The Sweet Love Story - Chapter 34
Zhou Xiao menerima e-mail dari Zhao Fanzhou pada hari ketiga kepergiannya. Dia langsung memasukkan email itu ke dalam folder trash, sempat ragu-ragu untuk waktu yang cukup lama sebelum memutuskan untuk mengosongkan trash. Akhirnya dia mengurungkan niatnya.
Beberapa hari ini dia sama sekali tidak menyalakan ponselnya. Setiap ada telepon ke kamar asrama yang mencarinya, semua temannya akan mengatakan Zhou Xiao sedang tidak ada. Katanya Zhao Fanzhou mencarinya sampai begitu panik dan seperti orang gila, dia harap Zhou Xiao dapat memberikan satu kesempatan kepadanya. Pada kalimat terakhirnya, dia masih menambahkan sebuah kata-kata: “Tanyalah pada hatimu sendiri, tidak ada gunanya karena merasa tidak rela lalu kamu malah menyakiti dirimu sendiri.” Orang ini cukup kompeten untuk menjadi titisan Socrates.
Jadi Zhou Xiao berkata kepadanya: “Tolong kamu sampaikan kembali kepada Zhao Fanzhou, aku saat ini belum mampu untuk menenangkan diri dan memikirkan tentang hubungan kami. Biarkan dia memberikan sedikit waktu kepadaku untuk menyelesaikannya. Ketika aku sudah mengetahui arah pemikiran dalam hatiku, aku pasti akan menghubunginya. Tapi, dalam kurun waktu itu tolong jangan ganggu aku.”
Paragraf singkat ini kalau diterjemahkan ke dalam bahasa modern menjadi: “Tolong kamu sampaikan kembali kepadanya, wanita tua ini sedang kesal. Setiap mendengar namanya rasanya ingin menggila, tidak bisa menahan diri untuk menancapkan pisau di tubuhnya. Suruh dia pergi sejauh yang dia bisa, jangan pernah datang mencariku. Kalau tidak, aku pasti akan membunuhnya.” Tapi melihat orang yang menyampaikan pesan itu bagaikan Socrates, Zhou Xiao tentu mengimbanginya seperti Aristoteles.
Setelah Zhou Xiao kembali, dia merenungkan untuk waktu yang cukup lama. Apa sebenarnya yang dimaksud oleh Xie Yixing? Jangan mempersulit dirinya sendiri dengan memberikan kesempatan pada Zhao Fanzhou atau jangan mempersulit dirinya sendiri untuk tidak memberikan kesempatan kepada Zhao Fanzhou? Apa orang ini dari Jurusan Filsafat?
Tentu saja dia masih harus masuk ke dalam kelas, masih harus mengerjakan tugas, masih harus makan, dan masih harus tidur. Dunia tidak akan berhenti berputar hanya karena dirinya merasa sedih. Hanya saja, dia ragu dalam beberapa hari yang dia jalani ini, apa pemandangan yang dia lihat sama atau tidak dengan pemandangan di mata semua orang. Di mana pagi terlihat sangat cerah, suara kicauan burung yang merdu dan suara angin bertiup yang sepoi-sepoi. Zhou Xiao sudah memutuskan untuk menghadapi semua kenyataan ini, jadi dia menyalakan ponselnya, menarik kembali dari e-mail itu dari trash. Setidaknya dia berhak mendapatkan penjelasan, kalau ingin putus juga sebaiknya putus baik-baik.
Berikut isi dari e-mail itu, kata-kata dalam kurung adalah monolog batin dan reaksi Zhou Xiao saat membacanya.
Pengirim: Zhao Fanzhou
Penerima: Zhou Xiao
Subject: Maafkan aku
Maafkan aku. (kalau minta maaf ada gunanya, apa gunanya polisi. Orang ini pernah nonton Meteor Garden tidak?)
Aku tidak tahu harus mulai dari mana. (Kalau begitu tidak perlu menjelaskannya, bukankah selama ini kamu juga selalu pergi tanpa penjelasan?)
Begini saja, aku selalu menyembunyikan banyak hal darimu karena aku tidak tahu bagaimana cara mengatakannya kepadamu. (Lalu dengan begitu kamu memutuskan untuk pergi?)
Aku akan menceritakan sebuah kisah kepadamu. (Begitu senang menceritakan kisah, tidak mengirimkannya pada Majalah Gushi Hui saja?)
Ada seorang gadis, karena kesulitan saat melahirkannya maka Ibunya meninggal dunia. Ayahnya sangat mencintai Ibunya, maka dia tidak menikah lagi. Keluarganya sangat kaya, jadi ada banyak pelayan di rumahnya. Tapi, ayahnya yang masih sedih karena kepergian Ibunya jadi sangat jarang memperhatikannya. Kemudian gadis itu jatuh cinta kepada seorang lelaki miskin, gadis itu sangat mencintainya karena lelaki itu sangat baik kepadanya. Selain itu, karena lelaki itu memiliki seorang Ibu yang sangat baik, maka gadis ini sangat sering pergi ke rumah lelaki itu. Ibu lelaki itu akan sering membuatkan pangsit untuk gadis itu. Suatu hari, gadis itu membawa lelaki itu ke rumahnya, Ayahnya tidak berkomentar apa-apa, jadi mereka pun menikah. Gadis itu memboyong lelaki itu beserta Ibunya untuk tinggal bersama dalam rumah keluarganya, gadis itu pun akhirnya bisa merasakan kehangatan keluarga yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Tapi kehangatan itu hanya berlangsung selama lima tahun, suaminya menjadi sering melakukan perjalanan dinas. Sekali pergi akan membutuhkan waktu berhari-hari, bahkan sampai berminggu-minggu. Sebenarnya dari awal dia sudah dapat menebaknya, demi keutuhan keluarga, dia memutuskan untuk menutup sebelah matanya. Ibu dari suaminya — mertuanya, merasa tidak rela. Mertuanya berkata dia rela kehilangan anaknya, tapi tidak rela kehilangan menantunya. Setelah keluarga itu mengalami keributan besar, Mertuanya dengan marah pergi ke rumah anaknya dan wanita lain itu. Kemarahannya surut ketika melihat seorang anak laki-laki dan mendiskusikan jalan keluar lain dengan mereka. Aku menceritakan sampai sini, harusnya kamu sudah bisa menebak tokoh karakternya kan. (Menebak apanya? Ini jelas-jelas sudah setengah dari seluruh ceritanya)
Dengan narasi yang begitu panjang lebar, seharusnya kamu dapat mengerti keadaan psikologis Bibiku. Dia menukarkan suaminya, pernikahannya dan cintanya dengan seorang anak laki-laki dan Ibu Mertua. Dia kira dengan begitu, dia akan merasa puas. Tapi, dia tidak bisa merasa bahagia. Emosinya yang perlahan-lahan menumpuk, membuatnya mengalami gangguan mental. Terkadang emosinya seringkali akan menjadi tidak terkendali. Dia memang telah pergi ke dokter dan minum obat. Walaupun sering kumat-kumatan, secara umum dia tergolong cukup stabil. Namun, kali ini karena kematian Nenek membuatnya benar-benar rapuh. Jadi Papaku dan aku memutuskan untuk membawanya ke luar negeri untuk mendapatkan pengobatan, tapi dia tidak bersedia untuk meninggalkan Tiongkok. Dia ingin aku menemaninya ke luar negeri untuk menjani pengobatan dan melanjutkan studi di luar negeri. Dia telah mengerahkan segalanya yang terbaik untuk menggantikan mamaku, ini tanggung jawabku sebagai seorang anak.
Hal di atas adalah alasan kenapa aku terpaksa harus pergi ke luar negeri.
Hal di bawah inilah alasan kenapa aku tidak memberitahu kepadamu sebelumnya.
Aku tidak ingin kamu tahu, orang yang membesarkan aku adalah orang yang memiliki gangguan mental — walau aku sangat tidak ingin berkata seperti itu tentangnya — karena aku terlalu takut membayangkan reaksimu terhadapku.
Aku takut kamu akan memintaku untuk tinggal. Aku takut jika kamu yang meminta maka aku akan merasa tidak rela untuk pergi; Aku takut kalau kamu sudah meminta aku untuk tinggal, tapi aku masih harus tetap pergi; Aku juga takut jika kamu tidak akan memintaku untuk tinggal, maka aku akan memikirkan lebih banyak hal yang aneh-anah, semacam aku merasa kamu tidak mencintaiku atau aku akan berpikir kamu tidak dapat menerima keluargaku. Terkadang ketidaknyamanan dalam hatiku menjalar bagaikan racun, bahkan aku tidak dapat menghindarinya. (Membaca sampai di sini, mata Zhou Xiao memerah. Dia sendiri tidak tahu karena merasa sedih atau marah karena Zhao Fanzhou tidak mempercayainya.)
Ketika kita kembali dari Yunnan, sebenarnya aku sudah tahu aku harus pergi ke Amerika. Oleh karena itu, aku sangat marah karena kamu tidak meluangkan waktu untuk bersamaku. Ketika aku mengajakmu ke rumah masa kecilku, aku sudah mempersiapkan diri untuk menceritakan hal ini kepadamu. Tapi, baru menceritakan sampai setengah aku sudah tidak mampu melanjutkannya lagi. Waktu kebersamaan kita tidak banyak, aku ingin setiap menit dan detik kita akan merasa bahagia. Kamu yang begitu suka tersenyum dan membuat keributan, aku tidak ingin perpisahan menjadi pengganggu dalam kebersamaan kita. Kamu tidak tahu, betapa sukanya aku melihatmu yang sedang menarik tanganku, berbicara omong kosong dengan mata yang begitu bersinar dan tatapan jahil.
Sebenarnya ketika aku pergi ke rumahmu, aku juga ingin memberitahu hal ini kepadamu. Tapi, suasana di rumahmu begitu menyenangkan, aku tidak ingin kegembiraan hancur itu hanya karena aku.
Aku tahu sikapku di bandara sangat buruk, tapi aku takut bibiku akan mengikutiku keluar dan melihatmu. Aku takut dia akan mengatakan hal-hal yang membuatmu sedih. Kemudian, aku baru sadar kalau orang yang membuatmu paling sedih itu adalah aku. (Ternyata akhirnya kamu tahu? Kamu itu pria brengsek!)
Aku tahu aku telah melakukan hal yang sangat tidak baik kepadamu dan sedikit keterlaluan dengan membuat permintaan seperti ini, tapi aku benar-benar sangat membutuhkanmu. Bolehkah, membiarkanku sedikit keterlaluan untuk satu kali lagi? Bisakah kamu memaafkan aku dan menanti kepulanganku? (Memaafkan kamu? Menanti kepulanganmu? Menunggu berapa lama? Bagaimana cara menunggunya? Apa aku akan berhasil menunggumu?)
Zhou Xiao duduk di depan komputer dan menggerakkan mouse dengan tatapan kosong.
“Zhou Xiao, Zhou Xiao! Kamu baik-baik saja? Kelas sudah hampir dimulai, kamu mau pergi?” Ketua Asrama bertanya pada Zhou Xiao sambil mengenakan mantel.
“Oh.” Dia menoleh dengan sedikit lambat dan menjawabnya. Lalu dia mematikan komputer, mengambil pakaian dengan asal-asalan, mengambil bukunya dan berjalan keluar. Seluruh hal ini dia selesaikan kurang dari dua menit, Ketua Asrama yang melihatnya hanya bisa tertegun.
“Hei, tunggu aku!” Ketua Asrama yang masih mengenakan mantel, menarik mantelnya dan mengikuti di belakangnya. “Dan lagi, kamu membawa buku yang salah. Kita akan masuk kelas “Sastra Cina Modern”, untuk apa kamu membawa buku “Sastra Cina Kuno”? Apa yang sedang kamu pikirkan?”