The Glass Maiden - Chapter 35
Meski Ting Nu sudah bilang kalau Zi Hu tak mencelakai manusia dan hanya mengurung mereka di Kebun Yixing, semua orang masih tetap tercengang ketika mereka melihat apa yang ada di dalamnya.
“Wah, ini….” Zhong Minyan menatap kebun dengan baris demi baris sayuran yang tertata rapi, merasa agak sukar untuk menyesuaikan diri. Sekte Shaoyang juga memiliki lahan sayuran, para murid khusus bertanggungjawab untuk menanam dan memanen. Namun dalam hati orang biasa, siluman tidak perlu menumbuhkan sayuran. Sarang siluman seharusnya penuh dengan aura siluman, lautan darah dan tulang-belulang… dan sebagainya.
Ladang sayuran yang rapi, rumah-rumah dengan genting, serta dinding-dinding bersih di hadapan mereka adalah sebuah pemandangan damai yang mengingatkan orang akan kehidupan petani yang santai, miskin namun bahagia.
Orang-orang itu berjalan memutari rumah-rumah dengan genting, mereka semua agak kebingungan. Ruo Yu melihat cahaya pada salah satu rumah beratap genting, dan mengetuk pelan dua kali. Sesaat kemudian, seorang pria muda dengan wajah bersih keluar dan memandangi sekelompok orang bergaya aneh yang sedang berdiri di luar. Tak peduli apakah mereka pria atau wanita, kesemuanya mengenakan gaun pengantin, dan dia pun tak tahan untuk mengamati.
Ruo Yu berdehem dan berkata lembut, “Salam, saudara, kami adalah….”
“Oh, apa kalian adalah pendamping yang baru?” Si pria tersenyum lembut, bagaikan angin dan awan, dengan hawa seorang kultivator keabadian. Menatap Zhong Minyan dan yang lainnya, yang tampak rikuh dengan ekspresi gelisah, dia pun hanya berpikir kalau si pendatang baru belum terbiasa, sehingga dia berkata, “Jangan cemas, sang Bidadari adalah orang yang sangat lembut dan elegan. Ada beberapa rumah berubin di sudut baratlaut di mana kalian bisa tinggal. Besok pagi sang Bidadari akan mendatangi kalian.”
Saat mereka mendengar apa yang dia katakan, mereka jadi lebih bingung lagi. Kelihatannya memang seperti yang telah Ting Nu katakan….
Yu Sifeng bersoja dan berkata, “Kakak, kami baru saja tiba di gunung, jadi kami tak mengetahui aturan apa pun. Harap bimbing kami.”
Si pria menganggukkan kepalanya dan berkata, “Semua orang yang tinggal di sini dulunya dipilih oleh sang Bidadari untuk memiliki takdir keabadian. Sejak saat itu, mereka telah mendengarkan ceramahnya setiap hari, mempelajari hal-hal baru dari masa lampau, dan tak ada aturan. Satu-satunya yang perlu dikerjakan adalah menanam di musim semi dan memanen di musim gugur, tidak seperti waktu di rumah, di mana ada banyak orang yang perlu diurus. Karenanya, lebih baik untuk hidup sederhana demi menunjukkan niat mencari keabadian.”
Zhong Minyan tak mampu menahan diri, dan buru-buru berkata, “Rubah… Bidadari itu, belum pernah melakukan apa-apa pada kalian? Dia tak mengumpulkan yang dan mengisi yin… bagaimana dia bisa menjadi bidadari lagi?”
Si pria jadi marah dan berkata, “Sang Bidadari adalah kaum abadi suci yang telah mencapai pencerahan, bagaimana bisa kau memfitnah dia? Kalau kau tidak tulus, pergilah dari gunung ini selagi kau masih bisa!”
Ruo Yu buru-buru menyela dan tersenyum, “Jangan khawatir, saudaraku ini tidak tahu bagaimana bicara yang benar. Aku akan meminta maaf mewakili dia.”
Si pria menjadi tenang dan berkata, “Sudah malam, pergi dan istirahatlah lebih dahulu. Kalau kalian ada pertanyaan, kalian bisa menanyakannya di pagi hari, saat semua orang ada di sini.”
Semua orang melihat hal ini dan tahu kalau ucapan Ting Nu memang benar. Mereka lalu menatap rubah ungu yang ada dalam pelukannya. Mereka tak mampu membayangkan kalau Zi Hu benar-benar adalah siluman yang baik, siluman rubah yang penakut dan suka pamer.
Yu Sifeng mengedarkan pandangannya dan mendapati bahwa ada lebih dari selusin rumah beratap genting di area itu, jadi Zi Hu pasti telah mengambil cukup banyak orang. Dia pun bertanya, “Adik, kalau kau merindukan rumahmu, akankah sang Bidadari membiarkanmu pergi?”
Si pria tampak ragu dan menatapnya, “Kalau kau tak mau menjadi kaum abadi, lantas apa yang kau lakukan di sini? Kalau kau ingin menjadi seorang abadi, kau harus meninggalkan semua keterikatan duniawi. Mengapa malah ada sekumpulan orang pemalas tahun ini? Lupakan saja, pergilah!”
Dia sudah akan menutup pintunya setelah berkata demikian. Yu Sifeng menahannya dan berbisik, “Jawablah aku lebih dulu, apa aku bisa kembali?”
Si pria mencibir, “Kalau kau ingin kembali, sang Bidadari takkan memohonmu untuk tinggal! Lagipula, aku tak pernah bertemu orang yang datang hanya untuk pulang di tengah jalan. Kalau kau mau pergi, kau bisa pergi, tak ada seorang pun yang akan menyuruhmu untuk tinggal.”
Dia lalu menutup pintu dengan bunyi berdebum yang disertai makian samar, meninggalkan orang-orang yang ada di luar merasakan kecemasan. Ruo Yu menimbang-nimbang dalam waktu lama sebelum berkata, “Orang-orang ini bertekad untuk melatih keabadian, mereka tak mau pergi, namun ada masalah. Segera akan ada siluman-siluman lain yang datang ke gunung ini, dan berbahaya untuk tetap tinggal di sini.”
Kalau mereka memaksa orang-orang itu untuk meninggalkan gunung, hal itu akan tidak menyenangkan dan membutuhkan banyak upaya. Orang-orang dari Kota Zhongli itu mungkin bahkan akan membenci mereka, dan mereka mungkin malah akan dibenci oleh sekte mereka sendiri. Kalau mereka berusaha untuk membujuk orang-orang itu, mereka begitu keras kepala, jadi mungkin takkan berhasil.
Sementara mereka berada dalam dilema, Ting Nu berkata, “Kalau memang itu masalahnya, kita hanya bisa memancing mereka turun gunung.”
Kelompok itu sudah akan bertanya kepadanya bagaimana cara memancing orang-orang itu turun gunung, namun kemudian mereka melihat Ting Nu mendorong kursi rodanya dan mengetuk pintu lagi. Pria itu pun keluar dan membanting pintu hingga terbuka dengan marah. “Apa lagi?!”
Sebelum dia bisa selesai bicara, Ting Nu telah menghembuskan udara ke wajahnya. Pria itu tiba-tiba membeku, dan ekspresinya menjadi bengong.Dia pun berdiri tak bergerak di sana selama sesaat.
Zhong Minyan buru-buru bertanya, “Apa yang kau lakukan kepadanya?”
Ting Nu menggelengkan kepalanya dan berbisik, “Diamlah, karena dia takkan terluka sedikit pun.”
Ting Nu lalu menepukkan pelan tangannya di depan mata pria itu dan memerintahkan, “Ada banyak orang yang tinggal di sini, jadi bawalah mereka semua kemari.”
Si pria berkata, “Baik,” lalu berbalik dan pergi.
Yu Sifeng bertanya-tanya, “Bukankah akan membuat lebih banyak keributan kalau kita membangunkan mereka semua?”
Ting Nu hanya menggelengkan kepalanya dan tertawa. Sesaat kemudian, orang itu telah membawa semua orang yang tinggal dalam rumah-rumah berubin. Mereka semua hanya mengenakan pakaian dalam dan mata mereka masih terpejam, seakan mereka belum bangun. Satu demi satu, perlahan dan tanpa bersuara, mereka berhenti di depan Ting Nu.
Ting Nu berpaling pada Xuanji, yang berdiri terbengong-bengong di sana, dan berkata, “Tolong pergilah ke rumah-rumah itu dan ambilkan pakaian luar orang-orang ini, lalu kenakan pada mereka. Embun malam begitu dingin, mereka akan kena flu.”
Xuanji buru-buru mengiyakan dan tak lama kemudian kembali dengan setumpuk penuh pakaian, dan Yu Sifeng serta yang lain membantu memakaikannya satu demi satu. Ketika semua sudah terselesaikan, Ting Nu lalu mencabut sehelai rambut dari kepalanya, dan dengan satu jentikan tangannya, dia mengubahnya menjadi seutas cambuk hitam kecil, yang perlahan dilecutkan ke tanah namun tak menghasilkan suara.
Kelompok itu memandangi orang-orang tersebut, dan jadi sangat terkejut. Cambuk Ting Nu melecut-lecut di tanah ke depan dan ke belakang, dan orang-orang itu bergerak maju perlahan, mengikuti ritme dari cambuk itu, dan segera mereka pun berjalan menuruni ngarai bukit dan berjalan ke dalam hutan.
Xuanji hanya merasa kalau apa yang terjadi bagaikan mimpi, dan menggumam, “Ting Nu… bagaimana caramu bisa membuat mereka pergi….”
Ting Nu hanya tersenyum, namun tak mengatakan apa-apa. Di sisi lain, Yu Sifeng menggumam, “Aku sudah pernah mendengar tentang Cambuk Penangkap Roh, yang mampu mengendalian hantu dan mayat, tapi aku tak pernah melihat apa pun yang mampu mengendalikan manusia hidup.”
Akhirnya, Ting Nu berkata perlahan, “Dunia begitu besar dan ada sangat banyak hal yang belum pernah kau lihat. Ini bukan cambuk untuk mengendalikan roh, tapi fungsinya serupa. Namanya cambuk mimpi, yang mengendalikan mereka yang sedang tidur.”
Setelah berkata demikian, dia menatap kagum pada Yu Sifeng dan tertawa, “Tapi kau begitu berpengetahuan luas di usia mudamu. Banyak orang yang telah berlatih keabadian selama puluhan tahun bahkan masih tak tahu apa itu Cambuk Penangkap Roh.”
Yang lainnya setuju dengan pujian tersebut. Hanya Zhong Minyan dan Xuanji yang sama senangnya seakan mereka sendiri yang telah dipuji, yang menganggukkan kepala mereka dan berkata berbarengan, “Ya! Sifeng tahu tentang banyak hal!”
Ketika Ruo Yu melihat sosok-sosok orang itu menghilang ke dalam hutan, dia pun bertanya, “Mereka diarahkan ke mana?”
“Di belakang gunung terdapat Danau Hongze. Seharusnya ada kapal di sana yang kembali ke Kota Zhongli. Ayo kita ikuti di belakang mereka. Jangan sampai mereka mendengar kita, kalau tidak mereka akan terbangun dan kita akan dapat masalah lagi.”
Setelah menyaksikan keajaiban semacam itu, kelompok itu pun tak mengajukan pertanyaan dan mengikuti orang-orang itu turun gunung.
Setelah berjalan di dalam hutan selama beberapa saat, Xuanji merasa kalau suasananya menjadi semakin dan semakin gelap, namun ketika dia mendongak, dia mendapati bahwa cahaya rembulan terhalang oleh awan-awan gelap, dan angin di hutan terasa naik, membawa aroma tanah yang lembab.
“Sebentar lagi akan hujan.” Ting Nu menghentikan gerakan cambuknya, “Aku akan membawa orang-orang ini untuk berlindung dari hujan terlebih dahulu. Kalian pergilah turun gunung lebih dahulu.”
“Bagaimana denganmu?” Xuanji merasa agak sedih bila harus berpisah. Ting Nu begitu lembut dan baik hati, dia belum mau berpisah dengan manusia duyung itu.
Ting Nu tersenyum tipis, “Aku akan turun saat hujannya berhenti. Jangan khawatir, aku takkan tersesat. Tunggu saja kami di kapal.”
Di tengah-tengah percakapan, tetes-tetes besar air hujan sudah mulai berjatuhan, dan segera hujan mulai berderai. Hujan di atas gunung di musim dingin, bercampur dengan badai es, begitu dingin sehingga bahkan para kultivator keabadian seperti mereka tak mampu menahannya, apalagi orang biasa.
Mereka semua bergegas menyampaikan salam perpisahan dan pergi turun gunung dengan pedang mereka.
Ting Nu, dengan Zi Hu di dalam pelukannya, berbalik dan mengarahkan mereka ke sebuah gua di tengah-tengah gunung untuk berlindung dari hujan. Namun dia sendiri kemudian duduk membisu di mulut gua, memandangi air bercucuran mengalir dari dinding batu yang dingin.
“Kau sudah sadar, kenapa tak mengatakan sesuatu?” Lama kemudian, dia tiba-tiba bicara.
Rubah dalam pelukannya bergerak dan membuka mata, pertama-tama menatap ke sekelilingnya dengan waspada. Ting Nu berkata, “Mereka sudah pergi, jangan takut.”
Sekujur tubuh si rubah pun menjadi santai, dengan bercucuran air mata menjilati luka bakar pada cakarnya, dan berseru, “Gadis kecil macam apa dia itu? Kau bahkan tak memberitahuku sebelumnya.”
Ting Nu berkata lembut, “Tak bisa memberitahumu, itu terlarang. Di samping itu, kau memang harus sedikit menderita. Mengumpulkan yang untuk mengisi yin? Kalau kau bersedia bekerja keras saat kau tak memiliki tubuh manusia, mana mungkin kau jadi malas sekarang?”
Zi Hu mencicit dengan air mata di matanya, “Tapi sungguh sulit mendapatkan informasinya. Aku… aku cemas sekali.”
Ting Nu terdiam cukup lama, mendesah, lalu berbisik, “Kita hanya bisa menunggu…. Kau bisa menunggu selama siluman itu masih hidup…. Suatu hari nanti, kita akan bisa mengeluarkan dia.”
Si rubah membaringkan kepalanya ke tangan, air mata berjatuhan dari wajahnya.
“Dia… dia juga bilang ini kepadaku.”
“Dasar kalian makhluk tua… tak satu pun dari kalian yang punya pertimbangan, kalian semua sama dinginnya dengan alam baka…,” Zi Hu menggumam, namun nadanya tidak mengandung kebencian.