The Glass Maiden - Chapter 10
Xuanji sudah pernah melihat kue beras semacam ini sebelumnya, berwarna kekuningan dan harum.
Ada seorang pemuda yang bermain-main dengannya, tertawa, dan melemparkannya pada seekor ular perak kecil. Pemuda itu memiliki wajah pucat, mata gelap yang dalam, dan seringkali memiliki tampilan serius pada dirinya.
Namun Xuanji tahu kalau pemuda itu adalah orang yang baik.
Sejak saat itu dia tak pernah bertemu dengan orang seperti pemuda tersebut. Begitu lembut, namun sensitif, bertulang besi, dan arogan.
Apakah itu dia? Mungkinkah itu dia?
“Kau melamun lagi… kenapa kau tak henti-hentinya melamun saat ini?” Linglong tiba-tiba menghampirinya dan menepuk bahunya, “Hati-hatilah, kita ini sedang terbang di langit!”
Xuanji langsung mendapatkan kembali kesadarannya, tersenyum samar pada Linglong, dan berkata, “Aku sedang berpikir….”
“Berpikir apakah orang itu adalah Sifeng, kan?” Linglong tertawa dan menyelanya seraya menggandeng tangannya, membiarkan hembusan angin malam meniup gaun dan rambut panjangnya tinggi-tinggi ke udara.
“Tak ada gunanya memikirkan tentang hal itu! Kau sudah tidak menulis pada orang itu selama empat tahun! Mereka memintamu untuk menulis kepadanya saat kau sudah membaik. Dia telah mengingatkanmu berkali-kali. Tapi kau lupa. Dasar kau si kepala babi!”
Xuanji hanya tertawa getir pada apa yang dia katakan. Mereka memang benar, kadang-kadang dirinya memang kepala babi. Tidak apa-apa bila melupakan siapa saja, tapi bagaimana bisa dia lupa untuk menulis surat kepada Sifeng?
Saat Linglong melihat betapa tertekannya dia, gadis itu pun tertawa dan berkata, “Lupakan saja, lupakan saja! Kalau orang itu benar-benar adalah Sifeng, kita akan bertemu dengannya sebentar lagi. Jangan sedih. Dia mungkin juga tak mau melihatmu tampak begitu gelisah.”
Xuanji menggelengkan kepalanya, menatap langit malam biru gelap di kejauhan dengan terbengong-bengong.
Dia tidak sedih, namun dia hanya menyesali karena dirinya sekali lagi sudah mengecewakan seseorang tanpa alasan sama sekali. Sifeng pasti sangat tidak senang karena sudah tak mendengar kabar darinya selama empat tahun, kalau tidak, kenapa pemuda itu tak mau menemuinya siang ini?
“Kubilang, otak babimu itu hanya bagus untuk menjadi kutu buku, bukan untuk berpikir.” Zhong Minyan juga ikut mencondongkan diri, dan berkata mengolok.”Muka pare itu lebih cocok denganmu.”
Xuanji masih bengong, namun Zhong Minyan dan Linglong menepukkan tangan mereka dan tertawa, berkata, “Itu dia! Itulah tampang sempurna untukmu!”
Xuanji menggaruk kepalanya dengan malu. Apakah dirinya benar-benar cocok dengan tampang bodoh?
Tentu saja, ini bukan saat yang tepat untuk memikirkannya. Gunung Haiwan ada di kaki mereka, dan mereka bertiga pun turun bersama-sama. Pakaian mereka berkibar, berkelepakan dihembus angin malam.
“Bau apa itu?” Linglong tiba-tiba menutupi hidungnya dan mengernyit, “Amis dan busuk!”
Xuanji juga menutupi hidungnya dan berkata lirih, “Ini bau yang sama dengan siang tadi. Siluman!”
Zhong Minyan mencabut pedangnya. Sikapnya waspada, dan berbisik: “Perhatikan sekeliling kalian. Sepertinya ada sesuatu di sekitar sini.”
Mereka bertiga pun menunduk, namun malam begitu gelap dan pekat, juga sulit untuk melihat apa pun di bawah sana. Mereka hanya merasa kalau bau amis itu menjadi lebih parah saat mereka semakin turun. Linglong sudah tak tahan lagi. Dia membuka mulutnya untuk muntah, dan berkata dengan susah payah, “Nggak…! aku nggak mau turun!”
Xuanji mendadak berhenti, mengeluarkan kembang api dari lengan bajunya, dan dengan satu jentikan jarinya, menciptakan secercah api kecil, menyalakannya, lalu melemparkannya ke bawah.
Begitu terdengar suara ‘bang‘, tiba-tiba ada cahaya terang yang memancar di sekitar mereka. Gunung dan lembah pun menjadi benderang seperti siang hari, dan sekelompok makhluk tak dikenal berkumpul dalam kegelapan di bawah sana. Ketika makhluk-makhluk itu melihat cahaya terang tersebut, mereka semua beterbangan dan menyerukan pekikan aneh ‘Qu Ru, Qu Ru’ ini.
Ketiga orang itu merasakan angin berbau amis tersebut bertiup di wajah mereka dan perut mereka langsung terasa mual. Linglong muntah-muntah dan bergegas terbang ke tempat yang lebih tinggi, namun burung-burung aneh di bawah sana terbang lebih cepat lagi. Dalam sekejap, sekelompok besar burung mengelilingi mereka. Di malam hari, mata burung-burung itu bagaikan lidah-lidah api merah, berkumpul rapat dalam titik-titik tak terhitung banyaknya, tampak luar biasa mengerikan.
Ketika Linglong melihat mereka, dia berteriak dan mencabut Pedang Emasnya.
Pedang Emas adalah sebuah senjata kuat yang telah Linglong pakai selama bertahun-tahun, dan pedang itu memang selalu berguna. Saat dia melambaikannya seperti ini, dia langsung menghasilkan ledakan pedang yang jelas, dan cahaya keemasan yang membentuk lengkungan memancar keluar dalam sekejap. Segerombolan besar burung-burung aneh itu berpencaran, dan bau darah berjatuhan seperti hujan.
Linglong, dalam kepanikannya, merasakan sesuatu mengenai tubuhnya. Tanpa sadar dia mencengkeramnya – berbulu dan berdarah, itu adalah kepala seekor burung. Tiga kepala menempel pada satu leher, dan mereka masih hidup, menatap dirinya dengan tiga pasang mata semerah darah.
Dia memekik dengan lebih memilukan lagi, nyaris menangis, dan semua yang bisa dia lakukan adalah berteriak, “Xiao Liuzi! Xiao Liuzi! Kau ada di mana?”
Zhong Minyan tepat berada di sisinya, membunuhi burung aneh menakutkan yang terbang mendekat. Mendengar Linglong memekik seperti ini, dia buru-buru memelesat menghampiri, mengulurkan tangannya, dan menarik gadis itu ke belakangnya. Tiba-tiba mendengar suara angin di belakang kepalanya, dia mengerahkan sebuah jurus pedang, dan pedangnya pun bergerak sesuai dengan keinginannya. Pedang itu dipenuhi oleh energi murni dan berubah menjadi tak terhitung banyaknya cahaya pedang, menghujam burung-burung aneh itu hingga jatuh ke tanah.
“Apa kau baik-baik saja? Apa kau terluka?” Zhong Minyan mengelak dari burung-burung itu dan bertanya keras-keras.
Linglong berpegangan pada pinggangnya dan terisak, “Aku… baik-baik saja. Hanya saja aku kaget sekali….”
Bagaimana bisa dia masih terlihat seperti Linglong si gadis tak kenal takut itu? Gadis ini mungkin hanya menyombong untuk pamer, tapi sebenarnya dia itu pengecut.
Zhong Minyan mendesah dan menatap ke belakang, tetapi Xuanji tak terlihat di mana-mana. Dia pun berkeringat dingin dan berkata, “Di mana Xuanji?”
Saat Linglong mendengar bahwa Zhong Minyan tak bisa menemukan Xuanji, dia pun jadi melupakan rasa takutnya. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling dalam waktu lama, namun tak bisa melihat gadis itu. “Antar aku kembali ke pedangku sendiri! Aku ingin mencari dia! Dia… dia pasti sudah dijatuhkan oleh burung-burung aneh ini!”
Zhong Minyan mengayunkan pedangnya dan mendorong mundur sejumlah besar burung aneh itu, memelesat di udara, membunuh dan menghasilkan jalur berdarah. Linglong melihat dari kejauhan bahwa pedangnya tertangkap dalam cakar-cakar seekor burung aneh, memancarkan cahaya biru samar. Dia pun langsung meluncurkan tubuhnya ke depan, mengangkat tangannya untuk meraih gagang pedang, lalu melambaikan Pedang Emas dengan tangan lainnya, dan burung itu pun langsung terpotong. Makhluk itu terpotong menjadi empat atau lima bagian, meraung dan terjun ke bawah.
Linglong memutar tubuhnya, berdiri kokoh di atas pedang, menyeka darah dari wajahnya dan berkata tegas, “Kalau burung-burung ini melukai meimei-ku, aku akan memotong mereka hingga jadi serpihan. Mencincang mereka hingga jadi bubur!”
Begitu berani. Siapa yang barusan tadi menangis dan berteriak?
Zhong Minyan sedang tidak berminat untuk mengoloknya dan hanya mengedarkan pandangan, berharap bisa melihat sosok hijau Xuanji. Tiba-tiba, mereka melihat sebuah bayangan hitam di atas kepala menjadi semakin dan semakin besar, dan ketika mereka sama-sama mendongak, mereka mendapati burung-burung aneh itu meninggalkan mereka dan terbang ke atas. Kuakan dan pekikan mereka begitu memekakkan telinga.
Saat mereka melihat burung-burung itu membentuk sebuah bola hitam raksasa, ada semakin banyak lagi burung-burung aneh yang terbang ke atas, bergerak semakin merapat, seakan ada sesuatu yang menggoda di dalamnya. Mereka berdua pun dibuat terbengong-bengong.
Tiba-tiba, terdengar suatu seruan nyaring dari pusat bola itu, diikuti oleh tiga naga api yang memancar dari dalam. Burung-burung itu mengelak dengan panik, namun ada banyak dari mereka yang terbakar sampai mati di situ juga. Ketiga naga api itu berputar-putar mengelilingi mereka, mengejar burung-burung aneh berkepala tiga tersebut, dan untuk sesaat bau hangus meningkahi bau busuk, membuatnya jadi lebih parah lagi.
Di tengah-tengah api itu, mereka hanya bisa melihat seorang gadis berpakaian hijau berdiri tegak, dan ternyata dia adalah Xuanji. Gadis itu sedang merapalkan mantra dengan mata terpejam. Mungkin karena teknik pengendalian apinya terlalu ganas, dia pun tak sanggup menahannya. Dahinya tertutup keringat dingin, dan kedua tangannya agak gemetar.
“Tiga Naga Api! Dia sedang bermain-main dengan nyawanya?!” Zhong Minyan tahu seberapa hebat dirinya, dan langsung terbang untuk membantu.
Yang aneh adalah bahwa burung-burung itu jelas-jelas bisa melihat Linglong dan Minyan, namun mereka tidak menyerang kedua orang itu. Naga-naga Api mengelilingi tubuh Xuanji, dan mereka akan terbakar bila mendekat, namun burung-burung itu masih tampak enggan untuk pergi, memekik-mekik dan memutari dirinya.
Zhong Minyan pernah melihat pemandangan semacam ini sebelumnya, dan dia tiba-tiba teringat pada adegan empat tahun yang lalu, saat seekor Elang Gu yang tengah terluka parah mati-matian berusaha memasuki percabangan jalan demi memangsa Xuanji.
Ada apa dengan gadis itu? Kenapa siluman-siluman ini selalu mengincar dirinya?
Zhong Minyan mengeluarkan hawa pedangnya dan menembak jatuh banyak burung aneh itu. Dia sudah akan memanggil Xuanji untuk menghampiri tempatnya saat dia tiba-tiba melihat belasan burung aneh membubung lalu menerjang turun dari atas kepala Xuanji, di mana tak ada Naga Api yang mengelilinginya!
“Meimei, hati-hati!”
Linglong berteriak dan sudah akan terbang naik, namun Xuanji tak punya pertahanan saat burung-burung aneh itu bertabrakan dengan dirinya dan Naga-naga Api di sekelilingnya pun lenyap seketika.
Mereka melihat saat dirinya terjatuh dari pedang dan terjun bebas ke tanah.