The Sweet Love Story - Chapter 56
Kebijaksanaan leluhur, yang berbicara mungkin tidak bermaksud apa-apa, berbeda dengan yang mendengarkan.
Zhou Xiao menatap ke cermin, rambutnya berantakan karena Zhao Fanzhou. Dia merapikan rambutnya dengan jari tangannya, jantungnya berdebar dengan tidak karuan. Dia mengambil dua potong pakaian dan membanting pintu lemari dengan keras.
Setelah selesai mandi, dia melihat Yuan Ruanruan sedang duduk di depan acara TV sambil makan. Dia ikut duduk dan berkata, “Makanan ini yang tadi dia beli?”
“Benar, kamu mau makan tidak?” Yuan Ruanruan menyodorkan makanan kepadanya.
Zhou Xiao menerimanya, hmm, sepertinya memang semua makanan ini kesukaannya. Bahkan ada sayap ayam yang dibalut dengan bumbu asin, dia teringat Zhao Fanzhou sempat bilang ada ayam suwir, jadi dia bertanya, “Tadi bukankah katanya ada ayam suwir?”
“Ah, kamu bilang tidak mau, aku sudah menghabiskannya.” Yuan Ruanruan tampak tidak bersalah. Zhou Xiao terdiam dan membawa seluruh makanan itu ke kamar.
“Xue Jie, jangan semuanya dibawa pergi dong.” Yuan Ruanruan berteriak dari punggungnya.
“Kamu sudah makan cukup banyak, sisanya untukku.” katanya tanpa menoleh dan membawa makanan itu ke dalam kamar. Menonton acara TV sambil makan sayap ayam adalah hal terindah dalam hidup.
Zhou Xiao menatap layar komputer dan menonton acara ‘Kangxi Coming’ sampai tertawa terbahak-bahak. Di dalam acara itu, ada beberapa aktor dan aktris yang putus baru-baru ini. Mereka bertengkar dengan cukup heboh. Aktor dan aktris ini memang sudah beberapa kali menjadi bintang tamu di acara ‘Kangxi Coming’, setiap mereka datang pasti Xiao-S akan menyindir mereka.
Akhirnya dengan putus asa Xiao-S menekankan, “Kalian tenang saja, hari ini aku tidak akan membahas tentang perasaan. Mantan pacarmu itu pernah datang ke acara ini dan membicarakan hal buruk tentangmu, mengatakan kamu berselingkuh. Aku merasa kamu bukanlah orang seperti itu, apa kamu benar-benar berselingkuh?”
“Saat itu ketika dia datang ke acara ini, aku sempat bertanya dia masih mencintaimu atau tidak. Dia menangis dan berkata masih, bagaimana denganmu?”
Pria itu yang ditanya olehnya sedikit tertegun dan memberikan banyak pernyataan resmi.
Akhirnya Xiao-S memberikan saran kepadanya, tidak usah menjelaskan lagi, artinya kan masih cinta, terlalu bertele-tele.
Cai Kangyong melompat keluar ke panggung pada saat yang tepat, Xiao-S berkata dengan santai, “Aku tidak mengerti, kalau memang saling mencintai, kenapa tidak bersama?”
Dia berkata dengan tanpa maksud, namun semua orang di acara itu tertegun karena kalimat ini, bahkan Zhou Xiao yang duduk di depan komputer pun ikut tertegun.
Benar juga, kenapa ya?
Setelah itu, Zhou Xiao sudah sama sekali tidak memperhatikan kelanjutan acara ini lagi. Dibenaknya hanya ada adegan pengulangan dari kata-kata Xiao-S, “Aku tidak mengerti, kalau memang saling mencintai, kenapa tidak bersama?”
Zhou Xiao merasa diejek sepanjang malam oleh Xiao-S. Seakan-akan dia melompat kesana kemari dan terus bertanya kepadanya, “Aku tidak mengerti, kalau memang saling mencintai, kenapa tidak bersama?” Zhou Xiao ingin menjelaskan, namun tidak ada suara yang keluar. Membuatnya cemas sampai berkeringat dingin, akhirnya dia diselamatkan dari mimpi buruknya ini oleh nada dering ponselnya.
“Halo.” Zhou Xiao membenamkan kepalanya dalam selimut untuk menjawab telepon, “Ini siapa?”
Zhao Fanzhou yang di seberang sana terpana, suara Zhou Xiao ketika bangun tidur sedikit serak, ada semacam nada malas yang entah mengapa terdengar seksi. Tiba-tiba tenggorokannya tersumpal dan dia bisa mengatakan apa-apa.
“Ayo Bicara.” Zhou Xiao menunggu sebentar dan tidak mendengar suara, jadi dia berkata dengan tidak sabar. “Ini aku, kamu sudah bangun?” terdengar suara Zhao Fanzhou dari seberang sana.
“Oh kamu, belum bangun. Jangan cari aku.” Zhou Xiao teringat dia penyebab utama dari mimpi buruknya, membuatnya merasa tidak senang.
“Kamu sudah hampir terlambat ke kantor.” Terdengar senyuman dari suaranya.
Zhou Xiao sedikit tidak puas, belakangan ini dia selalu seperti ini. Sikapnya sangat baik, Zhou Xiao tidak mampu memprovokasinya sampai dia marah. Sedikit keberhasilan pun tidak ada. Dia menjawab ‘hmm’ lalu mematikan telepon, berusaha bangkit dari tempat tidur. Ah, kerja, kerja, sungguh menyebalkan.
Zhou Xiao mengganti pakaian dan turun ke lantai bawah perlahan-lahan. Ternyata Zhao Fanzhou sudah di lantai bawah, sangat menyenangkan, dia sekarang memiliki supir pribadi yang menjemputnya setiap hari. Dia naik ke atas mobil, melihat Zhao Fanzhou mengenakan pakaian yang formal hari ini. Jas hitam yang pas dengan tubuhnya, dalamnya memakai kemeja berwarna putih dan dasi bermotif garis-garis yang berwarna hitam dan merah. Zhou Xiao sedikit tertegun, rasanya ingin bersiul kepadanya. Bagaimana bisa dia terlihat begitu elegan?
“Kamu berpakaian seperti ini…. hari ini ada acara apa?” Dia kembali menekan pikirannya yang tercela dan tidak bermoral tadi, berbicara dengan sepantasnya akan jauh lebih baik.
“Ada rapat yang sangat penting,” Dia menyerahkan termos kecil pada Zhou Xiao.
Dia menerima dan membukanya, ternyata isinya bubur! Sesungguhnya itu bukan bubur, tapi Xi Fan*, darimana dia bisa mendapatkan Xi Fan?
(T/N: Xi Fan adalah bubur yang bentuknya lebih kasar dan masih ada bulir-bulir nasinya)
Zhou Xiao memegang termos kecil itu, perasaannya sedikit gembira. Tidak tahu kencan buta yang mana, cuaca sangat dingin. Dia benar-benar kedinginan sampai tidak berniat untuk pergi kencan. Jadi, dia menyiapkan alasan agar dapat pergi lebih cepat.
Namun, ketika dia keluar dia tidak dapat menemukan Zhao Fanzhou di dalam mobil.
Dia menunggu di samping mobil selama beberapa menit barulah Zhao Fanzhou muncul. Dia merasa kesal karena kedinginan, tidak bisa menahan diri untuk marah. Zhao Fanzhou hanya tersenyum dan menyerahkan semangkuk bubur kepadanya, “Cuaca dingin, makan sedikit bubur.”
Kalau bilang dia tidak tersentuh, itu sudah pasti bohong. Namun, dia tidak sudi mengubah ekspresinya. Hanya makan bubur dengan wajah datar, lalu masih bergumam dan mengatakan bubur di sini tidak enak, ingin makan bubur buatan rumah.
“Kenapa? Kalau tidak ingin makan, lebih baik ditutup. Nanti jadi dingin.” Zhao Fanzhou menyenggolnya dengan lembut ketika melihatnya melamun. Dia tersadar dan menutup termos itu sambil bertanya, “Kamu beli di mana?”
“Aku membuatnya sendiri.” katanya. Setelah memikirkannya, dia menambahkan lagi, “Ada orang yang mengajariku, ketika dia bilang enak, baru aku membawanya untukmu.”
Tangan Zhou Xiao yang memegang tutup termos sedikit bergetar, berpura-pura bertanya dengan tidak peduli, “Siapa?” Zhao Fanzhou menatapnya dan berkata, “Sekretaris Xie Yixing, dia juga orang Chaoshan.”
“Oh.” Katanya sekenanya, dia kembali membuka tutup termos. Aroma beras yang tercium samar keluar bersamaan dengan uap. Dia tidak bisa menahan diri untuk mendengus dan bertanya, “Sendoknya mana?”
“Di balik tutup termosnya.” Zhao Fanzhou meraih tutup termos, membaliknya, dan mengeluarkan sendok lipat dari dalamnya, kemudian menyerahkan kepadanya.
Zhou Xiao makan bubur itu dan bertanya kepada Zhao Fanzhou dengan ambigu, “Wanita yang pernah aku lihat di depan pintu restoran waktu itu?”
“Yang mana?” Zhao Fanzhou tidak mengerti dengan jelas.
“Lupakan saja.” Dia mengerutkan hidungnya, kembali makan bubur, enak sekali. Zhao Fanzhou meliriknya sekilas, “Jangan-jangan kamu cemburu ya?”
“Sia… siapa… uhuk…. tidak.” Zhou Xiao agak tergagap ketika dia gugup, tiba-tiba tersedak bubur sehingga dia berbatuk-batuk.
Zhao Fanzhou menghentikan laju mobilnya, meraih botol termos di tangan Zhao Fanzhou. Dia menepuk punggung Zhou Xiao dengan satu tangan dan berkata, “Kalau tidak cemburu ya sudah, jangan begitu terburu-buru.”
Tidak mudah untuk berhenti batuk dan melambaikan tangannya. Sedikit kesal, jadi dia mengucapkan sumpah serapah, “Aku hanya takut dia akan memiliki akhir yang sama denganku.”
Tangan Zhao Fanzhou tergantung di udara selama beberapa waktu, sebelum kembali meletakkannya di roda kemudi dan menjalankan mobilnya. Suasana di dalam mobil menjadi dingin dan kaku.
Di lantai bawah kantornya, Zhou Xiao melarikan diri dari mobil dengan secepat kilat. Sudah beberapa tahun dia tidak pernah melihat ekspresinya yang seperti ini - di dunia persilatan menyebutkannya sebagai ‘wajah yang dingin dan membeku’. Hari ini dia belajar, pahlawan juga masih tetap bisa marah.
Sepanjang hari Zhou Xiao tidak fokus. Sepuluh menit setelah jam pulang kerja, dia masih menatap layar komputer dan membaca laporan. Bibi Manajer yang bahagia, menepuk pundaknya dan berkata kalau dia pasti akan sukses di masa depan.
Ponsel bergetar di atas meja, dia meliriknya, penelepon adalah Zhao Fanzhou. Dia segera mengangkatnya, “Halo”
“Kamu lembur? Kenapa belum turun?”
“Tidak, aku akan segera turun.” Zhou Xiao menutup telepon, melemparkan beberapa barang ke dalam tasnya dan bergegas menuruni tangga.
Zhao Fanzhou bersikap seakan tidak terjadi apa-apa. Dia menyerahkan sekaleng teh susu panas. Melihat Zhou Xiao tidak menerimanya, dia menarik cincin pengaitnya hingga terbuka dan menyodorkannya sampai ke samping bibitnya. Zhou Xiao minum teh itu dari tangan Zhao Fanzhou, dia menyadari mereka terlalu intim. Jadi, dia meraih kaleng itu dan meminumnya sendiri.
Di tengah perjalanan, masuklah pesan teks dari Yuan Ruanruan.
Pengirim pesan: Ruanruan
Xue Jie, hari ini aku akan memasak makan malam untuk teman kantorku, bisa tidak kamu pulang lebih malam?
Zhou xiao tersenyum membaca pesan itu, ‘Nona muda ini sudah kembali beraksi, memasak dan tidak membiarkanku makan masih lumayan, dia masih tidak memperbolehkanku untuk pulang.’Dua menit kemudian, pesan teks kembali masuk.
Pengirim pesan: Ruanruan
Kisah percintaanku begitu tidak mulus, kamu jangan pulang untuk menggangguku. Kalau aku tidak mengatakan kamu boleh pulang, kamu jangan pulang.
Zhou Xiao merasa sangat lucu, dia menunjukkan ponselnya kepada Zhao Fanzhou. Dia menoleh dan berkata, “Aku sedang mengemudikan mobil, tidak bisa melihat dengan jelas.”
“Yuan Ruanruan menyuruhku jangan pulang untuk mengganggu acara kencannya, aku sudah menjadi seorang tunawisma.” Zhou Xiao menggoyangkan ponsel di tangannya, “tidak tahu harus menghabiskan waktuku di mana.”
Zhao Fanzhou mendengarkan sampai selesai kemudian berkata, “Bagaimana kalau ke rumahku? Lagipula tidak jauh, kamu juga belum pernah ke rumahku. Beli bahan makanan secukupnya saja untuk dimasak di rumahku.”
“Tidak mau. Kamu bilang mau masak, nanti pasti aku yang masak.”
Zhou Xiao masih menyesap teh susu secara perlahan, jari tangannya berada di atas kata-kata ‘Rasa Original’, pikirannya melayang jauh…
Pada saat itu mereka masih kuliah, Zhao Fanzhou sedang sibuk dengan urusannya di Perkumpulan Mahasiswa. Beberapa hari tidak ada waktu untuk menemaninya makan, dia marah, memaksanya untuk membelikannya teh susu. Zhao Fanzhou kesal, tidak dapat memahami suasana gadis kecilnya itu. Menyerahkan dompetnya dan menyuruhnya pergi membeli sendiri, mau beli berapa banyak silakan beli saja.
Dia saat itu begitu merasa tak berdaya, merasa kenapa Zhao Fanzhou tidak bisa membujuknya sedikit saja? Akhirnya dia benar-benar ke Supermarket untuk membeli banyak sekali teh susu. Ketika membawanya pulang, Zhao Fanzhou membawa sekaleng teh susu dan menunggunya di lantai bawah asrama.
Dulunya Zhou Xiao orang yang mudah dibujuk, begitu menerima teh susu langsung memeluk lengannya dan berkata, ‘Sudahlah, aku tadi juga salah, tapi kenapa kamu membelikan aku rasa cokelat, aku tidak suka. Aku suka semua makanan yang berasa original, teh susu, sereal, keripik kentang, cola, biskuit… semuanya harus rasa original, ingat ya….’
Ternyata dia benar-benar mengingatnya.
“Kalau begitu kita makan hotpot saja, aku yang akan menyiapkannya.” Zhao Fanzhou memutuskan lamunannya.
“Boleh, aku ingin makan banyak bakso sapi.” Begitu mendengar kata hotpot dia langsung bersemangat, musim dingin ini dia sama sekali belum makan hotpot.
“Baiklah, ayo kita pergi beli.”
Namun, lebih baik percaya di dunia ini ada hantu daripada mempercayai mulut rusak para lelaki. Apalagi ketika dia bilang kalau dia yang akan menyiapkan segalanya.
Zhou Xiao segera menyelamatkan sayur hijau dari tangan Zhao Fanzhou, “Kalau kamu terus mencucinya, sayurnya pasti akan layu. Keluarlah untuk mendidihkan sup-nya terlebih dahulu.”
“Baik.” Zhao Fanzhou keluar, sepuluh menit kemudian dia kembali lagi ke dapur, “Apa hanya mendidihkan air, kemudian masukkan semua bahan ke dalamnya?”
“Iya.”
Ketika Zhou Xiao membawa makanan keluar, Zhao Fanzhou tidak berada di ruang makan. Panci di kompor induksi yang penuh dengan air, sudah mulai mendidih. Airnya sudah hampir mengalir keluar. Zhou Xiao terkejut, meletakkan piring dan segera mematikan kompor induksi.
Zhou Xiao membawa panci ke dalam dapur, kebetulan bertemu dengan Zhao Fanzhou yang keluar dari kamar di lorong yang sempit. Zhao Fanzhou mengerutkan kening melihatnya membawa panci berisi air panas, ingin mengatakan sesuatu tapi takut membuatnya kaget. Hanya bisa mengikutinya dari belakang, menuju ke dapur.
Dapur di rumah Zhao Fanzhou cukup besar. Setidaknya dua orang di dalam sana tidak akan saling bertabrakan. Namun tidak tahu saraf bagian mana Zhou Xiao yang salah, Zhou Xiao yang sedang berdiri di antara Zhao Fanzhou dan meja dapur, tanpa sengaja menjatuhkan panci dari tangannya.
Air panas itu sudah hampir tumpah ke tubuhnya, Zhao Fanzhou bergegas mendorongnya dengan kedua tangannya. Panci itu terjatuh di tanah, airnya sedikit terciprat ke tubuh Zhao Fanzhou, untunglah Zhou Xiao tidak terluka.
Zhou Xiao yang terdorong sampai pantatnya jatuh di lantai, menatap ngeri pada Zhao Fanzou yang baru saja menyelesaikan serangkaian aksi dalam film action. Tiba-tiba melihat tangan Zhao Fanzhou yang memerah, Zhou Xiao langsung menangis dengan hebat.
Zhao Fanzhou meletakkan panci ke meja dapur dan langsung berlari ke hadapan Zhou Xiao, bertanya dengan cemas, “Kenapa? Kamu terluka?”
Zhou Xiao menggelengkan kepala, menangis sambil menunduk.
“Kenapa? Sakit karena terjatuh ya? Sakit di mananya?” Zhao Fanzhou terus bertanya dengan bingung.
Zhou Xiao hanya menggelengkan kepala, cegukan dan tidak dapat mengeluarkan kata-kata, air matanya masih mengalir tanpa henti. Zhao Fanzhou duduk bersila, mengulurkan tangan dan menariknya ke dalam pelukannya. Menepuk punggungnya dengan lembut untuk menenangkannya, “Jangan menangis, kamu kenapa?”
Zhou Xiao menangis sambil membenamkan kepalanya di dada Zhao Fanzhou untuk sesaat, kemudian menyadari apa yang terjadi dan langsung mendorongnya menjauh. Dia menarik tangan Zhao Fanzhou ke keran dapur dan membiarkan air mengalir di sana, air matanya masih terus menetes. Satu tetes air matanya jatuh di lengan Zhao Fanzhou, tangan Zhao Fanzhou begitu merah sampai seakan hampir keluar darah.
Zhao Fanzhou menarik tangannya dari tangan Zhou Xiao, satu tangan mematikan keran dan satu tangan lagi memegang tangan Zhou Xiao, “Aku baik-baik saja, kamu jangan menangis. Kemarilah biar aku lihat, kamu juga terkena air panas?”
Ketika Zhou Xiao sudah sedikit tenang, dia berkata, “Tidak, aku baik-baik saja.”
Zhou Xiao dan Zhao Fanzhou duduk di sofa ruang tamu. Zhou Xiao menyentuh lengannya dengan hati-hati dengan tangan satunya dan mengoleskan salep dengan tangan lainnya. Zhou Xiao mengelap ingus yang sedikit keluar dari hidungnya, kemudian matanya terasa gatal. Tidak bisa menahan diri untuk mengucek matanya, Zhao Fanzhou menarik tangannya dengan cepat. Dia terlihat cemas, “Di tanganmu ada salep obat!” Zhou Xiao menyipit, tidak berbicara, menarik tangannya dan membersihkan tangannya dari obat itu.
Zhao Fanzhou menunduk dan menatap ekspresinya, “Kenapa? Marah? Aku cuma takut matamu kena obat.”
Zhou Xiao tidak berbicara dan memalingkan wajah untuk menghindari tatapan Zhao Fanzhou.
Zhao Fanzhou menarik sudut bibirnya, wajah gadis ini ketika sedang marah itu sangat…
Seakan setiap sudut di jantungnya akan runtuh, pengendalian diri yang selalu dia banggakan itu runtuh untuk sesaat. Dia memperbaiki posisi kepala Zhou Xiao dengan tangannya yang bebas, mendekati bibinya dan menciumnya dengan lembut.
Kedua bibir itu saling bertemu dan saling menyesap, sampai merasa Zhou Xiao sudah hampir tidak bisa bernafas, Zhao Fanzhou mendorongnya dan menatapnya, ‘Zhou Xiao berusaha menghirup udara segar, pipinya merona merah, matanya bersinar, bibirnya yang sedikit terbuka karena sedang berusaha menghirup oksigen, mengeluarkan napas hangat yang mengenai wajahnya.
Mata Zhao Fanzhou menggelap, dia menghela napas dan tidak mampu menahan diri untuk kembali menempelkan bibirnya di sana, menyegel bibir Zhou Xiao. Lagi-lagi kedua bibir itu kembali melekat.