The Glass Maiden - Chapter 4
Saat mereka kembali ke Griya Meiting di belakang bukit, mereka sangat gembira bertemu dengan He Danping.
Ketika tiba waktunya untuk makan malam, semua orang datang, dan untuk pertama kalinya, topik pembicaraannya terpusat pada Xuanji, dan percakapannya begitu riuh dan heboh. Sesaat kemudian, He Danping tiba-tiba melihat Linglong, yang biasanya merupakan orang paling ceria di dunia, kini duduk diam di samping sambil menyantap makan malamnya. “Ada apa? Apa kau tidak enak badan? Kau sudah menanti-natikan meimei-mu pulang setiap hari, tapi sekarang dia sudah kembali dan kau malah jadi gadis membosankan.”
Linglong tersenyum enggan, “Mana ada… aku, aku, cuma begitu gembira… aku jadi tak tahu harus bilang apa.”
Zhong Minyan tersenyum di sampingnya dan berkata, “Kedua kakak beradik ini selalu paling banyak mengobrol, jadi kalian tak perlu mencemaskannya. Saat mereka tidur bersama di malam hari, pasti takkan bisa bangun besok paginya.”
He Danping merasa lega dan hanya tersenyum, kemudian kembali bercanda dengan semua orang.
Namun Linglong kehilangan nafsu makannya dan menarik Zhong Minyan untuk berbisik kepada pemuda itu. “Xiao Liuzi, apa kau juga merasa kalau Xuanji telah banyak berubah?” dia bertanya.
Zhong Minyan, yang telah mengamati Xuanji sejak gadis itu muncul, menggelengkan kepalanya, “Dia hanya jadi sedikit lebih besar, tapi temperamennya tak berubah sama sekali.” Xuanji masih begitu serampangan, dan matanya begitu jernih. Menatap senyum gadis itu, kau bisa tahu kalau kepalanya masih ada di awang-awang, selalu bengong.
Linglong berbisik lirih, “Aku, aku merasa kalau dia sudah banyak berubah. Dia begitu cantik, begitu menakjubkan… dia tidak sama dengan jiejie-nya ini.”
Itu tidak benar! Zhong Minyan kembali menatap Xuanji, ‘bukankah dia sama persis dengan sebelumnya!’ Gadis itu mungkin memang memiliki wajah yang berbeda, namun itu karena dia sudah semakin dewasa dan memiliki raut yang lebih jelas, tapi Zhong Minyan tidak benar-benar melihat adanya perbedaan pada wajahnya yang ‘cantik dan menakjubkan’. Bagaimanapun juga, empat tahun telah berlalu dan kalau Xuanji tak mempelajari apa pun, dia akan sudah mengajari orang bagaimana cara melepaskan rahang mereka.
“Kau berpikir terlalu berlebihan,” ujar Zhong Minyan, “Ini hanya karena kita sudah tidak saling bertemu selama empat tahun, jadi kau merasa aneh. Cukup mengobrollah dengannya nanti.”
Linglong hanya menggelengkan kepalanya, tak mampu menjelaskan perasaan gelisah dan bosannya. Padahal dia sudah menanti-nanti untuk bertemu dengan meimei-nya. Tapi mungkin ini karena dia menantikan meimei yang lemah dan tak berdaya dari empat tahun yang lalu, yang seperti merpati kecil, alih-alih gadis cantik di hadapannya.
Zhong Minyan memang benar, Xuanji memang tampak bengong. Sepertinya gadis itu tak pernah terbiasa pada tempat-tempat yang ramai, dan dia tak tahu bagaimana harus menghadapi mereka. Kini semua orang membicarakan tentang dirinya dan merasa gembira untuknya, namun dia merasa bahwa pendekar wanita yang menimbulkan decak kagum yang mereka bicarakan itu adalah orang asing, bukan dirinya, Chu Xuanji.
Empat tahun yang dia lewatkan di Puncak Xiaoyang ternyata tidak selama yang dia kira, melainkan memelesat dalam sekejap mata.
Bibi Hong menemani dirinya setiap hari untuk ‘bermain’, dan dia merasa gembira dan bebas setiap harinya. Saat dia akhirnya bisa mengenakan gaun musim semi yang tipis di musim dingin tanpa kedinginan, saat dia akhirnya bisa melakukan perjalanan bolak-balik belasan kali ke Gunung Lutai dengan pedang dalam satu pagi, dan saat dia akhirnya bisa menyempurnakan sihirnya, Bibi Hong menyentuh kepalanya dan berkata lembut, “Xuanji, kau adalah anak paling cerdas yang pernah kutemui. Tak ada lagi yang bisa kulakukan denganmu. Turun gununglah dan bermainlah sendiri. Tak ada lagi yang perlu ditakutkan.”
Jadi dalam hatinya, dirinya telah bermain selama empat tahun terakhir ini. Dia tak pernah mendengar tentang Teknik Yang Que atau Teknik Lima Elemen dari orangtuanya, tapi dia tak berani mengatakan apa-apa. Otoritas ayahnya yang telah mengendap selama bertahun-tahun dalam dirinya telah membuatnya berpikir bahwa lebih baik tetap diam pada saat ini. Kalau sampai mereka tahu dirinya telah bermain selama empat tahun, mereka akan langsung menendang punggungnya dan membunuh dirinya.
Dia baru saja memikirkan tentang hal itu ketika Du Minxing tersenyum dan berkata, “Xiao Shimei, sekarang karena kau sudah mempelajari sesuatu, Guru bisa membiarkan mereka turun gunung untuk berlatih, kan?”
Orang-orang pun menatap ke arah Chu Lei, dan mereka melihat dia membelai kumisnya dan tersenyum samar, “Aku sebenarnya lupa memberitahu kalian tentang hal ini. Hari ini aku begitu gembira hingga lupa mengatakan pada kalian hal yang utama. Xuanji, Linglong, Minyan.” Dia memanggil nama ketiga murid terkecilnya, dan mereka pun langsung bangkit dan menunggu instruksinya.
“Sekarang karena kalian semua sudah menguasai teknik-teknik mental dasar dari perguruan ini, guru sudah tak punya apa-apa lagi untuk diajarkan kepada kalian. Setelah Tahun Baru, kalian akan turun gunung bersama dengan murid-murid dari cabang-cabang lainnya, dan kalau kalian bertemu dengan siluman jahat atau penjahat yang membuat ulah, ingatlah bahwa merupakan tugas para kultivator untuk tidak membiarkan rakyat menderita. Ingatlah untuk pulang setelah lewat setahun.”
Ketiganya pun berkata “ya” dengan penuh hormat.
Chu Lei tersenyum dan berkata, “Guru dulu adalah orang yang bertele-tele dan cerewet, jadi kurasa kalian tak suka mendengarkan ocehan semacam ini. Ingatlah kalau kalian adalah murid-murid dari Sekte Shaoyang, dan kalian tak boleh melakukan apa pun yang akan mendatangkan aib bagi sekte. Untuk sisanya, kalian bisa berlatih sendiri.”
He Danping juga tersenyum dan berkata, “Suami sedang dalam suasana hati yang baik hari ini, jadi sungguh langka kau bersikap menyenangkan pada anak-anak ini. Kenapa repot-repot mengatakan hal ini selagi kita makan. Xuanji dan yang lainnya masih harus tinggal di gunung selama beberapa bulan kagi sebelum mereka pergi setelah Tahun Baru. Takkan terlambat bila membicarakannya nanti-nanti.”
Barulah kemudian mereka bertiga duduk dan melanjutkan makan.
Du Minxing tiba-tiba teringat sesuatu dan berkata, “Guru, biarkan aku ikut pergi turun gunung bersama shidi dan shimei-ku untuk kali ini, mereka masih muda dan tidak sabaran.”
Chu Lei menggelengkan kepalanya, “Tidak, sekarang adalah giliranmu untuk berpartisipasi dalam Upacara Tusuk Rambut Bunga tahun depan dan kau harus berlatih keras. Dahulu, bukankah kalian pada murid muda juga turun gunung sendirian? Kalian tak perlu mencari orang untuk menemani kalian. Merupakan hal baik bagi anak-anak muda bila mengalami sedikit kegagalan.”
Du Minxing pun hanya bisa mengiyakan.
Saat Du Minxing menatap pada Xuanji, gadis itu sedang makan dengan kepala tertunduk. Poni di dahinya tebal dan menutupi sebagian besar dari wajah mungilnya, begitu imut dan membuat trenyuh. Sudah empat tahun sejak mereka terakhir bertemu dan anak kecil yang dahulu kini tiba-tiba telah menjadi seorang wanita muda yang cantik, dan Du Mingxing jadi tak bisa mengalihkan pandangannya dari gadis itu.
Seakan dia merasakan ada orang yang menatap dirinya, Xuanji mendongak dan melihat Du Minxing berada tepat di hadapannya. Saat Du Minxing mendongak, dirinya langsung bersirobok dengan Xuanji. Matanya kembali terasa panas dan dia pun hanya tersenyum pada gadis itu, lalu melengos.
Setelah makan malam, mereka saling mengobrol selama beberapa saat sebelum pergi ke kamar masing-masing untuk istirahat.
He Danping meraih bahu Xuanji dan tersenyum, “Xuanji pulang hari ini. Apa kau ingin tidur bersama ibu atau kembali ke griyamu sendiri? Tak ada satu kursi pun dalam kamar itu yang digeser. Semuanya ada di sana menunggumu.”
Xuanji sudah akan mengatakan sesuatu, tapi Linglong buru-buru menukas, “Ibu! Aku mau tidur dengan meimei! Ada begitu banyak hal yang ingin kukatakan kepadanya!”
He Danping membelai rambut Linglong penuh kasih dan mendesah, “Meimei-mu sudah banyak berubah, tapi kau tidak berubah sama sekali, masih punya sifat seperti petasan kecil. Nanti aku akan suruh orang mengantarkan selimut tambahan ke sana.”
Linglong menggenggam tangan Xuanji dan tersenyum, “Meimei, ayo ikut denganku. Ayo kita tidur bersama nanti dan ceritakan lebih banyak padaku tentang apa yang terjadi di Puncak Xiaoyang.”
Setelah mengatakan hal itu, Linglong pun menarik Xuanji pergi dan meninggalkan Zhong Minyan di sana, mengabaikan pemuda itu sepenuhnya.
Zhong Minyan juga sudah terbiasa dengan sifat Linglong dan tak menaruhnya ke dalam hati. Dia hanya membungkukkan kepalanya pada Chu Lei dan He Danping lalu berkata, “Murid akan pergi dulu, harap beristirahatlan lebih awal.”
Sementara itu Linglong, dengan seenaknya, menarik Xuanji ke dalam kamarnya dan tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun di depan meimei-nya itu, jadi dia pun hanya menatap wajah Xuanji, terbengong-bengong.
“Linglong, ada apa denganmu?” Xuanji melambaikan tangannya di depan mata Linglong.
Seketika Linglong mendapatkan kembali kesadarannya dan meragu sesaat sebelum berkata, “Xuan… Xuanji, apa kau haus? Apa kau lapar? Aku punya teh dan cemilan di sini.”
Xuanji ternyata telah menuang sendiri secangkir teh dan meminumnya seraya tertawa pada Linglong, “Sejak kapan kau jadi begitu sopan? Aku sudah tak bertemu denganmu selama empat tahun dan kau sudah menjadi seorang nona yang terhormat.”
Linglong menatapnya, dan akhirnya menemukan sedikit perasaan familier sebelum berkata, “Kamulah yang merupakan nona yang terhormat. Aku cuma… sudah tak bertemu denganmu begitu lama sehingga tak tahu harus bilang apa.”
Xuanji sudah familier dengan prosesnya. Setelah minum teh, dia melepaskan pakaian luar dan sepatunya, lalu memanjat ke ranjang, memegangi kepalanya dan tertawa, “Ada apa dengan semua ini? Kamu masih kamu, aku masih aku, sama saja seperti sebelumnya!”
Apakah benar-benar sama seperti sebelumnya? Hati Linglong terdiam, jadi dia pun memanjat ke ranjang bersama Xuanji dan berbaring berhadap-hadapan dengan adik kembarnya itu dalam waktu lama. Untuk waktu yang lama, dia masih tak tahu apa yang harus dikatakannya.