The Sweet Love Story - Chapter 44
Apa ini yang disebut dengan reuni yang legendaris itu?
Tentang reuninya dengan Zhao Fanzhou, Zhou Xiao telah memikirkan sepuluh atau dua puluh macam skenario:
1.Di sebuah restoran dengan pencahayaan dan suasana yang indah, Zhou Xiao menggandeng seorang lelaki tampan, Zhao Fanzhou menggandeng seorang wanita cantik, mereka berdua saling tersenyum dengan tulus dan saling menyapa.
2.Di sebuah jalanan yang ramai, mereka berdua saling berpapasan, tapi tidak lagi saling mengenal satu sama lainnya.
3.Di bawah pohon, keempat mata mereka bertemu, air mata mengalir dan dedaunan pun jatuh dari pepohonan.
4.Di lampu merah, salah satu melihat punggung yang lainnya. Lalu dengan keras memanggil nama orang yang dirindukan itu. Ketika orang yang dipanggil itu menoleh, lampu sudah menunjukkan dilarang berjalan.
5.Pada sebuah kencan buta, ternyata mereka saling bertemu, meratapi tahun-tahun yang telah berlalu itu sangat indah, kemudian perasaan lama mereka pun muncul kembali.
6.Di hari pernikahan Zhou Xiao, tiba-tiba dia muncul. Berteriak dan mengatakan dia tidak setuju akan pernikahannya, Zhou Xiao tertawa lebar dan berkata padanya, “Kamu siapa? Sepertinya kenal.”
7.Di panti jompo, dengan bantuan cucu-cucu mereka, kedua tangan itu berjabat erat dan terdengar satu kata ‘lama tak jumpa’, kembali terkenang kenangan di usia senja mereka.
8.Suatu hari dia pergi bekerja, tiba-tiba mengetahui Zhao Fanzhou menjadi bossnya atau salah satu pelanggan besar di perusahaannya, cinta dan benci pun kembali muncul antara mereka.
9.Zhou Xiao terjatuh dari tangga karena berlari terlalu kencang, terjatuh ke tanah. Tiba-tiba dia muncul secara ajaib dan menolongnya. Zhou Xiao yang jatuh dan mengalami amnesia, Zhao Fanzhou pun mengambil keuntungan dari hal itu.
10.Kemungkinan yang sedikit aneh, mereka berdua tiba-tiba terkena sebuah penyakit yang aneh. Ketika salah satu dari mereka sudah dalam keadaan hidup dan mati, pihak yang lainnya segera datang ke rumah sakit. Namun kalau sudah di depan dewa kematian, semua orang punya derajat yang sama.
11.Baiklah, skenario yang paling sederhana adalah Zhao Fanzhou meneleponnya dan memintanya untuk menjemput dirinya di Bandara. Atau kalau tidak, setelah dia pulang mereka berdua pergi makan dan seterusnya.
Semua yang di atas itu dia bisa menerimanya, kenapa harus yang ini? Kenapa harus memilih hari ketika dia begitu lusuh. Demi menulis artikel pengalaman itu, dia masih memakai kacamata berbingkai hitam di matanya. Rambutnya hanya dijepit seadanya dengan jepitan berbentuk hiu, kakinya tertutupi dengan sendal jepit berukuran besar, disampingnya ada sebuah tempat sampah yang besar, dan lagi suara raungan perutnya yang tadi entah terdengar olehnya atau tidak. Hal ini masih bisa diterima, dia masih bisa menghadapinya dengan menggertakkan giginya, inti permasalahannya: dia sedang memakai mantel yang dihadiahi oleh mantan pacar dan bertemu dengan mantan pacar!
Zhou Xiao rasanya ingin membuang dirinya ke dalam tempat sampah, lagipula citranya sekarang juga sangat cocok untuk berada di dalam tumpukan sampah.
“Hehe, lama tak berjumpa.” teman kecil Zhou Xiao harus menunggu beberapa saat sebelum dia menyadari dia harus menjawab ucapannya. Sedangkan Zhao Fanzhou masih berdiri dengan tenang pada posisinya, mengamatinya secara diam-diam - dia sudah lebih dewasa, warna kulitnya lebih gelap, tapi karakternya tidak berubah banyak. Masih sering tenggelam dalam pikirannya sendiri.
“Kamu sedang apa?” Zhao Fanzhou berusaha menciptakan dialog yang santai di antara kedua orang itu, setelah sembarangan mengucapkan kalimat itu barulah dia menyadari dirinya idiot, siapa yang tidak dapat melihat kalau dia sedang membuang sampah?
“Sedikit upaya untuk menjaga kebersihan lingkungan, jangan sampai kita dianggap kotor oleh Chang’e.” Zhou Xiao pasti sudah gila! Ternyata ketika seseorang terkejut sampai tahap tertentu, dia akan mulai berbicara sembarangan. Terlalu banyak nonton acara TV bisa membuat orang berbicara aneh.
*(T/N: Chang’e itu loh, dewi bulan yang sering di-mention sama patkay di Journey to The West alias Kera Sakti)
“Hah?” Apa Zhao Fanzhou sudah terlalu lama berada di luar negeri sampai tidak mengerti Bahasa Mandarin?
“Hehe, tidak. Kamu tidak usah memperdulikan aku, aku hanya asal bicara.” kekehnya.
Zhao Fanzhou juga mengikutinya tertawa, sangat merindukan omong kosongnya. Zhao Fanzhou awalnya mengira dia belum pulang kerja, hanya ingin melihat tempat tinggalnya. Berjalan di jalan yang dia lewati setiap hari, melihat pemandangan yang dia lihat setiap hari. Tidak disangka, tiba-tiba melihat sosoknya. Jantungnya berdebar dengan sangat kencang. Sekarang, kekhawatirannya mulai menghilang dikarenakan omong kosong yang diucapkan Zhou Xiao. Untunglah yang merasa gugup bukan hanya dirinya seorang.
“Sudah makan?” Zhao Fanzhou sepertinya baru saja mendengar suara panggilan di perut Zhou Xiao.
“Hah? Belum, kamu mau traktir?” Mulutnya yang tidak bisa patuh itu pasti akan membawanya ke dalam masalah.
“Aku baru saja pulang, bukankah harusnya kamu yang memberikan penyambutan untukku?” kata Zhao Fanzhou sambil tersenyum.
Pesta penyambutan, bukankah kamu pulang karena sudah selesai kuliah di luar negeri? Sudah menghabiskan waktu begitu lama di dalam air, untuk apa dibersihkan lagi?
“Boleh saja, tapi aku….” Dia menunduk dan melihat dandanannya sendiri, kemudian merogoh uang di sakunya, “Hehe, aku hanya membawa uang kecil.”
“Kalau begitu, kita pergi beli sayur dan masak saja. Aku sudah lama tidak makan masakan rumahan.” Zhao Fanzhou menepuk saku celananya, “Aku juga hanya punya sedikit uang.”
“Hah? Aku yang seperti ini rasanya tidak baik jika berjalan jauh?” Dia menarik pakaiannya, menunjuk ke sandal di kakinya. Tatapan Zhao Fanzhou tertuju pada baju dinginnya selama beberapa detik, sudut bibirnya tidak bisa ditahan untuk naik, “Kalau begitu aku saja yang pergi membelinya, tunggulah di rumahmu. Apartemenmu di lantai berapa?”
“Lantai empat.” jawabnya tegas.
Zhao Fanzhou mengangguk dan berkata, “Aku akan segera kembali, tunggulah aku di dalam rumah.” Kemudian dia berjalan ke arah supermarket. Zhou Xiao masih dalam kondisi linglung, sejak kapan dia pulang? Bagaimana dia tahu kalau supermarket berada di sana? Dia…. kenapa sepertinya…. menjadi jauh lebih tampan daripada yang ada dalam ingatannya?
Zhou Xiao yang otaknya sedang berkarat, tidak menyadari ada orang yang ingin berusaha mendekatinya ke tahap selanjutnya tanpa perlu susah payah.
Zhou Xiao berjalan bagai zombie ke dalam rumahnya, membersihkan kesana dan kemari, mengelap ini dan itu. Pada akhirnya dia hanya bisa duduk sambil melamun di sofa ruang tamu tanpa melakukan apapun. Otaknya bagai sebuah panci yang baru dikeluarkan dari oven, panas membara dan lengket.
Bel pintu berbunyi ding dong ding dong, Zhou Xiao dengan perlahan bergerak untuk membuka pintu. Zhao Fanzhou berdiri di depan pintu dengan membawa sekantong bahan masakan, dia berdiri di pintu dan menatap Zhou Xiao dengan lekat. Zhao Fanzhou tersenyum dan menggerakkan kantong di tangannya, “Agak berat.” Zhou Xiao perlahan berbalik ke samping dan membiarkannya masuk ke dalam.
“Dapurnya di mana?” tanyanya.
Zhou Xiao menunjuk pada sebuah arah, Zhao Fanzhou menenteng kantong itu ke dalam ruangan yang ditunjuk.
“Zhou Xiao.” Zhao Fanzhou memanggilnya dari dalam dapur. Dia masih melamun di depan pintu, begitu mendengar namanya dipanggil, dia menutup pintu dan berlari ke dapur.
Zhao Fanzhou meletakkan plastik sayur itu di atas meja dapur, menatapnya dengan tidak berdaya, “Aku tidak bisa masak.”
Zhou Xiao yang telah memasuki tahap demensia selama satu jam lima menit itu, tiba-tiba tersadar. Kenapa orang ini begitu tidak tahu malu? Tidak bisa masak tapi malah bilang mau makan masakan rumahan? Bagaimana kalau dia juga tidak bisa masak? Sayangnya, Zhou Xiao bisa masak…
Zhou Xiao mendorong Zhao Fanzhou dengan sekuat tenaga, mendorongnya sejauh mungkin. Ah, kekuatannya terlalu kecil, tidak mampu membuat tubuhnya menghantam ujung pisau.
Zhao Fanzhou tersenyum dan mundur beberapa langkah, berkata, “Apa yang bisa aku bantu?”
“Bersihkan sayurnya.” katanya dengan sangat sengit.
“Oke.” katanya sambil tersenyum manis, suasana hatinya terlihat sangat baik.
Zhou Xiao terdiam di sampingnya dan sedang memotong daging, sedikit menyesal membiarkan Zhao Fanzhou membantunya. Tidak disangka cara dia membersihkan sayur hampir sama dengan cara orang mencuci pakaian, ditambah lagi dengan tubuhnya yang begitu besar. Dapur kecil itu seakan sesak karenanya seorang, tempat untuk bergerak pun tak ada lagi.
Zhao Fanzhou menatap pisau yang bergerak dengan perlahan di tangan Zhou Xiao, dia takut apabila Zhou Xiao tidak konsentrasi pasti akan ada menu tambahan dalam makan malam mereka.
“Kamu sudah terima email dan pesan teks dariku?” Zhao Fanzhou merasa, tidak peduli apa yang sedang ada di dalam pikirannya, dia harus menarik gadis ini kembali ke dunia nyata. Dia tidak ingin makan jari manusia.
“Hah? Tidak ada, perusahaan mengirim kami untuk melakukan pelatihan militer. Di sana tidak ada sinyal, aku belum sempat cek email.” pisaunya berada di udara, “Kapan kamu kembali? Sudah berapa lama?” Sepengetahuannya, sepertinya Zhao Fanzhou memiliki bisnis di luar negeri.
“Baru kemarin, sudah tidak akan pergi lagi. Mengabdi pada negara.”
“Oh.”
“Aku takut akan membuatmu terkejut, aku sengaja mengirimimu email terlebih dahulu.”
“Kenapa kamu berpikir kalau kamu akan membuatku terkejut?”
“Terlalu tampan juga bisa membuat orang terkejut.” katanya sambil tersenyum.
“Tinggal di negara orang asing membuat kulit di wajah tambah tebal, dasar tidak tahu malu.” Tanpa sadar, ketegangan di tubuhnya perlahan-lahan mulai mengendur, cara bicaranya sudah lebih santai.
Zhao Fanzhou memperhatikan dia mulai dengan cekatan mengayunkan pisaunya, hatinya terasa lega.
Kedua orang itu layaknya seperti seorang teman lama (sebenarnya mereka memang teman lama, hanya saja teman lama yang agak spesial) saling mengobrol dan tertawa riang. Tepat ketika mereka meletakkan makanan di atas meja, ponsel Zhou Xiao yang berada di dalam kamar berbunyi. Dia masuk ke dalam kamar untuk mengambil ponsel, di layar ponsel muncul nama “Setan Asing Cai”, itu dari Cai Yasi. Kenapa ada sedikit perasaan takut untuk menjawabnya? Kenapa hati nuraninya merasa bersalah?
“Kenapa? Cepat angkat teleponnya, nanti makanannya dingin.” Terdengar suara Zhao Fanzhou dari luar.
Zhou Xiao bergidik dan menekan tombol jawab, “Halo?”
“Kamu sudah makan?” Terdengar suara Cai Yasi dari seberang sana.
“Hmm, belum.” Suaranya sedikit bergetar.
“Kalau begitu, sebentar lagi aku akan menjemputmu. Bagaimana kalau kita pergi makan bersama?”
“Aku sudah selesai masak.”
“Kalau begitu, bagaimana kalau aku makan di tempatmu?” katanya setelah mempertimbangkan sejenak.
“Em… Zhao Fanzhou sudah kembali, dia sedang di rumahku.” Zhou Xiao ragu-ragu sejenak dan akhirnya memutuskan untuk tetap jujur. Orang yang bermoral pasti akan mengerti, hubungannya dengan Zhao Fanzhou mengajarkannya bahwa menyembunyikan masalah adalah hal yang bodoh. Dia tidak ingin menyembunyikan hal tentang makan bersama ini dari Cai Yasi, “Kemarilah untuk makan bersama, aku akan menunggumu.” Setelah mengatakannya, dia menghela napas dan perasaannya sangat ringan.
“Tidak usah, kalian makan saja. Aku akan pergi makan dengan teman kantorku. Kalian sudah lama tidak bertemu, pasti ada banyak hal yang perlu dibicarakan. Kalau ada aku, nanti akan terasa canggung.” katanya dengan sangat tenang.
“Hmm, kalau begitu baiklah. Kamu… jangan minum terlalu banyak.”
“Hmm, bye.”
“Bye.” Setelah menutup telepon, dia ada sedikit penyesalan. Cai Yasi, tidak ada lelaki yang bisa begitu murah hati dalam memperlakukan mantan pacar dari pacarnya sendiri.
Zhou Xiao berjalan keluar dari kamar, Zhao Fanzhou sudah duduk di atas meja makan dan menunggu acara makan dimulai. Zhou Xiao menarik sebuah kursi dan berkata, “Mari makan.”
“Sepertinya sayurnya terlalu banyak, kita berdua tidak akan mampu menghabiskannya.” Zhao Fanzhou menunjuk pada piring di atas meja dan kemudian berkata, “Yang baru saja menelepon itu teman yang aku kenal bukan? Kalau iya, ajaklah mereka untuk ikut makan bersama.”
Ingin mencari tahu tentang dirinya? Zhou Xiao sedikit tidak senang, teman kecil Zhao Fanzhou, trikmu apa tidak terlalu terang-terangan?
“Kamu kenal kok, yang tadi menelepon itu Cai Yasi. Dia bilang dia akan pergi makan bersama dengan teman kantornya, jadi dia tidak akan kemari.” katanya dengan datar.
Zhao Fanzhou tidak bereaksi, tapi tatapan matanya terlihat sedikit tenang.
“Oh iya, aku lupa memberitahumu. Aku sudah berpacaran dengannya.” Zhou Xiao menambahkan sambil tersenyum, lalu tersenyum kecil saat melihat wajah Zhao Fanzhou seakan tersambar petir. Perasaan yang cukup menyenangkan, jangan menyalahkan dia yang kejam. Ingin balas dendam tentu saja belum terlambat.
“….” Sumpitnya sempat berhenti di sudut bibirnya selama beberapa detik sebelum dia meletakkannya, “Lalu…”
“Kenapa? Tidak mau mendoakan untuk kebahagiaanku?” Wajah Zhou Xiao terlihat jahil, hatinya sangat senang.
Zhao Fanzhou menyimpan ekspresinya yang berlebihan, tersenyum sambil menatapnya. Menatapnya untuk waktu yang cukup lama, menatapnya sampai Zhou Xiao merinding di sekujur tubuhnya, barulah dia berkata, “Aku mendoakan kebahagiaanmu.”
“Terima kasih.” Zhou Xiao menundukkan kepala dan kembali makan, ternyata mendengarkan kalimat ini tidak sebahagia yang ada dalam pikirannya.
“Kamu belum menikah, aku masih punya kesempatan kan?” tiba-tiba dia mengucapkan sepatah kata.
Zhou Xiao menyentakkan kepala untuk menatapnya, hampir saja kepalanya keseleo. Ekspresi datarnya kembali muncul, tidak terlihat dia mengatakan hal yang sebenarnya atau hanya bercanda.
“Hehe, bukankah kamu baru saja mendoakan untuk kebahagiaanku?”
“Itu dua hal yang berbeda, kebahagiaanmu aku juga bisa berikan.”
“Tiket perjalanan kapal ini sudah kadaluarsa, sejak awal aku sudah tidak ingin kembali naik ke kapal rusakmu itu lagi.” Zhou Xiao menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Dengan kepintarannya, Zhao Fanzhou pasti dapat memahaminya.