The Glass Maiden - Chapter 14
Mereka berenam terbang bersama-sama dengan pedang mereka ke arah Gunung Haiwan. Pada kali terakhir tak ada persiapan, mereka menyerang ke sana dengan gegabah, dan mengalami kerugian besar. Namun kali ini, mereka semua membawa segala yang mereka butuhkan bersama mereka dan menerbangkan pedang mereka ke belakang gunung, di mana mereka kemudian berhenti.
Tercium bau itu lagi. Linglong menutupi hidungnya dan mengernyit, “Aku sudah membunuh begitu banyak kemarin dan masih ada lagi hari ini.”
Yu Sifeng membuat isyarat kepada Xuanji dan gadis itu langsung mengerti. Mereka berenam berpencar dan membentuk sebuah lingkaran besar di udara, bersiap untuk bertarung. Xuanji mengeluarkan kembang api kecil dari dalam kantongnya, menyalakannya, lalu melemparkannya ke bawah.
Terdengar suara ‘bum‘ lagi, dan di segala penjuru langsung jadi seterang siang hari, dan di sisi gunung, terdapat tak terhitung banyaknya titik-titik hitam, kesemuanya adalah burung-burung Qu Ru berkepala tiga. Sudah jelas bahwa membunuh sejumlah besar burung-burung itu kemarin tak ada pengaruhnya, dan hari ini mereka kembali berkumpul di sini.
Terstimulasi oleh cahaya, burung-burung Qu Ru itu membentangkan sayap mereka dan terbang bersamaan. Keenam orang itu mulanya berniat menunggu burung-burung tersebut terbang naik lalu membunuh mereka, namun kemudian mendapati bahwa burung-burung ini tak seperti kemarin, melainkan hanya melayang rendah di angkasa, berkaok dan menguak, lalu tak lama kemudian turun lagi, tak bersuara.
“Yo, mereka tahu apa yang hendak kita lakukan!” Linglong menggoda.
“Ya, mereka dibuat takut oleh Sekte Shaoyang.” Lu Yanran mendengus di samping.
Linglong berpura-pura tak mendengar. Ketika Xuanji melihat kalau burung-burung Qu Ru itu tidak terbang naik, dia pun menyalakan beberapa kembang api lagi lalu melemparkan semuanya ke bawah, menyebabkan suara meletup-letup memekakkan dan terdengar banyak suara kepakan. Semua orang merasa kalau bau amis itu membubung lebih tinggi lagi, dan burung-burung itu pun terbang kembali.
“Berpencar!” Begitu Yu Sifeng berseru, mereka berenam pun mundur bersamaan, mengelilingi sejumlah besar burung Qu Ru di tengah-tengah. Selama sesaat, cahaya-cahaya pedang tampak berkilauan, seakan sebuah jaring baja dipasang di atas kepala. Burung Qu Ru yang kebetulan mengenainya, langsung entah mati atau terluka.
Linglong sudah mendapat pengalaman dari yang kemarin, dan kini dia tak takut lagi, dia bisa membunuh hampir semua monster yang datang ke arahnya. Pedang Emas di tangannya seakan telah merasakan semangat dari tuannya, dan pedang itu pun menghasilkan pekikan nyaring. Di antara cahaya pedang, hanya miliknya yang membentuk lengkung keemasan paling indah.
Saat Lu Yanran melihatnya dari kejauhan, dia tak tahan untuk tertawa dan berkata, “Nona Linglong, kenapa kau tidak santai saja? Burung-burung ini sama seperti ayam betina, tak peduli seberapa banyak pun yang kau bunuh, tetap tak berguna. Kau hanya akan mengotori pedangmu yang berharga.”
Linglong sudah marah pada Lu Yanran yang memprovokasinya, jadi dia berseru, “Tutup mulut! Kalau kau takut, kembali saja pada gurumu! Jangan mengganggu di sini!”
“Hei, jangan bicara padaku seperti itu!” Lu Yanran juga marah, wajah cantiknya bagai berlapis es.
“Kaulah orang yang perlu belajar bersikap hormat!” Amarah Linglong membubung lebih jauh lagi, dan dengan sebuah kibasan kuat dari pedang di tangannya, cahaya keemasan pun menghancurkan belasan Qu Ru, namun tak kunjung memudar dan terus memelesat ke arah Lu Yanran.
Lu Yanran tak bersedia menunjukkan kelemahannya, jadi dia melakukan jurus pedang dan dengan satu putaran dari pergelangan tangannya, belasan pancaran energi pedang terlontar, bertumbukan dengan cahaya Pedang Emas, dan sebuah pusaran tiba-tiba terbentuk, menggulung burung-burung Qu Ru yang ada di sekitarnya. Mereka berdua melihat serangan satu sama lain dan bertekad untuk bertarung sampai mati, namun mereka tak peduli lagi tentang membunuh Qu Ru, melainkan melakukan pertarungan pedang di angkasa.
“Linglong! Jangan membuat urusannya jadi lebih ruwet!” Zhong Minyan berteriak cemas. Karena lingkaran yang terdiri dari enam orang itu tiba-tiba memiliki dua celah, empat sisanya harus berurusan dengan Qu Ru, yang beterbangan dengan luar, dan mati-matian berusaha mencegah diri mereka sendiri dari terluka.
Linglong melakukan salto yang indah di udara, menghindar dari serbuan pedang Lu Yanran, seraya berkata galak, “Kau seharusnya bilang padanya agar jangan menyebabkan keruwetan! Lu Yanran, aku sudah berusaha bersabar denganmu dalam waktu lama!”
Ruo Yu juga sibuk berusaha membujuk Lu Yanran: “Nona Lu! Saat ini yang lebih penting adalah mengurus siluman-silumannya, jadi jangan sampai mengalami kerugian besar gara-gara hal sepele….”
“Kalian semua melihatnya. Dialah yang memaksaku! Sekte Shaoyang itu cuma namanya yang besar! Aku tidak takut!”
Lu Yanran juga menolak untuk menyerah.
Sementara keributan itu terus terjadi, Xuanji dan Yu Sifeng masih sibuk berurusan dengan jumlah burung Qu Ru yang semakin meningkat, dan mereka mulai kelelahan. Saat pergerakan Xuanji jadi semakin dan semakin intens, dia merasa kalau luka di bagian punggungnya telah sobek kembali, dan pergelangan tangannya menjadi lemas, membuatnya hampir menjatuhkan pedangnya. Ketika dia melihat beberapa ekor Qu Ru terbang di belakangnya, dia menggertakkan giginya dan melawan balik, diam-diam menghimpun qi sejatinya dan berusaha melepaskan sihir kaum abadinya.
Burung-burung Qu Ru yang beterbangan di bawah tiba-tiba mencium bau darahnya dan jadi bersemangat, tak pernah lagi memelesat ke arah lain, mengumpul menjadi satu, ingin mengepung Xuanji seperti malam sebelumnya.
Ketika dia melihat kalau situasinya tidak baik, Xuanji berusaha melemparkan pedangnya dengan gerakan tegas, lalu dengan satu kibasan tangannya, dia membuat segel dan hendak melepaskan sihirnya.
Tiba-tiba dia mendengar Yu Sifeng bersiul, tiga panjang, satu pendek, dan kemudian segumpal cahaya perak melompat keluar dari dalam lengan bajunya, yang membubung di tengah angin seperti hantu, berlompatan pada punggung burung-burung Qu Ru itu, dibuat bersemangat oleh gerakan tersebut. Dengan sekali sentuh, burung Qu Ru langsung kehilangan tenaga mereka dan jatuh.
Yu Sifeng menyiulkan nada yang aneh dan mengendalikan aksi Xiao Yinhua. Ketika dia berdiri, lengan bajunya terjulur, menembakkan tak terhitung banyaknya cahaya biru gelap. Mungkin itu adalah senjata rahasia, mungkin juga beracun. Ketika burung-burung itu berlompatan di sekitar Xuanji, mereka semua langsung terjatuh dari angkasa. Yu Sifeng terbang mendekat, meraih tangan Xuanji dan mengangkatnya lalu menempatkan gadis itu di belakangnya.
Xuanji berseru, “Sifeng….” Sayangnya, suara Qu Ru yang ada di sekitarnya terlalu keras, jadi Sifeng pasti tidak mendengarnya.
Yu Sifeng meremas tangannya dengan punggung tangan di depannya, “Apa kau melihat Xiao Yinhua?” dia bertanya lantang.
Xuanji tertegun lalu buru-buru mengangguk, “Aku lihat! Tapi… aku tak bisa lihat dengan jelas….” Mereka berdua dikelilingi oleh sekelompok burung Qu Ru.
Mereka berdua dikepung oleh segerombolan burung Qu Ru, yang terus mematuk dan berusaha mengoyak mereka, mengandalkan pada pedang Yu Sifeng untuk menahan mereka, maju dan mundur dalam gerakan mulus. Saat Sifeng mati-matian menangani burung sebanyak itu, dia masih saja terdengar ceria dan bercanda pada Xuanji, “Nanti kau akan bisa melihat dengan jelas!”
Ketika Xuanji melihat napas Sifeng menjadi lebih cepat, dia berpikir pasti sulit bagi satu orang untuk bertarung melawan Qu Ru sedemikian banyaknya. Akan tetapi, dia baru saja kehilangan pedangnya dan tak bisa menghimpun qi untuk membantu pria itu. Dia mendengar Yu Sifeng mengerang di dekat telinganya, tangan kiri pria itu tiba-tiba dicengkeram oleh cakar-cakar tajam, dan kulitnya terkoyak. Darah langsung membasahi pakaiannya.
Xuanji merasakan telinganya berdengung, benaknya kacau balau, tak berdaya dan kebingungan. Seketika itu juga kata-kata Bibi Hong muncul dalam benaknya: “Xuanji tak boleh menjadi beban selamanya. Bagaimana kalau keluarga dan teman-temanmu berada dalam bahaya demi dirimu, apa kau sanggup melihat mereka mati?”
Tentu saja tidak!
Empat tahun yang lalu, dia turun gunung dan jatuh sakit, dan setelah mengalami ketidakyakinan selama bertahun-tahun, akhirnya dia menyadari apa yang ingin dicapainya.
Begitu banyak orang berkata bahwa dirinya tak punya hati, tak punya tujuan, namun dia ingin mereka semua bahagia.
Dia tak suka melihat mereka bersedih atau terluka.
Sebenarnya, yang paling tidak disukainya adalah terpisah dengan mereka, untuk alasan apa pun. Dia lebih suka menjadi sebuah latar belakang kecil pada kebahagiaan mereka, daripada ditinggalkan atau… dipaksa berpisah.
Secercah cahaya keperakan tiba-tiba muncul di depan matanya. Mungkin itu adalah cahaya bulan, mungkin juga adalah kilauan dari pedang di tangan Sifeng, dia tidak yakin. Qi yang berpencaran di dadanya tiba-tiba bisa terkumpul, seakan ribuan sungai akhirnya mengalir ke laut.
Dia memejamkan matanya, membuat segel dan membacakan mantranya, tangan kanannya terjulur dan kelima jemarinya sedikit melengkung, bagai anggrek yang sudah akan merekah. Ujung-ujung jemarinya tampak diselubung dengan pasir keperakan, bersinar benderang.