The Glass Maiden - Chapter 16
Karena Yu Sifeng nyaris kehabisan tenaga, dia bahkan tak mampu menggenggam pedangnya dengan stabil, jadi sudah jelas kalau dia tak mampu menyelidiki lebih jauh lagi. Maka mereka semua pun setuju kalau salah satu dari mereka akan tetap tinggal di sini untuk menjaganya, dan yang lainnya akan pergi ke Gunung Haiwan untuk menyelidiki siapa yang mengendalikan Qu Ru.
Yu Sifeng terlalu lelah untuk bicara, jadi Zhong Minyan menjadi pimpinan kelompok, dan dia mengistruksikan, “Xuanji, kau tinggallah di sini dan jaga Sifeng. Ruoyu, ayo kita buat pengaturan tindakannya dengan sebaik-baiknya.”
Ruoyu menganggukkan kepalanya, dan Linglong, yang berada di sampingnya, juga berkata, “Aku ingin memulai pertarungan! Aku mau melihat baik-baik orang yang melakukan hal mengerikan ini!”
Zhong Minyan menatap ke arahnya, mendesah diam-diam dalam hati, namun di sisi lain berkata sopan, “Kau itu anak perempuan, kau tak boleh maju duluan. Kalau sampai terjadi apa-apa, aku akan… bagaimana kau bisa menjelaskan pada guruku?”
Memangnya kenapa kalau aku anak perempuan? Linglong benci ketika orang-orang meremehkan dirinya dan memakai perbedaan gender untuk mengklasifikasikan dirinya ke sisi yang lebih lemah. Dia sudah akan berdebat dengan pria itu, namun malah melihat sorot lembutnya, rasa kasih serta toleransi yang amat besar. Entah ke mana amarahnya pergi, dan wajahnya langsung berubah sewarna bunga persik, berdehem dan berkomat-kamit selama setengah harian, lalu akhirnya menyetujui.
Lu Yanran yang telah berpura-pura bodoh di sisinya, tiba-tiba mendesah dan berkata lembut, “Aku akan tetap tinggal dan menjaga Sifeng… barusan tadi aku sudah terlalu banyak memakai Qi-ku, dan dadaku terasa sakit.”
Linglong memberinya lirikan tajam dan mencibir, “Sungguh disayangkan. Ilmu bela diri Pulau Fuyu cuma begitu saja.”
Lu Yanran ingin mencari alasan untuk tetap tinggal dan berduaan saja dengan Yu Sifeng, namun dia langsung ditertawakan oleh Linglong. Dia punya masalah lain, tapi dia tak bisa tahan mendengar orang lain mengatakan keburukan tentang Pulau Fuyu, jadi dia pun memberengut dan berkata, “Aku baik-baik saja! Pergi ya pergi! Kali ini akan kutunjukkan padamu seperti apa ilmu pedang yang sebenarnya!” ‘Itu berarti bahwa ketika aku bertarung dengannya tadi, aku tak menunjukkan kemampuanku yang sebenarnya.’
‘Silakan saja dan mengamuklah!’ Linglong tak repot-repot berdebat dengannya dan kembali memutar matanya.
Terkadang, pertempuran wanita bahkan lebih kejam dan keji. Zhong Minyan dan Ruoyu saling berpandangan dan memastikan ide ini dalam benak mereka.
“Kami akan maju duluan. Xuanji, jagalah Sifeng baik-baik. Kalau tak ada masalah, kami akan kembali sekitar tengah malam. Kalau ada masalah, kami akan memberi sinyal, dan saat kau melihat sinyalnya… kau bawalah Sifeng dan kembali ke kediaman Zhao. Jangan paksakan dirimu untuk menyusul kami, ya?”
Zhong Minyan memberikan penjelasan panjang lebar sepenuh hati, tak peduli apakah Xuanji menggelengkan atau menganggukkan kepalanya – hal itu tak ada bedanya bagi dia, bahkan bila Xuanji melupakan hal itu begitu dia mendengarnya.
Barulah kemudian mereka berempat terbang ke arah gunung, meninggalkan Yu Sifeng, yang terbaring di tanah, setengah tertidur, serta Xuanji, yang terbengong-bengong dengan luka-lukanya.
Malam sudah larut, dan cahaya bulan bagaikan air, mengalir lewat cabang-cabang pohon tinggi yang meranggas dan berayun-ayun, serba putih dan keperakan. Tanah dipenuhi oleh potongan-potongan tubuh terpenggal dari Qu Ru, dan juga terdapat sepetak besar darah yang mengering di tanah, yang segera membentuk selapis es tipis.
Pemandangan ini tak menyenangkan entah mau dilihat dengan cara apa pun. Xuanji merasakan hawa dingin merayap ke dalam tubuhnya, dan tampaknya Qi dalam jumlah besar yang barusan tadi telah berkumpul di dadanya kini telah menghilang. Dia mengulurkan tangannya dalam cahaya bulan dengan linglung, ujung-ujung jemarinya putih pucat, dan kilau keperakannya tak lagi ada di sana.
Dia teringat bahwa ketika dirinya berada dalam kondisi terbaik, dia hanya mampu memanggil tiga atau empat naga api ketika qi sejatinya kuat, dan itulah batasannya. Tapi barusan tadi… dia benar-benar telah memanggil lebih dari sepuluh naga api besar? Itu bukan mimpi, kan?
Kalau guru tahu bahwa dirinya begitu populer hari ini, sang guru hanya akan melompat kegirangan. Dia akhirnya telah membuat nama untuk dirinya sendiri, meski dia tak tahu bagaimana persisnya.
Pada pemikiran itu, dia pun tak bisa menahan diri untuk sedikit melengkungkan bibirnya.
“Apa kau tersenyum?” Yu Sifeng, yang terbaring di tanah, tiba-tiba berkata lembut.
Xuanji tertegun dan buru-buru menghampirinya, bertanya, “Apa kau sudah sadar? Bagaimana perasaanmu sekarang? Apa kau bisa bergerak?”
Yu Sifeng menggelengkan kepalanya, tiba-tiba bersin dan mendesah, “Aku hanya merasa sangat dingin….”
Xuanji menyadari bahwa Sifeng bahkan tak mengenakan baju luarnya, namun dia hanya membiarkan pria itu terbaring di tanah dan lupa untuk merawatnya. Dia jadi begitu malu sehingga buru-buru memasangkan mantel berlumuran darahnya lalu menggenggam tangan Sifeng yang dingin untuk menyalurkan sedikit qi-nya pada pria itu.
“Apa sekarang sudah lebih baik?” Xuanji bertanya.
Akan tetapi, Yu Sifeng malah tertawa ringan dan menggoda, “Kau masih sama seperti sebelumnya…. Kalau tak ada orang yang memberitahumu, kau takkan pernah melakukannya.”
‘Apa maksudmu?‘ Xuanji menatap kosong padanya.
Yu Sifeng berbaring di tanah seperti ini, mendongak menatap siluet indah Xuanji. Kulit gadis muda itu seputih dan sehalus kumala lemak domba di bawah cahaya rembulan. Xuanji tak berubah sama sekali, dan matanya sama persis dengan empat tahun yang lalu. Kau takkan pernah tahu apakah dia sedang menatap tajam kepada dirimu atau hanya sedang bengong.
“Kau….” Sifeng tiba-tiba berbisik, dengan setitik sikap menggoda, “Apa kau ingin melihatku tanpa mengenakan topeng?”
Xuanji membeku kembali dan kemudian langsung menganggukkan kepalanya, “Aku ingin lihat, apakah tak apa-apa?”
Suara Yu Sifeng tiba-tiba mengandung senyuman, “Sekarang… kau tak bisa.”
Malam ini Sifeng aneh sekali…. Xuanji menggigiti kukunya dengan linglung, menatap pria itu, tak tahu harus berkata apa.
“Sebenarnya kau bisa melepaskannya barusan tadi saat aku tak bisa bergerak, dan aku takkan tahu. Kenapa kau tak melepaskannya tadi?”
Itu karena….
“Aku… aku takut kau akan marah.” Dan dia bahkan tak terpikir untuk melepaskan topeng Sifeng dengan tangannya sendiri.
Sifeng tersenyum pahit dalam hatinya, “Apa aku pernah marah kepadamu?”
Xuanji buru-buru menerima nasihat baik itu: “Kalau… kalau begitu aku akan melepaskannya!” Setelah berkata demikian, dia pun mengangkat tangannya dan maju untuk melepaskan topeng tersebut.
“Jangan dilepaskan,” Sifeng berkata.
Xuanji benar-benar kebingungan. Sifeng hari ini benar-benar aneh! Apakah Qu Ru telah memukulnya tepat di kepala? Kalau memang begitu ya pantas saja.
Yu Sifeng memejamkan matanya, menarik napas dalam-dalam, dan lama kemudian, dia berkata lembut, “Kau ini benar-benar bodoh.”
Yah, dia mungkin memang bodoh…. Xuanji menatap Sifeng tanpa mampu berkata-kata, dan mereka berdua pun saling berdiam diri selama sesaat.
“Xuanji.” Sifeng tiba-tiba bergerak dan perlahan menggosokkan puncak kepalanya pada lutut Xuanji, seperti kucing yang terluka, “Mengapa… kau melupakan aku?”
Xuanji tercekat lagi. Malam ini ada begitu banyak kali diirnya tak mampu berkata-kata, dan dia hanya tak tahu bagaimana harus menangani situasi rumit ini. Pria muda yang tertidur di kakinya terasa sangat akrab, namun mengapa dia mendapati pria itu begitu aneh dan bahkan sedih?
“Aku takkan pernah melupakannya lagi,” dia berkata. Dia hanya bisa berjanji bahwa dia takkan pernah lupa.
“Akankah ada masa depan?” Sifeng tak tahu apakah dia bertanya kepada Xuanji atau kepada dirinya sendiri, “Chu Xuanji, kau itu benar-benar orang yang tak punya hati.”
Apa lagi yang bisa Xuanji katakan?
Yu Sifeng tiba-tiba mencengkeram tangannya erat-erat, begitu erat sehingga bahkan membuat Xuanji kesakitan. Pria itu membisu dalam waktu sangat, sangat lama sebelum kemudian berbisik, “Jangan lupakan aku lagi. Kalau kau lupa… aku….”
Xuanji tiba-tiba merasa kalau dirinya sudah melakukan suatu hal yang salah, sangat salah. Meski dia tak mengerti sebabnya, rasanya seakan dia sudah hampir kehilangan pria itu. Dia teringat pada siang empat tahun yang lalu, ketika Sifeng menatapnya dengan sorot mata yang begitu tajam, menatapnya dan hanya dirinya. Dia telah melupakan sorot mata itu dengan sedemikian mudahnya.
Mau tak mau Xuanji merasakan getaran dalam hatinya, ada begitu banyak emosi yang tak bisa dijelaskan. Dia telah mengecewakan pria muda yang memandang dirinya ini dengan sedemikian mudahnya.
“Kau… aku…,” Xuanji menggumam, tak tahu apa yang harus dilihatnya.
“Apa yang ingin kau katakan?” Mata Sifeng begitu mengejutkan cerahnya di balik topeng itu, bagaikan dua buah bintang.
Xuanji mengerutkan bibirnya dan berbisik, “Aku… aku tak tahu….”
Sifeng terdiam dalam waktu lama, dan kemudian tiba-tiba dia berbisik, “Lebih baik kita berhenti membicarakan soal ini. Apa kau bisa membantuku duduk?”
Xuanji buru-buru menopang punggung Sifeng dan perlahan mengangkatnya, lalu menyandarkannya pada batang pohon. Mendapati kalau tubuh Sifeng begitu lemas hingga pria itu bahkan tak punya tenaga untuk duduk tegak, dia pun bertanya, “Tarian macam apa yang kau… tarikan barusan?” Kedengarannya seperti Sifeng membacakan suatu mantra aneh, dan Sifeng selalu mengetahui hal-hal yang tak pernah Xuanji dengar sebelumnya.
Pria itu tertawa lirih, “Aku takkan memberitahumu.”
Dasar jahat. Xuanji menatapnya dengan sebal.
Yu Sifeng tampaknya berada dalam suasana hati yang jauh lebih baik, bersandar pada pohon dan bersiul pelan. Tak butuh waktu lama sebelum Xiao Yinhua yang ada dalam lengan bajunya meluncur keluar dan menari di tanah dalam cahaya keperakan yang berkelip-kelip, yang tampak sangat ajaib.
Ketika Xuanji melihat bertapa indahnya ular itu menari, dia pun melupakan perasaan bingungnya yang tadi dan tak bisa menahan diri untuk bertepuk tangan dan tertawa.
Yu Sifeng, dalam diam menatap Xuanji tersenyum, juga ikut tertawa lirih.
“Bodoh, kau itu benar-benar bodoh….”
Dia menggumam, menggenggam tangan Xuanji erat-erat.