The Sweet Love Story - Chapter 48
Cai Yasi sedang marah.
Zhou Xiao meneleponnya dan dia hanya menjawab dengan beberapa patah kata dengan dingin, lalu mematikan teleponnya. Tiba-tiba sangat merindukan teman masa kecilnya yang sering mengejar dan memukulnya.
Sepulang kerja, Zhou Xiao tergoda dengan ajakan Yuan Ruanruan untuk pergi karaoke. Mungkin dia bisa sekalian mengajak Cai Yasi untuk keluar. Sebenarnya dia merasa sangat gagal, mengajak pacarnya sendiri keluar saja harus memikirkan segudang alasan.
Zhou Xiao dan Yuan Ruanruan duduk di sebuah kamar di tempat Karaoke, Yuan Ruanruan dengan semangat menyanyikan satu lag demi satu lagu. Cai Yasi yang terlambat satu jam membuat Zhou Xiao benar-benar tersiksa dengan suara Yuan Ruanruan selama satu jam lebih. Yuan Ruanruan bernyanyi sampai kelelahan, terduduk dan bertanya pada Zhou Xiao, “Bagaimana? Apa suaraku sangat menyentuh?”
Zhou Xiao menatap layar ponsel sambil menjawabnya, “Cukup ‘menyentuh’, sampai semua orang tidak berani datang. Bahkan Cai Yasi saja tidak berani muncul.”
“Telepon saja dia.” Yuan Ruanruan berkata dengan remote lagu di tangannya.
“Tidak diangkat.” katanya lemah.
Cai Yasi akhirnya datang, tapi dia tidak datang sendirian. Ada banyak sekali orang di belakangnya, ada lelaki dan wanita tapi tidak ada satu orang pun yang Zhou Xiao kenal.
Sekelompok orang itu masuk dengan antusiasme yang tinggi. Yuan Ruanruan yang terkejut dengan serangan ini, suaranya bergetar ketika bernyanyi. Terdengar seperti suara kucing sedang mengunyah ikan.
Cai Yasi duduk di samping Zhou Xiao, tangannya merengkuh pundak Zhou Xiao. Dari mulutnya tercium bau alkohol, “Ini semua teman-temanku, kamu tidak keberatan kan kalau kita bersenang-senang bersama?” Zhou Xiao sangat ingin menarik tangannya dan menjungkirbalikkan tubuh Cai Yasi, tapi berusaha menahannya. “Tidak keberatan.”
Dengan satu tangannya melingkar di leher Zhou Xiao, satu tangannya lagi menekan bel untuk memanggil pelayan. Setelah pelayan itu masuk, dia mulai memesan bir. Kemudian dia melepaskan Zhou Xiao dan pergi bermain tebak dadu dengan seorang wanita yang sangat cantik dan mempesona.
Yuan Ruanruan duduk di samping Zhou Xiao, mikrofonnya telah direbut oleh orang yang jauh lebih mengejutkan daripada dirinya.
“Xue Jie, kenapa tiba-tiba begitu banyak orang yang datang?”
“Semuanya ini teman Cai Yasi,” Tatapan mata Zhou Xiao sama sekali tidak meninggalkan Cai Yasi, dia ingin melihat, orang ini sebenarnya ingin berulah apalagi?
“Kenapa tiba-tiba membawa begitu banyak orang? Kelihatannya dia mabuk ya?”
“Dia tidak mabuk.” Bercanda, dia bukan baru kenal Cai Yasi selama satu atau dua hari. Cai Yasi telah diam-diam minum bir milik ayahnya ketika berusia 6 tahun. Ketika berusia 15 tahun, dia minum dua botol anggur putih dan mabuk. Dia terus menarik Zhou Xiao untuk melakukan pertunjukan Opera Chao (mirip dengan Opera di Beijing namun dengan Bahasa Chaosan). Kemudian dia bersumpah dalam seumur hidupnya, itu akan menjadi pertama kalinya dia mabuk.
Wanita itu memeluk lengan Cai Yasi, dadanya bahkan sudah menekan lengannya. Kedua orang itu mulai menyanyikan lagu cinta, dari “Hao Xin Fen Shou” sampai ke “Wu Ding” lalu “Ming Ming Bai Bai Wo de Xin” dan yang terakhir adalah “Ni shi Wo Xin Li de Yi Shou Ge“. Begitu lagu ini didendangkan, Zhou Xiao sudah mengerti drama apa yang sedang dia mainkan. Dulu, dia pernah menceritakan pada Cai Yasi tentang lagu ini.
*(Hao Xin Fen Shou lagu Wang Leehom, Wu Ding lagu Jay Chou, Ming Ming Bai Bai Wo de Xin lagu Jackie Chan, lumayan jadul nih lagu. Ni Shi Wo Xin Li de Yi Shou Ge lagu Wang Leehom, ini lagu yang jadi ringtone Zhao Fanzhou waktu mereka pacaran dulu.)
“Xue Jie, bukankah mereka sudah sedikit keterlaluan?” Yuan Ruanruan berkata dengan keras di samping telinga Zhou Xiao, ruangan karaoke memang bukan tempat yang cocok untuk mengobrol.
“Dia sengaja.” Zhou Xiao mengamatinya dengan tenang.
Punggung Cai Yasi terasa kaku, sebenarnya dia sedikit gemetaran. Tapi dia tidak berani menoleh untuk melihat ekspresi Zhou Xiao. Payudara yang menempel di lengannya terasa lembut dan sangat menjijikkan. Membuatnya ingin melemparkan mikrofon di tangannya ini ke lantai.
Ketika Cai Yasi menekan lagu ‘Ni shi Wo Xin Li de Yi Shou Ge‘, tidak tahu dalam hatinya sedang memikirkan apa. Mungkin dia berharap Zhou Xiao akan bereaksi, marah juga boleh, memukulnya juga boleh, membanting pintu dan keluar dari ruangan ini juga boleh, setidaknya berikan sebuah reaksi padanya. Sayangnya Zhou Xiao tidak, dia hanya menatap Cai Yasi seakan yang sedang bernyanyi itu tetangganya dan bukan pacarnya.
Secangkir demi secangkir bir terus dia minum, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Cai Yasi membenci dirinya yang tak kunjung mabuk.
Zhou Xiao mengerutkan alis menatap tingkahnya, akhirnya tidak dapat menahan diri lagi untuk menahan tangannya, “Sudah cukup, bir bukan barang gratis.”
Cai Yasi menyingkirkan tangannya, “Hari ini aku yang bayar, aku sedang senang dan ingin minum sepuasnya!”
“Benar, hari ini kita semua sedang bersenang-senang bersama, mana mungkin tidak minum bir?” Gadis di samping Cai Yasi itu ikut menyela, dia mengambil sebuah cangkir dan menuangkan segelas bir untuk Zhou Xiao, “Mari, kita bersulang. Demi pertemanan kita.”
Belum sempat Zhou Xiao menerima gelas itu, Cai Yasi merebut gelas itu dan meminumnya, “Kalau ingin minum, minumlah denganku.”
“Kamu tidak boleh seperti ini, kenapa begitu protektif?” Gadis itu mulai terlihat kurang senang.
“Memangnya aku tidak boleh protektif terhadap pacarku sendiri?” kata Cai Yasi dingin.
Zhou Xiao mengangkat alisnya, sekarang sudah ingat kalau dia pacarnya? Zhou Xiao menuang segelas bir untuk dirinya sendiri dan meminumnya, “Sekarang tolong kembalikan pacarku untuk beberapa menit.”
Cai Yasi belum sempat merebut gelas birnya sudah diseret oleh Zhou Xiao untuk keluar dari pintu.
Zhou Xiao menyilangkan tangan di dadanya, matanya menatap Cai Yasi dengan sudut 45 derajat, “Cai Yasi, apa sudah cukup?”
“Belum cukup. Kenapa kamu boleh pergi dengan mantan pacarmu ke supermarket dan pergi beli mobil sedangkan aku tidak boleh bernyanyi dengan seorang wanita?” Wajahnya terlihat merah, entah karena terlalu banyak minum atau karena marah.
“Kamu mengikutiku?” Hati Zhou Xiao seakan seperti kaca cermin, bersinar dan bersinar.
“Aku…. aku tidak sengaja melihatnya.” Dia agak tergagap.
“Tidak sengaja? Dari Supermarket sampai ke Toko 4S?”
“…..”
“Cai Yasi, aku dan dia tidak punya hubungan apa-apa. Teman lama yang pergi makan bersama, membeli barang, tidak keterlaluan kan? Kalau memang keterlaluan, kamu bisa meneleponku dan mengatakannya padaku, dan aku pasti tidak akan pergi. Lalu sekarang, apa maumu?” Ketika dia menyadari ada sepasang mata yang sedang mengawasinya saat dia sedang makan dan berjalan bersama Zhao Fanzhou, tiba-tiba terasa sangat menyeramkan.
“Kamu yang pergi dengannya tapi kamu juga yang berbicara dengan keras kepadaku?” Cai Yasi meraih bahu Zhou Xiao dengan kedua tangannya.
“Cai Yasi, kamu ingin mencari keributan ya?”
“…..” Cai Yasi meremas pundaknya dengan sangat keras, dia berontak beberapa kali tapi Cai Yasi tidak melepaskannya. Dia sedikit ketakutan, Cai Yasi menjadi mirip seperti di dalam tokoh kartun, seakan ada api merah di kedua matanya.
“Cai Yasi, lepaskan!” Zhou Xiao menggerakkan bahunya, ingin membebaskan diri dari telapak tangannya.
Tiba-tiba Cai Yasi mendorongnya ke dinding, karena kekuatan yang terlalu keras membuat tubuh Zhou Xiao terbanting ke dinding. Kemudian kepala tangannya terjulur, Zhou Xiao terkejut dan berusaha menghindar, ternyata kepalan tangan itu dengan keras menghantam dinding. Zhou Xiao terkejut, tertegun menatapnya, orang yang telah dia kenal selama 20 tahun lebih terasa begitu asing.
“Kamu mau apa?” Zhou Xiao tiba-tiba menangis, “Bisakah jangan seperti ini? Aku takut.”
Cai Yasi melepaskan tangannya secepat api menyala, Zhou Xiao merosot jatuh dari dinding itu, bersandar pada dinding dan berjongkok di lantai. Cai Yasi berjongkok di hadapannya, tersadar dari pengaruh alkoholnya, terlihat bingung.
“Maafkan aku, jangan menangis.” Dia menepuk punggung Zhou Xiao dengan gugup.
Zhou Xiao menyandarkan kepalanya di pundak Cai Yasi, “Kita jangan bertengkar, kita lewati dengan baik. Bisa tidak?”
“Iya.”
Cai Yasi terduduk di sebelahnya, kedua orang itu duduk di lorong, kepala mereka berdua saling menopang, mendengarkan suara-suara iblis dari berbagai ruang karaoke. Untuk pertama kalinya, kedua orang itu merasakan ketenangan pikiran dan kedekatan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
Setelah tenggelam dalam dunia mereka berdua selama beberapa saat, Zhou Xiao mulai menyadari ada beberapa orang yang lewat memberikan tatapan aneh pada mereka, ada beberapa orang yang sudah berjalan sampai ke ujung lorong tapi masih tidak dapat menahan diri untuk menoleh dan menatap mereka.
“Bukankah kita sudah harus masuk ke dalam?” tanya Zhou Xiao, “Mereka sudah akan melaporkan kita ke polisi.”
“Sudah bisa mulai berbicara omong kosong artinya sudah tidak menangis lagi kan?” Cai Yasi menoleh untuk menatapnya, “….hmm, tadi aku benar-benar tidak sengaja. Maafkan aku.”
“Baiklah, aku maafkan kamu sekali ini.” Zhou Xiao menyenggol kepala Cai Yasi dengan kepalanya, “Kamu ini, ternyata rasa cemburumu cukup besar. Dulu saja, berpura-pura berbesar hati.”
“Tadi itu kamu benar-benar menangis?” Cai Yasi mengelus kepalanya yang tersenggol Zhou Xiao.
“Itu, Mamaku pernah mengajariku. Kalau tidak dapat mengalahkan seseorang, gunakanlah air mata, aku sudah banyak bergantung pada jurus ini selama di dunia persilatan.” Zhou Xiao bangkit berdiri terlebih dahulu, menepuk celananya, “Kalau kamu tidak mau masuk, aku masuk duluan. Nikmatilah kesendirianmu disini.”
Ketika Zhou Xiao kembali ke ruangan karaoke, dia menemukan Yuan Ruanruan sudah kembali menguasai mikrofon. Sekelompok orang di dalam ruangan itu mengayun-ayunkan badannya, dalam kegelapan terlihat sedang menari untuk pemujaan iblis. Entah karena sekelompok orang itu sedang mabuk atau karena terlalu terkejut dengan suara nyanyian Yuan Ruanruan.
Saat masih kecil, Zhou Xiao pernah terpilih untuk menjadi penari di Hari Anak-anak Nasional. Pada hari sebelum pertunjukan, guru memberikan sekantong besar berisi permen dan berkata, “Zhou Xiao, Ibu Guru akan memberikan permen kepadamu, besok kamu tidak usah menari. Biarkan temanmu saja yang menari ya. Dia tidak mendapatkan permen, kamu dapat lho. Bagaimana?” “Baik.” Zhou Xiao menerima kantong permen itu dengan senang, lalu membagikan permen itu kepada Cai Yasi. Keesokan harinya, dia melihat temannya bergoyang-goyang di atas panggung, dia merasa tertipu. Dia pulang untuk menangis dan mengadu pada Mamanya, Mama membawanya ke sekolah untuk menemui Ibu Guru itu.
Ibu Guru itu sangat sopan, dia terus-menerus minta maaf, sampai akhirnya dia tidak punya pilihan lain. Dia berkata pada Mama Zhou Xiao, bagaimana kalau biarkan putrimu menari di depanmu. Setelah Zhou Xiao selesai menari, Mamanya membawanya pulang dengan diam. Lalu membelikan sebungkus permen yang jauh lebih besar. Pada akhirnya dia berkata dengan sepenuh hati, “Putriku, menari itu hal yang bodoh, asalkan ada permen saja sudah cukup, betul tidak. Mulut Zhou Xiao sedang menikmati sebuah permen, dia mengangguk dan berkata, betul!
Seharusnya ini menjadi rahasia antara Ibu dan Putrinya, entah mengapa hal ini menjadi diketahui oleh semua orang. Oleh karena itu, memiliki pacar seorang teman masa kecil itu adalah hal paling sial di dunia ini!