The Sweet Love Story - Chapter 51
Angin dingin berhembus, kamu pun terjaga, kecerdasan yang sesungguhnya adalah meninggalkan seseorang di saat yang tepat — oleh Li Bihua.
Perang dingin yang diprakarsai secara sepihak oleh Cai Yasi berlangsung selama beberapa hari. Zhou Xiao sebenarnya tidak terlalu memusingkannya, teman kecilnya ini juga bukan orang yang baru dia kenal dalam satu dua hari. Dia sudah cukup sering mengalaminya, nanti juga masalahnya akan selesai dengan sendirinya. Yang membuatnya khawatir adalah belakangan ini dia sama sekali tidak mendengar kabar tentang Zhao Fanzhou, tidak tahu bagaimana keadaannya setelah keluar dari rumah sakit.
Seperti yang dikatakan, Cai Yasi menjemput Zhou Xiao dari kantor pada Hari Jumat, jam 5 sore. Sikapnya seakan tidak pernah terjadi apa-apa.
“Bagaimana kalau kita pergi jalan-jalan akhir pekan ini?” kata Cai Yasi kepada Zhou Xiao yang duduk di kursi penumpang sambil menatap jalanan.
“Jalan-jalan ke mana?” Zhou Xiao menatap keluar jendela, tidak terlihat bersemangat.
“Bagaimana kalau kita pulang ke rumah?”
“Boleh.” Jawabnya asal, masih melamun sambil menatap keluar jendela. Mobil terus melaju dengan tenang, tiba-tiba Zhou Xiao terduduk dengan tegak, “Tadi kamu bilang, pulang ke rumah?”
“Iya, bukankah kamu sudah setuju?” Cai Yasi memutar kemudi dan berhenti di pinggir jalan.
“Hanya dua hari…. bukankah akan sangat melelahkan kalau pulang ke rumah?” Dia berusaha mencari alasan, “Ditambah lagi, dua bulan lagi sudah tahun baru, pulang ke rumah juga tidak ada hal yang menyenangkan.”
“Kamu tidak ingin pulang ke rumah kan?” Wajah Cai Yasi terlihat masam.
“Iya.” Wajah Zhou Xiao juga ikut masam, siapa yang tidak bisa membuat wajah yang lebih masam daripadanya?
“Kamu tidak pernah berpikir untuk membiarkan orang rumah kita tahu tentang hubungan kita kan?” Dia mengeluarkan sebungkus rokok dari kantongnya dan menyalakan satu batang. Dia melemparkan kotak rokok ke sudut kaca depan mobil dengan keras. Karena kekuatan yang berlebih, kotak rokok yang menghantam kaca depan itu memantul ke belakang dan mengenai Zhou Xiao.
Zhou Xiao mengambil kotak rokok yang mengenai tubuhnya, membaca tulisan di atas kotak itu: Merokok berbahaya untuk kesehatan.
“Memangnya tidak begitu?” Cai Yasi menghirup rokok itu dengan kuat dan menghembuskan asap rokok.
“Iya.” Zhou Xiao memainkan kotak rokok di tangannya, namun tidak menatapnya, “Memangnya menurutmu hubungan kita cukup stabil? Apa kita sudah memikirkan cara untuk menjalani hubungan ini bersama?”
“Sejak awal kamu memang tidak berniat untuk menjalani hubungan bersamaku.” Dia meremas rokok di tangannya.
“Kamu selalu berpikir seperti itu tentangku kan?” Zhou Xiao membuka kaca mobil, sembarangan membuang kotak rokok itu ke sebuah tong sampah di pinggir jalan, ah, tidak masuk.
“Kalau begitu, mulai detik ini kamu jangan berhubungan lagi dengan Zhao Fanzhou.” Dia menatap kotak rokok yang jatuh di samping tong sampah, di dalamnya masih ada isinya.
“Kenapa kamu tidak membeli kandang dan memasukkanku ke dalamnya saja?” Zhou Xiao menoleh untuk menatapnya, berusaha menenangkan dirinya sendiri.
“Kamu bersedia tidak putus hubungan dengannya?” Cai Yasi menggeram, tiba-tiba dia meninju roda kemudi mobil. Tanpa sengaja menekan klakson di tengahnya, bunyinya menggetarkan langit dan bumi.
Ketika suara klakson berhenti, Cai Yasi bertanya satu kali lagi, kali ini terdengar nada memohon dalam pertanyaannya, “Kalau kamu begini terus, kita tidak bisa menjalani hubungan dengan baik. Jangan berhubungan lagi dengannya, bisa tidak?”
“Baiklah.” Ini kompromi terakhirnya, anggap saja ini terakhir kalinya dia berusaha keras untuk hubungan ini. Teringat dulu dia bahkan tidak pernah sampai seperti ini terhadap Zhao Fanzhou.
“Kalau begitu, sekarang kamu telepon dan katakan pada Zhao Fanzhou. Minta agar ke depannya dia jangan mencarimu lagi.” Zhou Xiao menatapnya dengan dingin, dikasih hati minta jantung?
“Sudahlah, hapus saja nomor ponselnya.” Cai Yasi merinding karena tatapan matanya.
Zhou Xiao mencari ponselnya dari dalam tas, ketika akan menghapus nomor itu, tiba-tiba dia merasa sangat marah. Mengayunkan tangannya ke luar jendela, sebuah lengkung parabola yang indah dan membuat ponsel itu tergeletak di tengah jalan raya.
“Sekarang sudah senang kan? Jalankan mobilnya dan lindas saja ponsel itu,” katanya. Cai Yasi terkejut dengan hal yang dilakukan Zhou Xiao, tidak berani bergerak.
“Aku bilang jalankan mobilnya!” Zhou Xiao meninggikan suaranya, siapa yang tidak memiliki sisi gelap dalam kepribadiannya? Harimau di sebelahnya ini sudah kehilangan taringnya sudah berubah menjadi Hello Kitty?
Cai Yasi dengan panik menyalakan mesin mobil, takut dirinya juga akan ikut dilemparkan keluar jendela. Terdengar suara roda mobil melindas ponsel itu, hati kedua orang itu tidak bisa dihindari untuk sedikit gemetar. Yang hancur… pastinya bukan hanya ponsel saja.
Sesampainya di rumah, Zhou Xiao merasa menyesal sampai ususnya pun pucat pasi. Ini bukan sedang syuting drama, untuk apa dia membuang ponselnya. Hancurlah sudah barang berharga seribu dua ratus yuan itu dilindas oleh mobil, yang paling merepotkan adalah semua nomor kontak pun sudah hilang. Di zaman sekarang ini, manusia tidak bisa tidak memiliki ponsel. Tidak memiliki ponsel rasanya seperti Robinson yang dilemparkan ke pulau terpencil. Dia sangat merindukan masa-masa ketika dia dengan diam-diam menyelipkan sepucuk surat kepada temannya di hadapan guru.
Dia teringat Zhao Fanzhou pernah menuliskan surat cinta yang tidak berbentuk seperti surat cinta untuknya. Tidak ingat karena masalah apa, yang pasti dia sangat marah padanya dan mengabaikannya selama satu minggu. Kemudian Zhao Fanzhou benar-benar tidak punya pilihan lain lagi. Dia menuliskan sebuah surat dan menyelipkannya di novel Zhou Xiao. Ketika dia sedang membaca novel sambil berbaring, dia menemukan surat itu. Dia menulis analisis tentang pertengkaran mereka dari perspektif materialisme dialektik, ketika dia membaca sampai halaman terakhir dan nyaris tertidur, dia baru sadar di halaman terakhir ada sebuah tulisan kecil, “Jangan marah lagi, aku sudah tahu salah”. Pada saat itu, Zhou Xiao hanya bisa menghela napas. Anak ini, kenapa cara minta maafnya begitu ajaib.
Setelah melewati satu hari tanpa ponsel, Manajer Departemennya terus menceramahinya. Manajer Departemen adalah seorang wanita tua yang sudah menopause, tidak puas memarahi anak dan suaminya di rumah jadi memarahi anak buahnya di kantor. Dia bilang Zhou Xiao tidak dapat diandalkan sampai ponsel pun bisa hilang. Mungkin suatu hari dirinya sendiri pun akan hilang. Juga mengatakan dia tidak berhati-hati ketika sedang sendirian di luar, mengatakan dia….
Zhou Xiao sebenarnya tidak peduli, di rumah juga dia memiliki seorang Mama yang seperti ini. Ada seorang yang mirip dengan Mamanya yang jauh dari rumah, rasanya sangat mengharukan. Ketika jam pulang kantor, tiba-tiba Manajer itu meminta Zhou Xiao ke ruangannya dan menyerahkan sebuah ponsel kepadanya. “Ini ponsel yang kusita dari anakku, tadi aku menyuruh suamiku mengantarkannya kemari. Pakailah dulu.” Zhou Xiao sangat tersanjung, beberapa kali dia menolak namun akhirnya menerimanya.
Demi membalas kebaikan Manajer itu, Zhou Xiao mengambil inisiatif untuk bekerja lembur. Ketika dia meninggalkan kantor, langit sudah gelap. Dia turun sampai lantai bawah dan menemukan mobil Cai Yasi sudah berada di depan kantornya, namun orangnya tidak ada. Zhou Xiao menunggu di samping mobil untuk beberapa saat, Cai Yasi keluar dengan terburu-buru dari sebuah gedung komersial di samping kantornya dan melemparkan kantong Nokia kepadanya. Zhou Xiao menolak untuk menerimanya, hubungan kedua orang itu mulai menemui jalan buntu tepat di depan kantornya.
“Keributan apalagi yang ingin kamu buat?” Cai Yasi sangat kesal.
“Aku bisa membelinya sendiri.” Zhou Xiao bersikeras.
“Aku sudah membelinya, untuk apa kamu membelinya lagi?” Dia mengguncangkan kantong itu.
“Baru saja Manajer Departemenku meminjamkan ponsel untuk kupakai terlebih dahulu, aku akan pergi membelinya di akhir pekan. Minta refund untuk yang kamu beli hari ini.”
“Apa kamu harus begitu perhitungan denganku?” Cai Yasi tiba-tiba teringat sesuatu dan dia menambahkan, “Manajer Departemenmu itu pria atau wanita?”
“Apa maksudmu?”
“Pasti pria kan? Untuk apa dia begitu baik terhadapmu?”
“Kamu sakit jiwa ya?” Zhou Xiao tidak bisa menahan diri untuk berkata kasar.
“Pria atau wanita?” Dia membanting kantong itu ke tanah.
“Wanita.” Zhou Xiao mengambil tas itu, menunduk untuk menepuk-nepuk debu dari tas itu, “Kamu tahu? Aku sangat merindukan Cai Yasi.”
Cai Yasi terkejut mendengar nada putus asa dan kesedihan dari suara Zhou Xiao, menatapnya dengan kosong. Zhou Xiao menunduk, Cai Yasi hanya bisa melihat ujung rambutnya.
“Karena kamu sudah sengaja kemari untuk menjemputku, aku tidak akan sungkan. Antarkan aku pulang, aku sangat lelah.” kata Zhou Xiao sambil tersenyum, rasanya suasana hatinya yang muram untuk sesaat itu hanyalah fantasinya semata.
Di dalam mobil, Cai Yasi memegang roda kemudi dengan satu tangan dan satu tangannya lagi memutar saluran radio tanpa henti. Kata-kata Zhou Xiao terus bergema di telinganya, “Kamu tahu? Aku sangat merindukan Cai Yasi. Kamu tahu? Aku sangat merindukan Cai Yasi. Kamu tahu? Aku sangat merindukan Cai Yasi…”
“Kamu adalah lagu dalam hatiku, sekuntum bunga di hatiku…” Dengan tidak sengaja dia memutar ke sebuah stasiun radio, tepat sekali sedang memutar lagu itu, dia mendengarnya selama beberapa detik, kemudian memutarnya lagi. Dia dapat melihat dengan jelas tubuh orang di sebelahnya menegang, matanya yang menatap ke luar jendela terlihat tidak fokus.
Dia sedikit kesal, tangannya merogoh sakunya namun tidak menemukan rokok di sana. Jadi dia membuka kaca mobil, membiarkan angin bertiup dari luar.
Melihat Zhou Xiao naik ke apartemennya, Cai Yasi bersandar pada pintu mobil dan menyalakan rokok. Lampu kamar Zhou Xiao menyala. Dari kegelapan, melihat secercah cahaya dari tirai jendela itu terlihat begitu redup, terasa begitu hangat. Sayangnya, dia mungkin hanya bisa memiliki kehangatannya tanpa bisa mendapatkan hatinya.
Dia membuang puntung rokok itu ke tanah, menginjaknya dengan kuat, dia berbalik dan berniat untuk pergi. Dia melihat sosok yang dia kenal sedang bersembunyi dalam kegelapan di seberang jalan. Tiba-tiba ingin tertawa, dua orang ini benar-benar orang yang menjijikkan, siapa yang bertemu dengan mereka dialah yang sial.
Dia duduk di atas mobil, mengeluarkan ponsel dan menelepon Zhou Xiao, “Halo.” Terdengar suara Zhou Xiao dari seberang sana, sedikit lelah.
“Halo, wanita sialan. Aku mau putus denganmu.” kata Cai Yasi sambil menyalakan mesin mobil.
“Apa?”
“Berpacaran denganmu sungguh menyusahkan, aku tidak ingin melanjutkannya. Aku sama sekali tidak paham bagaimana dulu Zhao Fanzhou bisa tahan dengan sikapmu itu!”
“Kamu serius?” Suaranya terdengar serius.
“Serius, aku peringatkan, sebaiknya kamu segera minta refund dan kembalikan uangku. Cuma orang bodoh yang akan membelikan ponsel untuk mantan pacarnya.” Dia menekan tombol hands-free dan meletakkan ponselnya di sebuah wadah di samping roda kemudi.
“Iya nanti aku kembalikan, dasar pelit.” Suaranya terdengar jauh lebih santai.
“Kalau begitu kita putus lho? Jangan menyesal ya.” Katanya dengan nada santai, namun tangannya memegang kencang pada roda kemudi.
“Putus ya putus, yang menyesal sudah pasti bukan aku.”
“Cih, akhirnya aku berhasil melepaskan diri dari nenek tua sepertimu.”
“Kamu yang kakek tua.”
“Malas berbicara denganmu, aku sedang mengendarai mobil, tutup dulu.” Tangan Cai Yasi baru ingin menekan ponselnya.
“Yasi.” Terdengar suara terburu-buru dari seberang sana.
“Hmm?” Dia menarik tangannya kembali.
“Terima kasih.”
“Untuk hal ini tidak usah, aku juga sangat merindukan Zhou Xiao.” Dia terdiam selama beberapa detik baru berkata, “Kalau begitu, bye. Lain kali jangan lupa traktir aku makan.”
“Aku tahu, bye.”
Cai Yasi memperhatikan jalanan di depannya, di dalam mobil terdengar suara panggilan telepon yang diputus, dia sama sekali tidak berniat untuk mematikannya.