The Glass Maiden - Chapter 24
Mendapati kalau dirinya telah dipilih untuk menjadi pendamping sang bidadari, Fang Yizhen jadi berbinar-biar dan berbeda dari sebelumnya. Dia bahkan lupa tentang ‘kejahatan’ Zhong Minyan dan dengan sopan mengundang mereka untuk tinggal di rumahnya.
Linglong tak memercayai penampilan pria itu, dan langsung menggelengkan kepala, “Nggak usah! Memangnya tak ada penginapan di Kota Zhongli, kenapa kami harus pergi ke rumahmu?”
Fang Yizhen ditentang olehnya, dan jadi agak malu. Di sisi lain Linglong, Ruo Yu buru-buru tertawa dan berkata, “Niat baik Tuan Muda Fang tak boleh diabaikan. Pada akhirnya, ini juga merupakan keramahtamahan orang lain.”
Alasan utamanya adalah bahwa Fang Yizhen masih tak bisa melepaskan Xuanji yang halus dan jelita itu, dan dia berharap untuk bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama gadis itu untuk beberapa waktu ke depan, jadi dia pun bersoja dan berkat, “Meski penginapan di sini bagus, tetapi pada akhirnya tetap bukan rumah. Tawaran saya ini tulus, harap jangan menolak.”
Ruo Yu yang ada di pihak lain membuka mulut untuk menyetujui, dan mereka pun tak lagi menentang. Mereka pun mengikuti si tuan muda menuju kereta megah yang besar itu, dan kembali menuju kota.
“Dia mungkin memang tulus, tapi takkan membiarkan Xuanji menolaknya!” Linglong berbisik di telinga Zhong Minyan. Setiap kali dia melihat pria itu curi-curi pandang ke arah Xuanji, rasanya dia ingin menendang Minyan keluar dari kereta.
Zhong Minyan menatap Xuanji. Gadis itu sedang duduk terbengong-bengong di sisi jendela. Cahaya dari luar jendela menyelimutinya dengan siluet yang lembut. Beberapa orang yang tidak mengenal Xuanji seringkali tertarik oleh kecantikan yang diam dan damai ini, namun bagi mereka, yang tumbuh besar bersama Xuanji, tampangnya ini hanya berarti dua hal: mengantuk atau bengong.
Dia pun tersenyum tipis dan berbisik, “Jangan cemas. Dia takkan bisa melakukan apa-apa.”
Atau haruskah dibilang, ketika berhadapan dengan seseorang seperti Xuanji, orang biasa takkan mampu melakukan apa-apa.
Segera mereka pun tiba di kediaman Fang, dan meski mereka tahu bahwa Fang Yizhen benar-benar berasal dari keluarga kaya, setelah melihat kemegahan kediaman Fang, kelompok itu mau tak mau merasa terkejut. Kemewahan Wisma Fang paling baik dideskripsikan dalam kata-kata Linglong: Tiga lapis dalam dan tiga lapis luar penuh dengan kamar. Sepertinya mudah untuk tiba ke ujung rumah, berpikir kalau masih bisa keluar, namun baru saja menoleh, barulah menyadari kalau kita baru separuh jalan.
Di perjalanan, dia bertemu dengan banyak orang dari Kota Zhongli, yang telah mendengar kalau Fang Yizhen telah terpilih untuk melayani sang Bidadari, dan mereka semua pun datang untuk menyelamatinya. Akan tetapi, Kediaman Fang tidak tampak gembira sedikit pun. Tempat itu malah begitu suram, para pelayan yang datang untuk menuntun kuda-kuda menundukkan wajah mereka, bahkan tak berani bicara dengan keras.
Saat Fang Yizhen melihat ada beberapa kuda yang tidak dikenalnya terikat di istal, dia pun bertanya, “Er ‘Huzi, apa ada orang dari keluarga?”
Bocah pengurus kuda yang dipanggil Er Huzi buru-buru berbisik, “Tuan Muda Kedua, Tuan Besar menyuruh Anda pergi ke aula utama begitu Anda pulang! Rong dari timur ada di dalam, ditambah lagi Zhuang dari utara kota juga ada di sini! Mereka tampaknya sedang mendiskusikan sesuatu yang sangat penting!”
Fang Yizhen keheranan, “Oh? Kenapa semua orang penting datang ke rumah kita?” Ketika berbalik, dia lalu memberi isyarat kepada Zhong Minyan dan yang lainnya, berkata, “Silakan masuk dan duduklah di aula samping. Saya ada ruatu urusan lain yang perlu dilakukan dan akan segera kembali.”
Aturan macam apa ini sehingga kau harus pergi setelah membawa tamu-tamumu ke rumah? Linglong sudah akan bicara, namun dihentikan oleh Zhong Minyan, yang tersenyum dan berkata, “Bukan masalah, Tuan Muda Fang. Silakan pergi, jangan sampai urusan Anda terhambat.”
Ketika Linglong melihat Tuan Muda Fang berjalan pergi, dia pun berkata, “Apa yang sebenarnya kalian rencanakan? Kenapa kalian datang ke rumahnya?”
Zhong Minyan mengerjap dan tertawa lagi, “Bodoh, tak bisakah kau melihat kalau ini adalah sebuah situasi yang ganjil? Orang-orang di luar semuanya bersorak, yang mana seharusnya merupakan hal baik, namun keluarga malah tampak murung. Di samping itu, apa kau tak ingin melihat seperti apa tampang dari yang disebut-sebut sebagai Bidadari itu?”
“Oh, jadi kau ingin menjernihkan urusan bidadari itu! Semua sikap penuh rahasia ini ternyata hanya untuk ikut-ikutan!”
Zhong Minyan ketahuan olehnya, dan tertawa dua kali.
Tepat pada saat itu, seorang pelayan datang untuk menunjukkan jalan dan membawa mereka ke dalam ruangan di mana mereka duduk untuk minum teh. Tak ada orang lain di sekitarnya.
Linglong berjalan kembali ke pintu dan melongok ke luar, kemudian melambai kepada yang lainnya, “Ayo kemari! Di sini benar-benar aneh! Tak ada seorang pun di luar sana!”
Ruo Yu menimbang-nimbang dalam waktu lama, dan berkata, “Tak ada gunanya cuma duduk di sini. Takutnya ada suatu hal besar sedang terjadi di rumah ini, dan kita takkan bisa melihat apa hal besar itu bila mereka terus menjauhkan kita. Bagaimana kalau kita pergi dan menguping pembicaraan mereka?”
Begitu Linglong mendengar keseruan ini, dia pun mendorong pintu hingga terbuka dan sudah akan keluar, namun Zhong Minyan menahan dirinya, “Tunggu, kita tak bisa keluar semua. Hanya dua dari kita yang boleh pergi. Kalau-kalau ada orang datang, kita bisa membuat alasan kepergian yang lain untuk mengganti baju, atau mencuci tangan.”
Setelah berkata demikian, dia menoleh ke belakang pada Yu Sifeng, yang merupakan orang yang paling dia percaya, lalu tersenyum, “Biarlah Sifeng dan Ruo Yu yang pergi. Kita tak tak boleh seenaknya, jadi kalau kalian mendapat masalah, diamlah di tempat dan tunggu.”
Ruo Yu menggelengkan kepalanya, “Aku tidak pandai dalam ilmu meringankan tubuh. Kurasa lebih baik kalau kau dan Sifeng yang pergi.”
Yu Sifeng berdiri dan melambaikan tangannya, “Jangan berdebat lagi, aku akan pergi bersama Xuanji. Dia memiliki ilmu meringankan tubuh paling baik juga pendiam. Kalau ada orang yang bertanya, kalian harus lebih fleksibel.”
Kedua orang itu begitu gesit dan cepat sehingga mereka berpapasan dengan banyak pelayan di tengah jalan, namun tak satu pun dari pelayan-pelayan itu yang menyadarinya. Mereka segera mencapai aula utama, di mana keduanya melompat ke balok atap dan, seperti pencuri, membuka sebuah genting yang dipoles lalu menajamkan pendengaran untuk mendengar apa yang dikatakan di dalam.
“… Kami baru saja tahu tentang hal ini. Kakek Fang, menurut Anda bagaimana jalan terbaiknya?”
Seorang pria tua berbaju putih dengan wajah sedih, mendesah keras-keras.
Sifeng dan Xuanji menatap orang lainnya yang ada di aula utama. Yang lebih tua pastilah para tetua keluarga, dan empat pria muda yang berdiri di sekitar dengan raut kebingungan di wajah mereka seharusnya adalah pria-pria beruntung yang terpilih kali ini.
Yu Sifeng melihat kalau mereka berempat semuanya adalah pria-pria muda berusia sekitar dua puluh tahun, kesemuanya memiliki alis bersih dan pembawaan elegan, mereka bisa dianggap sebagai pria -pria rupawan yang menonjol. Ternyata sang Bidadari memilih pendampingnya berdasarkan pada penampilan. Rencana pun muncul di benaknya.
Seorang wanita tua terisak dan berkata, “Benar! Sebenarnya, kita tak boleh bersikap tidak hormat kepada sang Bidadari karena dia sudah sangat berjasa. Tapi pikirkanlah, dalam waktu beberapa tahun terakhir ini, dia telah meminta dikirimkan empat orang anak setiap tahunnya, tapi apakah ada orang yang pernah melihat mereka lagi?”
Tampaknya tak seorang pun yang pernah melihat pria-pria yang dikirim pergi sebelumnya itu, namun si pria tua tampak tak mampu berkata-kata, jadi dia pun berbalik dan bertanya kepada si pria berbaju putih, “Apa Anda bisa menceritakan kisah itu lagi kepadaku?”
Si pria tua mendesah, “Orang itu adalah kerabat jauhku yang baru-baru ini bergabung dengan keluargaku. Saat dia mendengar bahwa putraku telah terpilih untuk menjadi pelayan sang Bidadari, dia pun memberitahuku tentang pengalamannya tiga tahun yang lalu….”
Ternyata ada orang-orang di kota yang dikejutkan oleh fakta bahwa sang Bidadari meminta empat orang pria muda untuk dikirimkan kepadanya setiap tahun sebagai pelayan. Karenanya ada beberapa orang pemberani yang mengikuti pria-pria muda itu ketika mereka diantar ke tempat sang Bidadari.
Saudara jauh si pria tua adalah salah satu dari orang-orang itu.
Kabarnya ketika para pemuda tiba di kediaman sang Bidadari, ada sekelompok pemain genderang bunga yang bernyanyi dan menari, dan tiba-tiba muncul empat tandu serta selusin pengusung tandu. Keempat pemuda itu dipaksa mengenakan mahkota dan jubah phoenix, persis seperti mempelai wanita dan kemudian dibawa naik gunung seperti pengantin baru. Mereka yang menyaksikan tontonan itu pun merasa seakan telah mengungkapkan sebuah rahasia yang menakutkan. Tak ada seorang pun yang berani tinggal di Kota Zhongli lagi dan melarikan diri saat malam tiba.
Andai si saudara jauh itu tidak menjadi sedemikian miskinnya, dia takkan pernah kembali.
“Kami hanya berpikir kalau anak-anak itu dikirim ke kediaman sang Bidadari untuk melatih tubuh mereka dan mendapatkan jodoh untuk menjadi kaum abadi, mana kami tahu kalau mereka melakukan hal seperti… itu! Kupikir sang Bidadari telah membawa para pria-pria muda itu pergi, dan entah dengan metode apa dia mengambil vitalitas dan darah mereka. Tak heran kalau kita tak pernah melihat anak-anak itu di atas gunung!”
Setelah si pria tua berbaju putih selesai bicara, dia pun tak mampu menahan air matanya.
Orang-orang dibuat terkejut saat mendengar apa yang dia katakan. Keempat pria muda itu begitu ketakutan sehingga wajah mereka sepucat tanah dan tubuh mereka gemetaran seperti sedang mengayak sekam.
Ketika kedua orang di atas atap saling bersitatap, dengan matanya Xuanji pun bertanya kepada Yu Sifeng apa yang harus dilakukan. Sifeng berpikir dalam waktu yang lama sebelum berkata, “Aku punya pemecahannya. Tapi ini berbahaya, dan takutnya orang-orang ini tak mau tahu apa yang baik untuk mereka.”
Setelah memikirkannya, dia tiba-tiba mengeluarkan sebuah kelereng besi dari dalam lengan bajunya, mengarahkannya pada vas di aula utama dan menjentikkannya. Vas itu pun pecah berkeping-keping di lantai, membuat orang-orang di dalam ruangan itu berteriak, “Gawat! Sang Bidadari ada di sini!”
Setelah berteriak-teriak selama sesaat, Fang Yizhen menjadi lebih berani. Dia mengeluarkan kelereng itu dari vas dan langsung terpikirkan kalau masih ada beberapa orang asing yang sedang menunggu di aula samping. Matanya pun berbinar.
Yu Sifeng menyenggol telinga Xuanji dan berbisik, “Ayo kembali, akan ada hal seru untuk dikerjakan besok malam.”