The Glass Maiden - Chapter 6
Ketika Zhong Minyan mendengar bahwa nama Xuanji juga ditarik, wajahnya menjadi lebih pucat lagi. Dia mencuri-curi pandang pada gurunya. Meski tak ada ekspresi di wajah sang guru, badai tengah menggelegak di mata pria itu.
Saat kerumunan menyadari bahwa hanya ada tiga orang guru di dalam kelompok tersebut, dan dua lainnya adalah anak-anak, terjadilah banyak diskusi. Terlebih lagi empat dari lima orang dalam kelompok itu berasal dari Sekte Shaoyang, jadi bisa dibilang kalau misi memetik bunga ini hanya diatur untuk Sekte Shaoyang.
Akan tetapi, ketika nama Xuanji diumumkan, sementara yang lain tenang-tenang saja, namun He Danping adalah orang yang bereaksi paling kuat. Dia syok, kaget, dan marah. Dia dibuat syok karena dua junior telah terpilih; kaget karena nama Xuanji muncul di dalam keranjang bambu; dan marah karena bila bukan gara-gara provokasi Tetua Song, masalahnya takkan berkembang sampai jadi seperti ini.
Hatinya sebagai seorang ibu terasa sakit saat dia berpikir bahwa Xuanji, yang begitu lemah dan tak berdaya, harus pergi menjalankan misi memetik bunga. Xuanji bahkan tak mampu melakukan kuda-kuda! Ini adalah jalan yang jelas untuk terbunuh! Siapa yang menaruh nama Xuanji di sana?
Saat Chu Yinghong melihat kalau He Danping tak kelihatan baik, dia pun buru-buru melangkah maju untuk membantunya, dan berkata lembut, “Ping Jie, tidak apa-apa. Kepala Sekte dan aku akan melindungi Xuanji dan yang lain dengan nyawa kami, sehingga kedua anak ini takkan terluka.”
Linglong di sisi lain, bagaimanapun juga, menjadi waswas dan berkata, “Bagaimana bisa jadi Meimei? Meimei-ku tak tahu apa-apa. Bagaimana bisa dia pergi? Kenapa bukan aku? Ayah, Ibu! Aku bisa pergi menggantikan dia! Biarkan aku pergi!”
Wajah Chu Lei tampak buruk. Dia perlahan menggelengkan kepalanya, dan berkata dengan suara lirih, “Kau tak bisa pergi, tinggallah di Puncak Shaoyang untuk berlatih. Minyan – ” dia berpaling pada si pemuda yang pucat itu, “pergilah ke Gua Mingxia dan jemput Xuanji. Bawa dia kemari.”
Zhong Minyan hanya bisa menyetujui, jadi dia pun berbalik dan berjalan keluar dari Aula Tusuk Rambut Bunga.
Dia tak bisa mengerti.
Dia tak bisa mengerti kenapa sang guru menyuruhnya mengganti nama Linglong menjadi nama Xuanji. Sang guru tampak sangat kelewatan biasnya, meski kedua gadis itu sama-sama putrinya. Meski Minyan berteman baik dengan Linglong dan tak menyukai Xuanji yang antik, mau tak mau dia merasa tidak enak saat dirinya memikirkan tentang gadis yang meringkuk di atas ranjang batu di dalam kegelapan, gemetaran. Mungkinkah… mungkinkah sang Kepala Sekte merasa bahwa akan lebih bisa diterima bila Xuanji mati saja…!
Zhong Minyan merasa begitu marah untuk Xuanji sehingga dia merasa lebih menyesal lagi karena telah menuliskan nama gadis itu pada tongkat bambu. Dia bersumpah dalam hati bahwa dia akan melakukan yang terbaik untuk melindungi Xuanji, bahkan bila harus merisikokan nyawanya. Xuanji tanpa tahu apa-apa jadi terlibat dalam semua urusan ini, dan dirinya separuhnya juga bertanggungjawab.
Tentu saja, dia tak tahu bahwa si gadis malang di dalam hatinya itu, yang sedang ‘gemetar dalam kegelapan’, telah memakan habis semua makanan kering karena tak sanggup menunggu makan siangnya, dan tertidur di atas ranjangnya dengan perut bulat.
Panggilan dan teriakan keras Zhong Minyan menarik Xuanji keluar dari mimpi indahnya. Gadis itu duduk sambil menggosok matanya dan terbengong-bengong, namun semua yang bisa didengarnya adalah Zhong Minyan yang berteriak, “Xuanji! Xuanji! Ikutlah denganku keluar dari sini!”
Xuanji panik saat dia mendengar Minyan berteriak seperti arwah yang tersesat, dan buru-buru menyalakan lilin untuk melihat apa yang tengah terjadi. Namun Zhong Minyan melompat dari perahu dan berlari ke arahnya meraih lengannya dan menariknya turun dari ranjang, berkata panik, “Jangan diam saja di ranjang! Kalau kau ada kekesalan apa pun, kita bisa membicarakannya malam ini. Kau bisa memakiku dan aku takkan melawan balik. Ayo! Ikutlah denganku sekarang juga!”
Xuanji mengira kalau sesuatu yang mengerikan tengah terjadi, jadi setelah ditarik sejauh beberapa langkah, dia terhuyung dan menarik balik, bertanya waswas, “Apa yang terjadi di luar? Apa keempat sekte lainnya menyerang Sekte Shaoyang kita?”
“Bah! Kau… kau tak boleh mengatakan omong kosong sembarangan….” Zhong Minyan sudah akan memarahinya, namun entah bagaimana menahan diri, dan hanya berkata, “Kau akan harus pergi untuk menjalankan misi memetik bunga. Kita akan tahu lebih banyak lagi saat kita pergi ke Puncak Shaoyang.”
Xuanji kebingungan, tapi Zhong Minyan tampaknya ingin membawa dirinya pergi dari tempat ini, yang mana merupakan hal baik, karena dia sudah muak dengan gua yang dingin ini. Takut kalau-kalau Zhong Minyan akan jadi marah dan menyesal karena tak meninggalkan dirinya di sini, Xuanji pun terus menutup mulutnya dan tak mengucapkan sepatah kata pun.
Akan tetapi, Aula Tusuk Rambut Bunga di puncak gunung masih dalam kondisi kacau. He Danping begitu cemas sehingga dia jatuh pingsan, dan Chu Yinghong sibuk merawat dirinya. Linglong masih merecoki ayahnya agar dia bisa pergi menggantikan adiknya, namun sang ayah menolak untuk setuju.
Saat Chu Lei menyuruh Zhong Minyan mengganti nama Linglong menjadi nama Xuanji, dia memiliki idenya sendiri.
Bagaimana bisa dia tak mengenal putrinya sendiri? Linglong begitu ceria, suka meributi sesuatu, dan seringkali kelewat ambisius. Bila namanya ditulis namun tidak ditarik, maka hal itu takkan menjadi masalah. Namun bila Linglong menang, bagaimana bisa anak itu tak bergerak saat melihat siluman? Dengan karakter anak ini, Linglong pasti takkan bersembunyi di belakang dengan patuh. Linglong masih terlalu kecil dan kekuatannya terlalu lemah untuk bertarung dengan siluman, jadi anak itu akan mati. Bagaimana bisa Chu Lei berdiri saja dan melihat Linglong mati?
Namun Xuanji berbeda. Anak itu takut pada masalah, suka menunda-nunda segalanya, malas, dan takkan pergi menantang bahaya. Saat Chu Lei menyuruh Zhong Minyan menulis nama Xuanji, tentu saja dia tak ingin nama Xuanji ditarik, namun karena namanya telah ditarik, Xuanji adalah pilihan yang lebih baik ketimbang Linglong. Setidaknya Xuanji akan bersembunyi dan takkan menyerbu maju untuk membunuh dirinya sendiri, jadi nyawanya bisa terselamatkan dan Chu Lei bisa bertarung tanpa ada gangguan.
Di samping itu, Xuanji malas dan tak mau berkembang, jadi merupakan hal baik bila membawanya keluar untuk melihat pasar dan sedikit merangsangnya.
Setelah berpikir sejenak, Chu Lei pun menetapkan pikirannya untuk menentukan bahwa Zhong Minyan harus menuliskan nama Xuanji alih-alih Linglong. Pada saat ini, kayu sudah diukir, dan tak ada ruang untuk penyesalan.
Melihat betapa bersikerasnya Linglong, Chu Lei mengernyit dan berkata, “Aku bahkan belum memeriksamu karena pergi ke puncak gunung untuk mengintip pengambilan undiannya. Beraninya kau bersikap keras kepala padaku! Mulai malam ini, kau dilarang meninggalkan griya, dan kau harus melatih ilmu beladirimu di rumah!”
Tangis Linglong meledak, dan Chu Yinghong menghampiri seraya tersenyum dan membujuk, “Kenapa kau menangis pada hari yang baik ini? Tetaplah bersemangat dan nikmatilah Turnamen Tusuk Rambut Bunganya! Bibi Hong pasti akan menangkap siluman paling besar dan paling rupawan untukmu!”
Linglong tak mendengarkannya dan terus menangis dengan wajah berkerut. Chu Yinghong mendorongnya dan berkata lembut, “Cepat, pergilah lihat ibumu! Dia cemas sampai jatuh sakit! Apa kau tak mau ibumu lagi?”
Linglong kemudian berlari ke sisi He Danping, mengalungkan lengannya pada leher sang ibu, dan menangis serta mengeluhkan penderitaannya, tak berani membuat masalah lagi.
Pada saat ini, seorang kultivator dengan wajah seperti anak-anak dan ekspresi takjub menghampiri dan berkata, “Ketua Chu, misi memetik bunga ini tidak biasa, tidaklah mudah untuk membawa dua orang junior bersama kita, jadi kenapa tidak menarik undian lagi? Para siluman itu ganas, dan aku mencemaskan nyawa mereka, bila pencegahan yang sepatutnya tidak diambil untuk mereka.”
Melihat kalau yang bicara adalah Tetua Hengsong dari Lembah Dianjing, Chu Lei pun membalas salamnya dan menjawab, “Terima kasih, Tetua, atas kebaikan Anda. Penarikan undian itu pasti telah diputuskan oleh Langit, jadi tak ada artinya bila melakukannya lagi. Aku yakin bahwa dengan adanya kami bertiga, takkan terlalu sulit untuk menangkap seekor siluman.”
Hengsong tahu kalau Chu Lei itu tinggi hati, terutama setelah terjadi masalah dengan Tetua Song barusan tadi. Pada saat ini, meminta Chu Lei untuk menarik undian kembali akan menjadi hal yang tak bisa diterima. Dia menghela napas, dan berkata, “Puncak Shaoyang dan Pulau Fuyu sama-sama merupakan sekte besar di dunia dan aku tak bermaksud menganggapnya sepele. Namun urusannya begitu penting, dan kultivator payah ini tak punya pilihan selain mengucapkan beberapa patah kata. Apakah Ketua Chu tahu siluman macam apa yang harus kalian tangani kali ini?”
“Bukankah siluman anjing?” Chu Lei berkata. “Tiba-tiba dia muncul di Gunung Lutai, dan memangsa banyak orang. Kali ini, kami akan menangkapnya dan memberikan keadilan Langit.”
Hengsong menjawab dengan raut serius, “Siluman anjing adalah salah satunya. Menurut sepengetahuanku, sekarang ada siluman lain bernama Elang Gu, yang memiliki lebar sayap mencapai lima kaki dan menjerit seperti tangisan anak-anak di malam hari. Elang Gu biasanya bersembunyi di bawah air, menyerbu keluar untuk memangsa manusia, kemudian mundur kembali ke sarangnya. Penduduk Gunung Lutai telah mengundang banyak pemburu dan kultivator, dan pada satu ketika mereka berhasil menangkap siluman anjingnya, namun dia melarikan diri di tengah malam, dan sejak saat itu, siluman itu mulai berburu bersama dengan Elang Gu. Dia sekarang telah memangsa tidak kurang dari seratus orang, dan tak ada seorang pun lagi yang mampu menakhlukkan mereka. Sekarang hanya ada tiga orang yang benar-benar berpartisipasi dalam misi memetik bunga ini, dan ketiga orang ini harus menakhlukkan dua siluman besar. Kepala Sekte Chu, harap pikirkanlah kembali!”
Ketika Chu Lei mendengar kata-katanya, mau tak mau dia jadi mempertimbangkannya kembali. Akan tetapi, suara cibiran tiba-tiba datang dari sisi lain, dan sebuah suara yang tak seperti pria maupun wanita berkata, “Begitu hati-hati! Aku tadinya bertanya-tanya siluman kuat macam apa itu, tapi ternyata cuma seekor siluman anjing kecil dan seekor Elang Gu. Tak bisa kupercaya kita harus menarik undian lagi! Menggelikan! Betapa lucunya!”
Saat mereka menengok, mereka melihat bahwa yang bicara adalah wakil Penguasa Istana dari Istana Lize. Istana Lize didirikan belum lama berselang, namun hanya dalam beberapa dekade, sekte itu telah menggantikan Sekte Gunung Bambu Hijau yang sebelumnya dan menjadi salah satu dari lima sekte besar. Mereka memiliki cara kultivasi mereka sendiri yang berbeda dengan orang-orang biasa untuk saat ini, namun gaya berpakaian mereka saja sudah cukup menakutkan. Tak peduli seberapa tua ataupun muda diri mereka, mereka semua mengenakan baju biru dan memakai topeng Ashura di wajah mereka, sehingga mereka tak bisa dibedakan antara pria dan wanita, juga tak bisa dibedakan antara junior dan senior.
Semua orang tahu bahwa orang-orang dari Istana Lize memiliki temperamen semacam ini, namun sebenarnya, mereka tidak jahat, dan karenanya orang-orang pun langsung tertawa dan tidak tersinggung. Linglong, di sisi lain, melihat bahwa mereka semua mengenakan topeng hantu, beberapa panjang, beberapa pendek, dan beberapa menakutkan, jadi dia pun tak bisa menahan diri untuk bersembunyi di belakang ibunya dan mengintip.
Tetua Hengsong bertanya, “Kalau Wakil Penguasa Istana berkata demikian, dia pasti memiliki cara untuk menanganinya. Kuharap Anda bisa memberi kami pencerahan.”
Wakil Penguasa Istana tertawa ganjil dan berkata, “Bagaimana aku bisa memberi Anda pencerahan! Tetua bercanda! Saat aku masih kanak-kanak, aku pernah mendengar tentang cara menangani beberapa siluman ganas yang memiliki sebagian deskripsi yang serupa. Kukira Tetua Hengsong dan Ketua Chu pasti juga pernah mendengarnya karena mereka memiliki begitu banyak pengetahuan, jadi aku tak berani memamerkan ketidaktahuanku. Akan tetapi, bila kalian berdua belum pernah mendengarnya, maka aku pun tak berani bersikap kikir.”
Mereka bicara dengan cepat, lihai, dan dalam gaya sadis juga cerdik, jadi mereka jelas adalah wanita. Melihat penampilan mereka, mereka memiliki bahu lebar, pinggang ramping, dan jakun, jadi mereka jelas-jelas adalah lelaki. Linglong tak pernah melihat orang seaneh itu sebelumnya, jadi dia pun melongo, dan mau tak mau jadi terus memandangi.
Mendengar kata-kata tersebut, kedua Tetua itu pun jadi saling berpandangan dan tak bisa menahan diri untuk berkata, “Harap beri kami pencerahan, Wakil Penguasa Istana.”
Sang Wakil Penguasa Istana tak ragu-ragu dan berkata, “Siluman anjingnya takut pada cuka, jadi kalau kalian menyiram kepalanya dengan seguci cuka, dia akan pingsan. Elang Gu biasanya bersembunyi di dalam air, jadi semua yang kalian butuhkan adalah memakai beberapa buntelan dan membuatnya tampak seperti manusia, mengisinya dengan garam lalu melemparkannya ke dalam air. Saat elang itu melihatnya, dia akan mematukinya. Namun air garam akan menyengat matanya, jadi dia takkan bisa melihat apa-apa. Saat dia terbang keluar dari air, dia akan siap untuk ditangkap.”
Ini adalah kali pertama bahkan bagi pria berpengetahuan seperti Tetua Hengsong untuk mendengar strategi semacam ini, dan meski dia merasa skeptis, pertimbangannya cukup masuk akal.
Sang Wakil Penguasa Istana menambahkan, “Elang Gu sangat licik dan akan sulit untuk ditangkap. Kalau kalian mencemaskan bahwa kalian takkan bisa menangkapnya saat keluar dari air, persiapkan obor dan pergilah ke sarangnya di malam hari untuk menangkapnya. Matanya takkan sembuh dalam waktu tiga hari, dan dia akan tetap tinggal di dalam sarangnya untuk merawat lukanya. Kalian hanya perlu melemparkan sebuah obor ke dalam sarang itu dan menyegel pintu masuknya untuk mencegahnya kabur, kemudian kalian bisa menangkapnya.”
Chu Lei membungkuk dalam-dalam pada Wakil Penguasa Istana dan berkata, “Terima kasih, Wakil Penguasa Istana. Aku berterima kasih kepadamu!”
Sang Wakil Penguasa Istana tertawa beberapa kali, namun berhenti bicara.
Waktunya tepat sekali, karena Zhong Minyan baru saja membawa Xuanji kembali. Si gadis kecil tampak lesu. Rambutnya tak disisir, dan beberapa helai rambut mencuat lemas tidak pada tempatnya. Ekspresinya masih mengantuk, karena dirinya telah dipaksa untuk bangun ketika sedang tidur. Dia masuk dan tak menatap siapa-siapa, hanya menggosok matanya, tiba-tiba menyadari Chu Lei tengah berdiri di depan, terperanjat, dan buru-buru berlutut bersama dengan Zhong Minyan, berkata, “Memberi salam kepada Kepala Sekte.”
Meski Chu Lei tak menyukai tampang malas Xuanji, namun dia sudah tak melihat gadis itu selama beberapa hari dan Xuanji tampak pucat dan kurus, jadi gadis itu pasti telah banyak menderita di dalam Gua Mingxia. Mau tak mau Chu Lei jadi merasa agak sedih, dan amarahnya tanpa disadari telah lenyap, jadi dia pun berkata dengan nada hangat, “Bangkitlah. Xuanji, mulai saat ini kau tak usah tinggal di Gua Mingxia. Besok kau akan turun gunung bersama kami untuk memetik bunga. Cepatlah dan kemasi barang-barangmu sore ini juga, mengerti?”
Chu Lei hanya berkata demikian, karena anak-anak suka keluar dan bermain, jadi mereka pasti sangat gembira. Tapi siapa sangka kalau Xuanji jadi tertegun selama sesaat sebelum berbisik, “Huh? Aku akan pergi juga? Kenapa aku… itu… apa aku bisa tidak pergi?”
Chu Lei berkata, “Tidakkah kau ingin turun gunung dan melihat tempat-tempat baru?”
Xuanji buru-buru menggelengkan kepalanya, “Aku tak mau.”
Barulah kemudian Chu Lei ingat pada perilaku biasa gadis kecil ini. Jiejie dan shixiong-shijie-nya yang lain sudah pernah turun gunung dan pergi ke banyak tempat, dan kapan pun mereka hendak membawanya ke sana, setiap kalinya Xuanji hanya menjawab dengan satu cara: ‘malas, mager‘. Chu Lei pun tak tahan untuk mengernyit, dan berkata, “Bahkan bila kau tak mau pergi, tetap tak bisa seperti itu. Memenangkan undian bukanlah permainan. Kalau kau terus bersikap malas seperti ini, kau akan harus tinggal di Gua Mingxia untuk seumur hidupmu!”
Saat Xuanji mendengar bahwa dia akan harus tinggal di Gua Mingxia seumur hidup, dia pun menganggukkan kepalanya dengan ketakutan dan setuju. Chu Lei, yang sarat dengan cinta dan kasih, merasa begitu tak sabar sehingga dia melambaikan tangannya dan menyuruh Xuanji untuk pergi, dan mulai mendiskusikan berbagai urusan yang berhubungan dengan Turnamen Tusuk Rambut Bunga dengan yang lainnya.
Saat Xuanji perlahan berjalan ke sudut, dia melihat Linglong sedang berpelukan dengan ibunya. Saat Linglong melihat dirinya datang, gadis itu pun menghambur menghampiri, menggenggam tangannya dan memanggil, “Meimei yang baik! Kau sudah keluar! Rasanya sungguh berat, kan?”
Xuanji mengangguk, kemudian menggelengkan kepalanya, berkata, “Memang berat pada mulanya, tapi kemudian aku jadi terbiasa. Setiap hari, aku cuma tidur dan makan, bukan apa-apa.”
Begitu He Danping melihat Xuanji keluar, tangisnya pun meledak. Dia tak mau memberitahu Xuanji berapa berbahayanya hal itu, jadi dia hanya menyentuh kepala gadis itu dan mendesah tanpa suara, menyalahkan Chu Lei karena begitu keras hati.
Linglong bicara penuh perhatian pada Xuanji untuk waktu yang lama. Kemudian tiba-tiba teringat sesuatu, dia meraih tangan Xuanji dan berbisik, “Xuanji, kalau kau tak mau turun gunung, kau bisa beritahu ayah kita kalau kita bisa bertukar dan aku akan pergi menggantikanmu.”
Xuanji menggelengkan kepalanya seperti genderang bayi, “Tidak, tidak, tidak. Ayah bilang kalau aku tidak pergi, aku akan harus tinggal di Gua Mingxia untuk seumur hidupku! Aku tak mau tinggal di tempat itu seumur hidup,” dia berkata, “tempat itu dingin, basah, dan gelap. Aku sudah berada di sana selama beberapa hari, dan seluruh tubuhku jadi sakit.”
Saat Linglong mendengar Xuanji mengatakan hal ini, dia menjejakkan kakinya kuat-kuat, menyentak lepas tangan Xuanji, dan berlari pergi.
Xuanji tak tahu di bagian mana dirinya telah menyinggung jiejie-nya, tapi dia tak bisa pergi mengejarnya, jadi dia hanya bisa duduk di pojokan dengan terbengong-bengong.
Dia baru saja tidur siang, jadi tak masalah bila memanggil dirinya kemari kali ini, tapi dia tak bisa menahan diri untuk bersandar pada ibunya dan terkantuk-kantuk, kepalanya terkulai, dan dia sudah akan tertidur kembali. Dalam kondisi setengah sadarnya, sepertinya ada sesuatu yang bergerak di bawah kakinya. Dia tak repot-repot untuk melihat, dan memejamkan matanya untuk tidur. Namun sesuatu itu merayap naik menyusuri kaki celananya. Rasanya dingin dan empuk, seperti sutra tipis di musim panas.
Dia tak bisa menahan diri untuk membuka matanya, dan melihat seekor ular putih keperakan teronggok di atas lututnya, ular itu mendesis dan kepala berbentuk segitiga terbaliknya dimiringkan dari sisi ke sisi, suatu kesan yang sangat sederhana dan imut. Xuanji begitu syok sehingga dia buru-buru memanggil ibunya, namun saat dia berbalik, tak ada seorang pun yang ada di sana, karena semua orang dewasa sedang sibuk mendiskusikan urusan memetik bunga dan upacara menyematkan bunga.
Dia sudah akan melemparkannya ke lantai, namun sebuah suara dingin di atas kepalanya berkata, “Jangan sentuh, atau – dia akan menggigitmu. Dia sangat berbisa.”
Xuanji sudah mencomot ular itu, namun ketika dia mendongak setelah mendengar kata-kata tersebut, dia melihat seseorang yang kira-kira setinggi dirinya berdiri di depannya, mengenakan baju biru, tubuh kurus, dan mengenakan topeng Ashura di wajahnya.
Dia tak tahu dari mana mereka berasal, jadi dia hanya memandangi topeng mereka. Orang itu melihat si ular perak kecil sedang diremas secara gegabah olehnya dan sudah hampir mati, jadi orang itu berkata, “Lepaskan dia!”
“Apa dia milikmu?” Saat Xuanji menatap ular kecil di tangannya, hewan itu sepertinya sudah sekarat, jadi dia buru-buru melemparkannya ke orang itu dan berkata, “Nih.”
Orang itu buru-buru memegangi si ular kecil di tanganya dan mengamatinya, dan untung saja hewan itu masih hidup dan bernapas. Dia pun memasukkan kembali si ular dengan hati-hati ke dalam kantongnya dan kemudian berbalik serta berkata, “Kenapa kamu – meremasnya?”
Xuanji bisa mendengar kalau orang itu tak terlalu familier dengan bahasanya, dan bahwa orang itu selalu memakai hingga tiga kata setiap kalinya, jadi dia pasti bukan berasal dari Dataran Tengah, maka dia pun memutuskan untuk meniru aksennya dan berkata, “Karena dia memanjati – aku. Kukira dia – pasti akan menggigitku.”
Orang itu berkata dingin, “Itu salahku – Xiao Yin Hua – karena tidak mengawasi. Tapi kamu, juga – tak boleh bunuh – dia. Kamu perempuan – jahat!”
Xuanji dimaki sebagai perempuan jahat tanpa alasan dan dibuat terkejut. Untung saja dia memiliki sifat pemalas dan tak mau membuang-buang tenaga atas urusan ini, jadi dia pun hanya mengangkat bahunya dan tak memasukkannya ke dalam hati saat dirinya dimaki. Kalau yang dibegitukan adalah Linglong, gadis itu pasti akan sudah memulai pertengkaran sejak lama.
Saat orang itu melihat kalau dirinya bukan hanya tidak menanggapi, namun juga telah mulai terkantuk-kantuk, dia pun mau tak mau jadi merasa lebih malu lagi, dan berkata dingin, “Kenapa mereka – biarkan kamu – memetik bunga.”
Xuanji tiba-tiba membuka matanya dan berkata, “Huh? Kau tak bicara dengan tiga kata – tiga kata barusan tadi! Kau juga bicara dengan dua kata!”
Orang itu merasa bahwa dirinya tak bisa berkomunikasi dengan Xuanji sama sekali, dan gadis itu dengan sengaja berpura-pura menjadi orang bodoh. Dia pun menunjuk pada topengnya dan berkata marah, “Kamu pikir siapa – aku ini?! Beraninya kamu – mengolok aku!”
Xuanji dengan acuh tak acuh bertanya, “Oh, siapa kamu?”
Orang itu berkata marah, “Lihat topengnya!”
Xuanji dibuat keheranan oleh pertengkaran mereka dan hanya bisa menatap topengnya dengan patuh.
Orang itu mencibir dan berkata, “Sekarang, kau tahu? Katakan, bagaimana menurutmu?”
Topeng dari Istana Lize begitu terkenal dan menakutkan, dan dia pun dengan hati-hati dan lirih berkata, “Jelek.”
Jleb! – Orang itu seakan mendengar suara pembuluh darahnya sendiri meletus, “Kau… biar aku ingat!” Jarinya teracung gemetaran pada hidung Xuanji, begitu marah hingga suaranya berubah, “Kau… siapa namamu?! nama!”
Xuanji menggelengkan kepalanya dan sudah akan memberitahunya, namun berhenti karena ibunya pernah bilang kalau dia tak boleh membiarkan orang asing mengetahui namanya tanpa izin, saat dia mendengar orang di depannya menyerukan sesuatu dengan nada yang aneh. Orang itu langsung berbalik untuk pergi, meragu, kemudian berbalik lagi, “Namaku Yu Sifeng! Chu Xuanji. Aku ingat namamu! Kau tunggu saja!”
Xuanji kebingungan saat dia melihat orang itu berjalan keluar dari Aula Tusuk Rambut Bunga bersama dengan orang-orang berbaju biru dan bertopeng itu, namun dia masih tak mengerti kenapa orang itu begitu marah.
Sungguh aneh, kan orang itu yang bertanya kepadanya soal apa yang dia pikirkan tentang topeng itu, dan dia pun mengatakan yang sebenarnya….
Semua orang dan urusan dari luar ini benar-benar menyusahkan.