The Magic Division Leader’s Contract Marriage - Chapter 4
Setelah menyapa kedua keluarga, keesokan harinya, aku mengajukan dokumen pernikahan dan pergi kerja di Divisi Sihir. Bridget akan datang malam ini dengan kopernya.
Begitu Ray duduk di tempatnya, anggotanya berkumpul dan Daniel bertanya dengan penuh semangat.
“Benarkah kamu akan menikah, Pimpinan Divisi?”
“Iya, tapi aku baru saja menyerahkan formulir. Bagaimana kamu tahu?”
Anggota grup bersorak dan bertepuk tangan.
“Manajer umum membuatku terkejut saat mengatakan hal ini. Lalu bagaimana? Siapa pasanganmu?”
“Nona Taylor, si editor.”
Ada teriakan kejutan yang lebih keras setelah sorakan sebelumnya. Semua orang bertanya bagaimana, kenapa, dan kapan mulainya.
“Suatu hari aku mendapat kesempatan untuk berbicara secara pribadi dengan Auditor Taylor, ternyata kami cocok. Jadi kami memutuskan untuk menikah. Itu saja. Sekarang, kembalilah bekerja.”
Kemudian Ray membuat gerakan mengusir, semuanya pun kembali ke tempat duduk mereka sambil mengeluh.
Melihat para penyihir yang biasanya diam tiba0tiba menjadi begitu ramah, Ray bertanya-tanya apakah Bridget baik-baik saja di sana.
Berita pernikahan Ray telah menyebar ke seluruh istana, tapi Bridget tidak secemas Ray.
Bridget mengajukan hari libur untuk berkemas siang itu, tidak ada yang bisa berbicara dengannya karena dia menyelesaikan pekerjaannya dengan kecepatan cahaya.
Bridget, yang sudah menyelesaikan pekerjaannya, memberi tahu anggota timnya kalau dia akan mengambil cuti siang nanti dan ke depannya semua komunikasi darurat harus dilakukan ke rumah Pimpinan Divisi Sihir dan bukan ke asramanya lagi.
Anggota tim agak gelisah, tapi sebelum mereka berhasil memanggilnya, Bridget sudah keburu meninggalkan kantor audit.
Ketika Ray kembali ke rumah setelah menyelesaikan pekerjaannya seperti biasa, kepindahan Bridget sepertinya sudah hampir selesai.
Saat Ray melihat ke dalam kamar Bridget, dia terkejut.
“Bukunya banyak sekali, seperti perpustakaan.”
“Ah, Pimpinan Divisi. Selamat datang di rumah. Maaf, seperti yang kamu lihat, koperku penuh dengan buku.”
Bridget, yang tadinya berada di tangga untuk mengatur buku-bukunya di rak, turun perlahan.
“Terima kasih sudah memberiku gaun, juga pakaian santai.”
“Tentu saja. Katakan kalau masih ada yang kurang. Nanti aku akan mengajakmu berkeliling rumah.”
Ketika mereka selesai membersihkan sampai batas tertentu dan mulai mengambil tempat di meja, John, sang juru masak, mulai menyajikan makanan. Semua orang dapat melihat kalau Ray jauh lebih antusias dibanding biasanya.
Bridget bersorak atas hidangan indah itu.
“Hidangan yang luar biasa! Aku sudah tinggal di asrama sepanjang hidupku. Karena di sana kebanyakan adalah kesatria, moto mereka adalah murah dan berlimpah. Sudah lama sekali aku tidak menikmati makanan yang seenak ini!”
John sangat malu, tapi dia juga sangat senang. Bridget mulai makan dengan senang, terlalu baik hingga dia takut makanannya tidak akan muat di tubuh kurusnya.
“…kudengar nama panggilan Auditor Taylor adalah ‘Gadis Tangan Besi’, tapi dia tidak terlihat seperti itu.”
Bridget menelan ayam di mulutnya dan minum airnya.
“Makna aslinya bukan ‘Gadis Tangan Besi’ seperti yang kamu pikirkan.”
“Benarkah?”
“Sebelum aku menjadi auditor di Ibu Kota Kerajaan, aku sempat bekerja sebagai auditor regional untuk beberapa waktu. Saat itu, aku mengungkap penggelapan dana berskala besar di pabrik besi terbesar di wilayah itu. Karena itulah aku menjadi auditor di ibu kota kerajaan.”
“Eh, maksudku…”
“Benar sekali. Nama panggilanku itu sebenarnya adalah singkatan dari ‘Wanita Yang Mendeteksi Penggelapan Pajak di Pabrik Besi’.”
Ray tertawa terbahak-bahak.
“Mungkin sekarang kedengaran masuk akal. Rumor itu sangat tepat.”
Setelah itu, Bridget melanjutkan makannya sambil bicara banyak.
Ray biasanya makan dalam diam, tapi malam ini dia bicara dan tertawa dengan Bridget. Connie, Miranda, John, semua di rumah itu juga tertawa dengan senang.
♥♥♥
Setelah acara makan yang memuaskan, Bridget menggunakan air panas yang disarankan oleh Miranda dan kembali ke kamarnya. Barulah saat itu dia sadar.
Di mana dia akan tidur?
Tidak ada tempat tidur di kamarnya. Biasanya, kamar tidur di sebelah pintu akan ada kamar tidur pasangan, tapi mereka berada dalam pernikahan kontrak dan tidak akan ada hubungan semacam itu.
Bridget membuka pintu kamar sebelah dengan ketakutan. Tidak ada orang di sana. Dia berjalan masuk perlahan dan duduk di ranjang yang besar. Ranjangnya lembut dan halus, berbeda jauh dengan tempat tidurnya di asrama.
Kemudian pintu dari sisi lain terbuka dan Ray berjalan masuk. Dia mengenakan pakaian santai, sepertinya dia baru saja selesai mandi. Rambut pirangnya masih basah. Bridget memalingkan wajahnya karena pemandangan itu terlalu berlebihan untuknya.
“Kamu pasti lelah karena telah beraktivitas seharian. Besok kamu juga masih harus kerja, jadi kamu harus segera beristirahat.”
Ray mengangkat tangannya ke arah tempat tidur dan menggumamkan sesuatu. Kemudian dinding tipis muncul dan tempat tidur terbelah menjadi dua.
“Maaf, tapi kamu harus menahan ini untuk sementara waktu untuk menyamarkan fakta kalau kita sedang menikah kontrak. Kami akan menyediakan tempat tidur di kamarmu setelah beberapa waktu.”
“…terima kasih atas perhatianmu.”
Bridget menghela napas lega dan bahunya terasa mengendur. Dia naik ke tempat tidur di dekat kamarnya, dia melihat Ray berbaring di sampingnya melalui dinding ajaib. Tempat tidurnya masih lumayan luas meski telah dibagi dua. Ada dinding di antara mereka yang mengurangi beban pikirannya secara signifikan.
“Um, bisakah aku membicarakan sesuatu denganmu?”
“Tentu saja.”
Ray bicara padanya dari balik dinding.
“Bisakah kamu memanggilku Ray? Sekarang kita sudah suami istri, hanya untuk jaga-jaga.”
Memang, aku memanggilnya pimpinan divisi dan dia memanggilku auditor.
“Ya, kamu juga bisa memanggilku Bridget.”
“Oke, selamat malam.”
“Selamat malam.”
Ray benar, aku lelah karena beraktivitas seharian dan tidak butuh waktu lama bagiku untuk merasa ngantuk. Bridget merenggangkan tubuhnya dan menyelinap ke bawah selimut.
♥♥♥
Keesokan paginya saat Ray bangun, Bridget sudah lebih dulu bangun dari tempat tidur. Kemarin malam, Bridget bisa langsung tidur berkat tembok yang dipasang oleh Ray.
Ray menghapus dinding ajaib di tempat tidur. Dia kemudian berpakaian dan turun ke lantai bawah. Dia bisa mendengar suara tawa yang datang dari ruang makan.
“Selamat pagi.”
“Oh, Ray. Selamat pagi.”
Meski itu saran dariku, rasanya malu agak malu mendengarnya memanggil namaku secara langsung.
“Ray, aku ada rapat pagi ini, jadi aku akan pergi dulu. Terima kasih untuk makan siangnya, John.”
Bridget buru-buru meminum tehnya dalam sekali teguk, mengambil tasnya yang berpola cerah dan meninggalkan ruang makan. Connie melihatnya pergi.
Miranda tersenyum dan mulai menyajikan makanan di hadapan Ray.
“Rasanya menyenangkan ada wanita muda di sini.”
“Maaf, aku tidak semenarik yang seharusnya.”
“Kamu tahu, kamu benar-benar tampak luar biasa di luarnya tapi polos di dalamnya, Nak.”
Atas kritik Miranda yang tanpa henti, Ray diam-diam memasukkan roti ke dalam mulutnya.
Setelah tiba di tempat kerja, Ray dipanggil oleh Yang Mulia Raja ke kantornya. Panggilan ini tidak terjadwal, entah mengenai pekerjaan atau bukan.
“Kudengar kamu sudah menikah.”
“Uh…”
Setelah sekian lama, aku baru sadar kalau ternyata aku ini cukup berpengaruh. Meski aku hanya pimpinan di Divisi Sihir, tapi aku tidak menyangka sang raja akan memanggilku ketika aku menikah.
“Tidakkah semua wanita di negara ini menangis? Kukira Ray akan tetap menjadi kesayangan mereka untuk waktu yang lama.”
Itu sungguh nada bicara yang benar-benar konyol.
“Saya minta maaf atas laporan yang terlambat ini. Marquis Taylor…”
“Aku tahu. Sudah pasti Nona Bridget. Aku juga tidak mengira dia akan menikah. Aku sudah lama tidak melihatnya. Ray, ingatlah untuk membawanya ke pesta ulang tahunmu minggu depan.”
“Apa!”
Ray terkejut dan berusaha untuk menolak, tapi sang raja mengingatkannya untuk membawa Bridget bersamanya. Dia pun harus mengurungkan niatnya.
Dia pulang ke rumah lebih lama dari biasanya karena dia belum menyelesaikan pekerjaan apa pun. Sepanjang hari ini dia sibuk memikirkan cara untuk membujuk Bridget agar pergi bersamanya ke pesta. Bridget sudah di rumah, dia dan Connie menyapaku.
“Aku pulang.”
“Selama datang di rumah, Tuan Ray.”
“Selama datang. Kita mendapat surat dari Istana Kerajaan.”
Sebuah undangan. Sudah pasti mereka gerak cepat. Aku bisa merasakan betapa kuatnya keinginan sang raja agar Ray membawa Bridget kepadanya dengan segala cara.
Ray membicarakannya saat makan malam.
“Bridget, Yang Mulia memintaku untuk menghadiri pesta ulang tahunnya minggu depan di malam hari, kita berdua harus datang…”
Bridget makan dengan lahap lagi hari ini. Dia berterima kasih dengan John dengan gembira atas makan siangnya, katanya dia sangat menikmatinya.
“Aku melihat apa yang kamu tuliskan padaku tadi.”
“Kamu yakin?”
“Kalau kamu diberitahu secara langsung oleh Yang Mulia, maka itu akan menjadi ‘pekerjaan minimal seorang wanita bangsawan’. Namun, aku ada sedikit masalah.”
“Apa itu?”
Gaun dan perhiasan seharusnya mudah untuk diatur. Bridget menyeka mulutnya dan menatap lurus ke arah Ray.
“Aku payah sekali dalam berdansa.”
Setelah makan malam, aku memutuskan untuk mencobanya dan berdansa. Di dekat kami, Connie dan Miranda sedang menonton.
Ray meraih tangan Bridget dan melingkarkan tangannya di pinggang Bridget. Kalau dipikir-pikir, ini pertama kalinya aku menyentuhnya sejak pertemuan pertama kami yang hanya berjabat tangan. Ray sedikit tersentak oleh jari yang sama dingin dan kurusnya seperti yang dia rasakan saat itu.
Connie berhitung perlahan, Bridget mulai terkikik dan ikut berdansa. Memang benar dia sama sekali tidak mengerti tempo dan pergerakannya kaku.
Setelah sedikit berdansa, Bridget terengah-engah.
“…seperti yang kamu lihat. Aku tidak peduli, tapi aku akan membuatmu malu, Ray.”
“Sayang sekali. Haruskah kita berlatih sampai hari itu tiba?”
“Apa?!”
Ray terkekeh pada Bridget yang jarang-jarang membuat protes. Seperti anak kecil yang tidak mau mengerjakan PR.
Setiap hari setelahnya, mereka berlatih dansa setelah makan malam. Tidak ada peningkatan signifikan dalam gerakan Bridget, tapi mereka sudah terbiasa dengan jarak di antara tubuh mereka dan hari-hari berlalu dengan cepat.