The Sweet Love Story - Chapter 54
Keesokan harinya.
Zhou Xiao kesiangan, dia bergegas untuk pergi bekerja. Dia tidak dapat menemukan pakaian yang dibeli Zhao Fanzhou untuknya kemarin. Dia sembarangan mengambil sepotong pakaian dari lemari dan mengenakannya. Dia bergegas ke bawah dan menemukan Zhao Fanzhou sudah menunggunya di bawah. Dia sedang terburu-buru, terlalu malas untuk terlihat hubungan emosional dengannya. Dia melompat ke mobilnya dan berusaha keras untuk mendesaknya: “Jika kamu dapat mengantarkanku sampai kantor dalam waktu 20 menit, aku akan memanggilmu Tuan.”
Zhao Fanzhou memandang gaunnya dengan sedikit tidak puas: “Aku tidak tertarik untuk berbuat zina, kenapa kamu tidak mengenakan pakaian yang kubelikan kemarin?”
“Tidak dapat menemukannya. Cepat jalankan mobilnya, aku sudah hampir terlambat.” Zhou Xiao begitu terburu-buru, mana ada waktu berdiskusi tentang pakaian dengannya.
Zhao Fanzhou meliriknya dan dengan perlahan menyalakan mesin mobil, “Aku tahu.”
“Kalau sudah tahu ya cepat sedikit.” Zhou Xiao mendesaknya dengan putus asa, ada rapat yang sangat penting hari ini, dia bertanggung jawab atas risalah rapat, jika Manajer tidak menemukannya pasti akan mengulitinya.
“Lalu, jika aku tidak menjemputmu, bukankah kamu juga tetap akan terlambat?” Sifat lamanya masih ada di sana, memintanya untuk memohon padanya.
Zhou Xiao tiba-tiba mendekatinya dan mencium pipinya sekilas, “Sudah cukup kan, aku mohon, cepatlah.”
Matanya bersinar dengan cerah, tangan yang memegang roda kemudi dengan kuat, kakinya menginjak pedal gas dengan dalam dan mobil itu terbang bagaikan anak panah yang lepas dari talinya.
Setelah menyelesaikan rapat yang sangat melelahkan sepanjang hari, Zhou Xiao baru menyadari hal yang dia lakukan pagi ini. Yang dinamakan rela melakukan apapun dalam keadaan darurat itu mungkin seperti yang dia lakukan itu. Kepalanya terasa sangat panas sehingga dia tidak pikir panjang ketika mencium Zhao Fanzhou, entah Zhao Fanzhou akan berpikir seperti apa. Sudahlah, lagipula dia baru kembali dari luar negeri, apalah artinya sebuah ciuman itu. Selain itu, hubungan mereka berdua begitu tidak jelas, mungkin dengan cara ini bisa memunculkan garis pemisah yang jelas di antara mereka.
(Sumpah! Logika macam apa ini? Bukannya makin jadi grey area? - maafkan, translator terbawa suasana..)
Mungkin saja, biarkan saja dia ingin berpikir seperti apa, Jiejie sampai rela menciumnya saja dia sudah harus berterima kasih kepada Langit dan Bumi, tapi…. malam ini dia harus pergi ke kencan buta. Berbuat seperti ini apa akan terkesan sangat tidak bermoral? Biarkan saja, di zaman seperti ini, moralitas antara lelaki dan wanita sangat tipis. Dia sudah termasuk baik, namun… Zhou Xiao masih berperang dengan moralitasnya sepanjang sore ini, membuatnya merasa sangat lelah.
Suasana hati Zhao Fanzhou sepanjang pagi ini sangat baik, melakukan segala hal dengan sangat lancar. Pada siang hari, dia makan siang bersama dengan Xie Yixing sekalian membahas tentang kerja sama mereka dengan sebuah Perusahaan Jerman. Tapi bocah itu terlihat tidak fokus. Dia mendengar belakangan ini kisah percintaannya sedang tidak mulus. Oleh karena itu, Zhao Fanzhou memutuskan untuk tidak membahasnya lagi.
Ketika dia kembali ke kantor, setelah melihat dua buah proposal rencana kerja sama, dia mulai melamun lagi. Bibir gadis itu terasa kering, mungkin saja dia tidak minum air setelah bangun tidur. Tapi masih terasa lembut, ketika bibir itu menempel di pipinya, dia merasa seluruh bulu kuduknya berdiri. Untungnya setelah itu dia harus mengemudikan mobil dengan kecepatan tornado, kalau saja tidak pasti dia tidak akan bisa menahan dirinya untuk terlihat seperti anak remaja yang berdebar-debar dan wajahnya memerah karena malu.
Xie Yixing mengetuk beberapa kali dari luar pintu kantor Zhao Fanzhou. Ketika tidak mendapat jawaban, dia mendorong pintu dan masuk. Kemudian dia melihat Zhao Fanzhou memegang dokumen di tangannya, tapi dia jiwanya entah berada di mana, ternyata bocah ini juga bisa melamun?
“Fanzhou, Fanzhou,” Xie Yixing memanggilnya dua kali baru dapat menarik Zhao Fanzhou kembali ke dunia nyata.
“Kenapa?” Zhao Fanzhou meletakkan dokumen itu.
“Malam ini tamu dari Jerman akan datang. Aku ada sedikit urusan, bisakah kamu pergi menjemputnya?”
“Malam ini juga aku ada urusan.”
“Memangnya kamu ada urusan apa? Aku benar-benar tidak bisa pergi malam ini.” Xie Yixing menatapnya dengan aneh, bukankah dia ini orang yang rela mempertaruhkan nyawanya untuk hasil kerja terbaik?
“Kalau begitu, biarkan Manajer Chen yang menjemput mereka saja.” Zhao Fanzhou tidak berminat untuk menjawab pertanyaannya.
“Kamu bukannya tidak mengenal orang Jerman itu, sangat merepotkan. Mana mungkin Manajer Chen dapat menghadapi mereka.” Xie Yixing menghela nafas, “Hari ini Wu Xin akan bertunangan, ini kesempatan terakhirku.”
“Kalau begitu serahkan malam ini kepadaku, biarkan sekretarismu pergi bersamaku.”
“Kenapa? Kamu tertarik pada sekretarisku?”
Zhao Fanzhou menatapnya, “Lumayan juga, masih punya mood untuk bercanda.”
Xie Yixing tersenyum pahit: “Kalau tidak? Haruskah aku melompat dari gedung?”
Ketika Zhou Xiao akan keluar dari kantor, dia dicegat oleh Manajernya. Manajer memintanya untuk menyelesaikan laporan yang ditinggalkan oleh Zhang Jie. Zhang Jie mengambil cuti di sore hari untuk mencoba gaun pengantin, jadi laporan itu baru setengah selesai. Zhou Xiao juga terlalu malu untuk mengatakan dia harus bergegas pergi ke kencan buta, jadi dia hanya dapat menyelesaikan laporan itu secepat mungkin. Ketika meninggalkan kantor, jam pulang kantor sudah lewat 30 menit. Dia mengeluarkan ponselnya dan mencari teman yang memiliki mobil – Xie Yixing, Cai Yasi, Zhao Fanzhou. Dia menelepon Xie Yixing dan tidak tersambung. Menelepon Cai Yasi? Dia bukan orang gila. Dia tidak punya pilihan selain menelepon Zhao Fanzhou, “Em, bisakah kamu mengantarku ke Jalan XX?”
“Aku sedang menjemput tamu, tidak terlalu nyaman, nanti aku akan meneleponmu lagi.”
Zhou Xiao belum sempat untuk mengatakan apa-apa, teleponnya sudah dimatikan. Rasa emosi mulai merayapi kepala Zhou Xiao, kalau tidak bisa mengantar ya sudah, memangnya apa hebatnya.
Tidak mudah untuknya menemukan sebuah taksi. Ketika dia bergegas sampai ke tempat itu, dia sudah terlambat 20 menit. Untung saja orang itu memiliki temperamen yang cukup baik, tidak menelepon untuk mendesaknya.
Ketika dia memasuki pintu, dia baru sadar, memiliki temperamen baik apanya! Dia bahkan belum sampai. Jadi, dia mengambil sebuah tempat, duduk dan menunggu dengan tenang.
Begitu dia terduduk selama lima menit, ponselnya berdering.
“Maaf, aku sudah sampai, kamu di mana?”
“Aku mengenakan pakaian berwarna hitam dan duduk di dekat pintu.”
“Halo.” Sesosok tubuh berhenti di samping meja, Zhou Xiao mendongak perlahan untuk menatapnya, Memandangnya dari sepatu ke celana, kemudian sampai ke pakaiannya, lalu ke dagu, dan akhirnya ke seluruh wajahnya. Hanya ada satu pemikiran yang terbesit di benaknya: Ma, kenapa kamu tega mencelakakanku seperti ini?
Ketika semua orang masih kecil, pasti akan ditakut-takuti oleh Ibunya: Kalau kamu tidak menghabiskan nasi dalam mangkukmu, setelah dewasa wajahmu akan berlubang-luang, sangat jelek.
Zhou Xiao tertegun mendengarkan dia yang tak hentinya menceritakan di mana dia melakukan perjalanan bisnis. Dalam hatinya, Zhou Xiao sangat berkecil hati. Hal satu-satunya yang ingin dia lakukan adalah memegang bahu lelaki ini dan mengguncangkannya sambil bertanya: Kenapa waktu kecil kamu tidak menghabiskan nasi di piringmu? Kenapa? Kenapa? Kenapa?…..
Setelah makan malam, Li Yue mengusulkan untuk mampir sebentar di sebuah kedai kopi untuk mengobrol, Zhou Xiao tidak bisa memikirkan alasan untuk melarikan diri, hanya bisa menguatkan dirinya untuk ikut.
Siapa sangka begitu keluar dari restoran, dia bertemu dengan Zhao Fanzhou yang sedang membawa sekelompok orang asing dan masuk ke dalam restoran, bahkan ada seorang gadis cantik di sampingnya. Ketika kedua orang bertemu muka, Zhao Fanzhou sebenarnya ingin menyapa, tapi Zhou Xiao masih marah karena Zhao Fanzhou memutuskan teleponnya secara sepihak. Jadilah Zhou Xiao memalingkan wajah untuk berbicara dengan Li Yue. Begitu dia menoleh, dia langsung merasa menyesal. Pemandangan di sana jauh lebih bagus, kenapa harus menoleh untuk menatap permukaan bulan?
Zhao Fanzhou yang melihatnya membuang muka, tahu dia telah membuat Zhou Xiao tersinggung. Tadi dia benar-benar tidak punya pilihan lain, salah seorang dari tamunya tiba-tiba tidak dapat menemukan paspor sehingga tidak bisa melewati proses imigrasi, setelah menghabiskan energi barulah paspor itu ditemukan di saku salah seorang temannya yang lain.
Ketika Zhou Xiao menelepon, dia sedang bernegosiasi dengan petugas imigrasi, tidak mampu menjelaskan dengan baik kepadanya.
Lagipula, coba pikirkan, saat ini dia hanyalah orang yang berstatus sedang menebus dosanya, mana mungkin dia berani memutuskan teleponnya tanpa alasan yang jelas?
Ini lagi, demi menemukan restoran mana tempat dia berjanji untuk melakukan kencan buta, dia sampai meminta seorang kolega untuk memeriksa semua restoran yang berada di Jalan XX.
Untung saja restoran di Jalan XX tidak terlalu banyak, kalau tidak pasti dia tidak akan bisa menemukannya. Dia membawa tamunya ke sini, gadis itu malah sudah mau pergi, entah akan pergi ke mana.
Lelaki di sampingnya itu seperti seekor serigala yang sedang meneteskan air liur, membuat perasaannya tidak nyaman.
Kenapa dia harus selalu melihat Zhou Xiao sedang berjalan dengan lelaki lain?
(Mewakili semua wanita di dunia ini untuk memberikanmu sebuah kata: Syukurin!)
Di dalam sebuah kafe.
Zhou Xiao sebenarnya tidak terlalu suka minum produk yang disebut kopi, dia merasa baunya seperti terbakar. Menjadi orang Chaoshan, dia lebih suka minum teh. Aroma teh yang samar-samar menghinggapi hidungnya, ada sebuah kebahagiaan yang membuat perasaan menjadi hangat. Tapi Li Yue yang juga orang Chaoshan dan duduk di seberangnya ini sedang memberitahunya tentang Jamaican Blue Mountain Coffee, Latte, Mocca, Cappuccino… Dia hanya bisa tertegun dan memberitahunya tentang Teh Hijau, Teh hitam, Teh Oolong, lalu juga Teh Tie Guanyin, Shui Hsien, Pu’er Tea, Longjing…. yang juga berhasil membuatnya tertegun.
Akhirnya kedua orang itu tidak mampu mencapai kesepakatan. Lelaki itu masih kukuh pada kesimpulan yang dia buat: minum kopi lebih berkelas daripada minum teh. Berkelas kepalamu! Untung saja dia bukan pasangannya, kalau tidak entah umurnya akan memendek berapa tahun. Membahas tentang ini, dalam bahasa inggris ada disebutkan you are not my cup of tea, bukan dikatakan you are not cup of my coffee. Oleh karena itu, jelas teh jauh lebih berkelas. Jadi, Zhou Xiao hanya tersenyum melihat lelaki itu berbicara sambil menyemburkan air liurnya dan pikirannya sendiri sedang berimajinasi entah ke mana.
Ketika Zhou Xiao pulang ke rumah, waktu sudah menunjukkan pukul sebelas lewat. Dia menutup pintu mobil Li Yue, mengucapkan terima kasih dan selamat malam dengan sopan kemudian mempercepat langkahnya untuk naik ke atas. Sudut matanya melihat mobil Zhao Fanzhou yang juga berhenti di tepi jalan, di dalam mobil seperti ada cahaya merah yang berkedip-kedip. Sejak kapan dia mulai merokok? Peduli amat, silakan saja kalau mau merokok, dia kembali mempercepat langkahnya lagi.
Zhao Fanzhou mematikan rokok di tangannya, melihat Zhou Xiao sudah pulang dengan aman dan selamat, hatinya juga merasa tenang. Sepertinya kencan buta hari ini tidak berjalan lancar, pasangannya terlihat begitu abstrak. Zhou Xiao yang menjadi anggota tetap dari komunitas pecinta penampilan dan reputasi, jelas tidak akan menyukai orang seperti itu. Zhao Fanzhou menatap pantulan dirinya sendiri dari kaca spion, tersenyum pahit. Dulu bocah itu sangat terobsesi pada penampilannya. Tak disangka sekarang, bahkan penampilan yang seperti ini pun dia sudah tidak mau lagi, sungguh menyedihkan.
Sepulangnya di dalam rumah, Yuan Ruanruan sedang menonton TV di ruang tamu. Dia menekan remote di tangannya dan berkata dengan ceroboh: “Xue Jie sudah pulang?”
“Hmm.” Zhou Xiao berkata dengan acuh, melewati ruang tamu dan pergi ke balkon untuk mengambil pakaian dan pergi mandi. Tangannya memegang gantungan baju, matanya tidak bisa ditahan untuk tidak melirik ke bawah, Mobilnya masih terparkir dalam diam, kenapa dia masih belum pergi?
“Barusan kamu melihat Zhao Xue Zhang tidak?” Yuan Ruanruan tiba-tiba teringat sesuatu, menghentikan Zhou Xiao yang berjalan melewatinya.
“Hmm.”
“Aku pulang jam 9 dan sudah melihatnya di lantai bawah. Wah, dia sudah menunggu selama lebih dari dua jam.” Yuan Ruanruan terkekeh, “Lalu, apa saja yang kalian bicarakan tadi?”
“Tidak membicarakan apa-apa, aku naik ke atas tanpa mempedulikannya.”
“Tidak mungkin kan, bukankah kalian berteman?”
Zhou Xiao meliriknya, orang ini bisa berbicara atau tidak, apanya yang katanya? Jelas-jelas mereka memang cuma teman. “Aku mandi dulu,” Zhou Xiao membawa pakaian itu ke dalam kamar mandi.
Selesai mandi, Zhou Xiao mengeringkan rambutnya, berbaring dan melamun di atas ranjang. Ketika sudah hampir memasuki alam mimpi, tiba-tiba teringat untuk mengatur alarm. Jadi dia berjuang untuk bangun dan mengambil ponsel, melihat ada dua buah pesan teks ketika dia sudah meraih ponsel itu. Satunya dari Li Yue, secara garis besar dia merasa Zhou Xiao tidak begitu cocok dengannya, lebih baik berteman saja. Zhou Xiao tersenyum dingin, mereka hampir saja bertengkar, bagaimana mungkin bisa cocok? Untung saja dia merasa tidak cocok, kalau tidak dia bahkan tidak tahu bagaimana cara memberitahu Mamanya.
Pesan satunya lagi adalah dari Zhao Fanzhou: “Hari ini benar-benar ada urusan yang sangat mendesak, aku salah, jangan marah padaku lagi ya?” Nadanya seperti seorang kekasih yang sedang membujuk pacarnya agar tidak marah, Zhou Xiao mendengus, lagi-lagi menggunakan trik seperti ini!