentang Gua Mingxia, namun tak pernah benar-benar ke sana, jadi dia tak menganggap kalau hukuman itu mengerikan. Sebaliknya, dia merasa beruntung karena bagaimanapun juga, tetap lebih baik bila dikurung daripada dipukuli. Dia tak mau dipukul oleh ayahnya, itu akan sangat buruk.
Ibu telah membungkus dua kantongan untuknya, yang satu penuh dengan pakaian dan yang satunya lagi sarat dengan makanan kering. Kantong di lengan baju serta bagian depan gaunnya juga penuh dengan barang. Linglong bahkan telah menyelipkan sebuah mainan kecil untuk membantunya menghilangkan rasa bosan. Sayangnya, dirinya sekarang terikat dan tak bisa melihat dengan lebih seksama.
Namun mereka bilang kalau Gua Minxia berada di Puncak Matahari, yang mana merupakan tempat paling indah di Gunung Shaoyang. Puncak Matahari adalah puncak paling rendah di Gunung Shaoyang. Sungguh aneh karena tak ada banyak pohon di sini, namun di sini adalah tempat di mana paling banyak hewan liar bisa ditemukan. Gua Mingxia adalah gua paling dalam dan paling besar di bagian dalamnya.
Tandu kumala hitam itu membawa dirinya, dan Xuanji pun tiba di pintu masuk Gua Mingxia tak lama kemudian. Xuanji menjulurkan kepalanya keluar dari tandu dan melihat kalau terdapat dataran yang dikelilingi oleh pohon-pohon pinus serta cemara, tetapi anehnya, lahan sejauh tiga kaki di bagian depan Gua Mingxia benar-benar kosong dari rumput sehelai pun dan berwarna merah gelap seperti darah yang mengering.
Salah satu murid membuka ikatannya dan satu murid lagi membawakan kedua buntelannya, serta yang lain menyuruhnya keluar dari tandu sebelum berkata, “Xuanji Shimei, kami harus membawamu ke dalam gua sekarang.”
Xuanji mengangguk dengan patuh, namun tak bertanya kenapa mereka ingin menemani dirinya masuk ke dalam gua. Apakah mereka takut kalau dirinya akan melarikan diri?
Siapa yang tahu bahwa begitu memasuki gua, akan ada sebuah pintu besi misterius yang tingginya sepuluh kaki. Gembok pada pintu itu lebih tebal daripada paha Xuanji. Tak peduli apakah orang ingin masuk atau keluar, tak ada yang bisa dilakukan tanpa kunci. Gua ini adalah ruang bawah tanah, dan sungguh sia-sia memberinya nama yang bagus seperti Mingxia.
Setelah membuka pintu besi dan berjalan beberapa langkah ke dalam, cahaya pun telah meredup, dan wajah orang-orang hampir tak bisa dilihat saat berjalan lima langkah lebih jauh lagi. Menatap sekeliling, Xuanji melihat lumut di seluruh permukaan dinding gua dan merasa senang karena di sana tak ada kelelawar. ‘Mungkin seseorang telah secara berkala menyingkirkan kelelawar-kelelawar itu’, pikirnya.
Berjalan sedikit lebih jauh lagi, dia tiba-tiba mendengar suara air mengalir di suatu tempat di depan, berpikir bahwa pasti ada sebuah mata air bawah tanah entah di mana.
Xuanji tak pernah membayangkan kalau akan ada begitu banyak hal di dalam Gua Mingxia. Bukan hanya pintu masuk menuju gua itu dikunci dengan gerbang besi, namun dia juga harus melakukan perjalanan singkat dengan naik perahu setelah memasuki gua sebelum dirinya mencapai tempat tujuan. Pada saat itu, dia tak bisa melihat apa-apa lagi, jadi dia pun menempatkan tangannya di depan mata dan berusaha melihatnya.
Keempat murid menggesek pemantik dan menyalakan obor, dan terlihatlah sebuah pondok batu kasar telah didirikan di tempat ini, dengan ranjang batu, meja dan kursi yang kesemuanya terbuat dari batu hijau yang primitif. Yang disebut-sebut sebagai ranjang tak lebih dari sebongkah batu yang lebih rata dengan selapis jerami lembab dan tanpa selimut.
Keempat pria itu meninggalkan sejumlah pemantik dan beberapa batang lilin untuknya dan berkata, “Kalau begitu, Xuanji Shimei akan tinggal di sini untuk bermeditasi. Kami akan pergi duluan.”
Ketika mereka melihat raut linglung dan kebingungan Xuanji, mereka tak sudah tak tahan lagi, jadi mereka pun meninggalkan obor untuknya dan berkata, “Shimei, jaga diri! Kuharap kau akan segera mendapatkan pencerahan.”
Setelah mereka pergi, gua itu pun segera mendapatkan kembali kesunyiannya, atau lebih tepatnya, kesenyapannya.
Xuanji tak pernah berada di dalam lingkungan yang begitu sunyi dan menakutkan seperti ini sebelumnya. Rasanya setelah waktu berlalu cukup lama, suara dari degup jantungnya telah menjadi seperti guntur, dan dia bahkan bisa mendengar suara nadi serta pembuluh darahnya mengalirkan darah.
Dia begitu terperanjat sehingga berbalik, berjalan ke dalam rumah batu dan menyentuh jerami di atas ranjang. Seperti yang telah diduga, jeraminya basah, dan dia tak tahu sudah berapa lama jerami itu ada di sana. Dia berusaha berbaring di atasnya, namun ranjang itu sangat keras dan tidak nyaman.
Dia belum pernah menderita sebesar ini sejak dirinya masih kecil, dan lingkungannya saat ini begitu berbeda sehingga dia akhirnya merasa disalahi dan ingin menangis, namun suatu pemikiran lain menerpanya. Dirinya sendirian di sini. Bahkan bila dia sampai melukai tenggorokannya untuk menangis, hal itu takkan ada artinya. Jadi dia harus mengerahkan keberaniannya dan tetap tenang. Dia tak tahu kapan ibu akan datang untuk menjemput dirinya, namun dia benar-benar tak mau tinggal di tempat ini sama sekali.
Dia tak tahu berapa lama waktu telah berlalu, namun dia tertidur di ranjangnya, mendapatkan banyak mimpi-mimpi aneh. Ayahnya akan memukul dirinya, dan ibunya melindunginya. Kemudian, entah dari mana, Zhong Minyan datang berlari ke arahnya, menatapnya dengan ekspresi acuh tak acuh dan berkata, “Kau pantas mendapatkannya!” Tiba-tiba, Zhong Minyan berubah menjadi Du Minxing Shixiong, menyentuh kepalanya dan berjanji akan bicara yang baik-baik untuknya.
Dia sedang meminta Du Minxing agar meminta ayahnya mengeluarkan dirinya dari gua saat tiba-tiba Linglong menuangkan seember air ke wajahnya dan berseru, “Kau melamun lagi!”
Dia terbangun dengan gemetaran dan terlonjak tiba-tiba dalam kegelapan. Butuh waktu lama baginya untuk menyadari bahwa obornya telah habis terbakar. Kelembaban dari jerami di bawah tubuhnya terserap ke dalam pakaiannya. Tubuh mungilnya tak bisa berhenti gemetaran, jadi dia buru-buru mencari beberapa potong pakaian untuk dikenakan.
Tak ada suara, sama sekali tak ada satu suara pun. Kesunyian dan kegelapan yang menakutkan lebih tak tertahankan dibandingkan dengan kematian. Dia meringkuk membentuk bola di atas ranjang batu, namun dirinya tak bisa berhenti gemetaran. Dia bahkan tak bisa menentukan apakah hawa dingin atau rasa takut karena kesunyian tanpa akhir yang membuat dirinya gemetar.
Barulah setelah lama kemudian dia ingat bahwa para murid dari Aula Xiatang telah meninggalkan lilin dan pemantik untuknya. Dia meraba-raba di sekitar ranjang dalam waktu lama dan akhirnya menemukan pemantik, menggeseknya dan menyalakan lilin. Dengan cahaya itu, dia merasa sedikit lebih tenang dan meringkuk di ranjang untuk menatap lidah api jingga kecil tersebut.
Hanya ada empat batang lilin dan dia tak bisa memakainyaterus-terusan, jadi dia akan harus tetap berada di dalam kegelapan pada sebagian besar waktunya. Dia sebenarnya bisa meminta lebih banyak pada Minyan, tapi orang ini tak pernah menyukai dirinya dan jelas takkan mengiyakan, jadi lebih baik bila tak mengatakan apa-apa daripada membuka mulutnya dan dipermalukan.
Waktu di dalam gua serasa telah membeku, tidak bergerak sama sekali, dan dia tak tahu sudah berapa lama waktu berlalu.
Tak ada yang bisa dikerjakan, dan biasanya dia memang tak melakukan apa-apa serta menghabiskan hari-harinya dalam kondisi bengong, tetapi bila dia ditinggalkan seorang diri seperti ini, dia bahkan tak bisa melamun. Jadi dia pun mengeluarkan mainan yang diberikan Linglong kepadanya, namun benda-benda itu adalah sebuah ketapel, burung-burungan yang terbuat dari tanah liat, dan sebuah genderang kecil berwarna merah.
Apa gunanya benda-benda ini? Membingungkan.
Xuanji tak punya pilihan selain kembali tidur, namun ranjang batunya sangat dingin sehingga dirinya tak bisa tertidur, dan dia bergidik dengan suatu perasaan kesepian yang aneh.
Genderang di dadanya jatuh ke ranjang dan menghasilkan suara nyaring. Dia mengambilnya di dalam kegelapan dan meremasnya di tangan. Sesaat kemudian, dia memutarnya perlahan.
Dong dong dong, dong dong dong.
Genderang kecil itu menghasilkan suara yang keras.
Di tempat yang begitu sunyi dan gelap ini, ini adalah satu-satunya suara yang tersisa untuk menemani dirinya.
Dia terus memutarnya.
Dong dong dong, dong dong, dong dong.
Rasanya seakan dia berada dalam suasana Tahun Baru yang meriah.
Da Shixiong memukul genderang Kuipi dengan tongkat genderang berhias sutra merah, sementara Linglong melompat-lompat di belakangnya, memukul-mukul genderang kecil yang terikat di pinggang. Di udara tercium kue kacang merah manis buatan ibu, dan ayah menginstruksikan kepada para murid muda untuk membuka arak bagus yang telah disembunyikan di dalam ruang penyimpanan bawah tanah selama setahun.
Xuanji juga menyukai pemandangan yang meriah. Dia suka menjadi warna latar belakang kecil pada pemandangan yang ramai, alih-alih disingkirkan dengan kejam, dan semua orang melupakan serta mengabaikan dirinya.
Ada banyak pemikiran acak dalam benak Xuanji dan akhirnya dia tertidur kembali, tak mampu mengingat hal-hal yang menyebalkan dan membuatnya tak berdaya ini.