The Grand Princess - Chapter 57
Dia takkan pernah bisa melepaskan Li Rong.
———————-
Tubuh Pei Wenxuan menjadi kaku pada sentuhan Li Rong, dan semua pemikiran berkeliaran dalam benaknya.
Dia takut kalau dia membuka mulutnya, dia akan kehilangan ketenangannya. Maka dia pun hanya bisa tetap diam dan membisu.
Li Rong tetap berada di sana selama beberapa saat, sebelum menghela napas dan menegakkan diri. “Sudahlah. Kau memang seperti ini. Aku akan membersihkan serpihan kayu dari punggungmu.”
Pei Wenxuan tak menanggapi, bahkan ketika Li Rong kembali mencondongkan diri ke depan untuk dengan susah payah mencabuti serpihan kayu. Napas Li Rong terasa panas menyengat di punggungnya, lidah api menjilati lukanya dan menyebar hingga ke tulangnya.
Ketika Li Ronggg sedan mencabuti serpihan kayu, tanpa pikir panjang dia mengoceh, “Kalau kau kembali mendapati dirimu sendiri dalam situasi semacam ini, setidaknya temui dan bicaralah padaku. Aku tahu bagaimana situasinya. Kau selalu bilang kalau aku tak mengerti bagaimana pemikiran orang lain, bahwa aku tak mengerti kesulitan yang dihadapi orang lain. Tapi, kurasa kau yang terlalu mempertimbangkan kesulitan-kesulitan orang lain.”
Pei Wenxuan mendengarkan dengan seksama. Li Rong jarang bicara seperti ini padanya, seakan gadis itu adalah ibu mertuanya yang bawel dan mendiskusikan semua urusan remeh-temeh dalam kehidupan.
“Kau selalu bilang kalau kau takkan pernah jadi seperti ayahmu. Ayahmu sangat menyayangi ibumu sampai-sampai ibumu tak memahami apa-apa, tapi sebenarnya kau dan ayahmu itu sama persis sampai ke tulang. Ibumu adalah anggota dari keluarga bangsawan, dan kemudian suaminya mati, meninggalkan begitu banyak harta. Dia bahkan tidak berpikir untuk mengamankannya untuk putranya, dan ketika kau pergi ke Luzhou, dia membiarkan mereka merampokmu habis-habisan.”
“Dia tak bisa mengendalikan keluarganya dan para kerabatmu itu telah mengambil semua uang milik suaminya. Namun, dia tak mau melakukan apa-apa dan cuma menonton ketika paman keduamu mengusir semua pelayan di kediaman. Ketika kau pergi ke Luzhou, kau seharusnya menyambut ibumu dengan hardikan.”
“Saya sudah bilang kalau hal itu tak ada gunanya,” Pei Wenxuan menghela napas. “Ibu saya memang begini, pendiriannya lemah….”
“Bahkan jika dia tak bernyali, tak bisakah dia menumbuhkannya?” Li Rong menukas, menegakkan diri. “Kalau dia tak bisa melindungi putra semata wayangnya, apa gunanya melahirkanmu? Apa dia bahkan bisa menyebut dirinya sendiri sebagai ibu? Apa kau kira aku tak mengerti apa yang kau pikirkan? Kau pikir dia rapuh dan tak berdaya, jadi kau terus menyimpan semua masalahmu sendiri dan hanya berbagi kegembiraanmu. Setiap hari, dia bersembunyi di dalam kuil untuk mendoakan ayahmu, buta pada apa yang terjadi di sekitarnya, sementara kau menderita sendirian. Melihat kondisimu saja, aku sudah merasa tidak enak.”
Pei Wenxuan terus membisu. Li Rong selesai membersihkan lukanya dan kemudian melangkah mundur supaya Pei Wenxuan bisa membenahi pakaiannya. Mengamati untuk mencari reaksi, dengan was-was Li Rong bertanya, “Apa aku kelewatan?”
“Mengapa Yang Mulia bilang begitu?”
Melihat lebingungan Pei Wenxuan, Li Rong mengerutkan bibirnya, meragu. Akhirnya, dia duduk di sisi Pei Wenxuan dan menghela napas pelan.
“Aku bukan orang bodoh. Aku sudah merenungkan secara menyeluruh apa yang telah kau katakan padaku. Kau bilang aku tak mengerti bagaimana pemikiran orang lain. Anggap kau benar, maka ketika aku baru mempertimbangkannya, aku kekurangan pada banyak area. Kalau aku sudah melakukan sesuatu yang membuatmu merasa tidak nyaman, maka katakan saja padaku.”
Tawa yang tak disangka-sangka terlontar dari Pei Wenxuan. “Jangan cemas, Yang Mulia.”
“Hari ini Yang Mulia telah datang untuk saya. Sejak saat ini, tak peduli apa pun yang Yang Mulia ucapkan, hal itu tidak akan mengganggu saya.”
Dengan sinis, Li Rong bertanya, “Kenapa?”
“Karena Yang Mulia bersedia kembali untuk saya. Karena Wenxuan tahu bahwa dia memiliki tempat di dalam hati Yang Mulia.”
Li Rong tertawa mendengar deklarasi ini. “Akhir-akhir ini kau sungguh memandang dirimu sendiri dengan begitu tinggi.”
Pei Wenxuan tersenyum lembut. “Bukankah sudah seharusnya kita menjadi teman setelah lewat bertahun-tahun ini?”
Melihat ekspresi Pei Wenxuan, yang begitu damai laksana hembusan angin sepoi di hari nan cerah, akhirnya Li Rong berkata, “Sudahlah, yang terjadi sudah terjadi. Bahkan jika kau tak setuju denganku, cukup dengarkan saja aku untuk sekali ini saja.”
“Tak usah terlalu mempertimbangkan orang lain. Kalau kau menginginkan sesuatu, maka ambillah untuk dirimu sendiri. Orang lain bisa menerimanya atau tidak itu adalah masalah mereka sendiri. Tak seharusnya kau membiarkan hal itu menghentikanmu. Wen-shi adalah ibumu. Walaupun dia mungkin lemah, dan dia mungkin tak berdaya, pada akhirnya, dia harus melakukan hal yang benar untukmu. Jangan mempersulit dirimu sendiri demi dia.”
Pei Wenxuan menatap Li Rong, matanya serius. “Bagaimana kalau dia menolak?”
“Kalau begitu, tak bisakah dia mengatakannya sendiri?” ujar Li Rong, tak peduli. “Dia mau melakukannya atau tidak, keputusan ada di tangannya. Dia harus memutuskan sendiri apakah dia akan membantumu atau mengurung diri. Kau tak bisa memilih untuknya.”
Ketika Pei Wenxuan akhirnya bicara, kata-katanya keluar sebagai bisikan parau. “Tapi aku tahu apa yang terbaik.”
Li Rong menggelengkan kepalanya. “Pei Wenxuan, hanya orang yang membuat keputusanlah yang bisa tahu apa yang terbaik bagi mereka.”
Pei Wenxuan tak menanggapi, hanya mengamati Li Rong dalam kebisuan.
Wanita di hadapannya ini mungkin memiliki wajah gadis berusia delapan belas tahun, sejelita embun pagi yang bergoyang dihembus angin, namun matanya mengandung kejernihan yang hanya bisa dilahirkan dari pengalaman selama bertahun-tahun. Menatap ke dalam mata Li Rong ketika yang bersangkutan balas menatap tanpa bicara, Pei Wenxuan bisa membaca kecemasan yang tidak ada di kehidupan lampau. Namun, di sana juga terbentang kelembutan, baru dan berbeda, yang takkan pernah dimiliki oleh seorang Li Rong yang berusia delapan belas tahun.
Ini adalah Li Rong yang terlahirkan kembali.
Pada awal kehidupan baru ini, semua yang dia harapkan adalah menikahi Li Rong yang berusia delapan belas tahun itu, untuk membuka lembaran baru dengan Li Rong yang berusia delapan belas tahun itu.
Ketika dia mendapati bahwa Li Rong juga telah terlahir kembali, dia merasa seakan tak ada lagi yang tersisa untuk mereka.
Namun pada saat ini, dia menyadari bahwa pada titik kehidupan yang mana pun, pada momen mana pun yang dia inginkan, dia bisa membuka lembaran baru.
Dirinya berbeda dari pria yang ada di masa lalu itu. Li Rong berbeda dari wanita yang ada di masa lalu itu.
Dia berubah, dan Li Rong berubah. Li Rong yang ada di kehidupan ini hampir seperti anak-anak, meraba-raba di kegelapan, namun bahkan meski terbentur dan berdarah, setidaknya Li Rong belajar dan bertumbuh. Jadi kenapa dia tak bisa menjalani hidupnya seperti yang tidak pernah bisa dia lakukan sebelumnya?
Selama dua puluh tahun, dia hanya bisa menatap Li Rong dan Su Rongqing.
Bukannya karena dia tak bisa memikirkan tentang bagaimana harus berjuang demi apa yang dia inginkan – dia selalu bisa saja membunuh Su Rongqing.
Tetapi ketika dia teringat bahwa Su Rongqing-lah yang Li Rong pilih, bahkan meski itu adalah ingatan yang sarat dengan kecemburuan dan rasa sakit, dia akan menghormati pilihan Li Rong.
Tetapi kenapa dia harus menyerah pada awal yang bahkan belum mereka mulai?
Dia masih bisa berjuang, dia masih bisa meminta Li Rong untuk memilih. Ingin tinggal atau pergi, setidaknya Li Rong bisa memberinya jawaban.
Pemikiran-pemikiran tak beraturan menerjang ke dalam benaknya, namun wajahnya tak menampakkan kekacauan yang berada di baliknya. Dia dan Li Rong sama saja, dan kecuali situasinya mendesak, mereka berdua akan sama-sama menekan emosi-emosi mereka hinggga tak ada jejak yang bisa terlihat.
Dia menatap Li Ronggg, menekan semua pemikiran dan keinginan, serta melontarkan tawa santai. “Kalau begitu, saya akan mempertimbangkan saran Yang Mulia.”
“Kalau kau mau memikirkannya, itulah yang terbaik.”
Perlahan Li Rong mengucapkan kata-kata yang berikutnya. “Bagaimanapun juga, aku tak bisa terus melindungimu sampai seumur hidupmu.”
“Saya mengerti,” ujar Pei Wenxuan, suara berbisik. “Saya juga tak bisa cuma membiarkan Yang Mulia berjuang untuk saya.”
“Yang penting kau mengerti.”
Kereta telah tiba di Wisma Putri ketika mereka bercakap-cakap, lalu Li Rong membantu Pei Wenxuan turun dari kereta. Seseorang sudah sampai duluan dan mengumumkan kepulangan mereka, jadi semuanya sudah dipersiapkan untuk Pei Wenxuan dan para pelayan pun langsung membimbingnya ke dalam.
Seorang tabib datang untuk memeriksa Pei Wenxuan, meresepkan obat dan serentetan cara untuk merawatnya. Setelah bicara ini dan itu, dia menginstruksikan agar Pei Wenxuan mengistirahatkan tubuhnya, kemudian pergi.
Rasa lelah melanda Li Rong begitu luka-luka Pei Wenxuan selesai dibalut. Makan malam dilakukan dengan sambil lalu, dan kemudian mereka pun pergi untuk membersihkan diri dan tidur.
Karena luka di punggungnya, Pei Wenxuan berbaring tengkurap dan mengamati Li Rong.
Li Rong mandi, dan setelah berganti pakaian dengan baju tidur, dia meniup lilin lalu menaiki ranjang.
Pei Wenxuan bahkan tidak berkedip ketika dia terus mengamati Li Rong. Li Rong menyadari tatapannya, dan seraya merayap ke balik selimut, tak bisa menahan senyumannya lalu bertanya, “Kau terus menatapku. Apa yang kau tatap?”
“Yang Mulia sungguh cantik,” jawab Pei Wenxuan jujur.
Mengabaikan kata-kata pria itu, Li Rong menatapnya sekilas. “Dasar penjilat.”
Pei Wenxuan terus berbaring miring, menatap Li Rong. Li Rong berbaring telentang, mata terpejam, namun sejenak kemudian, dia masih bisa merasakan bobot dari tatapan Pei Wenxuan dan jadi tak tahan lagi. Dia membuka matanya, tertawa, “Baiklah, kau lihat apa? Aku tak bisa tidur kalau seperti ini.”
Li Rong berguling untuk memalingkan wajahnya dari Pei Wenxuan, menggerutu, “Sana tidur. Bahkan jika kau tak perlu pergi ke mahkamah besok, aku tetap harus pergi.”
Pei Wenxuan terus saja memandangi punggung Li Rong, sebelum akhirnya bertanya, “Yang Mulia, bagaimana pendapat Yang Mulia tentang saya?”
“Hm?”
Li Rong kebingungan kenapa Pei Wenxuan tiba-tiba menanyakan hal ini kepadanya, sebelum mendengar pria itu berkata, “Ayah saya adalah orang yang luar biasa. Ketika saya masih kecil, harapan saya adalah menjadi laki-laki seperti ayah saya, tetapi ayah saya bagaikan gunung yang menjulang tinggi. Tak peduli sekeras apa pun saya berusaha, saya tak mampu mencapai Beliau.”
“Saat saya masih kecil, Ibu selalu berkata bahwa saya tidak sebaik ayah saya. Ketika anak-anak lain memperoleh pencapaian kecil, orangtua mereka akan senang bukan kepalang. Tetapi tak peduli apa pun yang saya lakukan, ayah saya hanya akan bilang saya telah melakukan dengan cukup baik, dan ibu saya hanya akan berkata bahwa saya sudah gagal.”
“Untuk waktu yang amat lama, saya tak pernah tahu orang macam apa saya ini. Saya ingin mendengar penilaian Yang Mulia.”
Suara Pei Wenxuan amat lirih, dan ada suatu rasa masam meremas hati Li Rong.
Dia mengerti apa persisnya yang Pei Wenxuan katakan. Pria itu mungkin saja tak bisa mengidentifikasinya sendiri, tapi dia tahu bahwa di dalam tulangnya, Pei Wenxuan merasa kalau dirinya tidak cukup baik.
Ketika Li Rong memberinya setitik saja kebaikan, Pei Wenxuan akan jadi amat terharu dan kegirangan, sepuluh kali lipat dari yang diberikan.
Pei Wenxuan sudah seperti ini ketika mereka masih remaja. Setelah waktu berlalu sedemikian lamanya, Li Rong mengira kalau pria itu akan tumbuh melewatinya. Namun ketika mendengar kata-kata ini diucapkan terang-terangan, Li Rong tahu bahwa jika dibiarkan, rasa tidak aman akan bernanah dan membusuk, tersembunyi jauh di dalam sudut-sudut hatinya.
Tak mendengar tanggapan, Pei Wenxuan mulai gelisah. “Yang Mulia?”
Dera rasa malu melanda Pei Wenxuan. “Yang Mulia pasti sudah lelah. Saya bisa berhenti bicara. Maafkan saya karena sudah mengganggu tidur Yang Mulia….”
“Menurutku kau luar biasa.”
Pada selaan mendadak Li Rong, Pei Wenxuan dibuat tertegun hingga terdiam. Li Rong berbalik untuk menghadap ke arahnya, dan berkata lembut, “Aku tidak buta. Apa kau benar-benar berpikir kalau aku akan begitu tergerak oleh siapa pun yang kebetulan telah kunikahi di suatu kehidupan lampau?”
“Menurutku kau sangat hebat. Kau memiliki paras rupawan dan temperamen yang baik. Kau lembut dan perhatian kepada orang lain.”
“Kau punya banyak kualitas yang menarik dan terpelajar. Mengenai enam seni, ketika dibandingkan dengan para tuan muda lainnya, setiap kalinya kau akan memenangkan posisi pertama. Dari berbagai kegiatan untuk melewatkan waktu yang populer di kalangan bangsawan, tak ada satu pun yang tak bisa kau lakukan.”
“Semua yang kau pelajari, kau mempelajarinya dengan cepat. Kali pertama kau membantuku dengan riasan alisku, hasilnya payah dan miring. Kurang dari sebulan kemudian, kau bisa mengerjakan seluruh riasanku. Kali pertama kau menyisir rambutku, kau begitu sering membuatnya tertarik sampai-sampai kulit kepalaku mati rasa. Setelahnya, tak ada satu pun gaya rambut yang tak bisa kau buat.”
“Kau mungkin memang sentimental dan tertutup, tapi itu karena kau tahu nilai dari perasaan cinta. Sebagai seorang suami, sebagai seorang teman, dan sebagai seorang anggota keluarga, kalau kau sepertiku dan memandang semuanya secara acuh tak acuh, maka bukankah hubungan kita akan jadi membosankan?”
“Pei Wenxuan,” Li Rong berkata, menatap cahaya rembulan yang tersaring ke dalam ruangan dan tertawa. “Kau sungguh lumayan baik.”
Pada saat itu, akhirnya Pei Wenxuan merasakan keberanian tak terbatas membuncah di dalam dirinya.
Dia takkan pernah bisa melepaskan Li Rong.
“Yang Mulia, maafkan saya.”
Suaranya begitu lembut, membuat Li Rong bingung. “Kenapa kau….”
Li Rong belum selesai bicara ketika tiba-tiba dia merasakan Pei Wenxuan mengulurkan tangan dan memeluknya.
Saling berdekapan seperti ini, sekujur tubuh Li Rong sama kakunya dengan papan. Pei Wenxuan memeluknya begitu erat seakan hendak menjadi satu dengannya.
Li Rong didekap sepenuhnya – merasa benar-benar dibuat kelabakan – oleh Pei Wenxuan. Gelapnya malam menguatkan semua inderanya.
Napas Pei Wenxuan, sentuhan Pei Wenxuan, tangan Pei Wenxuan yang melingkari pinggangnya, semua diri Pei Wenxuan menyelimuti dirinya.
Jantungnya berdebar lebih kencang, dan tanpa terkendali, Li Rong teringat pada malam pengantin mereka yang pertama.
Sutra merah bergetar tak terkendali dan brokat berayun bagai gelombang.
Pei Wenxuan merasakan perubahan dalam suasana hati dan tubuh Li Rong. Dia merenggangkan pelukannya, lalu menyangga dirinya untuk berbaring menyamping. Dengan suara rendah yang menari-nari di telinga Li Rong dan menghujam ke dalam benaknya, membuatnya lunglai tak bertulang, Pei Wenxuan memanggil namanya.
“Rongrong.” Suara pria itu, yang biasanya jernih dan halus, membawa getar parau yang tak terungkapkan. Li Rong merasa seakan kepalanya berdengung, dan sungguh sulit untuk berpikir dengan benar. Samar-samar, dia mendengar Pei Wenxuan berkata dengan suara sedih, “Aku kurang enak badan. Tak apa-apakah kalau aku memelukmu?”
Li Rong tak bisa berpikir dan tidak menanggapi, namun dia juga tidak menolak Pei Wenxuan ketika pria itu sekali lagi memeluk dirinya, membenamkan diri di lekuk antara bahu dan kepalanya.
“Rongrong.” Suara Pei Wenxuan begitu lembut. “Aku tak mau melepaskanmu. Aku tak bisa melepaskanmu. Tidak apa-apakah?”
————-
Pengarang ingin bilang sesuatu:
Pei Wenxuan: “Mulai saat ini, aku adalah Niohuru* Pei Wenxuan.”
(T/N: 钮钴禄 – sebuah klan Manchu pada masa Dinasti Qing yang terkenal karena menyediakan banyak selir bagi Kaisar (di mana banyak dari putra mereka yang kemudian menjadi Kaisar berikutnya).)