The Grand Princess - Chapter 55:
Bengong sudah datang dan kau masih belum berdiri.
———————-
Pei Wenxuan memejamkan matanya sambil menyandarkan diri pada bangku kereta, duduk membisu memikirkan semua hasil yang mungkin terjadi karena pergi ke kediaman Pei.
Bahkan jika kesehatan Wen-shi kurang bagus, di kehidupannya yang lalu, ibunya itu masih hidup untuk setidaknya sepuluh tahun lagi. Selama masa itu, Wen-shi tidak pernah mengalami penyakit parah apa pun – kebetulan sekali Pei Wenxuan dipanggil pulang persis ketika Li Rong mendirikan kantor pengawas.
Kalau ternyata Wen-shi tidak sakit parah dan Keluarga Pei tetap saja memanggilnya, maka pemanggilan ini hanya bisa karena Li Rong.
Kini Li Rong adalah pedang yang terhunus pada klan-klan bangsawan besar, tetapi bahkan jika mencari Li Rong memang sulit, jauh lebih tidak sulit untuk mencari Pei Wenxuan. Pada akhirnya, bakti tetap yang utama, dan akan rumit bahkan bagi Li Ron untuk ikut-ikutan dalam urusan internal Keluarga Pei.
Begitu dia kembali, kemungkinan besar Keluarga Pei berencana memakai segala macam metode untuk menekan Li Rong lewat Pei Wenxuan.
Kalau Wen-shi benar-benar sakit parah, tentu saja Pei Wenxuan akan tinggal. Tetapi jika mereka berani menyusahkan dia dengan berpura-pura kalau Wen-shi sakit parah, dia akan berdebat dengan mereka.
Detak jantung Pei Wenxuan mulai tenang. Begitu dia tiba di kediaman Pei, dia mendongak dan menyadari adanya pengawal rahasia yang telah diam-diam mengikuti dirinya. Menarik kembali pandangannya, Pei Wenxuan pun turun dari kereta untuk memasuki kediaman Pei.
Persis ketika dia turun, seseorang maju dan menyapanya, “Tuan Muda Pertama, selamat datang.”
Pei Wenxuan menyelipkan kedua tangannya ke dalam lengan baju dan mengikuti pria itu, bertanya, “Bukankah aku diberitahu kalau ibuku sakit parah? Kenapa kita tidak berjalan menuju griyanya?”
“Nyonya sedang menunggu di balai utama.”
Mendengar si pelayan menjawab dengan begitu tidak langsung dan memberi tanggapan semacam itu, Pei Wenxuan pun memahami situasi saat ini.
Dia mengikuti si pelayan menuju ke balai utama dan menyadari kalau hampir semua anggota Keluarga Pei telah berkumpul. Kakeknya duduk di bagian kepala, sementara ibunya berdiri di samping Beliau. Mengelilingi mereka adalah para tetua klan yang lain, beserta juga kedua pamannya dan putra-putra mereka. Seluruh griya dikelilingi oleh pengawal. Pei Wenxuan membawa kedua pria yang telah dipinjamkan Li Rong kepadanya ke dalam halaman dan memberi salam kepada masing-masing tetua yang duduk satu demi satu, berkata, “Memberi salam kepada Kakek, Ibu, para tetua dan sepupu.”
Setelah Pei Wenxuan memberi salam, dia mendongakkan kepalanya untuk menatap ke arah Wen-shi dan dengan tenang berkata, “Putra ini mendengar kalau Ibu jatuh sakit dan bergegas pulang, tapi tampaknya tubuh Ibu yang mulia cukup sehat.”
“Aku… aku memanggilmu kemari….”
“Aku yang memanggilmu kemari.” Pei Xuanqing menyela kata-kata Wei-shi yang terbata-bata. “Aku sudah tahu bahwa jika tidak begini, kau takkan pulang, jadi aku menyuruh ibumu mengirim orang memanggilmu.”
“Kakek bercanda,” Pei Wenxuan tersenyum, dan dengan nada lembut berkata, “Kalau para tetua keluarga ingin memanggil, bagaimana bisa Wenxuan berani untuk tidak datang? Memanggil saja sudah cukup, namun mendengar kalau Ibu sakit parah membuat cucu ini teramat cemas.”
“Cemas? Kau masih tahu merasa cemas?”
Pei Xuanqing memukul meja dengan telapak tangannya. “Kalau kau benar-benar mencemaskan keluarga ini, kau tidak akan menghasut sang Putri untuk menyinggung Langit dan akal sehat!”
“Cucu ini tak mengerti maksud Kakek.”
Pada suara tak tergoyahkan Pei Wenxuan, Pei Liwen melompat berdiri, menuduh, “Berani-beraninya kau berdiri di sini dan pura-pura tak mengerti? Bicara terus terang, kau yang menghasut Tuan Putri untuk mendirikan kantor pengawas atau tidak?”
“Kantor pengawas itu murni merupakan ide Tuan Putri, bagaimana mungkin Wenxuan terlibat?”
Pei Wenxuan menaikkan tatapannya ke arah Pei Liwen. “Jika Paman Ketiga merasa tidak puas, maka Paman bisa mencari Tuan Putri sendiri. Mengumpulkan semua tetua di sini hari ini,” Pei Wenxuan mengamati orang-orang yang berkumpul, “apakah cuma untuk mendiskusikan hal ini?”
“Wenxuan,” Pei Xuanqing menyela. “Kau adalah suami Tuan Putri, bahkan jika Beliau tidak memerhatikan gambaran besarnya, apakah berarti kau juga tidak? Kau bilang bahwa kau tak terlibat. Tetapi jika bahkan keluargamu sendiri saja tidak percaya padamu, maka siapa yang akan percaya?”
“Lantas kenapa?” Pei Wenxuan menatap mereka semua dan berkata, “Apa arti dari semua ini?”
“Apa arti dari semua ini?” Pei Liwen menukas. “Beginikah caramu bicara pada para tetuamu?”
Pei Wenxuan tak menanggapi, hanya menatap Pei Lixian yang duduk bisu di samping. Menyadari bahwa Pei Wenxuan tidak memerhatikan dirinya sedikit pun, Pei Liwen menghambur maju. Pei Wenxuan sudah mengantisipasi ini dan memutarinya, berseru, “Paman berani?”
Pei Liwen terperanjat, untuk sesaat semua intensitas merembes keluar darinya. Dia mengangkat kepalan tangan, “Kau… bocah berandal, kau kira aku tak berani!”
“Paman Ketiga, harap pikirkan dengan jelas,” Pei Wenxuan berkata dingin. “Aku masih seorang Fuma. Kalau Paman berani turun tangan padaku, hati-hatilah jangan sampai malah memukul muka Putri Ping Le.”
Langkah Pei Liwen membeku pada peringatan Pei Wenxuan, rasa malu tertulis di wajahnya. Pei Lixian menghela napas dan menatap ke arah Wen-shi. Dengan suara frustrasi, dia mengeluh, “Kakak Ipar, ternyata persis seperti yang kubilang. Sekarang karena Wenxuan sudah menikah dengan Tuan Putri, dia sudah jadi tak tahu diri. Dia masih begitu muda dan belum sepenuhnya mengerti bagaimana berlaku yang benar. Kakak Ipar harus menjalankan tugasnya sebagai ibu dan lanjut mengajari Wenxuan. Lihatlah, dia baru menikah berapa lama dan sudah melupakan Keluarga Pei-nya.”
Pei Wenxuan menatap Pei Lixian ketika akhirnya dia mengucapkan kalimat bagiannya. Pei Lixian tak melihat ke arahnya sedikit pun, hanya berkata pada Wen-shi, “Kakak Ipar, Wenxuan masih begitu muda, jangan biarkan dia salah jalan.”
“Paman Kedua benar,” ujar Wen-shi, benaknya kelihatan tenang.
Dia mengarahkan tatapan pada Pei Wenxuan dan menarik napas dalam-dalam. “Wenxuan, kau harus mendengarkan nasihat keluarga. Tuan Putri harus dikendalikan, kau tak boleh membiarkan Beliau bermusuhan dengan semua keluarga bangsawan. Begitu urusannya jadi seperti itu, Tuan Putri adalah Tuan Putri, tetapi Keluarga Pei kita tidak memiliki keistimewaan semacam itu.”
“Lalu terus kenapa?” Pei Wenxuan tertawa dalam amarahnya. “Apa itu yang mereka katakan pada Ibu? Dan apa yang Ibu ingin aku lakukan?”
“Saat kau pulang, mintalah kepada Yang Mulia agar melepaskan urusan ini dan membiarkan kasus Qin ditutup. Sepupumu telah terlibat, jangan sampai Yang Mulia meneruskannya.”
“Baiklah,” Pei Wenxuan tersenyum. “Seharusnya Ibu menyebutkan ini lebih cepat. Apa ada urusan lain?”
“Wenxuan!” Diolok oleh Pei Wenxuan di hadapan begitu banyak orang, Wen-shi berdiri dan brkata, “Sikap macam apa ini? Apa di matamu masih ada ibumu ini–”
“Tentu saja. Tetapi bagi Ibu,” Pei Wenxuan balas menatapnya dengan penuh perasaan, “Apa di mata Ibu masih ada putramu ini?”
Wen-shi tertegun pada tanggapan ini, dan di sisinya, Pei Xuanqing menghela napas. “Menantu, anak ini harus diajari dengan lebih baik.”
Seakan dalam kondisi trans, sebuah ide terbentuk dalam benak Wen-shi ketika dia mendengarkan kata-kata ini. Berdiri, dia berseru, “Dasar berandal! Cepat, seseorang, disiplinkan anak ini!”
Mendengar kata-kata ini, Pei Wenxuan menundukkan matanya dan terkekeh dalam suara rendah.
Dibuat tidak tenang oleh tawa Pei Wenxuan, Wen-shi tergagap ketika berkata, “Kau…. Apa yang kau tertawakan?”
“Ibu,” ujar Pei Wenxuan tenang. “Itukah yang mereka katakan pada Ibu, bahwa aku harus dihukum supaya keluarga ini terbebas di depan kaum bangsawan dan mengancam sang Putri? Kemudian di masa mendatang, jika aku sampai memprovokasi Tuan Putri lagi, Ibu hanya perlu mencariku untuk menghentikan semuanya.”
Wen-shi terperanjat. Para pelayan bergegas masuk dari luar griya dengan tangan terangkat untuk menekan tubuh Pei Wenxuan, tetapi yang bersangkutan berkata lantang, “Jangan sentuh aku! Aku bisa berlutut sendiri.”
Seraya berkata demikian, dengan tenang dia melepaskan pakaian luarnya lalu meletakkannya di atas meja terdekat. Kemudian dia berlutut, punggungnya tegak.
Dia memancangkan tatapan pada Wen-shi, “Ibu, aku sudah memperkirakan kalau ini akan terjadi hari ini, tapi aku tak pernah membayangkan kalau semua ini akan terjadi atas perintah Ibu.”
Wen-shi melemas ketika melihat sorot mata Pei Wenxuan.
Sesaat kemudian, derak tongkat rotan yang mengenai punggung Pei Wenxuan pun bergema. Pei Wenxuan tak berjengit sedikit pun, terus menatap ibunya dengan tekad baja.
Wen-shi bergidik dan membuka mulutnya untuk bicara, namun disela oleh Pei Lixian. “Kakak Ipar tidak terbiasa pada pemandangan semacam ini. Bagaimana kalau Kakak Ipar beristirahat di kamarnya untuk saat ini?”
Wen-shi menatap Pei Lixian dengan sorot mata nanar, dan seorang pelayan pun datang untuk memapahnya, setengah menarik setengah mendorongnya keluar dari pintu.
Sabetan-sabetan rotan terus menghajar punggung Pei Wenxuan dengan ganas, semakin kuat seiring dengan tiap langkah yang diambil Wen-shi. Setiap pukulan menggigit ke dalam diri Pei Wenxuan, dan wajahnya pun semakin memucat.
Keringat menetes-netes bagai hujan di alisnya. Pada saat inilah, Li Rong tiba di luar kediaman Pei.
Xun Chuan sudah memimpin sekelompok orang ke gerbang Kediaman Pei. Begitu Li Rong tiba, Xun Chuan melangkah maju dan memberi salam, “Yang Mulia.”
“Sudah berapa lama mereka di sana?”
“Pasti belum sampai seperempat shichen.”
Xun Chuan bergerak mendekati Li Rong dan berbisik, “Pengawal rahasia belum merespon, di dalam pasti telah terjadi sesuatu.”
Wajah Li Rong berkedut. Dia melangkah maju dan mengetuk gerbang. Begitu penjaga gerbang membuka pintu, Xun Chuan mengayunkan pedangnya dan menyelipkannya ke dalam celah. Di sela-sela napas, Li Rong berbisik, “Serang.”
Salah satu orang Li Rong mendobrak gerbang, menjatuhkan si penjaga gerbang ke tanah. Dia memekik, “Kau…!”
“Fuma Bengong baru saja memasuki kediaman Pei.” Li Rong menyambar pedan dari tangan salah seorang pengawal terdekat lalu mengarahkannya pada si penjaga gerbang. Dengan suara seperti es, dia menghardik, “Di mana dia?”
“Yang… Yang Mulia.”
Akal sehat penjaga gerbang telah pulih dan mulai tergagap, “Fu… Fuma ada di griya utama.”
Li Rong bahkan tidak meliriknya sedikit pun, dan langsung melewatinya dengan membawa pedang, memimpin rombongannya langsung menuju griya utama.
Di dalam hatinya, dia tahu jelas apa yang telah Pei Wenxuan lakukan.
Dengan kecerdasan yang dimiliki oleh Pei Wenxuan, bagaimana mungkin dia bisa memasuki Kediaman Pei dengan membuta? Belakangan ini, setiap keluarga bangsawan mengintai pernikahan mereka dengan tatapan tamak. Mereka tidak berani memprovokasi dirinya, jadi satu-satunya sasaran mereka adalah Pei Wenxuan. Bahkan jika Pei Wenxuan dilukai, itu hanyalah sebuah peringatan. Pei Wenxuan sampai meluangkan waktunya untuk dengan begitu sabar datang kemari, apa rencananya?
Sudah sangat jelas bahwa bulir-bulir sempoa sedang berdetak-detak di dalam hatinya dan Pei Wenxuan ingin memakai insiden ini untuk mendapatkan keuntungan dari Keluarga Pei.
Tetapi apakah Li Rong membutuhkan Pei Wenxuan untuk melangkah sampai sejauh ini?
Li Rong tak bisa menyebutkan penyebab persisnya, hanya saja ada suatu amarah yang tak tergambarkan sedang mendidih di dalam hatinya, mungkin karena dipermalukan atau dari Pei Wenxuan yang bertindak gegabah.
Dia terus memimpin orang-orangnya melewati koridor menuju griya utama, dan Xun Chuan lalu menendang pintu hingga terbuka.
Begitu pintu terayun membuka, semua kepala yang ada di dalamnya seketika menoleh. Di sana, berdiri di ambang pintu, mereka melihat seorang wanita yang mengenakan gaun istana merah bersulamkan phoenix emas. Di tangannya, wanita itu menggenggam sebilah pedang dan di belakangnya berkerumun sekelompok orang.
Sosok Pei Wenxuan membesar ketika Li Rong mengamati pemandangan di hadapannya. Seulas senyum murka merayapi wajahnya.
Li Rong mengangkat pedang di tangannya dan berderap memasuki griya, berhenti di depan Pei Wenxuan.
Dengan pandangan kabur, Pei Wenxuan menatap Li Rong, ketika sang Putri mendekatkan diri dan menunduk menatap Pei Wenxuan yang sedang berlutut. “Kau masih berlutut? Bengong sudah tiba dan kau masih belum berdiri?!”
Pei Wenxuan bisa merasakan ketidaksabaran Li Rong menerjang laksana gelombang pasang, jadi bahkan meski punggungnya penuh dengan luka, dia menggertakkan gigi dan terhuyung berdiri.
“Kalau mereka memanggilmu, kenapa kau tidak memberitahuku?”
Li Rong memelototi Pei Wenxuan, tangan gatal ingin menampar pria itu, namun wajah pucat Pei Wenxuan menghentikan gerakan tangannya.
Dengan kesakitan Pei Wenxuan menegakkan diri dan berbisik, “Yang Mulia, jangan khawatir. Bukankah malam ini Anda ada acara?”
“Dan meninggalkanmu begitu saja untuk menanggung semua ini? Aku tak bisa pergi begitu saja.”
Seraya Li Rong mengatakan ini, dia berbalik dan mengamati kerumunan orang. “Kalau hari ini Bengong tidak datang, apa kalian akan begitu saja membunuh Fuma?! Siapa yang memberi hak pada kalian, bahkan orang-orang bengong saja tak berani!”