The Sweet Love Story - Chapter 50
“Yasi, bisakah kamu tidak berjalan dengan begitu cepat.” Keluar dari ruang rawat inap, sepanjang perjalanannya Zhou Xiao terus berlari mengikuti di belakang Cai Yasi. Dia berjalan dengan langkah yang besar, seakan-akan sedang menyongsong masa depan yang cemerlang.
“Cai Yasi! Cai Yasi!”
Zhou Xiao menatapnya berjalan pergi dari kejauhan, dia menatapnya selama beberapa menit, dia benar-benar berjalan tanpa menoleh. Zhou Xiao menunduk dan berjalan ke arah yang berlawanan sambil bergumam pada dirinya sendiri, “Apaan sih, gila ya! Tiga hari tidak bertengkar apa rasanya tidak bisa hidup.” Zhou Xiao tidak tahu dia sudah berjalan berapa lama, ketika dia berbelok ke sebuah jalan yang tidak ada orang sama sekali, dia mendengar suara kaki yang semakin mendekat dan diikuti dengan suara yang sudah dia kenal, “Zhou Xiao.”
Zhou Xiao memalingkan kepalanya, sebuah bayangan bergegas ke arahnya dan membungkam bibirnya. Dia berusaha berontak, namun tidak mampu melepaskan dirinya. Akhirnya dia melepaskan tangannya dengan lemah, menahan bibir yang basah dan hangat itu bergerak, bergesekan dengan bibirnya. Zhou Xiao merasa bibirnya sudah terkelupas. Tidak tahu waktu sudah berlalu berapa lama, akhirnya orang itu melepaskannya.
“Cai Yasi, aku mau putus.” kata Zhou Xiao dengan datar.
“Apa?” Cai Yasi terlihat luar biasa terkejut.
“Aku mau putus.” Zhou Xiao mengulangi.
“Kamu benar-benar ingin putus denganku karena Zhao Fanzhou?” Dia menatap Zhou Xiao dengan tidak percaya, seakan ciuman tadi itu hal yang dia lakukan di luar keinginan dari gadis ini.
“Apa begitu sulit dipercaya? Bukankah kamu selalu merasa aku akan memutuskanmu karena dia?”
“Aku tidak merasa demikian.” Cai Yasi berbicara dengan cepat.
“Lalu kegilaan macam apa yang kamu lakukan sekarang ini?” Zhou Xiao ingin rasanya menamparnya agar dia bisa sadar.
“Memangnya kamu yang masih terjerat dengan mantan pacarmu itu hal yang benar?” Cai Yasi bertanya dengan penuh keyakinan.
“Sudahlah, sepertinya kita berdua memang benar-benar tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Kita putus saja. Ketika kita memulai hubungan ini, kamu juga berkata aku boleh kapan saja minta berhenti kan.” kata Zhou Xiao lemah.
“Ini permintaanmu! Jangan sampai menyesal!” Cai Yasi meninggalkan sebuah kata-kata yang kejam, melangkah pergi dengan langkahnya yang besar-besar. Zhou Xiao melihat punggungnya yang semakin menjauh, tiba-tiba merasa ingin menangis tapi juga ingin tertawa…
Dia berkeliaran dengan bosan di dalam rumah, tahu begini tidak usah ambil cuti. Bonus kehadiran satu bulan penuh untuk bulan ini hilanglah sudah…. Dia orang yang sedang patah hati, kenapa yang ada di pikirannya hanyalah bonus kehadiran satu bulan penuh?
Sudahlah, pergi tidur saja. Tidur sambil membungkuk di samping ranjang pasien membuat tulangnya terasa pegal, punggungnya mulai terasa sakit.
Zhou Xiao mendapatkan mimpi yang sangat menyenangkan, dalam mimpi itu Zhao Fanzhou dan Cai Yasi berubah menjadi bola. Dia menendangnya sekuat tenaga, menendangnya dengan seluruh energinya, tapi masih tidak dapat meredakan emosinya. Kemudian dia melakukan tendangan sudut dan menghancurkan Cai Yasi. Cai Yasi berteriak dan naik ke atas surga. Lalu Zhou Xiao tersenyum dan mendekati Zhao Fanzhou, Zhao Fanzhou bergetar bagaikan bola. Ketika dia berniat untuk menendang Zhao Fanzhou, tiba-tiba dia dibangunkan oleh suara bel pintu.
Dia memakai sandal rumah dan membuka pintu dengan linglung. Naga api Cai Yasi sedang berdiri di depan pintu, tangannya masih berada di atas bel pintu dan terus menekannya. Zhou Xiao memutar bola matanya, membalikkan badan untuk membiarkannya masuk.
“Aku rasa dalam hal ini kamu yang salah, apa hakmu minta putus?” Begitu dia memasuki pintu, dia berbicara tanpa basa-basi.
“Lalu kamu mau bagaimana?” Zhou Xiao menatap keluar jendela, sepertinya sudah sore.
“Aku tidak mau putus.” Cai Yasi menatap jari kakinya, berbicara dengan suara rendah.
Zhou Xiao menatapnya, tiba-tiba tidak tahu harus berkata apa. Dia tidak takut Cai Yasi marah, tapi takut Cai Yasi merasa sedih. Dia sudah mengenal Cai Yasi begitu lama, sejak kecil dia sudah sering membully Cai Yasi, tapi dia tidak pernah tega membuat Cai Yasi merasa sedih.
Zhou Xiao meraih tangannya dengan lembut.
“Kalau begitu kita tidak usah putus. Kita coba satu kali lagi, untuk terakhir kali. Seandainya benar-benar tidak bisa, lakukan sesuai dengan kesepakatan awal kita. Mulai dengan baik, berpisah juga dengan baik. Berpisah tapi masih berteman…. Bagaimana?”
“Baik.” Cai Yasi menggenggam tangan Zhou Xiao dengan erat.
Terlintas sedikit ekspresi kesakitan di wajah Zhou Xiao, dan Cai Yasi berpikir…. apa aku memegangnya dengan terlalu erat?
Pada jam tiga sore hari, Xie Yixing menelepon Zhou Xiao. Dia mengatakan dia sama sekali tidak bisa meninggalkan kantor, meminta bantuannya untuk melihat keadaan Zhao Fanzhou di rumah sakit. Cai Yasi mengatakan dia harus ikut. Zhou Xiao melihat Cai Yasi sampai mengambil cuti hari ini demi memergoki pacarnya yang sedang berselingkuh, dia memutuskan untuk membiarkan Cai Yasi ikut agar dia dapat memergoki sampai hatinya puas.
Ternyata membiarkan mantan pacar dan pacar saat ini berkumpul di satu ruangan dapat menimbulkan sebuah kejadian yang disebut peperangan tanpa asap.
Setelah Zhao Fanzhou menyapanya dengan acuh tak acuh, dia hanya terdiam menyaksikan tetesan dari botol infus, seakan dia bisa mendapatkan makna kehidupan dari dalam sana. Cai Yasi sendiri sejak masuk ke dalam ruangan ini sampai sekarang wajahnya masih tegang, ototnya begitu tegang, Zhou Xiao khawatir dia akan mengalami stroke mendadak.
Baiklah, lagipula dia sekarang bukanlah orang luar ataupun orang dalam, lakukan saja sesuka kalian. Zhou Xiao duduk di samping dan membaca majalah, menunggu jam makan malam.
Pintu terbuka, dokter idiot yang tadi pagi masuk ke dalam. Dalam hati Zhou Xiao berteriak ‘gawat’. Benar saja dokter itu bertanya dengan bersemangat, “Bagaimana keadaan Tuan Zhao? Kalau tidak ada keinginan muntah lagi, sudah boleh minta tolong pacarnya untuk mengurus prosedur keluar rumah sakit. Setelah botol infus ini habis, sudah boleh pulang.”
Mata Zhou Xiao manyapu ke arah Cai Yasi, menemukan tinjunya sudah terkepal. Takutnya nanti dia akan memukul dokter ini dan Zhao Fanzhou.
“Aku bukan pacarnya.” Zhou Xiao menjelaskan dengan cepat, tadi pagi dia terlalu malas untuk menjelaskan. Kalau sekarang dia tidak memberikan penjelasan, pasti akan terjadi peristiwa berdarah.
“Bukan? Bagaimana mungkin bukan? Tadi pagi….”
“Tadi pagi aku tidak sempat mengatakannya kepada Anda.” Dokter idiot ini, kalau dia sampai mengatakan dirinya menemani Zhao Fanzhou dari kemarin malam, dia pasti akan melakukan pembantaian di rumah sakit ini.
“Oh, begitu. Kalian sangat serasi, aku kira kalian pasangan.”
“Bukan, dia baru pacarku.” Zhou Xiao berkata sambil menunjuk Cai Yasi, tidak memperhatikan wajah Zhao Fanzhou yang berubah murung. Tinju terkepal Cai Yasi udah dilepaskan, senyuman menghiasi wajahnya, setidaknya wajahnya tidak lagi seperti sedang terkena kelumpuhan saraf wajah.
“Oh, maafkan saya. Saya melihatnya begitu baik terhadap Tuan Zhao sehingga salah paham.” kata dokter itu. Zhou Xiao sudah membuat keputusan, dia akan menyergap dokter ini di depan rumah sakit dan memasukkannya ke dalam kantong plastik besar.
“Tidak kok, aku hanya berteman dengannya.” Zhou Xiao dengan cepat menjelaskan hubungan mereka, “Dokter, Anda tidak ingin begitu pulang dari sini saya digantung dan dipukuli olehnya kan?”
“Hehe…” Dokter itu tersenyum dengan sumringah.
“Dokter, aku sudah merasa lebih baik, sudah boleh keluar rumah sakit?” Zhao Fanzhou menyela kata-kata mereka.
“Em, boleh. Tolong keluar denganku untuk mengurus administrasinya.” Dokter itu berbalik dan berkata kepada Cai Yasi, Cai Yasi dengan enggan keluar mengikuti dokter itu.
Tatapan Zhao Fanzhou tidak dapat membantu untuk jatuh di bibir Zhou Xiao. Dari dia masuk ke kamar ini, Zhao Fanzhou sudah menyadarinya di bibirnya ada luka. Tadi pagi ketika dia pergi dengan Cai Yasi, masih baik-baik saja….. Jawabannya sudah sangat jelas, benar kan?
Dia mengepalkan tangannya yang masih tertusuk jarum infus, membiarkan rasa sakit dari jarum itu semakin menusuk ke dalam dagingnya. Dia akhirnya menyadari hal yang paling menyakitkan di dunia ini bukanlah merasa cemburu, tapi… tidak memiliki hak untuk merasa cemburu.
Zhou Xiao dan Cai Yasi mengantar Zhao Fanzhou pulang ke rumahnya, baru menyadari apartemen Zhao Fanzhou dan apartemen Zhou Xiao hanya berjarak dua blok saja.
Sepanjang jalan pulang, Cai Yasi terus berwajah masam. Zhou Xiao berulang kali mengatakan dia sama sekali tidak tahu masalah ini, dia bahkan berani bersumpah pada Tuhan. Tidak mudah untuk Cai Yasi kembali tersenyum, sehingga mereka berdua bisa berbicara dan tertawa sampai ke lantai bawah apartemen Zhou Xiao.
Jarang-jarang Cai Yasi turun dari mobil untuk membantu Zhou Xiao membuka pintu, hal ini membuatnya merasa tersanjung, “Masalah hari ini, maafkan aku.” Cai Yasi menatap bibir Zhou Xiao dengan perasaan malu.
“Memang kamu sangat bersalah kepadaku.” Setelah dibahas olehnya Zhou Xiao baru menyadari seharian ini bibirnya terasa agak perih.
“Aku….” Cai Yasi semakin mendekati wajahnya, dengan menggunakan jari kaki saja Zhou Xiao tahu apa yang ingin dilakukan olehnya. Dalam keadaan normal, seharusnya dia memejamkan matanya. Tapi entah mengapa, melihat wajahnya yang semakin mendekat, Zhou Xiao malah teringat wajah kecil Cai Yasi yang menangis saat dipaksa olehnya untuk makan penghapus saat kecil. Jadi, dia tidak bisa menahan dirinya untuk tertawa. Tertawa sampai tubuhnya terguncang-guncang ke depan, membuat sungai dan gunung pun berubah warnanya.
Cai Yasi menatap gadis yang tertawa di hadapannya sampai berjongkok dan mengeluarkan air mata dengan tak berdaya, perasaannya bercampur aduk, sangat kesal.
Tidak mudah bagi Zhou Xiao untuk menghentikan tawanya, berusaha untuk berdiri dan mengatakan sesuatu, menyadari Cai Yasi sedang menyilangkan kedua tangannya di dada dan menatapnya dengan tajam, em… sepertinya tidak lucu lagi.
“Em… aku tidak sengaja.” Setelah mengatakannya, Zhou Xiao memejamkan mata dan menunggu Cai Yasi menciumnya.
Cai Yasi menatap matanya yang tertutup rapat, entah dia sedang gugup atau sedang menahan tawa. Bulu mata dan bibirnya sedikit bergetar. Hidungnya hampir menyentuh hidung Zhou Xiao, namun tiba-tiba dia tidak memiliki keinginan untuk menciumnya lagi. Dia membenturkan dahinya dengan dahi Zhou Xiao dengan kuat, Zhou Xiao mengaduh dan langsung menyentuh dahinya. Zhou Xiao menatapnya dengan tatapan mencela, tenaga yang digunakan oleh Cai Yasi tidaklah dengan skala kecil.
“Aku juga tidak sengaja,” Dia mengatakannya dengan suara rendah, berbalik dan masuk ke dalam mobil. Kekuatan yang dia gunakan untuk menutup pintu pasti akan membuat orang berpikir dia berniat untuk mengganti mobilnya dengan yang baru.
Lalu dengan suara keras, mobil itu menghilang dari hadapannya. Meninggalkan asap dari pipa knalpot dan air mata di mata Zhou Xiao yang sedang mengelus dahinya.