The Sweet Love Story - Chapter 42
Perusahaan tempat Zhou Xiao bekerja sungguh abnormal. Dia yakin bosnya tidak memiliki pekerjaan lain setelah makan kenyang, maka dia mulai memikirkan cara untuk menyiksa karyawannya. Contohnya seperti hari ini, atasannya berkata acara itu untuk meningkatkan moral karyawan dan melatih kekuatan tubuh mereka, sehingga melemparkan sekelompok anggota staf ke sebuah pulau dimana burung pun enggan bertelur di sana untuk pelatihan militer tertutup selama 10 hari. Mereka harus makan dan tidur di dalam kamp militer pulau itu. Tidak masalah jika makanannya tidak enak, namun setiap hari masih harus berlari, mendaki gunung, dan berbaris. Membuat seluruh karyawan di Perusahaan itu berapi-api, tidak sabar untuk menyalakan obor dan membakar perusahaan itu.
Pada malam hari, Zhou Xiao berjalan ke setiap sudut ruangan dengan ponsel di tangannya. Mulutnya menggumamkan kata-kata yang tidak jelas. Zhang Jie yang satu kamar dengannya bertanya, “Zhou Xiao, kamu sedang apa?”
“Mencari sebuah benda legendaris yang disebut sinyal.”
Zhang Jie memberikan nasihat, “Sudahlah, pada hari pertama aku sudah mencarinya di setiap sudut tempat berhantu ini. Hanya tinggal belum mencobanya di bawah tempat tidur saja, satu bar sinyal pun tidak ada. Tidak tahu tempat berhantu macam apa ini!”
Ah, Zhou Xiao mendesah. Dia juga ingin melupakannya saja, tapi…. Cai Yasi pasti akan mencarinya.
Tidak salah lagi, dia dan Cai Yasi berpacaran, hubungan mereka baru dimulai satu minggu yang lalu. Sekarang masih pada tahap saling merasa canggung. Dia sudah tiga hari tidak menghubunginya, entah dia akan menganggap Zhou Xiao merasa menyesal atau tidak.
Sebenarnya, dia memang menyesal. Terburu nafsu itu adalah hal yang mematikan, sungguh mematikan!
Di suatu malam yang gelap dan berangin, dia dan Cai Yasi minum sedikit alkohol. Zhou Xiao mulai berbicara yang macam-macam, lalu menceritakan tentang Xiao Jin ini kepadanya. Cai Yasi hanya memberikan cacian pedas kepada Zhou Xiao, tapi Zhou Xiao yang minum alkohol menjadi sangat sensitif dan mudah menangis. Jadi, Zhou Xiao yang dimarahi pun menangis dengan keras. Dia tidak dapat bertemu dengan orang yang baik, dia juga merasa sangat sedih, kenapa Cai Yasi masih tega memarahinya? “Cai Yasi, kamu sialan, aku sudah begitu sial kamu masih memarahiku!” Begitu Zhou Xiao menangis, Cai Yasi mengulurkan tangannya dan menarik Zhou Xiao dalam pelukannya. Zhou Xiao yang berada dalam pelukan Cai Yasi, terkejut sampai bodoh dan tidak mampu menangis lagi. Cai Yasi menunggunya sedikit lebih tenang lalu melepaskannya, kedua tangannya berada di pundak Zhou Xiao, menatapnya dengan tatapan lembut dan berkata, “Sebenarnya, aku sudah lama menyukaimu, bagaimana kalau kamu membiarkan aku menjagamu?”
Sudah lama? Kalau begitu…. saat kelas SMA 1 kenapa….. kenapa Cai Yasi mengacuhkan dia? Pada saat itu, mereka berdua sama-sama masuk SMA dan baru mulai tinggal di asrama. Lingkungan baru dan perasaan tumbuh bersama dari kecil membuat mereka berdua seringkali pergi bersama, makan bersama, belajar bersama, dan pulang bersama setiap akhir pekan. Lalu gosip pun beredar, Cai Yasi tidak pernah makan bersamanya lagi, mengerjakan pekerjaan rumah dan pulang bersamanya. Zhou Xiao masih ingat ketika itu dia harus mengambil seember air panas ke asrama untuk mandi. Ketika itu, hujan turun dan jalanan agak licin. Dia merasa sangat kesulitan, kebetulan Cai Yasi dan beberapa siswa lelaki berjalan ke arahnya. Zhou Xiao menatapnya untuk minta bantuan, tapi dia pura-pura tidak melihat dan melewatinya. Meskipun setelah beberapa saat dia berbalik dan membantunya mengangkat air, tapi dia masih merasa kecewa. Jadi, meskipun hubungan mereka masih sangat baik, tapi Zhou Xiao selalu merasa Cai Yasi tidak ingin terlibat hubungan emosional dengan dirinya.
“Hmm… sejak kapan?” Zhou Xiao sedikit tertegun dalam keterkejutannya.
“Tidak tahu, harusnya sudah lama. tapi, aku benar-benar yakin kalau aku menyukaimu ketika pertama kali kamu putus dengan Fanzhou. Aku merasa, bagaimana mungkin gadis yang aku lindungi selama ini malah disakiti oleh orang lain? Bagaimana bisa dia menangis sampai begitu sedih?” Hal ini benar adanya. Zhou Xiao yang sejak kecil berada dalam lindungan Cai Yasi, tidak pernah terintimidasi oleh siapapun. Padahal sebenarnya saat kecil, dia seringkali mengambil keuntungan dari hal ini. Tatapan mata Cai Yasi sangat…. mempesona, seakan berkata, “Kamu lapar? Aku akan memberikan paha ayam yang besar ini untukmu.” Lapar? Kenapa perumpamaan ini terdengar begitu aneh? tapi dia benar-benar lapar, dia belum makan cukup banyak sebelum minum bir.
Ah…. jangan menatapnya dengan tatapan seperti ini lagi, dia orang yang berada dalam keadaan emosi tidak stabil. Pada waktu itu, dia bahkan dikalahkan dengan sikap dingin Zhao Fanzhou dalam keadaan sadar. Apalagi sekarang, saat dia sedang sedikit mabuk.
“Bagaimana menurutmu?” Cai Yasi memberikan sengatan kemarahan melalui tatapannya.
“Aku…. aku tidak tahu.” gumam Zhou Xiao.
“Kalau begitu…. bagaimana kalau kita mencobanya? Jika merasa cocok, kita bisa terus bersama. Jika tidak cocok, kapanpun kamu dapat meminta untuk berhenti. Tidak peduli apa hasil akhirnya, tidak boleh sampai mempengaruhi persahabatan kita selama bertahun-tahun ini!” Cai Yasi memberikan sebuah kondisi yang menggiurkan, Zhou Xiao sedikit tergoda. Namun…. walaupun dia sedikit mabuk, kekhawatiran itu tetap ada.
“Bagaimana menurutmu? Masalah hubungan kita bisa tidak memberitahu keluarga terlebih dahulu, tunggu setelah hubungan kita lebih stabil baru beritahu mereka.” Cai Yasi menambahkan. Teman masa kecil memanglah teman masa kecil, dia tahu apa yang sedang Zhou Xiao khawatirkan. Kalau tidak, melihat persahabatan kedua keluarga mereka, hari ini mereka pacaran besok pasti mereka akan dipaksa untuk menikah.
“Kalau begitu….. baiklah.” Begitu selesai mengucapkannya saja sudah merasa menyesal. Tidak sabar untuk menampar dirinya sendiri, apa dia sudah gila? Sekarang sudahlah, pahlawan yang sudah pergi tidak akan kembali lagi, kata-kata yang sudah diucapkan tidak mungkin ditarik kembali.
Malam itu, sesampainya di rumah dia sama sekali tidak bisa tidur. Alkohol di dalam perutnya mulai bergejolak, hatinya sangat kosong. Cai Yasi berbeda dengan Xiao Jin. Dia sudah menerima Cai Yasi artinya dia harus bersungguh-sungguh dalam menjalaninya, tidak boleh ada keraguan dalam hatinya. Artinya dia harus membersihkan Zhao Fanzhou dari seluruh sudut hatinya, menggunakan hati yang lengkap dan bersih untuk menyambut kehadiran Cai Yasi. Pemikiran seperti ini agak mirip dengan wanita muda yang menjijikkan, tapi kurang lebih maknanya seperti itu.
Setelah itu kedua orang itu pernah berkencan sebanyak tiga kali dan masih pada tahap saling berpegangan tangan. Akan sangat lucu ketika dibahas, pada kencan kedua, mereka berjalan berdampingan. Zhou Xiao menggunakan sudut matanya untuk melirik Cai Yasi yang beberapa kali mengeluarkan tangannya dari saku celana dan kembali memasukkannya. Mengeluarkannya dan kembali memasukkannya, dia mengulanginya selama beberapa kali sampai akhirnya berani menggandeng tangan Zhou Xiao. Kecepatan tangan itu membuat Zhou Xiao awalnya curiga Cai Yasi ingin mencubit tangannya. Selain itu, karena sedang musim panas, telapak tangannya terasa basah mungkin karena keringat atau karena gugup. Saling bergandengan tangan, membuat telapak tangan Zhou Xiao juga ikut berkeringat. Kedua orang itu berjalan dengan sangat tenang, terdiam dan hanya ditemani oleh basahnya keringat di tangan mereka.
Zhou Xiao baru akan meninggalkan kamar dengan ponselnya, Zhang Jie memanggilnya, “Tidak usah keluar, aku sudah mencobanya sejak awal. Di luar juga tidak ada sinyal.” Zhou Xiao berjalan kembali dengan tak berdaya, duduk di ranjang dan mengobrol dengan Zhang Jie, “Bukankah China Mobile menjanjikan hadian 200 yuan untuk orang yang melaporkan daerah tanpa sinyal, bagaimana kalau kita pergi melapor saja?”
“Ada hal seperti ini? Kenapa aku tidak tahu? Aku ingin pergi melapor, belakangan ini aku sedang kekurangan uang.” Zhang Jie berkata dengan sangat bersemangat.
Zhou Xiao tersenyum, “Aku cuma dengar kata orang, memangnya kamu begitu kekurangan uang?”
“Aku akan segera menikah, pernikahan itu membutuhkan biaya yang besar.” kata Zhang Jie.
“Kamu akan menikah? Kenapa aku tidak pernah mendengar tentang ini?”
“Hehe, masih dalam tahap perencanaan. Selama ada uang, baru bisa menikah.” kata Zhang Jie sambil tersenyum.
“Bagaimana dengan calon suamimu, bagaimana kalian bisa saling mengenal? Sudah berpacaran berapa tahun?” Zhou Xiao itu orang yang cukup senang bergosip, terutama di tempat yang tidak ada hiburan semacam ini, hanya dapat bergosip untuk menghabiskan waktu.
“Hehe, sesuai dengan tipeku. Kami teman SD, kami bertemu kembali di restoran dekat kantor, kemudian kami pun bersama. Sebenarnya saat masih kecil aku pernah menyukainya, namun aku tidak memberitahunya.”
“Wah! Saat masih kecil kamu sudah bisa menyukai orang.”
“Hehe.”
Zhou Xiao ragu-ragu sebentar sebelum bertanya kepada Zhang Jie, “Zhang Jie, kamu pernah pacaran dengan orang lain sebelum dengannya?”
“Pernah.”
“Pernah berpacaran orang yang amat sangat kamu cintai?”
“Pernah.”
“Lalu… bagaimana perasaanmu dengan yang sekarang?”
“Tentu saja aku juga amat sangat mencintai dia, kalau tidak kenapa ingin menikah dengannya?” Zhang Jie berkata sambil tersenyum, “Tanyakan saja apa yang ingin kamu tanyakan, tidak usah bertele-tele.”
Zhou Xiao tersenyum dengan malu, “Hehe, ketika aku kuliah, aku pernah berpacaran dengan seseorang. Dia orang yang amat sangat aku cintai. Kami sudah putus cukup lama, tapi aku tahu dia selalu memiliki tempat di hatiku. Sekarang aku baru saja mulai berpacaran dengan teman baikku, tapi…. aku tidak tahu apa aku bisa memindahkan perasaan itu kepadanya…. aku merasa hal itu tidak adil untuknya.”
“Hmm….katakan saja begini, ada orang yang dalam hidupnya bisa merasakan banyak perasaan cinta, ada orang yang hanya bisa merasakannya satu kali. Ada orang yang bahkan tidak sekalipun menemukan cintanya dalam seumur hidup mereka. Aku tidak tahu kamu tipe yang mana, cobalah dulu, setelah mencobanya baru kamu akan tahu.” Kedua orang itu sibuk dengan pikirannya masing-masing, setelah beberapa saat Zhou Xiao baru berkata, “Zhang Jie, apa ada orang yang memberitahumu kalau sangat bijak.”
“……….”
Zhao Fanzhou berdiri di Bandara, akhirnya dia kembali menginjak tanah ini. Jantungnya berdebar sangat kencang, dia mengeluarkan ponsel dari sakunya untuk menelepon Zhou Xiao. Tidak tersambung, masih tidak tersambung. Kenapa dia tidak bisa menghubunginya dalam satu minggu ini, mengirimkan email juga tidak mendapatkan balasan, mengirimkan pesan teks juga tidak ada balasan, ditelepon seperti apapun tidak tersambung. Dia meminta tolong Xie Yixing untuk membantunya mencari Zhou Xiao pun tidak dapat ditemukan, hanya mengatakan kalau dia dikirim oleh kantornya untuk pelatihan, tapi kenapa ponselnya tidak dapat dihubungi?
“Bocah sialan, akhirnya kamu kembali.” Suara yang dibarengi dengan pukulan di punggungnya dari belakang, Zhao Fanzhou berbalik dan ternyata yang menjemputnya adalah Xie Yixing.
“……..” Dia tersenyum dan memeluknya layaknya seorang saudara.
Xie Yixing mengemudikan mobil, Zhao Fanzhou duduk di sebelahnya dan menatap pemandangan diluar jendela. Kota ini sepertinya tidak mengalami banyak perubahan, masih padat dengan kendaraan, orang-orang yang sibuk lalu lalang, gedung-gedung yang tinggi….. Dia masih ingat pernah satu kali menemani Zhou Xiao membeli barang, ketika perjalanan pulang kedua orang itu sangat lelah. Zhou Xiao bersandar pada pundaknya dan menunjuk pada sebuah bangunan tinggi, “Gedungnya sangat tinggi, terkadang aku berpikir, kapan baru aku bisa memiliki rumah di kota ini?”
Waktu itu dia berkata kepadanya, “Nanti kita beli rumah di daerah sini, setiap pagi kita berangkat kerja bersama-sama, pada malam hari kita berjanji untuk bertemu di lantai bawah, pergi membeli sayur untuk dimasak di rumah.” Zhou Xiao sangat bahagia, mengalungkan tangan di lehernya dan berkata, “Benarkah? Apa yang kamu katakan itu benar?”
“Kamu jangan terlalu bersemangat, yang aku katakan belum tentu menjadi kenyataan. Siapa tahu nantinya aku menjadi orang miskin, kamu hanya bisa menemaniku tidur bersama di bawah jembatan.”
Zhou Xiao mengerutkan hidungnya dan menggigit leher Zhao Fanzhou, “Tidak mungkin, aku percaya padamu.”
Bagaimana dengan sekarang? Apa dia masih mempercayainya?
“Kamu sudah berhasil menghubungi Zhou Xiao?” Zhao Fanzhou mengalihkan pandangannya dari jendela dan bertanya pada Xie Yixing.
“Belum, sepertinya dia baru akan pulang tiga hari lagi. Oh iya, aku sudah menyewa tempat tinggal untukmu, tidak jauh dari tempatnya tinggal. Setelah menyelesaikan beberapa hal, aku akan mengajakmu ke tempat dia tinggal.”
“Dia belum memiliki pacar kan?” Zhao Fanzhou sempat ragu-ragu sebelum bertanya.
“Seharusnya tidak ada, hanya saja belakangan ini dia sangat dekat dengan teman masa kecilnya itu. tapi, hubungan mereka berdua selalu sangat baik, jika mereka ingin bersama seharusnya sudah dari lama mereka bersama.” Xie Yixing menjawab pertanyaannya sambil memperhatikan jalanan di depannya.
“Bibimu tidak ikut kembali ke Tiongkok bersamamu?” tanya Xie Yixing.
“Ada, namun dia sudah terbiasa tinggal di Kota H, dia memilih untuk pulang ke sana. Aku sudah mengantarnya pulang ke Kota H.”
Dialog kedua orang itu pun berakhir disini, Xie Yixing berkonsentrasi untuk mengemudikan mobil, Zhao Fanzhou berkonsentrasi dalam memikirkan masalah hatinya, perasaannya sejak turun dari pesawat seakan tercekat di tenggorokannya. Dia sangat gugup, tidak tahu apa reaksi Zhou Xiao ketika bertemu dengannya lagi?